AWAKE "Rigel Story" - Bab III

06:41

AWAKE - Rigel Story



 Bab III

MPLS di SMA Horison digelar selama tiga hari pada minggu terakhir liburan tahun ajaran baru. Usai mengikuti upacara pembukaan MPLS, seluruh murid baru digiring ke aula untuk mengikuti pidato sambutan dari Kepala Sekolah, juga untuk mendengarkan materi-materi yang disampaikan oleh guru pembimbing.
Aula itu memiliki empat buah pintu besar. Dua di sisi kanan, dua di sisi kiri. Untuk kegiatan MPLS, hanya dua pintu di sebelah barat yang di buka. Satu pintu di sisi kanan, dan satu pintu di sisi kiri.
Murid kelas X-1, 2, 3, 4 digiring masuk dari pintu sebelah kanan. Sedang murid X-5, 6, 7, 8 dari pintu di sisi kiri. Kemudian, semua murid dipersilahkan duduk di atas lantai sesuai kelas masing-masing. Karena, merangkap sebagai lapangan indoor untuk olah raga bulu tangkis. Tidak ada kursi di dalam aula.
Di depan panggung terdapat kursi dan meja yang diperuntukan guru pembimbing yang akan memberi materi. Di atas panggung terdapat layar OHP. Anggota Dewan Senior dan MPK menyebar. Mendampingi kelas yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Setiap kelas di dampingi oleh dua Dewan Senior dan dua MPK.
Satu anggota Dewan Senior putri dan satu anggota MPK putra yang bertindak sebagai MC membuka acara. Setelah dibacakan susunan acara hari itu, Kepala Sekolah yang menjabat saat ini, Nyonya Amira Park memberi sambutan.
Meski sebagian besar anggota Dewan Senior berada di dalam aula, Rue memilih berdiam diri di dalam kantor Dewan Senior. Ia duduk di atas kursi kebesarannya yang berada di ujung meja kotak panjang. Jari-jari tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja. Sedang tangan kirinya bertindak untuk menopang dagunya.
Rue tersadar dari lamunannya ketika pintu kantor Dewan Senior terbuka. Dio, Byungjae, dan Hanjoo menghambur masuk ke dalam ruangan. Hanjoo duduk di kursi di samping kanan Rue. Sedang Dio duduk di atas meja di hadapan Rue, dan Byungjae duduk di samping Dio.
“Kenapa kamu malah melamun di sini?” tanya Dio. “Kamu nggak keberatan Pearl dan geng mutiaranya itu tebar pesona pada adik-adik kita?”
Senyum tersungging di wajah Rue ketika mendengar Dio kembali menyebut ‘Pearl dan geng mutiaranya’. Dio yang memberi nama ‘geng mutiara’ untuk Pearl dan kedua temannya. Entah kebetulan atau sengaja, Pearl, Ruby, dan Linde adalah nama dari batu-batu mulia. Mereka selalu berkumpul dan ke mana-mana bersama. Karenanya, Dio memberi nama trio itu sebagai geng mutiara.
“Pesona Rigel tak tergantikan. Kau tak perlu khawatir.” Rue berkomentar.
“Tentu saja. Tapi, tetap saja aku nggak percaya kalau dulu semasa SD kamu pernah satu geng dengannya.” Dio mengibaskan tangan kanannya ke udara.
“Kenapa kamu menyendiri di sini?” Hanjoo menyela. Ia menyadari ada sesuatu yang dikhawatirkan Rue dibalik sikap cerianya. Hal itu ia sadari ketika mereka meninggalkan lapangan basket usai upacara pembukaan MPLS. “Aku tahu, sekarang kau sedang mengkhawatirkan sesuatu,” imbuhnya.
“Ada apa?” Byungjae menatap Rue dengan ekspresi serius. Begitu juga Dio.
Rue menghela napas. “Aku melihatnya lagi. Di lapangan, saat upacara pembukaan.”
“Melihatnya?” Byungjae dengan ekspresi tak paham.
“Siapa?” sambung Dio yang sama tak pahamnya dengan Byungjae.
“Omo! Jangan katakan, kau melihat salah satu korban kecelakaan yang semalam mengikutimu?!” Byungjae bergidik ngeri dan melirik sekitar. “Apa dia masih di sini?” ia berbisik.
“Bukan dia. Tapi, sosok berbaju serba hitam yang selalu menampakan diri sebelum ada… kematian.” Rue lirih pada kata kematian.
Suasana berubah hening di dalam kantor Dewan Senior. Semua mata terfokus pada Rue.
Rue kembali menghela napas. “Ini di sekolah. Dan, sedang digelar MPLS. Aku jadi sedikit khawatir. Itu saja. Dia berada di belakang barisan kelas X-8. Kelas kita dulu.”
“Sepanjang sejarah MPLS SMA Horison tidak pernah ada kasus kematian. Kalau kesurupan itu sering. Khawatirmu berlebihan, Rue.” Dio memberi pendapat untuk meredam kekhawatiran Rue.
“Kasus kematian murid SMA Horison juga amat sangat sedikit sekali. Dalam kurun waktu berapa puluh tahun baru ada kasus kematian karena sakit. Selama lima puluh lima tahun sejak berdiri, setahuku hanya ada beberapa kasus kematian murid. Penyebabnya beragam. Mulai dari sakit hingga kecelakaan.” Byungjae menyambung penjelasan Dio.
“Lagi pula, sejak kau menjabat jadi Ketua Dewan Senior. Kasus kesurupan menurun drastis. Perjanjianmu berhasil. Jika dia yang kamu yakini sebagai malaikat maut itu muncul, aku rasa…” Dio tak melanjutkan ucapannya.
“Malaikat maut selalu berada dekat dengan calon orang yang akan meninggal kan? Mungkin kita bisa mencari sesuatu dari kelas X-8.” Hanjoo memberikan usul. “Setahuku jumlah muridnya tak lengkap tadi.”
“Kalau begitu, kita harus ke aula sekarang.” Dio melompat turun dan berdiri di samping Rue.
“Dio benar. Saatnya beraksi.” Byungjae pun bangkit dari duduknya.
Hanjoo juga berdiri. Ia turut menatap Rue.
“Oke!” Rue bangkit dari duduknya.
Dio tersenyum dan merangkul Rue. Berjalan menuju pintu. Hanjoo dan Byungjae menyusul di belakangnya.
***


Murid-murid peserta MPLS terlihat bosan. Beberapa dari mereka terlihat menguap. Hojoon duduk menopang dagu dengan tangan kanannya yang ia sandarkan di pahanya yang sedang duduk bersila. Ia terlihat bosan dan beberapa kali menguap. Hojoon tersentak kaget ketika Esya yang duduk di samping kirinya tiba-tiba menepuk lengannya. Dengan bibir mengerucut ia menoleh ke arah kiri dan menatap Esya dengan ekspresi kesal.
Kening Hojoon berkerut ketika menyadari ekspresi Esya yang berseri-seri. Ia kemudian mengikuti arah pandangan Esya yang fokus ke arah pintu masuk aula di sebelah kanan. Keempat member Rigel berdiri di ambang pintu.
Bukan hanya Esya yang menjadi ‘melek’ dan ‘sedikit berisik’ ketika Rigel muncul di aula. Beberapa murid pun demikian. Bahkan, guru pembimbing yang sedang memberikan materi sampai berdehem. Dan, para kakak pendamping harus memberi peringatan pada adik-adiknya agar kembali tenang dan mendengarkan materi yang sedang disampaikan.
Di kursi yang berjajar di dekat pintu masuk di aula di sebelah kiri, Pearl duduk bersama Ruby dan Linde, juga beberapa senior lainnya. Pearl langsung mencibir ketika melihat reaksi para junior ketika Rue dan ketiga temannya tiba di aula.
“Aku berharap mereka tak muncul.” Ruby yang duduk di sebelah kanan Pearl berbisik.
“Rigel tebar pesona. Ini kesempatan, kan? Untuk tebar pesona pada junior,” sambung Linde yang duduk di sebelah kiri Pearl. Mereka bertiga sibuk dengan kipas masing-masing.
“Hanya orang bodoh yang mengidolakan mereka. Apa hebatnya pemburu hantu?” Pearl ikut berkomentar sambil memicing ketika menatap Rue yang berjalan menuju ke arah belakang murid-murid peserta MPLS yang duduk berjajar di atas lantai sesuai kelas masing-masing.

“Astaga!!! Mereka menuju kemari!” Esya dibuat salah tingkah ketika melihat Rigel berjalan menuju ke arahnya; ke arah kelasnya lebih tepatnya.
Hojoon menghela napas sambil memperhatikan Esya yang tiba-tiba sibuk mengoreksi penampilannya.
Esya mendadak tegang ketika keempat member Rigel berhenti tepat di belakangnya. Ia meletakkan tangan di dada dan melirik Hojoon dengan tatapan yang mengisyaratkan ‘tolong aku’.
Hojoon menggendikan bahu. Lalu, kembali menatap lurus ke depan.
Hojoon dan Esya duduk di deretan paling belakang dari kelas mereka. Hojoon biasa saja. Tapi, tidak dengan Esya. Sejak Rigel datang dan berhenti di belakangnya. Ia tak bisa berkonsentrasi untuk mendengarkan guru pembimbing yang sedang menyampaikan materi di depan sana.
Walau Rue terdengar berbicara selirih mungkin, Esya masih bisa mendengar apa yang gadis itu tanyakan pada kakak-kakak pembimbing kelasnya. Rue bertanya kenapa jumlah murid di kelasnya tak lengkap. Dan, kakak pembimbing menjelaskan bahwa satu murid kelas X-8 izin tak bisa mengikuti MPLS karena masih dirawat di rumah sakit usai mengalami cidera usai mengikuti pertandingan sepak bola bersama klubnya.
Esya memiringkan kepala. Ia penasaran. Kenapa Rue menanyakan tentang teman sekelasku?
“Kita duduk di sini saja!”
Punggung Esya menengang. Ia tahu itu adalah suara Byungjae. Pemuda itu duduk di belakangnya.
“Sepertinya semua bosan.”
Dan… itu… Mulut Esya terbuka. Itu adalah Hanjoo. Hanjoo juga duduk di belakangnya. Esya memejamkan mata dan menjerit dalam hati karena terlampau senang.
“Dek!” Esya merasakan colekan di punggungnya. Ia pun menoleh. Hojoon yang juga mendengar panggilan itu ikut menoleh.
Byungjae tersenyum manis. “Bosan ya?”
Wajah Esya memanas. Senyum Byungjae sangat manis. Ia terpesona. Lalu, hanya bisa mengangguk malu-malu. Berusaha menutupi wajahnya yang kini mungkin sudah memerah. Hojoon yang melihat reaksi Esya hanya bisa menghela napas pelan.
“Beliau memang begitu.” Byungjae kembali bicara. Kali ini tentang guru pembimbing yang sedang bicara di depan sana. “Tapi, kau tak perlu khawatir. Beliau tak mengajar kelas X. Kami yang akan menjadi pendengarnya setelah ini.” Byungjae memasang ekspresi seolah akan menangis.
Esya tersenyum melihatnya. Ternyata benar apa yang ditulis Orion di halaman Rigel. Byungjae orangnya lucu.
“Sudah jangan ganggu mereka.” Hanjoo menyela.
Esya mengalihkan pandangannya. Ia menatap Hanjoo. Pemuda itu terlihat lebih tampan jika dilihat secara langsung dan dalam jarak yang cukup dekat seperti ini. Esya segera menundukkan kepala. Lalu kembali menghadap ke depan. Ia tak sanggup menatap Hanjoo lama-lama. Karena, ia merasakan panas di wajahnya semakin meningkat.
“Kamu norak, tahu!” Hojoon berbisik mengolok Esya.
Esya menoleh dan menatap Hojoon dengan tatapan sengit.
Hojoon mengalihkan pandangan. Kembali menatap ke depan.
Esya kesal melihat tingkah Hojoon. Ia pun kembali menatap ke depan.
“Rue mana?” terdengar suara Byungjae bertanya.
Sebenarnya Esya tak mau mendengarnya. Tapi, posisi mereka cukup dekat. Jadi, mau tak mau ia pun bisa mendengar suara Byungjae yang duduk di belakangnya.
“Masih ngobrol dengan Pangeran.” Dio menjawab.
“Kalian kenapa malah ngumpul di sini?” suara seorang gadis yang Esya kenali sebagai kakak pendampingnya.
“Di depan ada geng mutiara. Nanti, kami bisa dianggap merusuh.” Lagi-lagi Dio yang menjawab.
“Kau itu bisa saja, Dio! Tapi, lihat! Banyak yang curi-curi pandang ke belakang lho!” siswi yang menjadi kakak pendaming kelas X-8 kembali bicara.
“Karena, Rigel adalah bintang paling terang di rasi Orion. Jadi, walau mereka tersembunyi di belakang sini. Mereka akan tetap bisa terlihat.” Byungjae membanggakan gengnya membuat rekannya—kakak pendamping kelas X-8—terkekeh.
Esya turut tersenyum mendengarnya.
“Apa sebentar lagi materi lagi?” terdengar suara siswi lagi. Esya tahu itu Rue. “Sepertinya adik-adik kita mulai bosan. Mereka butuh hiburan sejenak. Agar ngantuk dan bosannya hilang.”
“Kamu bisa bilang ke Kevin. Kasihan juga lihat mereka bosan dan ngantuk begitu.” Dio memberi saran.
“Sebentar lagi sesi santai kok.” jawab siswi pendamping kelas X-8.
“Oh! Syukurlah!” Dio lega.

MC mengambil alih acara setelah sesi materi selesai. Duo senior itu kembali menghidupkan suasana dengan candaan-candaan mereka. Karena melihat keberadaan Rigel jauh di belakang sana, MC pun mengundang mereka untuk maju ke depan. Mereka meminta Rue yang menjabat sebagai Ketua Dewan Senior memberikan sambutan.
Murid-murid peserta MPLS yang mengaku sebagai Orion bersorak mendukung ketika Rue dan ketiga temannya berjalan ke depan lewat jalan di sisi kanan. Pearl dan kedua temannya kompak cemberut melihat aksi penyambutan itu.
Esya bertepuk tangan antusias. Turut mendukung Rue. Sedang Hojoon, tetap bersikap datar.
Rue menerima mic yang diberikan MC. Ia tersenyum kikuk. Tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya. “Halo, semua!” Rue mulai menyapa. Para junior di depannya kembali tenang. “Aku Ruta Way. Kalian bisa memanggilku—”
“Rue!!!” seru para Orion yang duduk menjadi peserta MPLS kompak.
Rue terkejut. Lalu, tersenyum malu-malu. Ia pun berterima kasih. Kemudian memberikan ucapan selamat datang dan selamat bergabung menjadi keluarga besar SMA Horison kepada adik-adiknya.
Suasana semakin ceria dan penuh antusiasme ketika MC membuka sesi tanya jawab. Para junior diberikan kesempatan bertanya pada Rue dengan aturan hanya pertanyaan yang berhubungan dengan SMA Horison.
Pada kesempatan itu pula, Rue menjelaskan aturan-aturan tertulis namun tak secara resmi seperti peraturan sekolah yang harus dipatuhi para murid SMA Horison. Peraturan yang merupakan hasil perundingan dan perjanjian yang ia buat dengan penghuni lain, penghuni tak kasat mata yang juga tinggal di SMA Horison.
***
 


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews