Ramadan Dan Petasan

21:03

Ramadan Dan Petasan


Manfaat dan filosofi main petasan itu apa sih? Khususnya bagi anak-anak di bulan puasa. Apa ada ajarannya atau gimana atau malah berpahala gitu?


Tulis Mbak Kiky, salah satu teman saya di Facebook. Saya sendiri sering bertanya-tanya, kenapa sih tiap bulan Ramadan tiba selalu ramai anak main petasan di sana-sini? Tradisi ini sudah ada sejak zaman saya masih kanak-kanak dulu.

Walau saya tidak begitu menyukai petasan, jujur zaman kanak-kanak dulu saya pun pernah turut memainkannya saat bulan Ramadan tiba. Tapi, bukan jenis petasan lombok (cabe) yang cara menyalakannya harus dipegang kemudian dilempar. Saya sangati tidak menyukai petasan jenis ini. Selain bunyinya yang terlalu nyaring, cara menyalakannya pun cukup berbahaya.

Selain kembang api, jenis petasan yang dahulu sekali sering saya mainkan adalah petasan ces tor. Petasan ini memiliki lidi sebagai penyangga. Jika dinyalakan dengan ujung menghadap ke atas, petasan ini akan melesat terbang ke udara. Akan tetapi, jika dinyalakan dalam posisi tidur, petasan ini seolah akan mengejar siapa saja yang berada di depannya. Jenis petasan ini ada yang bisa meledak layaknya petasan pada umumnya. Ada yang tidak bisa meledak.

Lalu, dari manakah tradisi petasan ini berasal hingga diwariskan secara turun temurun?

Zaman kecil dulu, guru ngaji saya pernah menjabarkan asal muasal mainan  mobil-mobilan dari kayu dan sejenisnya. Menurut beliau, orang tua pada zaman dahulu, ketika mengajari anak-anak mereka berpuasa, mereka mengajak anak-anak untuk membuat mainan dari bahan seadanya. Contohnya, kulit jeruk bali atau kayu. Tujuannya adalah agar anak-anak mereka lupa pada rasa lapar dan dahaga ketika sedang berpuasa. Karena sibuk bermain, perhatian anak-anak pun teralihkan.

Seiring perkembangan zaman dan masuknya budaya asing ke Indonesia, bisa jadi petasan adalah salah satu budaya asing yang masuk ke Indonesia. Kemudian diadopsi dan diwariskan. Hingga seolah-olah bermain petasan adalah budaya warisan budaya nenek moyang kita.

Menurut catatan sejarah, petasan sendiri berasal dari Tiongkok. Bermula pada abad ke-9. Seorang juru masak di Tiongkok secara tidak sengaja mencampur tiga bubuk hitam (black powder) di dapurnya, yaitu garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal).

Hasil campuran dari tiga bahan tersebut terbukti mudah terbakar. Dan, apabila dimasukan ke dalam sebatang bambu yang diberi sumbu, lalu dibakar, bambu itu akan meledak. Hal itu dipercaya dapat mengusir roh jahat. Sejak saat itu, menyalakan petasan sering dilakukan saat upacara pernikahan, tahun baru, dan upacara-upacara keagamaan lainnya.

Di negara kita, tradisi petasan dibawa oleh orang Tiongkok yang bermigrasi dan menetap di Indonesia. Petasan menjadi hal lumrah saat Ramadan dan Idul Fitri tak lain adalah karena masyarakat kita pada zaman dahulu meniru tradisi orang Tiongkok yang bermukim di sekitar mereka. Lalu, kebiasaan itu diwariskan secara turun temurun hingga seolah-olah menjadi sebuah tradisi yang wajib ada atau dilakukan saat Ramadan dan Idul Fitri tiba.

Umumnya, anak-anak yang mengikuti ritual jalan pagi setelah jamaah Subuh mulai menyalakan petasan sepanjang mereka berjalan-jalan. Tak jarang mereka lemparkan kepada pejalan kaki lain atau ke kendaraan yang lewat. Hal ini tentu saja sangat mengganggu dan berbahaya.

Di Indonesia, petasan sebenarnya termasuk barang larangan atau barang gelap. Larangan mengedarkan petasan sudah ada sejak zaman Belanda dahulu. Tapi, entah kenapa petasan masih bisa beredar bebas di masyarakat. Bahkan, jika Ramadan tiba, banyak kios petasan dan kembang api dadakan yang muncul dipinggir-pinggir jalan.

Menyalakan petasan tidak ada dalam ajaran Islam. Bahkan, ada beberapa ulama yang dengan keras menentang dan mengecam menyalakan petasan selama Ramadan dan Idul Fitri.

Bermain petasan juga sangat berbahaya. Sudah banyak kasus kecelakaan yang terjadi akibat dari ledakan petasan. Namun, sebagain masyarakat sepertinya tak jera dan tetap menyalakan petasan saat Ramadan dan Idul Fitri tiba.

Selain membahayakan orang yang menyalakan, petasan juga bisa membahayakan orang lain dan mengganggu ketentraman. Padahal sejatinya Ramadan adalah bulan suci yang sebaiknya diisi dengan memperbanyak ibadah.

Semoga kita bisa lebih bijak dalam menyikapi fenomena petasan di bulan Ramadan.


Tempurung kura-kura, 18 Mei 2019.
- shytUrtle -

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews