Fly High! - Sebelas

03:03

Fly High!



Sebelas

 

Banyak yang terjadi setelah Meyra mengunggah video penampilan Al dan Oi. Perubahan paling kecil namun berdampak besar adalah kembali tersambungnya komunikasi antara Al, Oi, dan Gia. Karena Meyra menyebut nama akun Facebook ketiganya di kolom komentar postingannya, Al, Oi, dan Gia saling berkomentar. Komunikasi yang sempat terputus terjalin lagi. Bahkan, dua hari setelah saling berkomentar dalam postingan Meyra, ketiganya berkumpul di rumah Meyra.

Di sekolah, Al dan Oi pun mendadak menjadi pusat perhatian. Link postingan video Meyra di Facebook tersebar di sekolah. Tidak hanya murid kelas XI yang membicarakan tentang penampilan Al dan Oi. Tapi, juga murid kelas X dan XII. Ada yang mendukung, ada yang mengolok. Ada yang menyayangkan Al dan Oi tidak lolos. Bahkan, sampai mencari tahu apa penyebab keduanya tidak lolos. Ada pula yang menghujat. Bahwa pertunjukan yang ditampilkan Al dan Oi tidak layak untuk tampil di pentas seni ulang tahun sekolah.
Murid-murid pecinta Kpop dan drama korea di SMA Wijaya Kusuma melakukan pendekatan pada Al dan Oi. Mereka seolah mendapat angin segar dan pintu menuju dunia yang sama. Jia dan Nurul yang meladeni. Mendadak ada perkumpulan kecil pecinta Kpop dan K-drama di SMA Wijaya Kusuma. Anggotanya murid kelas X, XI, dan XII. Yang membuat Al dan Oi terkejut, ternyata ada beberapa fanboy di SMA Wijaya Kusuma. Kaum minoritas itu kini punya dunia kecil mereka sendiri. Video penampilan Al dan Oi yang menjadi pintu pemersatu mereka. Mereka pun telah membuat grup chat di WhatsApp.
Permintaan pertemanan di akun Facebook Al dan Oi pun meningkat drastis. Begitu juga dengan follower Instagram keduanya. Selain itu, ada beberapa pesan pribadi ke akun sosial media Al dan Oi. Pesan yang isinya beragam. Ada pesan berupa dukungan, pertanyaan kepo tentang julukan pecinta plastik dan udel, pertanyaan tentang audisi, bahkan pesan berisi makian.

“Kalau Mbak Mey nggak unggah videonya dan nggak dibagiin banyak orang kan nggak bakalan kayak gini. Pesan-pesan berisi makian itu ganggu banget Mbak. Nggak enak dibacanya.” Al meluapkan kekesalannya.
“Aku juga dapet Al. Tapi, do amat. Lagian nggak kenal juga. Kamu aja yang terlalu sensi. Kan udah kubilang, jangan biasain main perasaan!” Oi menegur Al yang marah pada Meyra. “Nggak ada aturan kita harus buka pesan, baca, dan bales juga dalam bersosial media. Apalagi yang bukan teman.”
“Aku lho nggak pernah ngalamin hal viral, tapi juga sering dapat pesan aneh.” Linda menengahi. Bahwa tak harus terlibat hal viral lebih dulu untuk mendapat pesan iseng di akun sosial media.
“Bener. Aku juga sering dapat inbox minta kenalan lah. Minta nomer WhatsApp lah.” Gia yang juga berada di rumah Meyra membenarkan apa yang dikatakan Linda.
Setelah kembali berkunjung untuk pertama kalinya setelah berpisah dengan Al dan Oi sejak lulus SD, Gia jadi sering ikut berkumpul di rumah Meyra. Kebiasaan yang sempat hilang darinya itu, kini mulai ia tumbuhkan kembali.
“Seperti kata Oi, nggak semua perlu diladeni. Belajar cuek, Al.” Gia, gadis keturunan Cina itu menambahkan.
Al menghela napas panjang. “Maaf Mbak Mey. Aku lagi sensi.”
Meyra tersenyum tulus. “Aku tahu kamu lagi dapet. Nggak papa sih. Daripada kamu pendam, mending kamu keluarin unek-unekmu. Maaf juga kalau tindakanku bikin kamu nggak nyaman.”
“Sebenernya itu salahku, kan? Aku yang paling getol share link. Ke WhatsApp temen-temen. Bahkan, ke grup Wannable tempat aku gabung.” Oi merasa viralnya video penampilannya dan Al adalah karena ulahnya.
“Walau kamu rajin share, kalau Tuhan nggak berkehendak, nggak bakalan viral juga videonya. Ya, kan? Aku unggah video itu cuman jalaran[1]. Semua berjalan atas kehendak Tuhan.”
Suasana di dalam ruang tamu rumah Meyra hening sejenak.
“Makan gimbab aja enak.” Oi mengambil sepotong gimbab yang cukup lama diabaikan karena obrolan serius yang dimulai Al.
Hari itu Meyra memesan gimbab pada Linda. Karena luang, Linda pun tak buru-buru pulang saat mengantar pesanan Meyra. Ia memilih tinggal, bergabung bersama Meyra yang sedang berkumpul dengan Al, Oi, dan Gia.
“Iya. Makan ini aja enak.” Gia turut mengambil sepotong gimbab yang tersaji di meja.
“Ternyata jadi terkenal itu enak nggak enak ya.” Keluh Al yang sudah bisa menguasai emosinya.
“Padahal viral di sosmed doang. Gimana kalau terkenal di dunia nyata juga?” Gia mengomentari keluhan Al. “Kalau kalian ntar masuk tivi gimana?”
“Mana muat, Gi? Tivi segitu doang. Aku sama Al segede ini. Gimana masuknya?”
“Oi edan!”
Oi tergelak.
“Udah ndak emosi Al?” Tanya Meyra pada Al. “Kalau udah tenang, aku mau nyampaiin sesuatu.”
Al, Oi, dan Gia, juga Linda menaruh perhatian pada Meyra.
“Al, Oi, kalian dapat tawaran siaran langsung di acara I Love Asian di radio. Kalian mau nggak?”
Bukan hanya Al dan Oi yang kompak terkejut menatap Meyra. Tapi, juga Gia dan Linda.
“Siaran langsung di radio, Mbak? Wah…” Gia yang lebih dulu tersadar dan memberi respon.
“Iya. Kalian tahu kenapa video Al dan Oi jadi viral?”
Al, Oi, dan Gia kompak menggelengkan kepala.
“Aku rajin bagiin link-nya di Twitter. Baik link postingan Facebook juga Youtube. Karena temen fangirl kebanyakan di Twitter. Fangirl internasional juga banyak di Twitter. Jadi sengaja aku bagiin di sana. Beberapa teman fangirl internasioanl menonton video kalian. Sebelum viral, postinganku di kutip dan di retweet sama Kak Yoan. Dia penyiar radio yang ketemu di Twitter.
“Jadi, dulu zaman Kpop belum booming kayak sekarang, ada satu acara gitu di radio Puspita FM yang muterin lagu Korea, Mandarin, dan Jepang. Pengasuhnya Kak Yoan. Aku sering telepon buat kirim salam dan request lagu. Dua tahun yang lalu nggak sengaja nemu akun Kak Yoan di Twitter. Aku follow deh. Nggak nyangka aku di follow balik. Kami ngobrol di sana, reuni zaman baheula waktu Kpop belum mendunia.
“Nah, kapan hari itu Kak Yoan retweet dan kutip tweet-ku. Karena dia penyiar radio dan masih aktif, trus banyak follower-nya yang K-drama lover dan Kpopers. Jadilah retweet-an dan kutipan itu dibaca follower-nya Kak Yoan. Mereka retweet-in juga. Trus nyerbu ke Facebook. Makanya banyak komentar dari akun non temanku, kan? Semakin sering dibagikan dan dikomentari, postingan itu terus naik. Viral deh.
“Soal permintaan siaran langsung itu, karena salah satu temen di IG yang dulunya penyiar radio dan sekarang masih aktif di dunia fangirl liat postingan potongan video Al dan Oi yang aku pos di Instagram. Kita komenan di sana. Dia tahu postinganku di Facebook jadi viral. Trus, dia hubungi hoobae[2]-nya yang masih aktif jadi penyiar radio. Salah satu pengasuh acara I Love Asian.
Hoobae-nya ikut nyimak postinganku, trus karena itu viral, dia punya ide buat undang Al dan Oi siaran langsung sama dia di acara I Love Asian. Aku bilang, aku tanya Al dan Oi dulu. Kalau aku sih mau aja. Kesempatan langka lho! Dulu aku hampir ikutan siaran langsung di acara itu, pas temenku masih jadi penyiarnya. Awal-awal acara I Love Asian mengudara. Tapi, aku nggak pede dan nolak ajakan temanku. Sekarang, kesempatan yang sama dateng ke kalian. Tapi, aku sih terserah kalian.” Meyra selesai menjelaskan.
“Kalau aku mau aja Mbak Mey. Kesempatan langka. Acara itu bertahan sampai sekarang, padahal acara lagu Asia yang lain dah pada ngilang. Berarti bagus kan bisa bertahan. Bisa tampil di acara kece kayak gitu rezeki banget. Apalagi cuman kedengeran suaranya doang. Nggak perlu unjuk muka.” Linda memberi jawaban.
“Setuju sama Mbak Linda. Untungnya tuh nggak perlu unjuk muka. Jadi, walau gugup gemeteran, palingan cuman yang di studio yang tahu.” Gia sependapat dengan Linda.
“Aku syok Eonni! Beneran kita undang buat ikutan siaran I Love Asian?” Oi seolah baru kembali dari alam mimpi. Ia merasa tak percaya mendapat undangan untuk siaran langsung dalam acara lagu Asia yang paling hits di Malang Raya itu.
“Baca ndiri nih chat aku sama mas penyiarnya.” Meyra memberikan ponselnya pada Oi.
Oi menerima ponsel Meyra. Al dan Gia merapat padanya. Turut membaca chat Meyra dengan penyiar yang mengasuh acara I Love Asian.
“Mbak Mey, nurut aku itu rezeki banget. Al sama Oi nggak lolos audisi di sekolah, tapi videonya jadi viral dan dapet undangan siaran I Love Asian. Tuhan emang ngasih apa yang Al dan Oi butuhin buat nampar Eri yang ngatain mereka pecinta plastik dan udel.” Ketika Al, Oi, dan Gia sibuk membaca chat, Linda kembali mengutarakan pendapatnya.
“Iya. Kalau sampai dapat tawaran siaran di I Love Asian, nggak nutup kemungkinan mereka ntar juga diundang siaran di acara Bollywood Lover. Yang komentar ada yang pecinta Bollywood juga tuh.” Meyra membenarkan pendapat Linda.
“Eri boleh menang audisi di sekolah, tapi ntar kalau Al dan Oi siaran langsung, bakalan didengerin kpopers se Malang Raya. Itu baru sempurna!”
“Mikirku gini, kalau ntar Al sama Oi mau siaran, Gia aku ajak juga. Jadi, biar pondasi awal trio AOG bisa dikenalkan.”
“Eh? Aku juga?” Gia mengalihkan pandangan dari menatap ponsel Meyra di tangan Oi.
“Kamu seneng bikin video cover dance, kan?”
“Hehehe. Iseng aja Mbak. Short version. Seringnya pas bagian reff aja. Karena bagian itu koreografinya yang paling banyak diulang. Jadi, cepet hafal.”
“Intinya, tetep aja masih aktif di dunia dance dan fangirl. Dulu trio AOG selalu tampilin dance, kan?”
“Kalau di dunia Kpop idol tuh, AOG ada sub unit-nya. Al dan Oi. Trus, Gia solo karir jadi dancer.” Linda menyemangati.
“Mbak Linda ih. Aku jadi malu.” Gia tersipu hingga wajahnya yang putih bersemu pink.
“Mbak Mey, ntar stage name Gia diganti Gi aja. Ada kan bahasa Korea Gi? Jadi, Al, Oi, and Gi. AOG. Keren tuh!” Linda merasakan antusiasme di dalam dirinya. “Kalau Oi artinya bebek, kan?”
Oi tuh timun. Kalau bebek tuh ori.” Meyra meralat.
“Wah. Salah ya. Ya maap! Hahaha.” Linda tergelak. “Kalau Gi ada kan? Al?”
Gi artinya jiwa. Kalau Al kayaknya nggak ada deh.” Meyra diam sejenak. Mengingat kosakata bahasa Korea yang pernah ia pelajari secara otodidak. “Eh, ada ding. Al itu telur dalam bahasa Korea. Seingatku sih.”
“Telur, timun, dan jiwa. Random juga ya.” Linda menggaruk kepalanya.
“Jadi, Oi itu timun?” Oi baru tahu jika kata oi dalam bahasa Korea berarti buah timun.
“Dan, Al itu telur.” Al yang merasa sama pun mengangguk. Ia juga baru tahu kalau ada kosakata Korea Al yang artinya telur.
“Temenku ada yang nick name-nya Cha. Di Korea artinya teh. Dia dipanggil teh woles aja dia.” Ujar Meyra.
“Yang bagus Gia doang masa. Gi artinya jiwa.” Oi menyikut Gia. “Asal jangan panggil aku timun aja Eonni.”
“Timun Mas keren lho!” Linda menyela. “Bisa ngalahin Buto Ijo kan dia?”
“Yang jadi Buto Ijo si Eri?”
“Boleh!”
“Hush! Kalian ini.” Meyra menegur Oi dan Linda. Keduanya kompak nyengir.
“Aku telur.” Ujar Al setengah berbicara pada dirinya sendiri.
“Kalau telur sama jiwa itu berhubungan kan. Telur adalah awal mula kehidupan. Lagian Linda ngapain sih dihubungin sama bahasa Korea.”
Sorry. Sorry.” Linda meminta maaf, namun menggunakan nada lagu Sorry Sorry dari Super Junior;
“Gini ini edannya fangirl kalau lagi ngumpul.” Oi menggelengkan kepala.
“Jadi, gimana? Mau nggak jadi tamu dan siaran langsung di acara I Love Asian?” Meyra membawa obrolan pada pokok bahasan awal.
“Aku mau aja, Mbak. Ikut ke radionya. Aku pendengar setia acara itu juga.” Gia semangat.
“Gia sekolahnya nggak full day kayak Al dan Oi?” Tanya Linda.
“Nggak, Mbak. Jam 2 udah pulang. Sabtu juga nggak libur. Kalau Al dan Oi kan Sabtu libur. Pulangnya sore juga.”
“Aku juga mau ikutan ke radio. Sekarang keputusan di tangan Al dan Oi. Mereka kan bintangnya.” Linda pun ingin ikut datang ke studio.
Al dan Oi diam. Sedang Gia, Linda, dan Meyra kompak menatap keduanya.
***

Al dan Oi duduk dekat berdampingan di bangku di dekat laboratorium, di samping kelas mereka. Keduanya berbagi headset. Satu di telinga kiri Al, satu di telinga kanan Oi. Karena hari Selasa, jam sekolah berakhir pada pukul tiga lebih empat puluh lima menit. Hanya punya waktu lima belas menit, Al dan Oi memutuskan mendengarkan acara I Love Asian di sekolah dengan menggunakan ponsel Oi.

Hari Senin kemarin mereka ingin mendengarkan saat jam sekolah usai, tapi mendadak ada pengumuman anggota PMR harus berkumpul. Pertemuan mendadak itu berakhir pukul empat sore. Al dan Oi hanya kebagian mendengarkan satu lagu terakhir. Hari ini lumayan. Mereka sempat mendengarkan suara penyiar dan mendengarkan beberapa lagu hingga acara berakhir.
Oi mematikan radio dalam ponselnya setelah lagu terakhir selesai. Ia melepas headset di telinga kanannya. Al pun melepas headset di telinga kirinya. Oi menghela napas pelan. Al terdiam.
“Acaranya keren.” Komentar Oi.
“Emang. Kata Mbak Mey, itu yang bertahan sampai sekarang kan? Padahal acara serupa yang dulu juga mengudara udah pada nggak ada.” Al membenarkan.
“Itu yang sering jadi sponsor event-event Kpop di Malang kan?”
“He’em.”
Saat kumpul bersama hari Minggu kemarin, Al dan Oi belum memberikan kepastian pada Meyra. Meyra pun memberi keduanya waktu dua hari untuk berpikir tentang tawaran siaran langsung di acara I Love Asian.
“Aku pengen banget Al. Kayak kata Gia, toh nggak harus unjuk muka. Suara kita doang yang kedengeran. Kamu gimana?”
“Sama sih. Tapi, ntar efeknya setelah itu lho.”
“Efek? Apaan? Di undang ke acara Bollywood Lover?”
“Bukan itu.”
“Yang mana?”
“Kalau-kalau kita ditawari tampil di event Kpop. Mbak Mey bilang gitu kan? Siapa tahu ntar kalian dapat tawaran tampil di event Kpop di Malang. Aku merinding bayanginnya.”
“Iya juga sih. Tapi, nggak segampang itu juga kan? Setahuku, event-event itu, yang tampil melalui audisi juga. Kayak event di UMM Dome waktu itu. Yang ada Defvalen[3]. Kan mereka udah di audisi sebelumnya. Itu acara finalnya.”
Keduanya kembali diam. Yang terdengar hanya gemerisik daun jambu yang tertiup angin dari pohon jambu biji yang tumbuh di belakang keduanya.
“Aku mau coba!” Oi penuh keyakinan. “Kayak kata Mey Eonni, kita nggak akan pernah tahu jika kita nggak mencoba. Toh ini hal positif. Jadi, kenapa nggak kita coba aja? Jangan mikirin efek sesudah itu. Biarin aja. Que sera sera. Apa yang terjadi, terjadilah. Terserah kamu mau maju atau nggak.
“Nurut aku, Tuhan ngasih jalan ini buat kita nunjukin ke Eri bahwa pecinta plastik dan udel ini bisa punya karya, bisa dikenal. Nggak cuman di SMA Wijaya Kusuma aja. Tapi, se Malang Raya. Juga, se Indonesia. Dari Facebook, bisa jadi udah ditonton Kpopers se Indonesia. Dan, dari Youtube bisa jadi udah ditonton Kpopers dari seluruh dunia. Dari Twitter juga. Karena temennya Mbak Mey, sesama fangirl, banyak yang dari luar.”
“Jadi, kita maju?” Al ragu.
Oi meraih tangan kiri Al dan menggenggamnya. “Iya. Ayo kita maju sama-sama. Gia mau ikutan juga, kan? Mbak Linda pun sama. Mey Eonni, selama kita belum bisa bales kebaikan dia. Kamu liat nggak gimana cerahnya wajah dia waktu ngabarin soal undangan itu? Mey Eonni pasti seneng banget. Dan, bangga. Terlebih ke kamu.”
Al terdiam. Merenungi kata-kata Oi.
“Kamu nggak sendiri Al. Ada aku, Gia, Mbak Linda, dan yang terpenting Mey Eonni. Aku rasa, ini saatnya kita bergerak. Biarkan Tuhan yang ngatur skenarionya. Gimana?”
Al mengangkat wajah, menatap Oi yang berada dekat dengannya. Ia masih bingung. Di dalam dirinya ada satu sisi yang mendorong untuk maju dan terima saja. Tapi, ada juga bisikan yang membuatnya meragu.
“Kalau gini kalian beneran di sangkain lesbi. Duduk deketan, pegangan tangan, saling pandang. Ih, aku kok merinding jadinya.” Jia yang baru datang bergabung langsung mengoceh.
“Pulang yuk. Kami dah kelar piket.” Nurul yang datang setelah Jia.
“Kalian, duduk dulu deh. Please.” Pinta Oi seraya melepas genggamannya pada tangan Al.
Jia dan nurul pun menurut. Keduanya duduk di bangku sebelah barat. Berhadapan dengan Al dan Oi.
“Kami mau minta pendapat.” Oi melanjutkan.
“Langsung ngomong aja kayak biasanya. Pakek permisi segala. Kayak apaan aja.” Jia mempersilahkan.
“Begini.” Oi pun mulai menjelaskan tentang tawaran siaran langsung di acara I Love Asian pada Jia dan Nurul. Termasuk rencana Meyra jika mereka setuju siaran; memperkenalkan AOG. Juga tentang keraguan Al.
“Aaa! Itu acara keren banget! Geblek kalau kalian menolak tawarannya. Dateng o. Aku lho pendengar setia ne acara itu. Dateng o wes!” Jia mendadak heboh usai mendengar penjelasan Oi.
“Iya. Terima aja tawarannya. Langka lho! Ini baru namanya nampar Eri. Kalian ditolak di sekolah, tapi ntar bakalan didengerin orang se Malang Raya. Itu keren, dodol! Bego lah kalau Al masih ragu.”
“Maju, Al. Maju! Mau sampai kapan sih kamu minder gini? Gemes aku!” Jia merasa gemas.
“Iya, Al. Nggak keliatan muka juga. Maju wes! Kesempatan langka lho!” Nurul pun sama.
Oi kembali memegang tangan kiri Al. “Lihat. Semua mendukung. Sekarang keputusan ada di tanganmu.” Oi menepuk pelan tangan Al.
***



[1] Penyebab atau jalan pembuka
[2] Bahasa Korea dari junior
[3] Grup dance cover dari Thailand


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews