Fly High! - Empat

03:58

Fly High!



- Empat -


Al, Oi, Jia, Nurul, dan Aning berkumpul di bangku yang letaknya di dekat laboratorium. Selesai makan siang di kantin, mereka berkumpul di sana untuk menghabiskan waktu istirahat.

Al sudah tak murung lagi. Hari Jumat lalu ia telah mengutarakan unek-uneknya pada Meyra. Ia lega Meyra tak tersinggung karena Eri menyebutnya perawan tua. Setidaknya Meyra tetap tersenyum dan terlihat baik-baik saja seperti biasanya. Al yakin kakak sepupunya itu memang baik-baik saja. Meyra juga membantu untuk persiapan audisi. Al dan Oi mempercayakan persiapan sepenuhnya pada Meyra. Keduanya yakin Meyra pasti bisa memilihkan yang terbaik untuk mereka.
Hari Minggu, Meyra mengajak Al dan Oi datang ke sebuah event Kpop di kota Malang. Hal itu memberikan energi tersendiri bagi Al. Setelah suntuk karena merasa bodoh telah menantang Eri untuk ikut audisi, Al bisa bersenang-senang bersama Oi dalam event Kpop itu. Sejenak ia lupa pada beban untuk ikut audisi.
“Jadi, Mbak Mey turun tangan bantuin kalian ya? Wah, pasti seru! Karena yang bantuin masternya fangirl.” Nurul merasa senang mendengar perkembangan persiapan Al dan Oi. “ Senang juga Oi jadi bantuin Al.”
“Terpaksa.” Oi cemberut. Pura-pura merasa terpaksa membantu Al.
“Pasangan lesbi pecinta plastik dan udel harus kompak dong!” Jia menyemangati. “Trus, kalian mau nyanyi apa? Hit you with that ddu-du ddu-du du. Aye aye?” Jia menyanyikan bagian akhir reff lagu Black Pink -  Ddu Du Ddu Du.
Iku wes umum. Ojo lah.” Aning melarang Al dan Oi menyanyikan lagu Black Pink - Ddu Du Ddu Du.
“Justru wes umum iku mudah dikenal. Non Kpop fans bakalan tahu lagu itu.”
“Mau bawain lagu itu kalian?” Nurul penasaran.
Al dan Oi kompak tersenyum dan berkata, “Rahasia! Tungguin aja tanggal mainnya.”
“Halah! Sok misterius!”
Jarno talah. Biarin mereka bersenang-senang.” Jia meminta Nurul memaklumi Al dan Oi.
“Misi, Princess mau lewat!” Eri lewat di tengah-tengah geng Al yang sedang berkumpul. Seperti biasa ia bersama Diana, Tiara, dan Nesya. Teman satu gengnya.
Princess apa Mimi Peri?” Oi mengolok. Ia segera tertawa dan melakukan tos tangan dengan Aning yang duduk di sampingnya.
“Mimi Peri habis oplas kalau ini.” Jia menyambung olokan Oi. Mengatakan jika Eri adalah Mimi Peri versi setelah operasi plastik.
Lambemu, rek!” Eri menegur Oi dan Jia. “Tak tapuk sepatu purun?” Sambungnya mengancam akan menampar mulut Oi dan Jia dengan sepatu.
Dalan jek ombo kok nrombol. Koyok celeng ae, lek mlaku nggak roh arah!
Al, Oi, Nurul, dan Aning kompak terbengong menatap Jia. Gadis itu membalas olokan Eri dengan bahasa yang cukup kasar. Jia mengatakan, jalan masih lebar tapi Eri malah menerobosnya dan teman-temannya yang sedang duduk berkumpul. Menurut Jia, tingkah Eri seperti babi hutan yang tidak tahu arah kalau berjalan. Kemudian Oi tertawa tanpa suara. Membuat Aning menyikutnya.
“Pecinta udel ini kasar juga ya ngomongnya. Dasar kumpulan alien!” Eri geram.
“Kan umak yang mulai.” Jia membela diri.
“Wah, calon perwakilan kelas XI-IPA2 lagi ngumpul nih. Ngapain kalian?” Rifqi yang baru kembali dari kantin bergabung. Ada Arwan dan Fuad bersamanya.
“Rundingan buat audisi ntar.” Jawab Jia ketus.
“Oh udah siap-siap ya? Audisinya udah dekat sih ya. Akhir bulan ini. Formulir juga udah habis, kan?” Rifqi menatap Arwan.
“Yo’i. Udah ludes diserbu murid yang pengen tampil di pensi ultah sekolah.” Arwan membenarkan.
Mendengar hal itu, jantung Al tiba-tiba berdetub lebih kencang dari sebelumnya. Ia menatap Oi. Namun, sahabatnya itu tetap senyam-senyum. Sepertinya baik-baik saja. Tak gugup seperti dirinya.
“Er, kamu bakalan nyanyi ya saat audisi? Mau nyanyi apa?” Rifqi bertanya pada Eri.
“Ada deh. Mau tau aja!” Eri penuh percaya diri. “Kasih tahu Al dan Oi tuh.   Biar nggak nyanyi lagu alien saat audisi.”
“Eh, alien lagi diburu lho! Banyak manusia yang penasaran sama keberadaan mereka. Kalau Al sama Oi nyanyi lagu alien, bisa jadi viral mereka.”
Oi, Aning, dan Jia kompak tergelak mendengar jawaban Rifqi. Walau wajahnya menunjukan ekspresi polos, tapi jawaban Rifqi benar-benar menampar.
“Dasar kumpulan wong gendeng!” Eri pun pergi diikuti Tiara, Diana, dan Nesya.
“Yah. Dia pergi.” Keluh Rifqi tak merasa bersalah.
“Gara-gara umak se!” Jia menyalahlan Rifqi.
“Lho aku kan ngomong tentang kenyataan.” Rifqi tak mau disalahkan. “Al sama Oi mau nyanyi juga?” Ia menatap Al, lalu Oi.
“Kita bisa apa selain nyanyi?” Jawab Oi.
“Nyanyi lagu apa? Lagu Korea?”
“Rahasia! Tungguin aja tanggal mainnya.” Jia menirukan Al dan Oi.
“Yah. Pakek rahasia-rahasiaan.”
Bel tanda jam istirahat telah habis berdering. Al dan teman-temannya pun berjalan menuju kelas XI-IPA2 yang letaknya berada tepat di samping laboratorium. Ketika Al memasuki kelas, Eri melerok dan melengos. Membuang muka dari menatap Al. Al tersenyum dan menggelengkan kepala melihatnya.
***


Sejak berjanji akan membantu Al, Meyra jarang terlihat di rumah. Sejak kecil Al tinggal di rumah orang tua Meyra. Al yang merupakan anak sulung dari adik ibu Meyra di asuh ibu Meyra sejak berumur dua tahun. Kedua orang tua Al harus bekerja, karena tidak ada yang mengasuh, Al dititipkan kepada ibu Meyra.

Sejak saat itu Al jadi kerasan tinggal di rumah orang tua Meyra dan tidak mau pulang ke rumahnya sendiri. Terlebih setelah kedua kakak Meyra menikah. Al menempati kamar yang dulunya kamar milik kakak kedua Meyra. Tak lagi tidur sekamar dengan Meyra. Al seperti anak bungsu dalam keluarga Meyra.
Setelah sholat Maghrib, Al belajar di ruang tengah. Ia mendengar motor Meyra. Ia pun tersenyum lebar dan menutup buku Biologi yang sedang ia baca, karena tak sabar menunggu Meyra muncul di ruang tengah. Sudah dua hari Meyra tidak pulang. Selain kangen, Al juga penasaran pada hasil kerja Meyra untuknya dan Oi.
“Capeknya!” Keluh Meyra sembari meletakkan ransel di atas karpet di ruang tengah.
Ruang tengah rumah Meyra tak memiliki meja dan kursi. Hanya ada karpet halus berwarna merahdi sana. Ruang tengah sering digunakan untuk sekedar berkumpul atau nonton televisi bersama. Karenanya ruangan itu tidak memiliki meja dan kursi. Ayah dan ibu Meyra lebih suka menonton televisi sambil rebahan di atas karpet merah yang tebal dan halus itu.
Walau tadi sempat menutup buku di pangkuannya karena penasaran pada apa yang akan dibawa Meyra untuknya, saat mendengar Meyra akan memasuki ruang tengah, Al kembali membuka bukunya dan pura-pura fokus membaca. Ia tak mau terlihat terlalu antusias.
“Lagi belajar ya?” Meyra menyapa Al.
“He’em.” Al menganggukkan kepala. “Biologi. Pelajaran favorit Mbak Mey, kan?”
Meyra tersenyum. “Sebenernya lebih demen Bahasa Inggris sih. Lebih gampang dari Biologi.”
“Sama susahnya tau!”
“Tapi kata Oi, kamu pakarnya Biologi dan Bahasa Inggris.”
“Ketularan virusnya Mbak Mey juga kayaknya. Budhe sering bilang Mbak Mey jago Bahasa Inggris dan Biologi, kan? Tapi, payah banget di Fisika. Kok bisa sih kita samaan gitu?”
Umak yang niru. Kan aku yang lahir duluan.”
Al tersenyum menanggapi pembelaan diri Meyra.
“Al, kapan Oi ke sini?”
“Sekarang pun dia bisa. Mau aku telponin?” Al tumbang. Tidak bisa lagi menyembunyikan antusiasmenya. Ia yakin Meyra pasti akan membahas tentang audisi.
“Nggak sibuk apa?”
“Nggak deh kayaknya. Barusan juga ngobrol di WhatsApp. Oi nanyain Mbak Mey dan proyek kita.”
“Mm. Ya udah suruh dia ke sini. Aku mandi dulu ya.” Meyra bangkit dari duduknya. Membawa ranselnya masuk ke kamar.
“Oke!” Al tersenyum lebar. Buru-buru ia melakukan panggilan video pada Oi.

Sepuluh menit kemudian Oi sudah berada di rumah Meyra. Al dan Oi tinggal di kampung yang sama. Jarak rumah Meyra dan Oi hanya sepuluh menit dengan berjalan kaki. Karena itu tak perlu waktu lama bagi Oi untuk sampai ke rumah Meyra. Meyra masih sholat Maghrib saat Oi datang. Ia pun menunggu bersama Al di ruang tengah.
“Eh Oi udah dateng. Makasih ya udah mau dateng.” Sapa Meyra pada Oi.
“Mau bahas soal audisi ya Eonni?” Tanya Oi tanpa basa-basi.
“Apa lagi kalau bukan itu?” Meyra balik bertanya.
“Trus, kita jadi bawain lagu apa?” Oi tak sabar ingin tahu lagu apa yang dipilih Meyra untuknya berduet dengan Al.
“Sini deh.” Meyra mengundang Al dan Oi untuk masuk ke kamarnya.
Al dan Oi pun bergegas masuk ke kamar Meyra. Mereka duduk di atas karpet di samping kanan dan kiri Meyra yang sibuk mempersiapkan laptopnya.
“Kita jadi bawain lagu apa sih Eonni?” Oi tak sabar.
“Aku rundingan sama temenku. Dia anak band. Biasa ngisi acara Kpop juga.  FT. Island-nya Malang. Inget nggak? Kalian pernah nonton perform-nya dia sama bandnya.” Meyra sembari menunggu laptopnya menyala.
“Ryo Oppa[1] ya?" Oi menebak.
“Betul. Masih inget rupanya kamu.”
“Aku berteman sama dia di Facebook. Jadi, Ryo Oppa yang bantuin Eonni?”
“Yoi. Tapi, maaf ya kalau hasilnya kurang bagus. Waktunya mepet.” Meyra mengotak-atik laptopnya yang sudah menyala. “Coba dengerin. Ini instrumen yang aku bikin buat kalian ikutan audisi.”
Al dan Oi kompak mendekati laptop. Alunan musik mulai terdengar. Al mengerutkan kening berusaha mengenali instrumen itu. Begitu juga Oi. Lalu, keduanya saling menatap.
“Mbak ini lagu yang bakalan kami bawain buat audisi?” Tanya Al.
“Yap. Menurutku itu cocok buat kamu sama Oi. Sekarang, kalian tinggal berlatih. Semangat ya!” Meyra tersenyum lebar.
Al dan Oi saling menatap. Lalu, kompak mendesah.
***


[1] Panggilan untuk kakak laki-laki dari adik perempuan dalam bahasa Korea


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews