Tamu Tak Diundang: Ular Hitam Raksasa
00:23
Tamu Tak Diundang: Ular Hitam Raksasa
U, ntar kalau mau bobok semprot kamarmu pakek parfum ya. Aku tadi liat ada ular item gede masuk ke kamarmu lewat jendela atas.
Tercenung menatap layar ponsel usai membaca pesan yang dikirim Tunjung. Ular besar? Masuk kamarku?
Bayangin aja, lagi nyantai, kumpul-kumpul, lalu mendapat pesan yang isinya kayak gitu. Posisi sedang nggak ada di rumah. Ngeri! Terlebih itu Tunjung. Udah pasti ularnya bukan ular kasat mata. Dan, ini bulan Suro. Kombinasi yang sempurna sekali sih!
Tapi, saya penasaran!
Ular gede? Serius umak? Saya pun segera membalas pesan Tunjung.
Iyo serius! Ular e item gede, ada plendik-plendik putihnya gitu. Kepalae seukuran hapemu.
Njir! Kepalanya seukuran hape? Badannya pasti gede banget itu. Dan, masuk ke kamarku?? Oke. Ntar tak semprote parfum. Tak bakar dupa sekalian. Saya kembali membalas pesan.
Ojo lek dupo! Parfum ae. Pokok kamarmu harus wangi. Ular kan nggak seneng bau wangi.
Masa sih ular nggak suka bau wangi. Baru tahu lho saya. Tapi, itu kan ular tak kasat mata. Bukan ular nyata, binatang melata. Apa sama? Emboh lah! Oke. Ntar aku semprot parfum.
Umak ndek mana?
Ndek rumah e Emak. Mau pulang ini. Kenapa?
Umak pulang ama siapa?
Sendirian.
Jangan! Bahaya! Ntar pulange sama-sama aja.
Oke deh. Ntar aku pulang ama Ibu.
Sip! Itu kurang ajar banget. Suro-suro datang masuk kamarmu!
Wuik! Tunjung sampai emosi. Emang dia sapa?
Belum tahu. Aku juga belum nyampek rumah. Ntar kalau nyampek rumah aku beresin.
Tolong ya. Ngeri banget tau! Makasih ya.
Saya pulang ke rumah pukul sepuluh malam. Ada rasa ragu dan ngeri waktu mau masuk kamar. Bismillah. Saya memantabkan langkah dan masuk ke dalam kamar. Lalu, menutup pintu rapat-rapat dan menyemprot parfum ke segala arah. Bahkan kolong ranjang pun semprot. Pokoknya semua celah yang bisa dijadiin tempat ngumpet buat ular.
Jadilah kamar saya wangi. Wangi agak kebangetan karena saya menyemprotkan parfum secara brutal. Saya berharap si ular mabok dan bergegas keluar dari kamar.
Lampu terang nggak bisa tidur. Dimatiin, terlalu gelap, malah nggak bisa tidur. Walau udah pakek lampu belajar, tetep aja nggak bisa tidur. Saya kepikiran si ular yang kepalanya segede hape. Ular segede itu nggak mungkin dikirim untuk menyebarkan 'penyakit'. Gimana kalau ntar pas tidur saya dililit? Serem! Semprot parfum secara brutal lagi. Mata perih karena habis semprot parfum, saya rebahan di kasur. Alhasil saya tejaga semalaman. Sial!
Keesokan harinya saya meminta Tunjung datang. Sekalian melihat kamar saya dan si ular. Apakah si ular masih berada di sana atau sudah pergi.
"Udah nggak ada kok."
Alhamdulillah. Saya lega mendengar jawaban Tunjung. "Itu ular apaan sih? Segede itu. Nggak mungkin kan buat ngirim penyakit atau sejenisnya."
"Iya. Yang ada ntar mangsanya dililit."
"Nah gara-gara itu aku terjaga semalaman. Takut kalau bobok tiba-tiba badanku dililit. Serem! Emang dia apaan? Kiriman? Siluman?"
"Bukan. Dia itu ingon-ingon."
"Peliharaan??"
"Iya. Semacam pesugihan gitu."
"Waduh! Trus, ke markas ngapain?"
"Cara mangsa lah. Lagi Suro gini."
"Kok ke markas sih nyari mangsanya? Emang ada yang bisa dia mangsa gitu di markas? Trus, mangsanya diapain? Dililit trus ditelen? Serem ya. Efeknya ke si mangsa apaan?"
"Dihisap saripatinya. Bisa lumpuh juga."
"Wuik! Serem ya? Lumpuh seumur hidup?"
"Iya kalau nggak diobati."
"Tapi, bisa sembuh ya?"
"Bisa."
"Trus itu cari mangsanya acak apa bagimana? Kenapa nyari mangsa ke markas?"
Tidak ada jawaban dari Tunjung untuk pertanyaan terakhir, sampai saya menuliskan kisah ini.
Sekian. Maaf jika ada salah kata. Semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal buruk. Aamiin....
Photo by: Google search.
Tempurung kura-kura, 12 September 2019.
- shytUrtle -
0 comments