AWAKE "Rigel Story" - Bab II

04:24

AWAKE - Rigel Story



Bab II


SMA Horison didirikan pada 15 Juni 1962 oleh Nyonya Athena Park. Setiap tahunnya, jumlah murid SMA Horison ada 600 orang. Dengan perbandingan murid laki-laki lebih banyak daripada murid perempuan. Setiap kelas berisi 25 murid. Hal ini agar proses belajar-mengajar berjalan lebih efektif.
Bunga krisan kuning adalah bunga SMA Horison yang diartikan sebagai optisme. Pohon jati adalah pohon SMA Horison yang merupakan simbol kekuatan dan keunggulan. Warna identitas SMA Horison adalah biru, putih, kuning, merah, dan hitam. Motto SMA Horison adalah Bersama Meraih Kemenangan. Proses belajar-mengajar di SMA Horison berlangsung dari hari Senin sampai Jumat. Dimulai dari pukul delapan pagi hingga pukul lima sore.
SMA Horison memilki dua seragam. Untuk hari Senin dan Selasa, atasan putih dan bawahan oranye. Untuk hari Rabu dan Kamis, atasan kuning dan bawahan abu-abu. Rok untuk siswi bermodel lipit dengan panjang selutut. Untuk seragam olah raga, kaos berwarna kuning dan celana hitam. Masing-masing seragam memiliki logo SMA Horison di dada sebelah kiri. Atribut tambahan bagi murid adalah dasi kupu-kupu untuk murid putri dan dasi segitiga untuk murid putra. Sedang untuk hari Jumat, murid mengenakan pakaian bebas.
Selama masa MPLS, para senior yang terdiri dari anggota Dewan Senior (DS) dan Majelis Perwakilan Siswa (MPK) mengenakan seragam kuning abu-abu. Sedang para junior mengenakan seragam putih hitam.
***

Mobil sedan hitam berhenti tak jauh dari gerbang SMA Horison. Seorang siswa yang mengenakan seragam putih hitam turun dari mobil sedan mewah itu. Ia berdiri menatap kerumunan di depan gerbang SMA Horison. Ia menyipitkan mata, lalu membetulkan letak kacamatanya. “Kenapa mereka berkerumun di sana?” tanyanya ketika seorang gadis berhijab menyusulnya turun dari mobil.
“Kenakan atributmu!” Gadis berhijab putih itu memberikan kertas manila berbentuk segi empat sama sisi berwarna biru berukuran 15 x 15 cm. Ada pita berwarna putih yang mengikat setiap pojok papan nama dari kertas itu. Kemudian, ia membetulkan kertas berbentuk dan berukuran sama namun berwarna merah yang sudah tergantung bagai rompi kotak yang menutupi dadanya. Tertulis nama Esya di atas kertas itu.
Pemuda berkacamata menggunakan atribut yang diberikan Esya padanya. Tertera nama Hojoon di atas kertas berwarna biru itu. Mobil sedan yang mengantarnya pun pergi usai si sopir berpamitan padanya.
“Kenapa mereka berkumpul di depan gerbang? Apa ada aturan seperti itu di surat edaran tentang MPLS?” Hojoon mengulangi pertanyaannya yang belum dijawab oleh Esya.
“Mm?” Esya mengangkat kepalanya dan menatap ke arah gerbang; tempat para murid berkerumun. “Oh… mereka itu Orion. Mereka pasti sedang menunggu kedatangan Rigel.”
“Rigel? Kelompok pemburu hantu yang sering kamu ceritakan itu?”
“He’em!” Esya mengangguk mantab.
“Hagh! Sebegitunya!” Hojoon kembali membetulkan letak kacamatanya.
“Hey!” Esya menegur Hojoon. “Rigel itu keren! Kamu lihat video-video yang mereka buat? Nggak hanya menangkap orbs, tapi juga penampakannya. Video mereka ditonton jutaan orang. Mereka pantas mendapat perlakuan itu!”
Hojoon memutar kedua bola matanya. “Percuma berdebat tentang Rigel denganmu. Sebaiknya kita masuk!”
Baru dua langkah berjalan, Hojoon dan Esya kompak berhenti ketika empat orang murid mengenakan seragam SMA Horison muncul dari jalan yang berada di samping kiri bangunan sekolah. Dua murid putri dan dua murid putra.
Melihat kehebohan murid yang berkumpul di depan gerbang—yang menurut Esya adalah Orion, Hojoon bisa menebak jika empat murid senior itu adalah Rigel. Terlebih ketika ia menoleh ke arah kiri dan mendapati wajah Esya berbinar menatap keempat murid senior itu. Semakin membenarkan tebakannya jika mereka adalah Rigel.
“Hanjoo benar-benar tampan!” bisik Esya memuji Hanjoo.
“Hanjoo?” pekik Hojoon.
“Hush!” Esya memberi kode agar Hojoon menurunkan volume suaranya.
Hojoon mengerucutkan bibir dan menatap empat murid senior yang kini sedang berdiri di depan para penggemar mereka.
“Sayang sekali Dio memangkas rambutnya jadi pendek. Padahal aku suka sekali gaya pony tail-nya.”
“Dio??”
Esya menoleh, menyipitkan mata menatap Hojoon.
“Aku bukan Orion. Jadi, aku nggak tahu apa-apa tentang Rigel!” Hojoon mengangkat kedua tangannya dan menggelengkan kepala.
“Baiklah! Sebelum terlambat, aku harus memberi tahu tentang Rigel padamu sekarang.”
“Kenapa aku harus tahu?”
“Karena Rigel adalah orang penting di sekolah kita.”
“Ya, aku tahu mereka senior kita. Mereka anggota Dewan Senior atau MPK, mungkin? Atau hanya perwakilan ekstrakurikuler seperti PMR yang membantu jalannya MPLS? Pentingnya itu aja kan?”
Esya melipat tangan di dada. Memiringkan kepala, menatap Hojoon dengan sinis.
“Oke! Katakan padaku tentang Rigel, wahai sahabatku.”
“Rigel bukan perwakilan eskul. Rigel adalah anggota Dewan Senior. Bahkan, Rue adalah Ketua Dewan Senior saat ini.” Esya menjelaskan dengan kesal.
“Rr-Rue??”
“Mm!” Esya mengangguk singkat. Ia melihat ekspresi tak paham di wajah Hojoon. “Gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda dan dikepang itu, dia adalah Rue. Ketua Dewan Senior SMA Horison.” Esya memperjelas sambil menuding gadis yang ia maksud.
Hojoon kembali menatap kerumuman—lebih tepatnya kembali menatap gadis yang ditunjuk Esya sebagai Rue.Ia memperhatikan gadis berambut ikal dan bermata panda yang memiliki postur tubuh tinggi besar. Walau berambut ikal, gadis bernama Rue itu berkulit kuning langsat. Ia memiliki sepasang mata bulat, hidung yang tak terlalu mancung dan bibir tipis. Ia juga memiliki satu lesung pipi di pipi kanannya. Ketika ia tersenyum, lesung pipi itu terlihat jelas.
“Kita masuk!” suara Esya membuyarkan lamunan Hojoon yang sedang fokus memperhatikan Rue.
Hojoon berjalan cepat. Menyusul langkah Esya yang sudah berjalan lebih dulu menuju kerumunan.
***

Rigel; Rue, Hanjoo, Dio, dan Byungjae. Rue yang memiliki kemampuan bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk astral tentu saja yang memiliki paling banyak penggemar. Hanjoo yang peka dan pandai menggambar pun memiliki pendukung sendiri.
Dio yang tak peka dan tak bisa menggambar namun pandai mengambil gambar dengan baik melalui kameranya juga memiliki fans sendiri. Byungjae yang unik karena kerap kali hampir kesurupan saat berburu penampakan atau ditempeli makhluk halus usai berburu penampakan pun punya fans fanatik sendiri. Walau cukup tenar di dunia maya, keempat member Rigel tak menyangka akan mendapat kejutan di dunia nyata di hari pertama MPLS.
“Superstar kita sudah datang!” sambut siswa berkacamata saat Rue dan ketiga rekannya memasuki kantor Dewan Senior.
“Selamat pagi, Kevin!” Rue membalas sambutan itu dengan sapaan riang.
“Pagi, Rue! Kau senang pada kejutannya?” Kevin membalas sapaan Rue. Pemuda berdarah Inggris-Korea itu menyunggingkan sebuah senyuman.
“Jujur, itu terlalu berlebihan.” Dio menyahut. “Apa geng mutiara sudah datang?” tanyanya sedikit berbisik.
“Belum.” Kevin menutup buku di tangannya. “Jika mereka sudah ada di sini bisa aku pas—”
“What's wrong with them all?” gadis yang baru memasuki kantor Dewan Senior sambil mengomel itu memotong ucapan Kevin.
“Yang kau cari sudah datang,” Kevin berbisik pada Dio yang berdiri di samping kirinya.
“Hai, Pearl!” Rue menyapa gadis yang baru memasuki kantor Dewan Senior bersama kedua rekannya itu.
“Mana yang lain?” Pearl, gadis berdarah Amerika-Korea itu tak membalas sapaan Rue. Ia bertanya pada Kevin. Di samping kanannya berdiri Ruby. Si gadis Amerika-Cina. Dan, di samping kirinya berdiri Linde. Gadis berambut pirang dan bermata hijau.
“Kalian anggota Dewan Senior yang datang paling akhir. Yang lain sedang menyiapkan lapangan untuk upacara pembukaan MPLS.” jawab Kevin.
“Kalau begitu kita ke lapangan saja. Di sini terlalu sesak.” Pearl melirik sinis pada Rue. Lalu berjalan keluar diikuti kedua rekannya.
“Dia terlihat seperti ibu tiri dan kedua putrinya dalam dongeng Cinderella.” Dio bergidik ngeri. “Tak bisa kubayangkan jika kau juga berada di sana bersamanya. Bisa-bisa kau jadi Cinderella-nya,” imbuhnya sembari menatap Rue.
“Jangan membawa urusan pribadi ke forum!” Kevin memperingatkan.
“Dih! Mentang-mentang jadi Ketua Panitia MPLS, kau jadi begini sombong!” Dio mengolok Kevin.
“Hey! Dia wakilku yang terbaik!” Rue membela Kevin.
“Kau dengar? Rue saja mencintaiku. Masa kau tidak?” Kevin membanggakan dirinya sendiri.
Dio berlagak akan muntah mendengarnya. Membuat Kevin terbahak.
“Oh! Lapangan sudah siap. Semua murid baru sudah berkumpul di sana. Sebaiknya kita naik.” Kevin membaca pesan yang baru saja memasuki ponselnya. Kemudian, ia merapikan kertas yang berserakan di meja. Ia pun keluar ruangan bersama keempat member Rigel.
Mereka berlima berjalan bersama menuju lapangan basket yang digunakan sebagai lapangan upacara pembukaan MPLS pagi ini. Mereka menghentikan langkah ketika melintas di depan kantor MPK. Karena, bersamaan dengan mereka sampai di depan kantor MPK, Ketua MPK dan wakilnya keluar dari kantor. Kevin dan keempat member Rigel segera membungkukkan badan untuk memberi salam pada Ketua MPK.
Nicholas Lee yang lebih akrab disapa Nicky Lee itu tersenyum. Tatapannya langsung tertuju pada Rue. “Apa semalam kau begadang?” ia bertanya pada Rue tanpa basa-basi.
“Eung… iya.” Rue selalu salah tingkah ketika berhadapan dengan Nicky. Bukan hanya karena Nicky adalah senior dan juga atasannya di organisasi. Tapi, juga karena Nicky sangat tampan bak anggota boy band di mata Rue. Dan, pemuda itu selalu memperhatikannya. Semua alasan itu cukup untuk membuat Rue selalu dibuat salah tingkah di depan Nicky.
“Jangan terlalu banyak begadang. Lihat! Lingkar hitam di matamu semakin tebal saja.”
Wajah Rue memanas. Rona merah—yang selalu tak diinginkannya—muncul menghiasi wajah pucatnya.
“Mari bersemangat dan bekerja sama untuk hari ini dan dua hari ke depan.” Nicky tersenyum manis pada Rue, lalu kepada keempat rekan Rue. Ia lalu berjalan lebih dulu menuju lapangan diikuti wakilnya yang juga berwajah tampan bak anggota boy band.
“Pantas saja Nath memanggilmu Tomato!” Dio menggelengkan kepala sambil mengamati wajah Rue yang merona.
“Kenapa kalian tidak pacaran saja? Ketua MPK dan Ketua Dewan Senior pacaran. Kau akan menambah catatan sejarah sekolah. Setelah menjadi siswi pertama yang menjabat sebagai Ketua Dewan Senior, kau akan tercatat sebagai Ketua Dewan Senior pertama yang berpacaran dengan Ketua MPK. Wow! Bukankah itu keren?” Kevin segera mendapat hadiah pukulan di lengan kanannya dari Rue.
“Berhenti menggodaku!” Rue memperingatkan.
“Oke! Oke!” Kevin kembali berjalan. Begitu juga Rue, Dio, Byungjae, dan Hanjoo yang mengekor di belakangnya. “Semoga di MPLS tahun ini tak ada murid yang kesurupan.” Kevin mengucap harapan yang segera diamini oleh keempat member Rigel.
***

Semua murid kelas X dikumpulkan dan berbaris di lapangan basket. Anggota Dewan Senior dan MPK yang ditunjuk sebagai panitia MPLS sibuk di depan lapangan. Ada yang bersiap menjadi pemimpin upacara, ada yang bertugas menjadi paduan suara dan dirijen. Anggota Dewan Senior dan MPK yang tersisa, berbaris di sisi kiri lapangan. Berhadapan dengan tim paduan suara yang berada di sisi kanan lapangan. Kevin selaku ketua panitia bertindak sebagai pembina upacara pembukaan MPLS.
Karena postur tubuhnya tinggi, Rue pun berdiri di barisan paling depan untuk anggota Dewan Senior dan MPK putri. Ia tersenyum melihat rekan-rekannya yang sedang sibuk menyiapkan segala perlengkapan upacara. Ia merasa beruntung memiliki Kevin sebagai wakilnya. Pemuda tampan dan berkacamata itu sangat banyak membantunya sejak mereka menjabat sebagai ketua dan wakil ketua Dewan Senior.
Rue mengalihkan pandangan. Menatap deretan murid baru yang berbaris sesuai kelas mereka. Ia mengamati dari kelas X-1 sampai kelas X-8. Kening Rue berkerut. Tatapannya terfokus pada barisan kelas X-8.
Rue melihat sosok pemuda yang mengenakan kostum serba hitam sedang berdiri di belakang barisan kelas X-8. Sosok yang selalu ia lihat ketika akan ada kematian. Sosok yang ia yakini sebagai malaikat maut.
Ekspresi Rue berubah tegang. Kenapa malaikat maut itu muncul di hari pertama MPLS? gumamnya dalam hati.
“Kau baik-baik saja, Rue?” tanya pemuda yang berdiri di samping kanan Rue. Rupanya rekan sesama anggota Dewan Senior itu menyadari perubahan ekspresi Rue.
“Eung? Ah, ya! Aku baik-baik saja.” Rue tersenyum kaku.
“Jika matahari membuatmu tak nyaman, kau bisa berteduh, di pinggir lapangan. Bersama para petugas medis dari PMR.” saran pemuda itu.
“Aku baik-baik saja.” Rue meyakinkan.
Bisik-bisik antara Rue dan rekannya menyita perhatian Nicky hingga pemuda itu menoleh pada Rue. Bahasa tubuhnya mengisyaratkan pertanyaan ada apa.
Rue tersenyum dan menggeleng canggung. Nicky mengangguk, lalu kembali menatap lurus ke depan. Rue kembali menatap ke barisan kelas X-8. Sosok pemuda berkostum serba hitam itu masih berdiri di sana, balas menatapnya.
Rue berdehem. Lalu mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Upacara pembukaan MPLS pun dimulai.
***


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews