Bilik shytUrtle

Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #5

05:15



Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #5

Posting terakhir: 19 September 2016. Update kondisi dari 20 September - 28 September 2016.
Sebelumnya aku berpikir, aku nggak bakalan bisa kayak dulu lagi dalam berbagai hal. Tapi, itu salah. Sebenarnya yang memunculkan pemikiran itu adalah ketakutanku sendiri.

Menjadi sedikit ribet beberapa waktu lalu tiap kali pergi kerja. Dulu sebelum sakit, kostum favorit sehari-hari adalah kaos oblong dan celana pendek sebawah lutut. Maklum kerja di toko jadi nggak ada seragam atau ketentuan tertentu dalam berpakaian. Sejak Januari tahun 2015 penampilan berubah drastis.

Kalau berangkat kerja kostumnya udah kayak kostum musim dingin di negeri empat musim. Kaos panjang, jaket, celana panjang, kaos kaki, dan masker. Bahkan kadang sampai pakai sarung tangan. Sampai dicibir dan dijuluki "Nona Minyak Kayu Putih", karena tiap kali aku lewat pasti bau minyak kayu putih.

Sakit hati? Iya, sempetlah. Tersinggung sama olok-olokan yang mungkin maksudnya hanya bercanda itu. Yang paling nohok itu kalau ada yang ngomong gini, "Lagi hamil muda ya, Mbak? Kok nyiumin minyak kayu putih terus."

Huft!!!

Ya emang hak yang punya mulut mau ngomong apa. Tapi kadang masih ada rasa sakit dibalik sikap 'senyumin aja' itu. Trus keinget kata Kak Lee, "Doain yang baik-baik aja itu yang suka ngolok kamu. Nggak usah diambil hati. Nggak usah dipikirin."

Bener juga ya. Kalau kita berdoa kan malaikat balik mendoakan kita. Kalau aku doain orang yang jelek-jelek, ntar malaikat doain aku yang jelek-jelek juga dong. Misalnya aku berdoa, semoga kamu ngrasain apa yang aku rasain. Trus malaikat doain aku kayak gitu juga. Lah kapan sembuhnya?

Sejak saat itu kalau ada yang ngolok atau ngatain, disenyumin aja lalu didoain yang baik-baik biar baliknya baik juga. Lebih ringan dan lebih bahagia jadinya.

Setelah kondisi tubuh stabil, kalau pagi berangkat kerja masih pakek kostum kayak kostum musim dingin di negeri empat musim. Tapi bawa ganti. Cuaca kan kadang labil tuh. Pagi dinginnya ndak umum, siang gantian panasnya yang ndak umum. Demi kenyamanan diri sendiri agar nggak kena anxie (yang disebabkan oleh rasa nggak nyaman itu), aku pun bawa ganti. Kalau siang dan cuaca berubah panas, ganti pakek celana pendek selutut dan lepas jaket. Tapi kadang-kadang masih pakek kaos kaki.

Dipandang aneh atau diketawain bahkan diolok? Iya, sering. Whose care! Yang penting aku nyaman.

Dari sana jadi berpikir, aku bisa ya kayak dulu lagi. Walau dengan sedikit tambahan asesoris: kaos kaki dan masker.

Jadi? Nggak ada yang nggak mungkin. Selama masih bernapas dan mau berusaha, masih ada harapan untuk kita. Percayalah pada adanya keajaiban. Selalu ada keajaiban bagi siapapun yang memercayainya.

Hari Senin lalu, hawa pagi tak terlalu dingin. Percobaan ah! Memakai kostum kayak sebelum sakit, ditambahin jaket, kaos kaki, masker. Well, I'm fine all day! Dan itu menyenangkan. Aku bahagia! Nah, fase angel bisa diciptakan sendiri, kan? Asal tidak dalam siklus biologi tubuh yang emang nggak bisa ditolak lho ya. Kalau lagi dalam fase itu, ya nikmati saja.


Selasa, 20 September 2016.

Masih mengenakan kostum yang sama dengan hari Senin. Kondisi fisik dan mental pun stabil.
Emang udah direncanakan sebelumnya kalau hari Selasa akan pergi ke dua desa tetangga untuk mengumpulkan foto sebagai pelengkap keperluan dokumentasi novel.

Pergi sendiri? Nyetir motor sendiri?
Jawabannya: nggak.

Jujur sejak peristiwa tanggal 29 Agustus itu dan memulai self healing, aku belum mencoba keluar dengan nyetir motor sendiri. Jadi aku diantar Thata--my (new) partner in crime. Hehehe.

Rencana awal mau berangkat pagi, pukul delapan. Tapi batal karena bentrok dengan jadwal barang di toko datang.

Apakah pikiran buruk sempet muncul?
Jawabannya: iya.
Apakah pikiran buruk itu sampai pengaruh ke fisik?
Jawabannya: iya.
Apakah sampai membatalkan rencana pergi?
Jawabannya: TiDAK!

Mau sampai kapan ngalah terus sama ketakutan yang diciptakan oleh pikiran kita sendiri? Pesan Dr. Robert Anthony terniang-niang: LAWANLAH KETAKUTAN DENGAN SEBUAH TINDAKAN.

Ya, benar! Aku harus bertindak! Aku nggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kalau aku nggak berani nyoba.

Pukul dua tepat Thata menjemput. Langsung pamit dan kami pergi. Karena hawa cukup gerah, aku meninggalkan jaket dan kaos kaki di toko. Hanya bawa masker karena debu di mana-mana.

Kaos lengan pendek, celana pendek selutut, sendal jepit (yang aku sebut sebagai kenyamanan dan kebebasan) tanpa kaos kaki. Dengan penuh percaya diri, aku duduk dalam boncengan Thata. Saat motor mulai melaju, semriwing angin menyentuh kulitku. Rasanya dingin, tapi juga sejuk.

"Serius nggak pakek jaket dan kaos kaki?" Tanya Thata.
"Yap. Jangan khawatir. Aku baik-baik saja." Aku menunjukkan senyum sejuta dolarku pada udara. Ya! Aku baik-baik saja.

Kami menuju desa pertama. Banyak sekali perubahan di jalan menuju desa. Jalannya rusak dan hutan di sekitarnya jadi kayak nggak bersahabat gitu. Aku sempat bergidik, tapi aku menepis dengan pendapat: karena aku lama sekali nggak ke sini, mereka jadi nggak kenal lagi ke aku.

Dulu, dulu sekali, jauh sebelum sakit, setiap sore aku rajin bersepada melalui jalur itu. Mungkin karena itu, jadi kesannya 'saling kenal', bahkan 'akrab'. Setelah beberapa tahun nggak ke sana, udah pasti banyak perubahan dan jadi 'nggak akrab' kayak dulu lagi.

Tiba di lokasi pertama dengan timing yang tidak tepat. Hasilnya; tidak bisa mengambil banyak foto dengan bagus.

Huft!

Padahal perkiraanku jam segitu kolam bakal sepi, ternyata... sangat ramai! I'm not lucky!

Lanjut ke tujuan kedua, ke desa kedua. Jalan menuju ke sana berubah drastis. Aku banyak-banyak berdoa selama dalam boncengan Thata. Khawatir ban motor bleset kena bebatuan yang mencuat, lalu kami terjatuh. Apalagi pas balik Thata milih jalan tanah yang keluar dari jalur jalan makadam (jalan berbatu). Jalannya mepet selokan. Tuhan, aku sampai membeku karena takut. Bahkan Thata sampai menegur agar aku tak tegang dan kaku. Hahaha. But, I'm fine. Kami melewatinya dengan selamat. Bener-bener motor adventure yang memacu adrenalin. Coba naik motor trail ya. Pasti tambah seru #ups

Walau kaki gatel-gatel karena kena rumput dan entah digigit apa, hati senang karena berhasil mengumpulkan foto lokasi untuk dokumentasi novel.

Di tengah perjalanan pulang, saat melewati kawasan hutan yang cukup rimbun, tiba-tiba ada sesuatu yang menyengat kakiku. Sampai-sampai aku menjerit karena sakitnya. Tiga kali sengatan sukses bikin aku kesakitan dan keringetan. Entah hewan apa itu yang tiba-tiba nyelip masuk ke bagian bawah celanaku dan menyengat kaki kiriku. Hewannya hitam dan bersayap putih transparan.

Bekas sengatan langsung ngilu dan bentol-bentol. Sakit. Untung bawa minyak kayu putih di saku celana. Tanpa menghentikan motor, langsung membaluri bekas sengatan dengan minyak kayu putih banyak-banyak. Alhamdulillah bisa mengurangi rasa sakitnya.
Perjalanan berlanjut ke desa ketiga, ke kawasan hutan pinus. Alhamdulillah lancar dan nyampek rumah pukul... setengah empat sore kayaknya. Lalu dapat kabar kalo adas bintangnya udah dapat dan disuruh ambil. Ok!

Nyampek rumah (setelah ngalas) langsung mencuci baju dan mandi. Selesai itu semua, dijemput Thata lagi buat ngambil adas bintang. Walau masih pakek kaos lengan pendek dan celana pendek selutut, tambah pakek jaket karena hari sudah sore.

Nyampek lokasi, ternyata adasnya ketinggalan di pasar. Yew! Pulang dengan tangan kosong. Nyampek rumah langsung ditodong Rara, diajak beli es krim ke kedai Yammie!! Ampun!!!

Setelah Maghrib pergi lagi. Dan hari itu saya cheating; makan wafle dengan toping es krim tiga rasa (coklat, vanila, stroberi) dengan dominasi coklat.

Because I'm happy, so everything is fine. Alhamdulillah aman setelah cheating makan es krim. Bahagia adalah kunci sehat jiwa dan raga.

Menjelang tidur, kaki kiri berasa makin ngilu. Tapi aku berpikir; mungkin kecapekan habis jalan mendaki gunung lewati lembah. Lalu aku pun tidur dengan lelapnya.


Rabu, 21 September 2016.

Oh, tidak!!! Bangun dikejutkan dengan adanya tiga bercak merah sebesar uang koin di kaki kiriku. Ya ampun... serangga kemaren meninggalkan tanda cintanya di kakiku. Heuheuheu. Dia yang nyangkut, eh dia yang ngamuk. Pakek acara nyengat segala.

Btw, pas habis disengat itu aku sempet parno. Parnonya; gimana kalau ntar kakiku bengkak trus aku nggak bisa jalan? Huft! Lebay ya! Kenyataannya, hari Selasa itu aku baik-baik saja dan bisa menyelesaikan misi.

Aku memeriksa bercak merah itu. Sakit kalau disentuh. Dan kaki kiriku terasa ngilu dari lutut sampai tumit. Aku menyentuh kening. Ok, it's fine. Aku nggak demam, jadi aku baik-baik saja. Nggak perlu ke dokter.

Kebanyakan bengong nggak baik bagi penderita anxie. Bengong sambil natap bercak merah di kaki kiri, misalnya. Itu nggak baik. Menimbulkan jajak pendapat sengit dalam otakku. Satu sisi menakut-nakuti alias memparnoisasi. Satu sisi menyanggah, menetralkan.

Racun! Itu racun! Ada racun dikakimu! Makanya sakit. Hi, serem! Gimana kalau ntar bengkak? Haduu...
Aku nggak demam! Aku baik-baik saja! Dulu aja digigit kemlandingan sampai demam juga baik-baik aja. Itu kan dulu.
Kamu yang sekarang nggak kayak kamu yang dulu. Gimana kalau ntar racunnya menyebar?

Aku menampik pendapat yang muncul buah dari parnoisasi, kembali menyentuh kening, aku tidak demam. Jadi aku baik-baik saja. Tapi dikasih salep apa ya biar gejala sakitnya mereda?

Hari Rabunya berakhir begitu saja; kaki kiri masih berasa ngilu.


Kamis, 22 September 2016.

Bercak merah, sakit, dan ngilu masih ada. Kata salah seorang teman di Facebook dan perawat temennya Thata, aku digigit tomcat. Wow! Lama nggak ngalas, sekalinya ngalas digigit tomcat. Sambutan 'selamat datang kembali' yang lumayan berlebihan. Dan karena berpegang teguh pada 'aku tidak demam', aku pun tidak minum obat sama sekali. Hanya mengoleskan minyak kayu putih pada bercak merah yang tampilannya semakin membuatku bergidik.

Tiga hari. Kata salah seorang teman di Facebook (dia hobi ngalas juga), efek gigitan tomcat terasa selama tiga hari. Aku menghitung dengan jari mulai dari hari Selasa saat aku kena sengatan hewan entah apa itu--yang kemudian disimpulkan sebagai tomcat. Berarti ini hari ketiga. Dan aku tidak demam, kakiku juga tidak bengkak walau masih ngilu. Ok! Aku baik-baik saja.

Sampai pada Nyai mengingatkan tentang sirih hitam. Sore harinya, langsung memetik sirih hitam, membersihkannya, lalu memanggangnya di atas lilin. Dalam kondisi hangat, daun sirih hitam itu ditempelkan ke atas bercak merah.

Itu bukan hangat, tapi panas!! (TT.TT) Panas yang kemudian memunculkan sensasi celekit-celekit pada bekas sengatan. Aku bertahan dan mengulanginya berulang kali pada setiap bercak merah.


Jum'at, 23 September 2016.

Mungkin pengaruh dari penetralan racun tomcat dengan menggunakan sirih hitam menimbulkan efek kurang fokus. Buktinya aku salah baca pesan WhatsApp.

[7:57 AM 23/09/2016]
Mbk nur bisa jahit clna a mbk
[8:08 AM 23/09/2016]
Jahit cina?
[8:09 AM 23/09/2016]
Jhit clna
[8:10 AM 23/09/2016]
Itu kayak gimana?
[8:10 AM 23/09/2016]
G jdi wezt mbk
[8:12 AM 23/09/2016]
Maaf aku ga mudeng (laugh emotion)
[8:14 AM 23/09/2016]
(tired emotion)
[8:16 AM 23/09/2016]
Oh celana a. Ya ALLOH... Maaf... Iya bisa. Ketokku mau cina (laugh emotion)

Mungkin perang antara racun tomcat dan zat antibiotik pada sirih hitam mempunyai efek 'nggak fokus'. Itu buktinya 'clna' dibaca 'cina'. Hahaha. Teori apa ini??

The power of sirih hitam. Malam hari setelah terapi sirih hitam, aku bisa tidur nyenyak. Rasa ngilu berkurang. Dan pagi harinya gejala mereda. Walau bercak merah masih kentara, udah nggak sakit lagi pas disentuh. Malam harinya lanjut terapi lagi. Sensasinya masih sama; panas, lalu muncul rasa celekit-celekit.


Sabtu, 24 September 2016.

Siapa bilang kerja di waktu weekend itu menyenangkan? Ya, ada kalanya menyenangkan karena sedikitnya hal yang harus dikerjakan. Tapi, kerja di akhir pekan kali ini cukup memicu stres.
Untung saja bisa mengatasi stresnya dan melewati hari dengan baik.

Hari Minggu berlalu dengan mengurung diri di dalam kamar. Hawa sangat dingin dan libur kerja. Hal yang terbaik menurutku; ngebangke di kamar sambil baca buku. Hehehe.


Senin, 26 September 2016.

Karena niat lagi di puncak Semeru, aku pun memutuskan untuk membayar hutang puasa Ramadhan. Alhamdulillah, tubuh masuk fase angel kalau dibuat puasa.

Senin udah pasti bisa ditebak jadi hari yang sibuk. Dan alhamdulillah tubuhku masuk fase angel. Tapi entah kenapa tiba-tiba diare.

Helo! Ini kenapa? Hari Minggu kemaren aku tetep makan sesuai menu yang tidak melanggar pantangan. Tapi kenapa aku malah diare?

Nimkati saja. Alhamdulillah lolos sampai bedhuk Maghrib ditabuh. Sehabis Maghrib langsung meluncur ngambil adas. Pengennya pergi sendiri, tapi ortu khawatir kalau aku nyetir motor sendiri. Akhirnya dianter Bapak.

Btw misi mengambil adas tertunda terus karena kendala:
1. Adasnya ke bawa ke pasar terus.
2. Setelah adasnya dibawa pulang, setiap sore hingga malam hujan.

Baru hari Senin malam berhasil membawa pulang adas. Bahagianya dapet adas bintang. Setahun nggak bakalan habis ini persediaan. Hehehe.


Selasa, 27 September 2016.

Masih lanjut bayar hutang puasa Ramadhan. Tapi sepertinya tubuh lagi labil. Dari pagi, setelah mandi pagi mual. Bahkan mulut sampai terasa pahit.

Tetap berangkat kerja. Aku pikir, mungkin karena pengaruh hawa dingin saja. Hari Senin dan Selasa kemaren dinginnya memang luar biasa.

Alhamdulillah matahari nongol, jadi aku bisa berjemur. Setelah berjemur merasa lebih baik. Jadi aku makin yakin kalau mual itu efek dari hawa yang terlalu dingin. Tapi rasa mual itu timbul-tenggelam. Muncul-hilang. Walau udah dipakek 'tetap aktif bergerak', masih saja seperti itu kondisinya.

Well, mungkin aku memang harus menikmatinya. Hirup-hirup minyak kayu putih lagi.

Sore harinya, perut sebelah sempat terasa perih. Kalau dibuat rebahan miring ke kiri dan melungker nggak kerasa sakit. Aku masih berpikir bahwa itu pengaruh hawa dingin. Karena, sepulang kerja aku langsung nyuci baju, lalu mandi air dingin.

Alhamdulillah tetap bertahan puasa. Lolos sampai bedhuk Maghrib ditabuh.


Rabu, 28 September 2016.

Masih lanjut bayar hutang puasa Ramadhan. Setelah mandi pagi sempet mual lagi. Bahkan aku sampai kirim PM ke dua admin grup GAI untuk konsultasi.

Mual menyerang lagi dan langit mendung, jadi nggak bisa berjemur. Mulai mikir ntar gimana bla bla bla. Apa yang harus aku lakukan?

Menghirup-hirup minyak kayu putih dan perbanyak senyum. Karena puasa, aku nggak bisa banyak-banyak minum air putih untuk mengatasi mual. Sebagai gantinya, aku banyak-banyak senyum. Subhanallah, mualnya hilang. Dan aku masih bertahan sampai detik aku nulis catatan ini.

The power of smile. Dan pertolongan Tuhan itu bisa dari jalan mana saja dan apa saja. Rajin-rajin aja meminta pertolongan itu, bermanja-manja pada-Nya.

Btw dari kena sengatan hewan entah apa itu, kaki kiriku jadi sering ngilu. Padahal dikerjaan nggak banyak berdiri belakangan ini. Masa iya racunnya masih ada? Tiap malam olesin counterpain (Ups! Maaf sebut merk) dan pijit. Kalau bangun tidur nggak kerasa. Tapi begitu dipakek aktifitas, mulai dah muncul rasa ngilunya.

Hmm... kenapa ya kira-kira? Nanti terapi rendam air hangat plus sirih hitam dan garam saja. Semoga segera hilang rasa sakitnya.


Perbanyak minum air putih.
Makan jangan sampai telat.
Perbanyak senyum.
Berbahagialah.
Tetap aktif bergerak.
Meditasi.
Rileksasi.
Sering-sering ngobrol, curhat sama Tuhan.
Menekuni hobi.

Yuk, sama-sama berjuang. Kita pasti bisa! Kita pasti sembuh!
Tempurung kura-kura, 28 September 2016, 01.15 PM.
-- shytUrtle --

cUrioUs -W- way

[160920] Berburu Foto Lokasi Novel "Cintaku Bersemi di Kios Bensin"

05:50



[160920] Berburu Foto Lokasi Novel "Cintaku Bersemi di Kios Bensin"


Finally!!! Selesai sudah tugas mengumpulkan foto yang menjadi lokasi... Kok lokasi?? Eum, itu yang jadi latar belakang momen Lexi-Tia di novel 'Cintaku Bersemi Di Kios Bensin' yang masih dalam proses terbit. Tapi nggak semuanya sih. Kalau semuanya berarti aku harus ke Malang kota juga buat ambil foto mall, food court, café, ruang tunggu IGD RSSA Malang, rumah Hilda, dan yang paling susah sirkuit motor cross di Dampit. Ough! Bisa ucing ala ebi! Hehehe.

Rencananya udah dari novel itu kelar pengen ngumpulin foto-foto tempat yang 'bener-bener ada' dan jadi latar belakang novel 'Cintaku Bersemi Di Kios Bensin" (CBKB). Tapi misi terus tertunda karena berbagai alasan. Tiap kali bikin rencana, pas hari H selalu gagal. Huft!

Hingga pada hari apa ya... bikin rencana ulang sama Thata. Seperti biasa harus ngikutin jadwal Thata, dan akhirnya nentuin antara tanggal 20-21. Setelah ditilik ulang akhirnya sepakat tanggal 20.

Tapi!!! Pagi jadwalku yang padat. Heuheuheu. Sampai jam dua belas siang belum bisa ninggalin toko. Bikin kesepakatan lagi setelah anak SMP bubar. Tapi!!! Langitnya terang-redup-terang-redup. Astaga! Kalau hujan gimana? Rute yang mau ditempuh banyak hutannya, kalau hujan mau berteduh di mana?

Sampai akhirnya Thata nyamperin ke toko dan ngomel-ngomel gara-gara nemuin aku manyun natap langit yang redup-terang-redup-terang. Padahal anak SMP udah bubaran, tapi aku masih manyun di toko. Ya pantaslah Thata ngomel. Hehehe.
Akhirnya sama-sama pulang buat siap-siap. Jam dua tepat kami meluncur ke lokasi pertama.

Lupa kapan terakhir kali ke sana. Kalau nggak salah pas rame-rame sama Rara, Prime Eonni, Tunjung, Nur Eonni, Reni dan... sapa lagi ya? Lupa. Pokoknya touring di tutup dengan beristirahat dan foto-foto di tempat pembuangan sampah akhir yang udah diubah kayak tempat wisata.

Sepanjang perjalanan mengamati sekitar. Ya ampun mendung di ufuk timur. Nggak bakal dapet penampakan Semeru dari desa Puthuk. Nggak papa wes. Yuk! Terus melaju!
Loh kok? Jalannya jadi begini? Rusak di beberapa sisi. Trus pepohonannya jadi makin rungkut. Kebun jeruknya nggak ada lagi. Kebun cabenya nggak tahu berganti apa soalnya di tutup pagar rapat. Pohon berbunga kuning pun kering kayak mati. Aku merasa serem.

Destinasi pertama harusnya sumber Sono, tapi ketika sampai di lokasi, oh my! Rungkut di sana-sini. Bahkan di jalan masuknya pun begitu. Jado ragu. Akhirnya nggak berhenti di lokasi pertama. Takut aku. Takut ada ular karena lokasinya rungkut.

Padahal beberapa tahun yang lalu sumber Sono jadi tempat peristirahatan kalau lagi hiking atau bersepeda. Airnya sejuk sekali untuk melepas dahaga. Dulu penghuni markas sering ambil air di sana untuk memenuhi kebutuhan minum/masak sehari-hari. Bahkan saat PDAM mati selama sebulan, kami pun tiap hari ke sana untuk mandi juga karena air sungai di dekat markas buthek.

Jadi keinget Kelinci sama Sheway yang nggak mau mentas pas mandi di sumber sono. Berasa jadi bidadari katanya. Hahaha. Tapi emang airnya sejuk banget. Dan lokasinya yang tertutup dan rimbun bikin betah berlama-lama di sana.

Sayang kemarin nyaliku menciut, jadi aku nggak turun untuk ambil foto detail sumber Sono. Padahal ada scene Lexi-Tia di sana. Mungkin karena aku lama nggak maen ke sana jadi kesannya 'nggak bersahabat' lagi. Nggak kayak dulu pas masih sering maen ke sana. All are like a friend. You know-lah, yang tinggal di sana bukan tumbuhan dan hewan yang kasat mata saja kan.

Lanjut menuju Umbulan di desa Ngadireso. Banyak bangunan baru di sepanjang jalan. Yang dulu hanya pekarangan, kini udah ada bangunan di atasnya. Berarti udah lama sekali pakek banget daku nggak maen ke sana.

Rencananya mau ambil foto di jembatan, tapi ternyata sungainya lagi di bangun. Banyak pekerja di sana, jadi gagal deh.

Jalan masuk desa udah di aspal halus. Padahal dulu masih tanah. Bahkan jalan di tengah desa yang menuju ke bukit Pusung Keris juga udah di aspal halus. Semua telah berubah. Jalan menuju ke Umbulan pun udah aspal halus. Padahal dulu tanah berbatu. Ya ampun... semua benar-benar telah berubah.

Nyampek Umbulan, lagi-lagi aku dibuat ternganga. Kok jadi begini? Tak seindah dulu. Debit air dalam kolam pun berkurang drastis. Yang nggak berubah adalah-- ehm! Di sana tetap menjadi pusat orang-orang mandi (terutama cowok). Kemarin udah milih jam 'bukan jam mandi', ternyata masih cukup ramai di sana orang mandi. Dan ya, didominasi cowok.
Dan aku bingung harus ngambil foto dari sisi mana. Timur, tengah, barat full. Akhirnya aku cuman ambil foto 'airnya' saja. Masih jernih airnya. Cuman di dalam kolam kotor karena daun bambu yang kering dan rontok.

Senada dengan di sumber Sono, nyaliku menciut untuk mendekat. Padahal seharusnya aku mencelupkan kakiku ke air agar ikan-ikan kecil itu muncul dan mengerubuti kakiku, lalu aku memotretnya. Tapi di sisi itu pun udah ada yang ngisi.

Ambil beberapa foto, lalu buru-buru ngacir. Khawatir dibilang mesum. Hiks!
Perjalanan berlanjut menuju desa Puthuk. Walau tahu di ufuk timur diselimuti kabut, nggak papalah. Kita ambil foto cerukannya aja. Sama foto bukit Pusung Keris dari sana.

Jalannya berubah! Bukan jalan tanah lagi, tapi makadam. Astaga!!! Jalan penuh bebatuan membuat Thata ngomel sekaligus tergelak. Dulu jalan itu berupa tanah. Dan, oh my!!! Tanah di sisi kanan jalan dikeruk hingga menciptakan... apa ya, tebing buatan? Semacam itulah. Miris! Jadi keinget tambang gunung kapur di Lamongan.

Nyampek lokasi dibikin terngaga lagi. Banyak pepohonan hingga sulit untuk mengambil foto bukit Pusung Keris secara jelas. Tahu gitu tadi ambil foto dari jalan menurun. Dari sana bukit Pusung Keris terlihat cukup jelas.

Jalan setapak yang dulu bisa membawa kami ke bawah, ke cerukan. Kini berubah jadi jalan makadam yang lebar. Seingatku itu diubah jadi gitu setelah ada truk tebu jatuh masuk ke jurang. Butuh perjuangan untuk bisa ambil foto yang bagus. Kaki sampai tertusuk duri dan gatal-gatal karena entah gigitan apa.

Selesai mengambil foto dan... ehm, took a selca, kami pun melanjutkan perjalanan. Saat kembali melewati area sumber Sono, aku menjerit. Membuat Thata yang sedang fokus menyetir di jalan berkelok terkejut. Aku merasakan sengatan di kaki kiriku. Sakit sekali. Seperti kesetrum, tapi lebih ngilu dan sakit.

Saat aku berusaha mencari tahu apa yang menyengatku, aku kembali menjerit. Aku merasakan serangan kedua! Sial! Hewan apa yang menyelip dibalik celanaku dan menggigit kaki dan pahaku. Sengatan ketiga sukses membuatku menjerit (lagi) dan keringat sebiji jagung menetes dari pelipisku. Sumpah sakit banget. Setelah sengatan ketiga, seekor hewan berwarna hitam bersayap keluar dari balik celanaku, terbang ngacir gitu aja ninggalin aku yang kesakitan, dan nyisain bentol gede. Huaaa!!! Sialnya daku!

Padahal kan hewan itu ndiri yang nyantol ke celanaku, tapi kenapa di malah marah dengan ngentup kaki dan pahaku? "Salahe, nggawe celana pendek!" Begitu olok Thata. Hmmm... Untung bawa minyak kayu putih di saku. Jadi segera mendapatkan pertolongan pertama.

Aku kira itu adalah perjalanan pulang, tapi Thata membelokan motor menuju jalan ke makam di Paras. Bukan untuk nyekar, tapi di tengah makam ada jalan tembusan ke desa Wonorejo. Tujuan selanjutnya adalah Ledok Ombo Bedengan di Poncokusumo. "Kita selesaikan hari ini aja!" kata Thata. Ok! Aku manut.

Aku berharap ada pohon apel yang sedang berbunga putih biar bisa ku foto. Tapi sepanjang jalan, di kebun apel nggak ada apel yang berbunga. Pas pulang ada nemu tapi dalam pagar rimbun yang nggak bisa aku jangkau dengan lensa pocket camera-ku. Padahal pohon apel pas berbunga putih kan keren. Kayak pohon sakura yang lagi berbunga. Heuheuheu.

Jalan masuk ke Bedengan nggak berubah. Masih tanah. Saat memasuki jalan itu, aku mulai bercerita pada Thata bagaimana kami dulu--aku, Tunjung, Witch, dan Nick- maen ke Bedengan. Kami harus naik angkot yang hanya sampai di pertigaan Poncokusumo. Dari sana kami jalan kaki sampai ke Bedengan. Thata geleng-geleng.

Thata nggak menangi zaman ke mana-mana harus naik angkot. Aku pun bercerita bagaimana cara kami jika ingin berpiknik di hari Minggu.

Dulu kalau ada rencana piknik bersama di hari Minggu, kami harus rela nggak jajan di sekolah. Uangnya ditabung buat ongkos naik angkot dan jajan di lokasi piknik ntar. Trus pas hari Minggu tiba, ngumpul di markas lama, lalu jalan rame-rame ke telon buat dapetin angkot. Tujuan piknik ya ke Tumpang. Ke Candi Jago. Atau kadang alasannya ke Tumpang jebulnya ke Bedengan. Hehehe. Maklum dulu Bedengan sepi, jadi nggak boleh maen ke sana. Tapi kaminya bandel.

Seingatku dulu ada satu titik yang mungkin semacam 'danyangan' gitu di sisi selatan jalan di seberang sungai di jalan masuk menuju area Ledok Ombo. Tapi kemaren aku cari-cari nggak ada.

Ya. Aku dibuat terngaga lagi. Itu air di sungai ke mana? Sungainya kayak 'kehilangan air'. Hanya berisi batu-batu. Tapi dipinggir sungai digunakan untuk budidaya selada air aka daer.

Nyampek pintu masuk Ledok Ombo, kirain mau ditarik HTM, ternyata digratisin.. Alhamdulillah.

Nggak banyak yang berubah. Bedengan bersih. Pohon pinusnya masih sama. Apa ya, lebih bersih dan rapi aja. Dan ada rumah pohonnya. Tapi kami nggak ke rumah pohon karena ada orang-orang camping dan diklat di sana. Ramai!

Aku minta Thata menepi. Aku turun dan mengamati sungai. Sungguh jauh di luar dugaan. Sungai hampir kehilangan seluruh airnya. Jadi aku harus susah payah nyari lokasi yang mendekati imajinasiku tentang lokasi Lexi-Tia.

Dapat! Tapi aku nggak bisa turun ke sungai untuk mengambil foto lebih dekat. Nggak nemuin jalannya. Akhirnya hanya foto dari atas saja.
Bonusnya, aku ngambil foto pohon pinus. Lalu? Pulang deh.

Sepanjang perjalanan pulang, aku mengenang masa lalu. Cieh! Hahaha. Masa lalu bersama Jeff saat ikut rombongan PUSKESMAS Poncokusumo untuk ikut jalan santai di pembukaan Ledok Ombo. Aku masih SMP kalau nggak salah. Dan Jeff masih kanak-kanak. Aku dapet hadiah payung kuning saat undian. Hahaha. Payungnya ada di Rama sekarang. Tahun berapa itu ya?

Dan kami pun kembali ke markas. Thata makan, aku nyuci. Lalu sekitar pukul empat kembali melanjutkan misi.

Dapat semuanya! Termasuk tambahan untuk foto bengkel. Untuk bengkel sendiri udah dapet jauh-jauh hari. Ngambil sama Thata juga. Kemarin nambahin beberapa foto. Agak nggak bagus sih. Soalnya ngambilnya dari atas motor yang lagi jalan.

Well, finally done! Thanks Thata. Next time kita touring lagi ya. Hehehe. Dan touring kemarin di tutup dengan makan bersama di Yammie!! Alhamdulillah.
Tempurung kura-kura, 21 September 2016, 11.50 AM.
-- shytUrtle --

Bilik shytUrtle

Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #4

05:45



Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #4


Diary terakhir di pos pada 12 September 2016. Seminggu sudah ya. Apa kabar? Aku berharap semua sehat dan bahagia selalu :-)

Bagaimana denganku seminggu ini? Alhamdulillah baik. Hari-hariku berjalan menyenangkan.

Menengok kembali ke belakang, ke masa beberapa tahun yang lalu. Dulu aku punya maag, dulu aku (juga) gemuk. Tapi dulu aku nggak pernah punya keluhan sakit yang berarti. Paling kalau lagi musim flu kena flu. Itu aja. Tekanan darah pun selalu stabil. Bagaimana dulu aku bisa begitu?

Mengingat-ingat tentang semua kenangan dan menemukan jawabannya. Dulu aku sehat karena aku terus bergerak dan bahagia. Walau status 'pengangguran (dan jomblo, eh! Bagian ini nggak usah disebut seharusnya. Hahaha.)' aku bahagia. Aku menikmati hari per hari, menit per menit, detik per detik. Tanpa khawatir, tanpa cemas. Esok ya urusan esok. Hari ini biarlah berjalan sesuai skenario Tuhan.

Kata iklan: teruslah bergerak agar sehat! Itu beneran lho! Dulu aku gendut tapi sehat wal afiat karena aktif bergerak. Karena status pengangguran, tiap pagi kerjaan pun ala-ala ibu rumah tangga. Masak dan bersih-bersih rumah. Dulu ada jadwal ngepel lantai tiga kali seminggu. Ini lumayan bikin berkeringat. Lalu ada jadwal senam aerobik bersama Berty Tilarso seminggu dua kali. Senam sendiri di rumah. Nonton VCD Berty Tilarso. Lalu tiap sore bersepada blusukan ke desa-desa tetangga. Hampir tiap hari Minggu renang--bersepeda lalu berenang. Kalau musim liburan ada bonus hiking.

Ah! Hidupku dulu sangat aktif dan menyenangkan. Jadi kangen bersepeda, kangen renang, kangen hiking. Heuheuheu...

Dulu aku juga bahagia. Mungkin karena masih nganggur (dan jomblo) jadi nggak banyak yang dipikirin gitu kali ya.

Kebetulan di rumah itu jadi markas tempat ngumpulnya anak-anak. Dan aku yang nanggur, banyak menghabiskan waktu untuk bermain bersama anak-anak. Ada balita, ada anak TK, ada anak SD, ada anak SMP. Tahu kan anak-anak kalau diajak main pasti bahagia, kan? Nah, mungkin aku ketularan 'energi' mereka jadi ikutan 'bahagia'. Orang bahagia jauh dari stres. Orang jauh dari stres udah pasti sehat.

Bermain. Belajar bersama. Ah, benar-benar menyenangkan!

Banyak bergerak: sehat, bahagia, kreatif, dan produktif.

Bukan berarti aku yang sekarang nggak kreatif ya! Ehm! Nggak terima dibilang nggak kreatif. Huft! Bedanya kalau dulu ada yang minta tolong apa gitu, ide langsung muncul. Kalau sekarang? Harus cari inspirasi dulu. Heuheuheu.

Kreatif dan produktif. Dulu kalau mau ada pentas seni, dengerin koleksi musik langsung muncul ide: yuk bikin pertunjukan dengan lagu ini, dance gerakannya gini-gini. Atau: oke, aku ada naskah drama. Kita pentasin ya. Kostumnya gini, lagunya pakek lagu ini dan ini.

Mungkin dulu lebih kreatif dan produktif karena medianya ada yaitu anak-anak. Jadi apa yang ada di kepala bisa dituangkan dan divisualisasikan sehingga yang punya otak nggak stres XD Faktor lainnya aku rasa ya karena ketularan energi bahagianya anak-anak tadi. Semangat mereka pas bermain atau belajar bersama, dan pas latihan. Itu nyetrum ke aku. Jadinya selalu antusias, positif, dan bersemangat.

Selain banyak bergerak, hidupku dulu juga teratur. Walau pagi sarapan kopi/teh, tapi makan nggak telat dan tidur teratur. Tidur siang iya. Jadi walau malem.begadang, kebutuhan tidur tujuh jam terpenuhi.

Perubahan itu pasti terjadi dan nggak bisa ditolak. Yang dibutuhkan adalah bagaimana cara menyikapinya dan beradaptasi sama perubahan itu.

Aku tahu kenapa Peterpan memutuskan nggak mau berubah jadi dewasa. Karena menjadi dewasa itu ribet. Anak-anak yang dipikirin paling cuman main aja. Main bikin bahagia, bahagia jauh dari stres, dan jauh dari stres itu sehat! Kalau jadi dewasa bakal mulai mikirin kerjaan, kebutuhan sehari-hari, dan ehem! Cinta! Hiks!

Saat status berubah dari 'pengangguran' menjadi 'bekerja' jelas perubahan terjadi. Masuk dunia kerja pikiran mulai dirasuki tentang segala tetek bengek masalah pekerjaan yang nggak jarang bikin stres. Waktu bermain pun jadi berkurang bahkan nggak ada sama sekali. Bayangin pulang kerja, capek-capek diajak main. Udah pasti milih tidur daripada bermain, kan? Kadar kebahagiaan jadi kurang.

Awal-awal masih bisa di handle karena masih bersemangat. Pola hidup juga masih baik. Tapi seiring berjalannya waktu: kerjaan makin padet, anak-anak bertumbuh dan sibuk dengan sekolah mereka, dll, dsb, dst. Beradaptasi bisa, tapi menyikapinya yang salah.

Makan mulai nggak teratur. Nggak pernah bersepeda sore lagi. Renang setiap hari Minggu ditinggalkan. Begadang masih tetap berjalan. Stres! Sakitlah! Kapok wes!
Jadi keinget semuanya di masa lalu. Nggak yang baik-baik aja, tapi yang buruk juga (termasuk ditinggal nikah sama gebetan. Ups!)

Ambil sisi positifnya dan praktekan! Terapkan!

Ingin sehat? Tetaplah bergerak!

Karena terbatasnya ruang dan waktu (?), bergerak versi aku ya bergerak saja. Nyalakan musik dan bergerak. Awalnya gerakan kayak pemanasan, lalu ya bergerak saja. Aku nggak bisa dance, jadi ya bergerak saja. Gerakan badan mengikuti alunan musik. Tapi musiknya pilih yang bikin semangat ya! Tiga lagu udah cukup bikin keringetan. Lalu beralih ke gerakan pendinginan.

'Pokoknya bergerak' ini aku lakuin pagi. Di tempat kerja. Whatever-lah orang mau komentar apa. Awalnya buat menghindari 'jam rawan serangan anxie'. Lalu seminggu ini sudah menjadi sebuah kebiasaan.

Efeknya gimana ke tubuh? Kliyengan dan pusing hilang. Bener kata Dokter-dokterku: kamu kurang gerak. Makanya darah nggak lancar ke otak, jadinya pusing dan kliyengan.

Go! Keep on moving! Terus bergerak!


Let's kiss the sunshine!

Berjemurlah! Jangan takut sama sinar matahari. Kalau bisa milih waktu yang pas nggak bakalan pusing kok.

Dulu sempet takut sama sinar matahari. Bukan takut item lho ya! Tapi mataku sakit kalo kena sinar matahari. Eum, mungkin lebih tepatnya sakit karena ada di tempat yang terlalu terang. Terkadang pusing setelah kena sinar matahari. Dan setelah kepanasan lalu hampir pingsan karena anxie, jadi makin takut sama sinar matahari.

Bahkan saat Kak Lee kasih saran, "Berjemurlah. Sinar matahari ampuh buat ngusir anxie." Aku pun masih ragu, takut buat berjemur.

You never know if never try. Nyoba makanan sampai kadang berakhir tepar aja berani, masak nyoba berjemur nggak berani? Akhirnya memberanikan diri berjemur. Milih waktunya jam tujuh pagi. Hasilnya? Aku selamat. Nggak meleleh. Aku bukan vampir seperti yang suka diolok-olokan! :-D

Merasa aman, jadi ketagihan. Pas matahari nggak muncul karena langit mendung jadi kangen. Ngarep-ngarep sinar matahari. Sinar matahari yang dulu dihindari sekarang dicari.

Seminggu ini berjemur masuk dalam daftar runtinitas pagi. Setelah buka dan bersihin toko, nampanglah di depan toko buat berjemur. Awalnya sempat risih. Maklum, sebelumnya dateng, masuk toko, udah nggak keluar lagi sampai jam pulang tiba. Tapi seminggu ini, dateng, siapin toko, nampang depan toko. Hahaha. Jelas aja jadi perhatian. Whatever! Yang penting kebutuhan tubuh untuk bebas dari anxie terpenuhi.

Jangan biarkan perutmu kosong. Bahaya kalau perut sampai kosong. Ntar jadi, "Lo resek kalo lagi laper!" Hehehe.

Karena kita orang yang punya masalah sama lambung, jadi kita harus sering-sering makan dalam porsi dikit. Kalau perut sampai kelaperan, nggak nutup kemungkinan anxie bisa ikutan nimbrung nyerang. Makanya perut harus senantiasa berisi. Tapi bukan berarti makan sepanjang waktu ya. Janganlah jadi hidup untuk makan!

Kalau aku pagi sarapan semangkuk pepaya. Kalau jam sembilan atau jam sepuluh udah laper lagi, lanjut makan sebutir telur rebus. Paling pagi jam setengah dua belas baru makan besar: nasi, sayur, dan lauk. Alhamdulillah pola makan kayak gini membantu sekali.

Kapan hari dikasih tomat satu kresek tanggung. Sejak saat itu rajin minum jus tomat (dua butir tomat diblender) tiap sore sepulang kerja. Alhamdulillah enak juga ke badan.
Sebisa mungkin jangan makan makanan pantangan.

Selalu bersih.

Kapan hari baca artikel hasil pencarian Google. Katanya 'tubuh kotor' yang menimbulkan 'rasa tak nyaman' juga bisa memicu anxie. Setelah baca artikel itu, aku merubah kebiasaan sepulang kerja.

Dulu setelah pulang kerja cuci kaki lalu langsung rebahan. Seminggu ini pulang kerja langsung bersihin rumah lalu mandi. Setelah mandi baru rebahan. Rebahan ya nggak tidur. Tidur sore nggak baik katanya. Tapi emang kalau tidur setelah ashar, bangunnya nggak enak ke badan. Jadi mending buat rebahan sambil dengerin musik instrumental, rileksasi. Sepuluh menit aja. Dijamin energi yang ilang bakal balik lagi.

Just be relax. Santai aja.

Orang yang punya anxie harus sering-sering rileksasi. Sepulang kerja, rileksasi. Sehabis Maghrib, meditasi. Ini bikin pikiran tenang.

Rutin sepulang kerja rebahan rileksasi. Lalu sehabis Maghrib meditasi: duduk bersila, mengosongkan pikiran, lalu memasukan sugesti positif.

Selesai meditasi masih rebahan lagi. Untuk merilekskan mata. Untuk ini aku pakek masker dari Oriflame. Ehm! Maaf nyebut merk. Tapi alhamdulillah berguna. Aroma lanvendernya bikin rileks pikiran dan mata.

Masing-masing sepuluh menit, tapi rutin. It's work!

Keep happy! Berbahagialah.

Banyak cara untuk berbahagia. Kalau nonton drama Korea bikin bahagia, just do it! Kalau karaoke di kamar bikin bahagia, lakukan! Nggak papa. Asala sesuai takaran ya.
Kalau aku dengan menulis dan membaca. Itu bisa bikin bahagia. Apalagi kalau bacaannya yang lucu-lucu. Udah pasti bikin tertawa bahagia. Hehehe.

Selain menulis dan membaca, nonton video di Youtube juga bisa ngalihin pikiran parno dan kalut. Kayak kemaren ya, sebel seharian. Akhirnya berkelana di Youtube. Nonton dramanya Mas Junki yang Scarlet Heart episode #1. Lalu lanjut nonton live performance Westlife.
Rasa kesel dan sebel itu pun ilang. Cuman agak susah pas mau bobok karena nonton videonya terlalu dekat sama jam tidur. Hehehe.

Apapun yang bikin kamu bahagia, lakukan! Asal jangan bahagia di atas penderitaan orang lain ya. Hehehe.

Btw iseng bin usil juga bisa bikin bahagia lho. Ini pernah aku sebut sebagai resep awet muda. Astaga! Bagian ini jangan ditiru. Hehehe.

Tidur yang cukup. Sehari tujuh jam.

Tersenyumlah.
Banyak efek positif yang bisa ditimbulkan dari sebuah senyuman.

Aku ingat Dokter Anggoro Eka Raditya pernah menyarankan untuk tersenyum simetris biar tensi seimbang. Nah, masih enggan untuk tersenyum?


Tuhan ada bersamaku.

Saat semua usaha sudah dilakukan, hal terakhir untuk menyempurnakan itu semua adalah berdoa. Curhat. Manja-manjaan sama Tuhan. Kalau bukan kepada-Nya, mau ke siapa lagi?
Untuk ini, masing-masing individu punya cara tersendiri.

Eum, apalagi ya? Itu semua yang aku lakuin seminggu terakhir dan alhamdulillah itu bekerja sangat baik padaku. Seminggu ini kondisiku stabil.

Sebenernya fase 'angel' itu bisa diciptakan ya. Kalaupun masuk fase 'monster' (saat lagi dapet misalnya), aku rasa bisa dinetralisir sama metode di atas.

Ini perjuangan yang harus terus dilakukan. 21 hari untuk menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan permanen. Jadi walau ada godaan apa pun, jangan sampai putus di 21 hari pertama atau harus mengulang lagi dari awal. Aku pun sedang berusaha untuk ajeg sama metode ini.

Yuk, sama-sama berjuang. Aku pasti bisa! Aku pasti sembuh! Dan hal yang patut dirayakan hari ini adalah, orang-orang di rumah mau memulai masak tanpa santan. Hurray!!! Sayur lodeh tanpa santen tetep enak kan? Mari hidup sehat :-D

Tempurung kura-kura, 19 September 2016, 02.00 PM.
-- shytUrtle --


 

Search This Blog

Total Pageviews