Fly High! - Dua Belas
04:39Fly High!
Dua Belas
Ini keren! Gimana bisa nggak lolos audisi?
Pertanyaan yang sama. Audisi apa?
Jauh dari kata sempurna. Tapi, ini penampilan
yang apik dan patut di apresiasi.
Pecinta sampah! Pantas saja penampilannya seperti
sampah!
Wkwkwk. Ngakak gue! Pecinta plastik
dan udel? Yang ngatain kayak gitu masuk komunitas apa ya? Komunitas CCTV sang
pecinta ngurusin hidup orang?
Yang namanya Oi yang mana?
Timun? Lucu! Tapi, mereka cute. Nggak
papa disebut pecinta plastik dan udel. Kalian keren! Lanjutkan! Teruslah berkarya!
Mereka berbakat. Tidak apa-apa
tidak lolos audisi. Video ini viral. Mereka terkenal tanpa audisi.
Ini pertama kalinya aku mendengar lagu India.
Terdengar baik.
Kenapa Jeena
Jeena tidak dinyanyikan full? Itu
lagu favoritku.
Harusnya lagu India nya yang
dinyanyikan sampai selesai. Aku pecinta Bollywood.
Tapi, aku tidak suka Korea. Kapan-kapan coba bikin video nyanyi lagu India
sampai selesai ya. Aku bantu viralkan!
Ntar lagi masuk tipi. Yakin gue! Endonesa gituh!
Yang viral pasti masuk tipi!
Audisi di Indonesia nyanyi lagu
India dan Korea. Pantesan nggak lolos! Jurinya nggak ngerti mereka nyanyi
apa. Makanya nyanyiin lagu Indonesia aja Mbak.
Meyra senyum-senyum sendiri membaca komentar yang memenuhi
kolom komentar pada postingannya yang mengunggah video penampilan Al dan Oi
saat mengikuti audisi SMA Wijaya Kusuma Mencari Bakat.
Karena postingan itu viral,
notifikasi pada akun Facebook-nya
selalu menumpuk. Karena alasan itu, akhirnya ia mematikan kolom komentar. Tapi,
tetap saja notifikasi terus menumpuk karena postingan itu masih terus
dibagikan.
“Netizen itu lucu-lucu ya. Komentarnya
bikin geleng kepala.” Komentar Meyra setelah membaca beberapa komentar pada
postingannya.
“Mbak Mey baru baca?” Al mengalihkan
pandangan dari menatap buku di tangannya.
“Baru bisa nyimak sekarang. Sok
sibuk mulu sih!”
Al tersenyum pada Meyra yang masih
fokus menatap layar laptopnya.
“Ntar kalau info resmi tentang
siaran kalian keluar, aku pos di akunku. Ntar aku pos di kolom komentar juga.
Sekalian bilang makasih. Karena komentar-komentar itu juga postinganku jadi
viral.”
“Menikmati banget ya momen jadi pemes[1].”
“Iya lah. Momen langka! Kamu setuju
karena alasan apa? Terpaksa? Karena Oi dan Gia? Aku?”
“Mau wujudin keinginan Mbak Mey yang
gagal terwujud karena minder.”
“Idih! Ngenyek arek iki!” Meyra mencibir. “You know? Ntar eike bakalan ikutan siaran tau! Karena eike pendiri
AOG. That’s why aku ajak kalian
latian nyanyi Mirotic. Karena, itu
lagu Kpop yang bikin kalian jatuh
hati kan?”
Al mengangguk.
“Kalau di studio kan nggak papa kita
ngerpek liriknya. Toh suara kita
doang yang kedengeran. Cuman kita kudu bawainnya dengan bener dan apik. No mistake kalau bisa.”
“Oi udah getol latian.”
“Gimana dengan lu? Kesannya serakah nggak sih kalau aku ikutan nyanyi?”
“Ya nggak lah Mbak! Kalau Gia mau
gabung juga malah bagus, kan?”
“Dia nggak pede katanya.”
“Barang sebait lirik aja lho. Kan
keren tuh. Founder dan anak didiknya
nyanyi bareng.”
Meyra tersipu mendengar jawaban Al.
Wajahnya yang putih pun dihiasi semu merah muda. “Lagunya terlalu sulit nggak
sih?”
“Emang kita disuruh nyanyi?”
“Kalian sih iya. Nyanyiin lagu yang
di video itu. Tapi, kalau mau nyanyi satu lagu lagi dibolehin. Gini aja, yang
penting kita prepare. Toh waktunya
cuman sejam. Sejam tuh dibilang lama ya lama, dibilang singkat ya singkat. Yang
penting, kalian siapin perform kalian
dengan matang. Karena itu live
performance. Walau muka kalian nggak keliatan, tapi suara kalian bakal
didenger orang se Malang Raya. So, please
do your best. Masalah ntar ada kesempatan buat tampilin Mirotic or nggak, urusan belakangan.
Oke?”
Al mengangguk. Selanjutnya ia
menghela napas panjang. Ia telah menyetujui undangan siaran langsung di acara I Love Asian. Walau senang, ada beban
berat yang harus ia pikul sekarang. Ia menyemangati dirinya sendiri. Bahwa
semua baik-baik saja. Karena, ada Meyra, Oi, Gia, dan Linda bersamanya. Al
menghela napas sekali lagi. Lalu, tersenyum menatap Meyra yang kembali fokus
menatap layar laptopnya.
***
Al, Oi, dan Gia berkumpul di salah satu restoran cepat saji
yang berada di kota kecil tempat mereka tinggal. Kebetulan Gia ada keperluan ke
pasar yang letaknya dekat terminal yang dekat dengan sekolah Al dan Oi. Gia
sengaja menghubungi Al dan Oi. Lalu, berjanji bertemu di restoran cepat saji
yang letaknya tak jauh dari terminal.
Al dan Oi tiba di terminal pukul
setengah empat sore. Keduanya menuju tempat Gia berada. Lalu, bersama-sama
menuju restoran cepat saji tempat mereka janjian bertemu. Sesampainya di
restoran, Al dan Gia langsung duduk. Sedang Oi mendapat tugas memesan makanan
lebih dulu. Saat perjalanan menuju restoran cepat saji, mereka sudah berdiskusi
mau pesan apa saja.
Selesai memesan, Oi duduk bergabung
bersama Al dan Gia. Mereka memilih duduk di lantai bawah. Karena, tadi saat
akan menyeberang jalan menuju restoran cepat saji, mereka melihat di lantai dua
cukup ramai. Tak lama kemudian, dua buah burger,
satu porsi french fries dan sosis
bakar disajikan ke atas meja yang diitari Al, Oi, dan Gia. Mereka tak lupa
berterima kasik kepada pelayan yang menyajikan pesanan mereka.
“Kamu sendirian Gi?” Oi kemudian
menggigit chicken burger di tangannya.
“Tadi sama temen. Karena janjian
sama kalian, dia aku suruh balik duluan.” Gia di sela mengunyah cheese burger dalam mulutnya.
“Ngapain emang?”
“Nyari bahan buat tugas sekolah.”
“Oh.” Oi lanjut mengunyah makanan di
dalam mulutnya.
“Gimana latihan kalian?”
“Alhamdulillah lancar. Cuman itu
lagu Mirotic agak susah.”
“Emang. Makanya pas ditawari Mbak
Mey, aku nggak mau gabung.”
“Padahal kan seru kalau kamu mau
urun suara barang nyanyiin sebait lirik aja.” Al yang sedang menikmati sosis
bakar bersuara juga. “Kubilang founder
dan anak didik ke Mbak Mey. Wajahnya langsung memerah dengernya.”
Oi dan Gia kompak tersenyum
mendengarnya.
“Ntar, saat kalian siaran, aku
sengaja bolos sekolah. Daripada minta izin pulang dulu, ribet. Males aku!” Gia
membagi rencananya. Walau jadwal resmi siaran Al dan Oi belum keluar, ia sudah
mengatur rencana.
“Iya ya. Jam siarannya kan jam 2
sampai jam 4. Kita juga kudu bikin rencana Al.” Oi baru menyadari jika jadwal
siaran bentrok dengan jadwal sekolah mereka.
“Gimana kalau kita bolos juga?
Kayaknya ngurus izin pulang duluan ribet deh. Inget nggak waktu kamu keracunan
ikan teri? Waktu kita kelas X. Mau izin pulang duluan malah ditanya, Apa nggak nunggu bentar lagi aja? Ini hari
Jumat. Nanti bisa pulang pas waktu
jumatan. Padahal muka kamu udah bengkak.” Oi yang teringat sulitnya meminta
izin ke sekolah untuk pulang lebih awal mengusulkan untuk membolos saja.
“Kalau jadwal udah keluar, aku yakin
temen kalian siapa itu, Jia ya? Pasti nyebarin infonya. Kalau kalian bolos di
hari itu, Eri bisa laporin kalian ke sekolah.” Gia mengingatkan tentang Jia
yang pasti akan menyebarkan informasi siaran Al dan Oi di kelas, plus tentang
musuh besar Al dan Oi; Eri.
“Iya ya.” Oi kembali berpikir.
“Aku pakek surat izin kok. Daripada
ditulis alpa. Aku udah biasa palsuin tanda tangan emak. Hehehe.” Gia meringis.
“Nah! Kita pakek surat izin juga Al.
Gimana?” Oi kembali ceria. Seolah mendapat pencerahan.
“Apa nggak kita coba minta izin dulu?”
Al mengusulkan opsi lain. “Aku takutnya ntar ada ulangan atau sejenisnya.”
“Kan bisa nyusul.” Gia mengingatkan.
“Iya, tapi—,” Al diam sejenak. Lalu,
ia tersenyum lebar. “Gimana kalau kita minta tolong Mbak Meyra?”
Oi dan Gia menatap Al dengan
ekspresi tak paham.
“Kalian tenang aja. Ntar aku coba
ngomong ke Mbak Mey. Kalau cara itu gagal, oke deh kita bolos.”
“Ntar kalau perlu kita ke dokter
buat minta surat keterangan sakit. Itu udah kuat kan buat ngelawan Eri?” Oi
mengutarakan ide yang baru muncul di kepalanya.
“Sakit tapi trus siaran di radio?
Cari mati iku jenenge Oi.” Gia
tersenyum mencibir sembari menggelengkan kepala.
“Oh iya ya. Hahaha.” Oi tergelak
menyadari kebodohannya.
Ketiganya kemudian menikmati menu
pesanan masing-masing.
“Trus, soal ide video dance cover itu gimana?” Oi kembali
memulai obrolan.
“Aku sih oke aja.” Gia setuju saja.
“Udah lama nggak dance. Ntar kalau gerakannya kaku
gimana?” Al ragu.
“Yakin? Tiap malem minggu yang
jogedan di kamar siapa?” Oi mengingatkan kebiasaan Al dan Meyra. Kedua gadis
itu kadang berjoged bersama diiringi house
music dari salah satu stasiun radio di Malang.
“Itu kan joged ngawur.”
“Podo
ae lah. Joged itu kan bahasa bumi pertiwi kita dari dance. Pede ae lah Al.”
“Iyo
i arek iki. Padahal dulu jadi center
kan ya dia?” Gia turut menyemangati Al.
“Iyo.
Dadak saiki minderan.”
“Ntar kan kita sama-sama belajar.
Emang dance ku apik? Nggak banget,
kan? Cuman bagian reff pula.”
“Oke deh boleh.” Al akhirnya setuju.
“Trus, proyek pertama kita apa?” Tanya
Gia.
“Wanna
One!” Oi antusias hingga setengah berteriak. Membuat mejanya segera menjadi
pusat perhatian. Ia pun berdehem karena sungkan. Al dan Gia kompak memelototi
Oi yang segera menunjukan sebuah cengiran.
“Boleh.” Gia setuju. “Mau lagu apa?”
“I.P.U. I Promise You. Ya ya?” Oi memohon. “Aku suka banget lagu itu. Trus,
dance nya juga lumayan bisa diikuti,
kan? Aku udah ada dance tutorial
nya.”
“Aku juga ada. Gimana, Al?” Gia
menatap Al.
“Boleh lah. Aku juga ada kok video dance tutorial nya. Mbak Mey yang download.” Al setuju saja.
“Iya? Mey Eonni download video dance tutorial I.P.U?” Oi tak percaya. I.P.U
adalah singkatan dari I Promise You.
“Tapi, dia kan sama kayak kamu. Ngaku bukan Wannable,
tapi ngikutin Wanna One. Bahkan,
nulis fan fiction Wanna One.”
“Itu kan permintaan kamu, Oi! Mbak
Mey cari info tentang Wanna One,
nonton reality show dan segala macem
tentang mereka buat mendalami karakter member Wanna One. Biar ngena kalau nulis fan fiction. Gitu katanya.”
“Aku baca lho fanfic yang ditulis Mbak Mey. Keren! Berasa jadi tokoh utama
ceweknya. Direbutin Daniel sama Jihoon. Kira-kira ending nya ntar bakalan sama siapa ya?” Gia berkomentar tentang fan fiction yang ditulis Meyra.
Fan
Fiction adalah
sebuah cerita fiksi yang dibuat oleh penggemar berdasarkan kisah, karakter atau
latar yang sudah ada. Hal itu bukan hal asing di dunia fangirl. Bahkan, di zaman sekarang sudah banyak fan fiction yang diterbitkan menjadi buku
dan dijual bebas.
“Jadi, deal I.P.U nih?” Gia kembali memastikan.
“Iyap!” Oi dengan mantab.
“Iya.” Al pun setuju.
“Oke. Belajar sendiri-sendiri dari
tutorial dulu ya. Ntar kalau udah, kita ngumpul buat latihan bareng.”
“Siap!” Oi antusias.
***
Jia maju ke depan kelas setelah memastikan seluruh bangku di
dalam kelas XI-IPA2 terisi. Jia bertepuk tangan dan berseru meminta perhatian
teman-teman sekelasnya.
“Arek
iki maneh!” Keluh Fiki saat melihat Jia berdiri di depan kelas.
“Jia mau ngumumin kalau dia udah
jadian sama Haris.” Siswa bernama Imam turut menggoda Jia.
“Rungokno
sek tah rek!” Jia meminta teman-temannya mendengarkan pengumuman yang akan
ia sampaikan.
“Pokok traktiran kalau umak jadian sama Haris.” Gantian Rifqi
yang menggoda.
“Ini tentang Al dan Oi.”
“Al dan Oi?” Gumam Arwan yang
kemudian mengalihkan pandangan dan menatap Al. Ia duduk di bangku paling
belakang deretan bangku nomer dua dari pintu. Dari tempatnya duduk, ia bisa
melihat Al dari sisi samping. Gadis itu tersenyum sembari menatap Jia yang
berdiri di depan kelas.
“Ada apa sih?” Arwan beralih pada
Fuad yang duduk di samping kirinya.
“Nggak tahu.” Fuad mengangkat kedua
bahunya.
“Lesbian itu ngapain lagi sih?” Di
bangkunya, Eri pun berkomentar lirih. “Selalu caper pakek pengumuman di depan
kelas!” Ia kesal.
“Kenapa Al dan Oi?” Tanya Rifqi.
“Al dan Oi akan siaran langsung
bersama Tian Pratama dalam acara I Love
Asian!” Jia mengucapkan pengumuman dengan cepat dan lugas. Wajahnya
berseri-seri karena antusiasme yang memenuhi dirinya.
Suasana hening sejenak. Pandangan
murid-murid ada yang tertuju pada Jia. Ada yang tertuju pada Al dan Oi.
“Daebak[2]!”
Terdengar suara seorang siswi memecah keheningan. Siswi itu bernama Anita.
Gadis cantik bertubuh mungil dan berhijab. Ia anak pendiam di kelas. Perhatian
pun segera teralih padanya.
Al dan Oi pun sama seperti yang
lain. Menatap Anita dengan ekspresi heran. Keduanya tak menyangka teman
sekelasnya yang super pendiam itu mengucapkan bahasa gaul asal negeri gingseng,
Korea.
“Anu, acara itu keren. Kalau Al sama
Oi sampai diundang buat siaran langsung di sana, itu keren.” Anita memberi
penjelasan dengan malu-malu.
“Benar yang dibikang Anita!” Jia
kembali berbicara demi menarik perhatian teman-temannya. “Al dan Oi dapat
undangan buat siaran langsung di sana. Karena itu, ayo kita dukung Al dan Oi!”
“Kan udah diundang, butuh dukungan
kayak gimana lagi?” Tanya Rifqi.
“Huuu!!!” Murid-murid mengolok
Rifqi. Ada yang menjundu kepalanya. Ada yang melemparinya dengan kertas yang
diremas menjadi sebuah bulatan.
“Tentu saja kita harus dengerin
siarannya!” Arwan bangkit dari duduknya dan berdiri. Namun, ia tak beranjak
dari bangkunya. Perhatian seluruh murid kelas XI-IPA2 tertuju padanya.
“Itu lah bentuk dukungan yang bisa
kita berikan untuk Al dan Oi.” Arwan melanjutkan. Ia kemudian menatap Al dan
tersenyum manis pada gadis itu.
“Huuu!!!” Murid-murid gantian menyerang
Arwan.
“Siarannya kapan?” Tanya Fiki.
“Itu dia masalahnya. Siarannya hari
Selasa. Jam 3 sampai jam 4 sore. Kita masih di sekolah.” Jia menjelaskan jadwal
siaran Al dan Oi.
“Yah…” Terdengar keluhan berjamaah.
“Al dan Oi bisa izin pulang cepat,
kan?” Fuad ikut bersuara.
“Iya, mereka bisa. Tapi, gimana
dengan kita? Itu masih jam pelajaran. Trus, minta izin pulang cepat pun nggak
gampang.” Jia yang memimpin jalannya diskusi kembali mengutarakan kemungkinan
masalah yang akan dihadapi Al dan Oi.
“Hari Selasa jam terakhir jamnya
siapa sih?” Tanya Imam.
“Pak Adim.” Jawab Nurul.
“Kita bilang aja ke Pak Adim apa
adanya. Beliau kan asik orangnya. Aku yakin kita bakalan dibebasin buat
dengerin siaran Al dan Oi.”
“Iya ya. Pak Adim kan funky. Ngerti sama muridnya.” Rifqi
membenarkan.
“Karena itu, aku mewakili Al dan Oi,
minta tolong sama kalian. Aku secara pribadi juga minta tolong sama kalian
semua. Mari bujuk Pak Adim. Aku pengen dengerin Al dan Oi siaran.” Jia memohon.
“Pasti aku bantu!” Arwan menjawab
tanpa ragu.
“Huuu!!” Arwan pun kembali mendapat
serangan dari teman-temannya.
“Aku juga bakalan bantu!” Rifqi pun
menyampaikan kesanggupannya.
“Jangan lupa ntar sebut nama kelas
kita ya Oi!” Fiki membuat permintaan pada Oi.
“Beres!” Oi bangkit dari duduknya
dan berdiri. “Aku mohon dukungan kalian.” Ia membungkukkan badan.
Al pun bangkit dari duduknya. “Mohon
bantuannya.” Ia pun membungkukan badan hingga 90°.
Suara murid kelas XI-IPA2
bersahutan. Menyampainkan kesanggupan untuk membantu Al dan Oi.
“Dasar lebay!” Eri kesal melihat
reaksi teman-teman sekelasnya yang menyatakan kesanggupan untuk membantu dan
mendukung Al dan Oi.
Jia yang masih berdiri di depan
kelas tersenyum. Ia menghela napas. Merasa lega karena teman-temannya memberi
dukungan pada Al dan Oi. Ia mengalihkan pandangan dari menatap Al dan Oi. Jia
menatap Eri. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan ekspresi kesalnya. Jia pun
kembali tersenyum. Namun, senyum yang berbeda. Senyum mencibir pada Eri. Jia
segera turun dari lantai yang posisinya lebih tinggi di depan kelas. Ia
bergegas duduk di bangkunya.
Murid-murid kelas XI-IPA2 pun
kembali tenang. Menyambut guru yang akan memberi materi pada jam pelajaran
selanjutnya.
Al dan Oi yang telah kembali duduk
tak bisa berhenti tersenyum. Keduanya merasa senang melihat bagaimana
teman-temannya memberi dukungan. Tangan kanan Oi meraih tangan kiri Al dan
menggenggamnya erat.
Al menoleh ke arah kiri karena
terkejut. Oi tersenyum padanya. Al membalas senyum. Lalu, membalas genggaman
tangan Oi.
***
0 comments