My 4D’s Seonbae - Episode #33 “Tidak Akan Mengaku Kalah Dengan Mudah.”

06:26


Episode #33 “Tidak Akan Mengaku Kalah Dengan Mudah.”




Daniel membuka pintu setelah mendengar perintah untuk masuk. Kedua mata sipitnya terbelalak ketika ia sudah berada di dalam ruangan bosnya. Jihoon, Luna, dan Rania ada di sana. Bos Daniel, si pemilik cafe menyambut kehadiran Daniel di ruangannya. Jihoon, Luna, dan Rania datang berkunjung untuk meminta maaf atas postingan di grup sekolah yang turut membawa nama cafe.
Pemilik cafe tak mempermasalahkannya. Toh postingan yang jadi viral karena adanya Jihoon itu tak merugikan cafenya. Malah membawa dampak positif bagi cafenya; dalam waktu yang singkat, pengunjung cafe meningkat. Beliau pun meminta agar Jihoon, Luna, dan Daniel, juga Rania kuat dalam menghadapi masalah mereka.
Jihoon, Luna, dan Rania memilih duduk-duduk di cafe sembari menunggu jam kerja Daniel selesai. Beberapa pengunjung yang mengenali Jihoon pun berkasak-kusuk. Beberapa dari mereka bahkan diam-diam mengambil foto Jihoon. Setelah jam kerja Daniel selesai, mereka pun pulang bersama dengan menaiki mobil Jihoon.
Jihoon, Luna, dan Rania duduk di kursi belakang. Sedang Daniel duduk di kuris depan di samping sopir. Luna duduk di tengah-tengah, di antara Jihoon dan Rania. Ia lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Sesampainya di tempat Luna, Jihoon turun sebentar, lalu pergi tanpa mengantar Luna sampai ke rooftop.
“Aku akan mengantar kalian sampai pintu.” Daniel menawarkan diri. Luna dan Rania sama-sama tak menolak. Mereka membiarkan Daniel berjalan menaiki tangga tepat di belakang Luna yang berada di tengah. Rania masuk lebih dulu. Meninggalkan Daniel dan Luna yang masih berdiri di depan pintu.
“Hari yang sangat melelahkan. Lekas istirahat sana. Besok, kita harus berjuang lagi.” Daniel tersenyum manis. Kedua tangan yang ia sembunyikan di balik punggungnya bergerak-gerak. Sebenarnya ia ingin mengelus puncak kepala Luna. Tapi, ia menekan keinginan itu.
“Sudah mendapat ide tempat untuk membuat video?”
Daniel terkejut mendengar pertanyaan Luna. Namun, kemudian ia teringat proyek mereka yang belum selesai. “Belum. Bingung sih. Kamu maunya di tempat terbuka atau tertutup saja. Sebenarnya di sini juga bagus. Kamu nggak lupa gerakannya, kan?”
Luna tersenyum manis dan menggeleng.
“Katakan saja jika kamu sudah siap. Aku pasti datang.”
Luna memandang Daniel dalam diam selama beberapa detik. Kemudian ia mengangguk.
Daniel tersenyum manis. Tangan kanannya bergerak dan mendarat di puncak kepala. Ia tak lagi menolak keinganannya untuk mengelus puncak kepala Luna. “Istirahatlah. Aku pergi.”
Daniel mengelus puncak kepala Luna sembari tersenyum manis. Kemudian, ia membalikkan badan dan berjalan pergi meninggalkan Luna yang masih berdiri mematung di depan pintu.
***

Luna menatap bayangannya di dalam cermin kamar mandi. Ketika Daniel mengelus puncak kepalanya, ada rasa hangat yang menjalari tubuhnya. Bersamaan dengan itu, ia merasakan rasa sesak di dadanya. Tatapannya terhenti pada bayangan bibirnya di dalam cermin. Ia teringat bagaimana Jihoon tiba-tiba menciumnya setelah Daerin dan Seongwoo pergi. Luna merasakan panas di wajahnya. Ia pun menundukkan kepala. Menghindari kontak mata dengan bayangannya sendiri di cermin. Ia memejamkan mata dan menghela napas panjang.
“Cing!” Rania memanggil sambil menggedor pintu kamar mandi. Membuat Luna berjingkat karena kaget. “Lama amat sih loe? Gue kebelet pipis nih dari tadi!”
Luna menghela napas kasar. Lalu, membuka pintu. “Pelan dikit ngetuknya nggak bisa apa?” Ia memprotes ulah Rania.
Rania berdecak. “Gue udah ngetuk sopan. Manggil nama loe. Tapi, loe diam aja. Gue takut loe pingsan di dalam sono. Minggir ah! Udah kebelet nih!” Rania menggeser Luna yang masih berdiri di ambang pintu.
Luna tersenyum, menggelengkan kepalanya pelan, dan berjalan menuju sofa. Ia duduk dan menyalakan laptopnya. Kemudian, ia larut dalam fokus mengotak-atik laptopnya.
“Ah. Leganya.” Rania keluar dari kamar mandi. Ia melihat Luna sejenak, lalu berjalan menuju dapur. Ia memasak air, lalu membuat dua mug coklat panas. Satu untuknya, satu lagi untuk Luna.
Rania meletakkan dua mug di atas meja. Ia mengintip apa yang sedang dilakukan Luna. “Sekarang udah cukup lega?” Ia memulai obrolan. “Begadang edit-edit video cuman pengalihkan, kan?” Ia mengomentari Luna yang sedang mengunggah videonya ke kanal Youtube pribadinya.
“Tuntutan profesi.”
Rania mencibir. “Nggak usah sebel karena foto kamu sama Daniel yang diduga selingkuh nongol duluan daripada video ini.”
“Sebelnya udah ilang sih.”
“Eh, ngapain Daerin keluar dari basecamp Klub Teater?”
Luna terkejut. Tapi, ekspresinya tak begitu kentara hingga Rania tak menyadarinya. Ia pikir Rania sudah lupa tentang kejadian itu.
“Seongwoo menyusul di belakangnya. Gue sama Sungwoon tadi.”
“Trus, ketahuan Minhyun?”
“Kok loe tahu?”
“Minhyun ada di sana juga pas aku dateng. Jadi, kemungkinannya seperti itu.”
“Denger nama itu gue jadi galau lagi deh. Sabtu besok gimana gue ketemu dia?”
“Cuek aja.”
“Iya sih. Tapi, nggak gampang.” Rania sibuk meniupi coklat panas dalam mug yang ia pegang. Luna masih terfokus pada laptopnya.
“Tentang Daerin, nggak perlu mikir macem-macem.” Luna bersuara tanpa mengalihkan fokusnya.
Rania menoleh ke arah kiri. Batal menyeruput coklat panasnya. “Bukan dia yang ngebully loe?”
“Emang dia ada tampang seneng ngebully orang?”
“Muka juteknya ngedukung lho!”
Luna tersenyum. “Kasihan banget Daerin.”
“Kalau bukan Daerin, siapa dong?”
“Emang penting buat kamu tahu?”
“Nggak! Simpen aja sendiri! Tapi, awas kalau loe kualahan dan butuh bantuan. Gue nggak bakal bantuin loe.”
“Oke!”
Rania mengerutkan kening. Kesal atas jawaban pasrah Luna. “Kok oke sih?”
Luna menghela napas pelan, lalu menoleh ke arah kanan. Ditatapnya Rania dengan intens. Ia pun tersenyum. “Biar aku aja yang selesaiin masalahnya. Kamu nggak perlu khawatir, karena Jihoon tahu semuanya. Karena alasan itu kami membangun sebuah hubungan pura-pura.”
“Jadi, loe lebih milih seleb itu daripada gue? Sahabat loe?”
Luna masih tersenyum. “Karena, hanya dia yang bisa aku percaya dan aku andalkan untuk saat ini. Kamu tetap sahabatku. Akan selalu begitu. Hanya saja aku nggak mau kamu terlibat sama masalahku yang itu.”
Rania diam, membalas tatapan Luna selama beberapa detik. Kemudian, ia menghela napas dengan kasar. “Oke.” Ia pun pasrah.
“Makasih.”
“Kenapa loe milih Jihoon sih? Pacaran sama seleb kan jadinya rempong. Sampai loe harus bikin settingan kayak tadi di cafe.”
“Aku juga nggak ngira akan begini jadinya. Kupikir, jika pacaraku seleb, dia nggak akan berani nyentuh aku lagi. Karena takut pada kekuatan fans pendukung Jihoon.”
“Ternyata loe salah perhitungan? Dia nggak sebodoh yang kamu kira?”
Luna tersenyum dan mengangguk. Ia kembali menatap laptopnya yang menampilkan video yang sudah terunggah sempurna di kanal Youtube-nya. “Aku nggak nyangka dia bakalan nemuin aku di cafe itu. Entah itu kebetulan, atau dia emang sengaja memata-matai aku.”
“Segitunya sih Cing. Emang dia siapa? Psikopat ya?”
“Entahlah. Aku sih ngarepnya nggak akan terjadi sesuatu yang lebih dari ini.”
“Aamiin.”

Rania sudah terlelap. Lampu tidur dipindahkan ke ruang tamu sejak Rania memilih menginap di rooftop Luna karena dia dan Rania tidur di ruang tamu. Luna masih terjaga dan sibuk dengan ponselnya. Selesai dengan videonya, ia tak bisa tidur. Karenanya, ia mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan yang menunggu untuk dibaca.
Luna mengerucutkan bibir saat menatap layar ponselnya. Ada pesan dari Jihoon, Daniel, Squad Moon Kingdom, Seongwoo, dan pesan terbaru dari Dinar. Ia membuka pesan dari Seongwoo terlebih dahulu.

Maaf aku tadi marah padamu. Aku hanya terkejut. Sama sekali tidak menduga kalau kamu dan Daerin adalah teman baik. Apa hanya aku dan Jihoon yang tahu? Daerin mengacuhkanku sepanjang perjalanan. Aku harus bagaimana?

Maaf. Ada beberapa hal yang nggak bisa aku bagi sama kalian. Nggak papa. Nanti dia juga balik baik lagi.

Berikutnya, Luna membuka pesan dari Jihoon.

Terima kasih untuk kejutan hari ini. Tentang Kang Daerin Seonbae. Aku benar-benar terkejut. Maafkan aku yang tidak bisa menahan diri. Kamu pasti sangat marah. Kamu boleh marah dan memukulku. Tapi, jangan putuskan aku ya. Misi kita belum selesai.

Luna tercenung membaca pesan dari Jihoon. Ia paham yang dimaksud Jihoon adalah tentang ciuman itu. Ia membalas pesan itu dengan stiker tanda tidur. Ia melewati grup Squad Moon Kingdom. Jika meladeni ocehan di sana, bisa-bisa ia begadang sampai pagi. Berikutnya Luna membuka pesan dari Daniel.

Tidur yang pulas ya. Semoga mimpi indah. Sampai ketemu besok. Aku sedang menontovideo yang baru saja kau unggah. Tak serapi yang lain ya. Pasti karena terburu-buru. Kekeke...

Luna tersenyum membaca pesan dari Daniel. Ia pun membalas dengan ucapan selamat tidur dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, ia membuka pesan dari Dinar.

Akhirnya di upload juga. Biarkan masmu ini membuat klarifikasi ya.

Luna mencibir ketika membaca pesan Dinar. Ia hanya membalasnya dengan kata terserah. Terakhir, ia membuka pesan dari Daerin.

Aku ke cafe, Daniel ada. Tapi, katanya dia di bagian belakang. Kemudian aku melihatmu sudah duduk di sana bersama Jihoon dan Rania. Sejak kapan? Kalian lewat mana? Aku nggak tahu kalian masuk.

Jalan rahasia. Aku harus minta maaf pada pemilik cafe yang sudah berbaik hati memberiku fasilitas.

Sudah kubilang berulang kali. Nggak semua yang bikin kamu penasaran harus kamu coba! Kamu bandel. Dasar Kucing Hitam!

Sorry, Queen. Terlebih tentang Daniel.

Sepertinya dia enggan pergi. Aku bisa apa? Hanya saja, aku takut dia menyentuhnya.

Bukannya ini sudah disentuh? Aku pun khawatir akan terjadi yang lebih buruk dari itu. Karena menyentuh Jihoon cukup beresiko.

Sama. Apa rencanamu?

Belum tahu. Apa yang kita punya belum cukup untuk membuatnya mundur.

Iya. Dia terlalu percaya diri. Bagaimana dia bisa bertahan dan terus melukaimu padahal udah jelas-jelas kamu tolak? Cinta ditolak dampaknya bisa gitu ya. Mengerikan!

Makanya, jangan tolak cinta Seongwoo!

Luna menggigit bibir usai membalas pesan Daerin. “Kenapa aku malah ngomong gitu? Gimana kalau Queen tersinggung?” Ia bergumam lirih. Ia kembali menatap layar ponselnya. Namun, tak ada balasan dari Daerin. Daerin tak membalas pesan ketika chat di malam hari hanya karena dua kemungkinan, dia tertidur atau malas karena bahasan dalam chat tak sesuai mood-nya. Luna menghela napas. Meletakkan ponsel di dekat bantal dan ia pun berusaha untuk tidur.
***

Keesokan paginya, Rania sudah ribut tentang postingan Dinar yang mengunggah potongan video Luna ketika melakukan pekerjaan paruh waktu di cafe. Dinar membuat caption yang menohok demi membela adik bungsunya itu. Baru kali ini Rania memuji tindakan Dinar.
Daniel dan Jihoon kembali menjemput Luna. Mereka pun berangkat berempat lagi dengan naik mobil Jihoon. Ketika sampai di sekolah, sudah tidak ada murid yang berkerumun di gerbang. Tapi, mereka berempat tetap menjadi pusat perhatian ketika memasuki area sekolah.

Seongwoo ada bersama Luna di ruang fotocopy. Ketika Luna mendapat tugas menggandakan lembaran tugas siswa, ia menawarkan diri untuk menemani. Sadar tingkah Seongwoo tak seperti biasa, Sungwoon selaku ketua kelas pun mengalah. Biasanya dialah yang menemani murid yang ditunjuk untuk menggandakan tugas.
“Hari ini masih dicuekin?” Luna berdiri di dekat mesin fotocopy yang sedang bekerja.
Seongwoo mengangguk. “Sebenarnya aku malu. Tapi, jika aku nggak datang menjemput, rasanya aneh juga.”
“Sudah kubilang jangan berubah. Queen pasti mempertimbangkannya. Tapi, aku nggak tahu dia bakal nerima kamu atau nggak.”
“Nggak papa sih. Aku lega aja udah ungkapin rasaku ke dia.”
Luna tersenyum manis.
“Kamu… bagaimana dengan Jihoon? Bagaimana bisa begitu?”
“Panjang ceritanya. Nanti biar Queen aja yang ceritain ke kamu.”
“Emang dia mau?”
“Kalau mood-nya udah membaik, mungkin?”
Seongwoo menganggukkan kepala. “Aku masih nggak percaya kalian berteman lumayan dekat.”
Luna kembali tersenyum. “Dia patner terbaik. Kami sering menghabiskan waktu bersama saat di luar. Makanya saat Jisung membentuk Squad Moon Kingdom, aku sempat merasa terusik. Bukan apa sih, males aja kalau ketahuan. Kan nggak seru jadinya. Tapi, akhirnya ketahuan juga.”
“Padahal kamu kan bisa mengandalkan kami. Jisung orangnya care dan baik. Sungwoon dan Woojin juga.”
“Makanya aku percaya kalian. Gomawo. Aku harap hubunganmu dengan Queen segera membaik.”
Gomawo. Aku nggak tahu harus doain apa sih buat kamu dan Jihoon. Atau dengan Daniel.”
Luna tersenyum. “Doain aja masalahku lekas beres. Yuk! Udah selesai.”
Luna merapikan kertas dan membawanya. Saat membuka pintu, ia terkejut. Kim Jiyoon berdiri di luar pintu. Kakak kelasnya itu pun terkejut.
“Wah! Ada bintang sekolah kita!” Jiyoon menatap Luna sekilas, lalu beralih menatap Seongwoo.
“Permisi.” Luna menepi dan menerobos keluar. Seongwoo menyusul di belakangnya.
“Semoga harimu menyenangkan Mezzaluna.” Jiyoon berseru.
Luna mengabaikannya. Ia berjalan cepat dengan kepala tertunduk. Seongwoo mengekor di belakangnya, lalu berlari dan berjalan di samping kanan Luna mengimbangi langkah gadis itu.
“Kamu baik-baik aja?” Tanya Seongwoo yang berhasil mengimbangi langkah Luna.
“Males urusan sama orang itu.” Luna menjawab tanpa memelankan langkah.
“Iya sih. Rata-rata takut juga ke dia.”
“Kamu takut?” Luna menoleh ke kanan.
“Setidaknya aku nggak punya masalah sama dia.”
“Kalau suatu saat kamu terlibat masalah sama dia, apa yang bakal kamu lakuin?”
Seongwoo diam. Berpikir untuk memberi jawaban yang tepat bagi Luna. “Aku tidak suka ribut-ribut. Bukannya dia hobi bikin ribut ya? Dan, jelas aja aku bakalan kalah.”
“Jadi, kamu bakalan nyerah?”
Seongwoo mengangkat kedua bahunya.
“Payah!” Luna menggeleng heran.
“Trus, harus bagaimana?”
“Itu hakmu sih.”
“Lalu, kalau kamu gimana?”
Luna terkejut. Tidak menyangka Seongwoo akan bertanya balik padanya. “Jika perlu, melawan. Jika tidak, abaikan saja. Setidaknya aku berusaha membela diriku sendiri.”
“Jangan sampai sih berurusan sama dia. Walau tampaknya bodoh dan hanya mengandalkan badannya yang besar. Dia tidak bisa diremehkan.”
Luna menganggukkan kepala. Setuju dengan pendapat Seongwoo. Mereka pun tiba di kelas. Dibantu Seongwoo, ia membagikan lembar tugas kepada teman-teman sekelasnya.
***

Rania, Jaehwan, dan Jinyoung makan siang bersama di kantin. Jaehwan tak hentinya membahas video Luna saat mencoba kerja paruh waktu di cafe. Dalam video itu tidak hanya ada Luna, tapi ada Daniel dan Jihoon juga. Walau Luna sudah mengunggah video yang menjadi bukti bahwa dia tidak selingkuh dengan Daniel dari Jihoon, tetap saja para haters melontarkan kata-kata kebencian untuk Luna.
“Makanya aku bilang, sial banget Kucing pacaran sama idol.” Rania mengomentari ocehan Jaehwan.
“Jihoon aktor, bukan idol.” Jaehwan meralat.
“Iya apalah itu. Kalau di Indonesia, namanya tetep aja idola.”
“Itu kan di Indonesia.”
Rania nyengir. Minhyun tiba-tiba duduk bergabung. Ia duduk di samping Jaehwan. Di seberang tepat di hadapan Rania yang duduk berdampingan dengan Jinyoung. Rania hampir tersedak karena ulahnya.
“Sayang di peternakan nggak ada video ya.” Jaehwan mengeluh. “Bisa heboh karena ada Minhyun di sana. Terlebih waktu Minhyun berlutut di depan Luna. Hehehe. Eh, jongkok sih.”
Rania dan Jinyoung kompak melirik Minhyun yang sedang makan. Mereka khawatir candaan Jaehwan membuat Minhyun tersinggung.
“Kupikir Minhyun akan canggung setelah tahu Rania ternyata sahabat baik Luna. Mungkin kehadiran Rania emang agar Minhyun baikan sama Luna.”
“Apaan sih Jaehwan!” Rania menegur. Ia menendang kaki Jaehwan di bawah meja.
“Aku setuju dengan pendapat Jaehwan. Lagian apa untungnya perang dingin sampai tahunan.” Jinyoung yang biasanya hanya diam turut bersuara.
“Serahkan saja pada takdir. Kita menunggu saja. Akhir kisah mereka bagaimana.”
“Hi, Minhyun! Wah, akrab nih!” Hyuri yang membawa nampan menyapa. Di belakangnya ada Myungsoo dan Taemin.
Jaehwan, Minhyun, Rania, dan Jinyoung segera memberi salam pada seniornya itu.
“Kami boleh gabung?” Taemin meminta izin.
“Boleh, boleh! Silahkan!” Jaehwan memberi izin.
Taemin duduk di samping Minhyun. Hyuri duduk di samping Rania sedang Myungsoo duduk di samping Hyuri.
“Kamu Rania ya? Salam kenal ya. Aku berteman cukup baik dengan Luna.” Hyuri menyapa Rania.
Rania pun membalas dengan sopan.
“Ini pacarku, Myungsoo. Dan dia itu Taemin. Yang terkenal dengan rumor ditolak Luna.” Hyuri lanjut memperkenalkan dua pemuda yang ada bersamanya. “Udah tahu pasti ya.”
Selanjutnya, makan siang antara senior dan junior itu diselipi obrolan tentang sekolah. Hami datang bersama Lucy dan meminta izin bergabung. Jaehwan pun memberi ruang. Untuk pertama kalinya Lucy menjadi satu meja makan dengan Jinyoung. Hal itu pun langsung menjadi perhatian. Mengingat keduanya sempat terlibat kasus yang menghebohkan sekolah.

Wah, mereka reunian. Kalau ada Luna dan Jihoon lengkap sudah formasinya.
Luna sekarang sibuk dengan Jihoon dan Daniel. Mana sempat mengurus Jinyoung dan Lucy lagi?
Ada Minhyun dan Rania di sana. Aku rasa, Luna nggak akan bergabung kalau dia di sini.
Hidup mereka drama sekali ya. Apa semua orang Indonesia seperti itu? Gemar mencari sensasi?
Aku sudah menonton video di cafe itu, sepertinya dia memang senang mencari sensasi. Hidup sudah baik, kenapa ingin mencoba kerja paruh waktu?
Mungkin hanya alasan agar tidak ketahuan selingkuh. Dengan begitu Jihoon percaya bahwa Luna dan Daniel hanya teman. Kasihan sekali Jihoon.

Rania menggenggam erat sendok di tangannya ketika mendengar kasak-kusuk di sekitarnya.
“Abaikan saja dan nikmati makan siangmu.” Minhyun tiba-tiba bersuara. Tidak hanya Rania yang terkejut. Tapi, semua yang ada di meja itu.
“Orang memang bebas ngomong apa aja. Itu hak mereka. Jangan diambil hati.” Minhyun pun tersenyum tulus.
Melihat senyum itu, jantung Rania seolah lepas dari tempatnya. Berikutnya ia berdetak dengan ritme lebih cepat. Ini apaan sih?! Rania mengumpat dalam hati.
Nice!” Hyuri memberikan satu jempol untuk Minhyun.
“Aku berharap Luna datang dan bergabung bersama kita.” Hami ikut kesal.
“Sudah. Ayo makan-makan!” Hyuri meminta semua yang ada di meja itu untuk melanjutkan makan dengan tenang.
Rania pun melanjutkan makan. Sesekali ia melirik Minhyun yang duduk tepat di depannya. Semoga itu tadi hanya efek kaget. Ia berharap dalam hati.
***

Seongwoo menyambut Daerin ketika gadis itu keluar dari kelasnya. “Kita makan siang sekarang?” Walau Daerin masig sewot, ia tetap bersikap ramah. Ia berusaha keras untuk tidak berubah seperti yang disarankan Luna.
Daerin menatap Seongwoo sekilas, lalu berjalan sambil berkata, “Aku mau ke perpustakaan dulu.”
“Baiklah. Kita ke perpustakaan dahulu.” Seongwoo pun berjalan di samping kanan Daerin. Selanjutnya, perjalanan ke perpustakaan pun tanpa ada obrolan sama sekali.
Keduanya pun sampai di perpustakaan. Daehwi menyambut dengan senyum ramahnya ketika Seongwoo dan Daerin masuk. Seongwoo membalas senyum Daehwi. Tapi, Daerin mengabaikannya dan langsung berjalan masuk. Seongwoo pun mengekor di belakang Daerin yang kemudian duduk di kursi nomer tiga dari kursi paling pojok. Seongwoo duduk di kursi seberang, berhadapan dengan Daerin.
Seongwoo celingukan. Daerin tak membawa buku, pun tak mengambil buku dari rak-rak yang berjajar di perpustakaan. Gadis itu langsung duduk saja di sana. Diam dan hanya sibuk dengan ponselnya. Walau tak paham pada apa yang dilakukan Daerin, Seongwoo tetap duduk dan menemani.
Ponsel di saku celana Seongwoo bergetar. Ia pun mengambil dan memeriksanya. Ada satu pesan dari Jisung yang isinya bertanya Seongwoo sedang ada di mana. Seongwoo pun langsung membalas pesan itu, berkata jujur jika ia sedang di perpustakaan bersama Daerin. Jisung pun langsung membalas dan meminta keduanya menunggu.
Seongwoo mengangkat kepala. Kembali menatap Daerin yang masih sibuk dengan ponselnya. “Jisung meminta kita menunggu di sini.” Ia berbisik, memberi tahu Daerin perihal pesan yang dikirim Jisung.
Seongwoo menggigit bibir bawahnya. Daerin tak meresponnya. Namun, kemudian ponselnya kembali bergetar. Pesan dari Daerin masuk. Seongwoo menatap ponselnya, beralih ke Daerin, lalu ke ponselnya lagi, dan kembali pada Daerin yang masih acuh. Ia pun membuka pesan dari Daerin.

Kemarin aku pergi ke basecamp Klub Teater untuk mencari Jisung.

Seongwoo kembali mengangkat kepala usai membaca pesan Daerin. Ia pun menganggukkan kepala. Lalu, kembali menunduk dan fokus pada ponselnya.

Kenapa kita duduk di tengah? Bagaimana kalau ada yang mendengar obrolan kita?
Baboya? Pojok ada CC TV! Itu lebih bahaya tahu! Mereka bisa membaca chatku!

Seongwoo memiringkan kepala dan bergumam, “Chat?” Kemudian ia tersenyum. Jadi, begini caranya tetap berkomunikasi dengan Luna?

Kalian benar-benar unik!

Seongwoo tersenyum pada Daerin. Lalu, Jisung datang dan duduk di samping kiri Seongwoo.
“Kemarin Sungwoon melihatmu keluar dari basecamp Klub Teater. Ada apa? Dia curiga kau ada masalah dengan Luna. Karena setelah kau keluar, Luna keluar dari basecamp.” Jisung langsung mengutarakan maksud ia datang menemui Daerin. Ia berbicara sangat lirih.
“Kenapa Sungwoon tidak tanya padaku? Aku bersama Daerin di sana.” Seongwoo turut melirihkan suaranya. “Daerin pergi untuk mencarimu. Ternyata kau tidak ada di sana.”
“Sungwoon tidak percaya itu.” Jisung menggeleng. “Semua baik-baik saja, kan?” Ia kembali menatap Daerin.
“Aku datang untukmu, tapi yang ada di sana Jihoon dan Luna. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memaki mereka berdua. Gemar sekali mencari sensasi di sekolah.” Daerin akhirnya buka suara. Membuat Jisung dan Seongwoo kompak ternganga.
“It-itu tidak benar.” Seongwoo membantah.
Jisung menghela napas panjang. “Berhenti bertingkah seolah kau orang jahat, Kang Daerin! Jika kau mencariku, ada apa? Sekarang aku sudah di depanmu.”
Daerin diam sejenak. Menatap lurus pada Jisung. “Kau dan Linda, kalian benar pacaran?”
Seongwoo terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Daerin. Ia tak menduga Daerin akan bertanya tentang hal itu secara langsung pada Jisung.
Jisung bingung. Ia menatap Daerin, lalu Seongwoo, dan kembali lagi pada Daerin. “Aku…”
“Kamu beneran suka Linda ya?” Daerin memotong.
Jisung mengangguk. “Tapi, Linda suka Daniel.”
“Dan, Daniel suka Luna. Rumit!”
“Kok kamu tahu?”
Daerin mengangkat kedua bahunya. “Aku menyukai kamu, kamu suka Linda, Linda suka Daniel, Daniel suka Luna.”
“Dan, aku menyukai Kang Daerin.” Seongwoo menyambung ungkapan Daerin. Membuat Jisung yang duduk di sebelahnya terkejut.
“Kak-kamu…” Jisung menuding Seongwoo, lalu menatap Daerin.
“Kemarin dia mengungkapkan rasa sukanya padaku. Kita berteman sejak SMP. Aku nggak tahu kenapa aku bisa suka Yoon Jisung. Mungkin karena dia adalah pemuda yang perhatian dan baik. Tapi, tanpa aku tahu, satu temanku yang lain menyimpan rasa suka padaku. Kita harus bagaimana?”
Suasana hening sejenak di antara Daerin, Jisung, dan Seongwoo.
Jisung menghela napas. “Maafkan aku, Daerin. Karena aku tidak bisa membalas rasa sukamu padaku. Aku berharap perasaan Linda bisa berubah, menyukaiku. Aku tahu itu egois, tapi bagiku saat ini hanya itu yang bisa aku lakukan. Menunggu dan membiarkan waktu menentukan akhirnya. Jika tak lelah berusaha, pasti ada keajaiban untuk kita. Begitu juga untuk urusan cinta.”
“Kalau begitu, aku pun akan menunggu dan tanpa lelah terus berusaha. Seseorang bilang padaku, jangan pernah berubah untuk mendapatkan cintamu.” Seongwoo antusias.
“Bagaimana kalau keajaiban itu tidak pernah ada?” Daerin mengungkap kemungkinan terburuk dari harapan Jisung dan Seongwoo. Membuat dua pemuda itu kembali diam.
“Jika itu memang harus terjadi, akan kuserahkan kembali pada waktu. Dia pasti akan membantuku untuk melewatinya.” Jisung tersenyum manis pada Daerin.
Daerin menatap Jisung dalam diam. Kemudian ia menghela napas pelan. “Aku lapar. Aku mau makan.” Ia bangkit dari duduknya dan berjalan pergi.
Seongwoo segera menyusul Daerin. Sedang Jisung masih bertahan di tempat ia duduk.
“Jadi, Seongwoo sudah mengungkapkan perasaannya pada Daerin? Daebak! Kekuatan apa yang merasukinya hingga membuatnya berani?” Jisung menggelengkan kepala usai bergumam. Ia pun bangkit dari duduknya dan menyusul pergi. Ia pergi menuju kantin bersama Daehwi, setelah adik kelasnya itu menerima tawarannya untuk makan siang bersama.
***

Luna, Sungwoon, dan Woojin berkumpul di salah satu sudut taman sekolah. Di sana hanya ada mereka bertiga. Sungwoon melaporkan hasil penyelidikannya tentang surat-surat yang ditemukan di loker Luna. Woojin pun ikut melaporkan informasi yang ia dapatkan.
“Sebenarnya bertemu di sekolah terlalu beresiko, kan?” Sungwoon usai menjabarkan perkembangan penyelidikan yang ia lakukan.
“Aku tahu. Tapi, nanti pulang sekolah aku ada janji sama Daehwi. Kita semua juga sedang sibuk.” Luna membenarkan.
“Jika kita, kurasa tidak akan ada yang curiga. Jisung berhasil menyebarkan tentang Squad Moon Kingdom. Kita sudah dikenal sebagai geng baru Luna.” Woojin menengahi.
“Kacungnya Luna.” Luna menggelengkan kepala. Heran pada beberapa orang yang menyebut empat pemuda yang tergabung dalam Squad Moon Kingdom adalah pembantunya. “Eh, aku punya ide.” Ia tiba-tiba tersenyum cerah.
“Ide apa?” Sungwoon dan Woojin bersamaan.
“Karena kita kesulitan mencari siapa pelaku yang menaruh surat ancaman di lokerku, coba sebarkan saja rumor bahwa pelaku sudah ketahuan. Maksudku ada yang dicurigai dari hasil pengamatan rekaman CC TV.”
“Wah! Masuk akal. Dengan begitu pelaku akan panik. Tapi, bagaimana kalau pelakunya psikopat? Yang nggak akan gentar hanya karena rumor murahan yang kita buat?” Sungwoon ragu.
“Itu artinya kita harus mengungkap fakta bahwa kamu mendapat surat ancaman?” Woojin menyambung.
Luna mengangguk.
“Apa kita perlu mengambil resiko dengan melakukan itu?” Sungwoon masih ragu.
“Bagaimana jika hanya pada orang-orang yang kau curigai?” Luna mempersempit jangkauan penyebaran rumor yang akan mereka buat.
“Resikonya tetap sama. Nantinya akan tersebar dan tersebar. Lalu, mereka akan bertanya tentang kebenarannya.”
“Kalau memang perlu, ya kita ungkap saja sekalian. Jujur aku mulai lelah. Terlebih karena Rania ada di sini sekarang. Aku takut dia akan terbawa masalah seperti Jihoon dan Daniel.”
“Bukannya udah ya? Terbongkarnya dia sebagai sahabatmu. Itu kan masalah.”
“Tolong suruh dia berhenti mencurigai Daerin.”
“Eh?” Sungwoon kaget.
Woojin pun sama kagetnya. Tapi, ia tetap diam.
“Sebenci-bencinya dia ke aku, kupikir dia nggak akan bertindak sejauh ini. Sampai membuntutiku ke cafe.”
“Kamu yakin?” Woojin meragukan pernyataan Luna.
“Yakin. Hal seperti itu bukan lah hal yang menarik baginya.”
“Emang kamu tahu dia begitu?” Sungwoon curiga. “Kemarin, apa yang terjadi di basecamp Klub Teater?”
“Memangnya ada apa di basecamp Klub Teater?” Woojin menatap Sungwoon, lalu Luna.
“Aku melihat Daerin keluar dari sana. Tak lama kemudian Seongwoo menyusul. Daerin sepertinya kesal, atau mungkin marah. Setelah itu, Luna keluar dari basecamp bersama Jihoon. Ekspresi Luna kayak orang linglung.”
“Benar seperti itu?” Woojin menatap Luna. Meminta penjelasan.
Luna diam. Tiba-tiba ia merasakan panas di wajahnya. Karena fakta yang di ungkap Sungwoon dan pertanyaan Woojin membuat momen ketika Jihoon tiba-tiba menciumnya kembali terputar di otaknya. Sial! Ia pun mengumpat dalam hati.
“Kenapa wajahmu memerah?” Woojin menuding Luna yang wajahnya sudah dihiasi rona merah.
“Bukan hal penting yang harus aku bagi dengan kalian. Yang pasti, Daerin tidak berbuat sesuatu yang buruk padaku. Jadi, berhenti mencurigai dia.” Luna bersuara dengan hati-hati. Khawatir Sungwoon dan Woojin bisa membaca apa yang ia sembunyikan.
“Oke. Tak apa.” Sungwoon menyerah. “Jadi, kita akan menggunakan tak-tik itu?”
Luna mengangguk. “Dia sampai berani membawa masalah ini ke publik. Menyeret Daniel dan Jihoon. Aku tahu tujuannya bukan agar Jihoon dan Daniel berseteru, tapi lebih pada membuatku terpojok dan diserang fans Jihoon. Tapi, dampaknya bisa juga menimbulkan kesimpulan bahwa Daniel dan Jihoon berseteru karena aku.”
“Dia itu siapa?” Woojin kembali bersuara.
“Itu lah yang harus kita temukan.” Jawab Luna dengan nada tenang.
“Apa kau benar-benar tidak tahu dia siapa? Atau, jangan-jangan kau sudah tahu. Tapi, kau hanya perlu bukti untuk menangkapnya?”
Sungwoon menatap Woojin, lalu Luna. Pertanyaan Woojin mewakili apa yang ada di dalam kepalanya.
“Anggap saja keduanya.” Luna masih dengan tenang.
“Baiklah. Kalau begitu, kita akan jalan dengan rencana itu.” Sungwoon akhirnya menyetujui rencana Luna.
“Persiapkan gossip boy untuk menyebarkan rumor.” Woojin antusias.
“Semoga saja umpan kali ini berhasil menangkap ikan yang tepat.” Luna mengucap harapannya dengan tulus.
***

Luna, Jihoon, Daehwi, dan Joohee sudah berkumpul di depan gerbang saat jam sekolah usai. Keberadaan mereka tentu saja menyita perhatian murid lain.
Noona, sudah baca komentar di video yang Noona unggah semalam? Banyak yang nyebelin!” Daehwi berkomentar sembari mengamati murid-murid yang memperhatikan ke arah dirinya bersama Luna dan Jihoon juga Joohee berada. “Trus di foto yang Noona unggah semalam juga. Foto bersama pemilik cafe, Jihoon, Daniel, dan Rania Seonbae. Masa itu dibilang setting yang sengaja Noona buat? Menyebalkan sekali, kan?!”
Luna tersenyum mendengar ocehan Daehwi. “Di mata orang yang membencimu, sebaik apa pun kau berbuat sesuatu, hasilnya akan tetap sama, buruk. Karenanya jangan pernah terpengaruh oleh mereka. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Asal itu tidak melanggar norma dan aturan.”
“Benar juga.” Daehwi mengangguk-anggukan kepala.
“Kata Cue, masalahku hanya karena pacarku orang terkenal.”
“Jadi, kamu nyesel punya pacar aku?” Jihoon langsung menyahut. Membuat Daehwi dan Joohee kompak menertawakannya.
“Cing!”
Luna, Jihoon, Daehwi, dan Joohee kompak menatap ke arah suara. Rania sedang berjalan mendekat. Ia tidak sendirian. Ada Linda bersamanya.
“Ngapain Cue ngajak Linda? Mana muat mobil Jihoon.” Luna berkomentar dalam Bahasa Indonesia.
Wae?”Jihoon yang mendengar namanya disebut langsung merespon.
“Rania sama Linda. Mobil kamu mana cukup. Kita pergi naik bus aja ya?”
“Nggak usah. Karena kita akan belanja, aku minta Ajushi mobil yang lain.”
“Mobil yang lain?” Daehwi terkejut.
“Kupikir akan banyak barang yang akan kalian beli. Jadi, aku meminta Ajushi membawa yang sedikit lebih besar.”
“Dia punya mobil lebih dari satu?” Daehwi bergumam.
“Orang tuanya kaya raya. Dia juga aktor. Itu wajar, kan? Rumahnya saja mewah. Punya mobil lebih dari satu kenapa membuatmu kaget?” Joohee mengomeli Daehwi.
“Hehehe. Mian. Aku agak berlebihan.” Daehwi meringis.
“Udah nungguin lama?” Saat Rania sampai di depan Luna, ia langsung menyapa dengan menggunakan Bahasa Indonesia. “Gue tahu loe bakal pergi sama Jihoon, Daehwi, dan Joohee. Makanya gue ajakin Linda. Biar gue nggak boring tanpa couple. Gue sama Linda kan sama-sama nggak ada coupel. Ya kan, Lin?” Rania merangkul Linda yang berdiri di samping kirinya.
Linda tersenyum canggung dan menganggukkan kepala. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Luna setelah foto Luna dan Daniel diunggah ke komunitas sekolah. Ia sempat marah, tapi membaca pembelaan Squad Moon Kingdom dan munculnya akun Sam K yang membantah tuduhan Luna selingkuh dengan Daniel, membuat kemarahannya sedikit redam. Tapi, rasa kesal pada Luna tak sepenuhnya sirna dari hatinya.
Daehwi dan Jihoon kompak memiringkan kepala saat mendengar nama mereka disebut Rania. “Seonbae, bicaranya dengan bahasa Korea saja.” Daehwi memprotes.
Rania tersenyum manis. “Tidak membicarakan hal buruk tentang kalian kok. Hari ini aku akan pergi dengan dua pasang kekasih, aku merasa tidak nyaman. Karenanya, aku mengajak Linda. Linda tergabung dalam tim kami juga.”
“Oh.” Daehwi mengangguk paham. “Rania Seonbae cari pasangan juga dong! Linda juga. Nanti biar kita bisa ngedate rame-rame.” Senyum antusias terkembang di wajah Daehwi.
“Ini bocah pikirannya kencan mulu!” Rania berkomentar dalam bahasa Indonesia. “Kita nungguin apa? Naik bus, kan? Mobil laki loe mana muat.”
“Laki gundulmu!” Luna sewot.
Linda tersenyum melihat tingkah Rania dan Luna.
“Dia suruh sopirnya bawa mobil gedean, karena kita mau belanja. Kayaknya karena tahu kamu nginep di tempatku juga. Jadinya dia yakin kamu bakalan ikut.”
“Kita foto dulu yuk!” Rania mengeluarkan ponselnya dan mengajak teman-temannya berfoto bersama. “Pencitraan dulu. Gue demen kalau ada yang komen sirik.”
“Dasar Cue edan!”
“Nggak jauh beda sama loe. Kita kan orang Indonesia. Nggak papa lah ikutan tradisi cepret sana, cepret sini!”
Rania dan Luna masih terus mengoceh walau Daehwi, Jihoon, dan Joohee sudah merapat untuk foto bersama
“Sejak kapan kamu demen selfie dan narsis di sosmed, Cue?”
“Sejak gue dateng ke Korea dan ketemu Kucing Hitam yang demen ngedrama.”
“Mbak, udahan. Yang lain dah pada siap pose tuh.” Linda menyela obrolan Luna dan Rania.
Luna dan kelima temannya berswafoto di depan gerbang SMA Hak Kun dengan menggunakan ponsel Rania. Rania mengambil beberapa foto. Tak lama kemudian, sopir Jihoon datang dengan membawa mobil yang lebih besar seperti yang dijanjikan Jihoon. Jihoon duduk di kursi depan, di samping sopir. Di kursi tengah ada Daehwi dan Joohee. Sedang trio asal Indonesia, Luna, Linda, dan Rania, duduk di kursi belakang. Mobil pun melaju. Membawa rombongan ke tempat yang disebutkan Joohee.

Rania sudah mengunggah swafotonya di depan gerbang sekolah ke akun Instagram pribadinya. Ia menyebutkan akun Luna dan akun Linda, juga akun ketiga teman satu geng-nya di Indonesia; Santi, Cheryl, dan Firna. Tak lama setelah foto itu diunggah, Santi, Cheryl, dan Firna pun langsung memberi komentar.
“Cing, Siput nagih foto kita pakek dress yang dia bikin.” Rania tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Ia memecah kebisuan di dalam mobil.
“Nanti-nanti lah.” Luna malas-malasan membuat Rania tergelak.
“Karena loe dapat warna pink ya?”
“Niat banget kalian ngerjain aku.”
“Mbak Luna nggak suka warna pink?” Linda bergabung dalam obrolan.
“Nggak suka banget. Macem alergi gitu dia. Warna lain oke, tapi kalau pink, nehi kata dia.” Rania menyebut kata tidak menggunakan Bahasa India.
“Aku kepoin akun pacarnya sering lho pakek baju pink.”
“Dia ya?” Rania menggerakkan kepala menuding Jihoon yang duduk di depan. “Kena kutukan atau apa Kucing bisa jatuh cinta sama cowok pink lover macem gitu. Eh, nggak jatuh cinta sih ya?”
“Nggak jatuh cinta? Kok bisa pacaran?” Linda terkejut mendengar pernyataan Rania.
“Emang kudu cinta gitu buat pacaran?”
“Iya dong! Kalau nggak cinta ngapain mau pacaran?” Linda menutup mulutnya. Tiba-tiba ia takut Luna tersinggung. Jadi… Mbak Luna nggak cinta sama Jihoon? Tapi, tetep pacaran? Trus, dia sukanya sama Daniel? Karena itu dia dekat sama Daniel? Ketika pemikiran itu muncul, justru hatinya yang merasa sakit.
“Tolong kalau bicara memakai Bahasa Korea dong. Saya tergelitik karena penasaran dengan apa yang sedang seonbae berdua obrolkan dengan Linda.” Lagi-lagi Daehwi mengajukan protes.
“Rania memposting foto kita di akun Instagram-nya. Teman satu geng kami dari Indonesia menulis komentar. Mereka senang melihat kami bersama-sama. Tentunya senang karena ada Linda yang juga berasal dari Indonesia.” Luna memberi penjelasan.
“Teman Noona tahu soal keributan di sini?”
“Tentu saja tahu! Itu kenapa aku sampai menginap di tempat Luna. Karena keluarga besarnya di Indonesia khawatir. Di Indonesia udah viral sih tentang Luna adik dari Dinar yang pacaran sama bintang Korea.” Rania menjawab pertanyaan Daehwi.
Jihoon tersipu ketika mendengar ocehan Rania.
“Keluarga Luna Noona mendukung?” Daehwi semakin ingin tahu.
“Mereka apa kata Luna sih. Orang tua Luna maunya Luna balik aja ke Indonesia. Biar aman.”
“Jangan! Nanti aku tidak punya noona yang baik hati lagi.”
“Luna nggak mau.”
Noona tidak usah pergi. Kan ada kami. Kita lawan bersama-sama para haters. Korea juga negara hukum. Semua bisa diperkarakan.”
“Terima kasih ya.” Luna berterima kasih dengan tulus.
“Jihoon, kamu tahu nggak kalau Luna Seonbae nggak suka warna pink?” Linda tiba-tiba buka suara.
Nee?” Jihoon pun menoleh ke belakang. Terkejut dengan pertanyaan Linda. “Aku tidak tahu.” Ia menggeleng.
“Kenapa? Pink kan warna yang cantik?” Daehwi penasaran.
Luna memilih bungkam.
“Aku juga heran kenapa dia nggak suka warna pink. Padahal dia terlihat manis saat memakai dress warna pink.” Rania ikut bersuara.
“Eh, pernah ya? Aku lihat di akun sosial media Noona nggak ada yang pakek baju warna pink.” Daehwi antusias. Joohee yang duduk di sampingnya turut menyimak. Begitu juga Jihoon.
“Sebentar ya.” Rania sibuk dengan ponselnya.
“Apaan sih Cue!” Luna memprotes.
“Diem loe, Cing! Itu foto favorit gue tahu. Ganti hape berapa kali tetep itu foto gue simpen. Momen langka soalnya.” Rania masih sibuk dengan ponselnya. “Nah ini! Ini waktu kami kelas V SD. Luna mewakili sekolah untuk lomba hari ulang tahun Indonesia.” Rania kembali menggunakan bahasa Korea dan memberikan ponselnya pada Linda.
“Lucu banget! Kalian kayak anak kembar.” Linda mengomentari foto masa kecil Rania dan Luna. Lalu, ia memberikan ponsel Rania pada Daehwi.
Daehwi menerima ponsel Rania. Joohee bergabung untuk melihat foto masa kecil Luna. Dalam foto itu Luna mengenakan dress selutut warna pink. Sedang Rania mengenakan dress dengan model yang sama berwarna biru cerah.
Nomu kiyowo!” Daehwi memuji foto masa kecil Luna dan Rania. “Rambut Noona dan Rania Seonbae sama-sama pendek waktu SD?”
Kiyowo.” Joohee dengan mata berbinar.
Jihoon memberengut. Ia tak sabar ingin melihat foto masa kecil Luna.
“Kami memang gila. Dalam geng Pretty Soldier, bahkan untuk potongan rambut, kami juga menyeragamkannya. Itu terjadi saat kelas V SD. Aku merinding ketika mengingatnya. Bagaimana kami bisa seperti itu?” Rania heran dengan masa lalunya sendiri membuat tawa Linda dan Daehwi pecah.
Ketika menyadari ekspresi Jihoon, Joohee merebut ponsel Rania di tangan Daehwi dan memberikannya pada Jihoon. Pemuda itu tersenyum, lalu melihat ponsel Rania.
“Itu kalian nyanyi bersama apa gimana?” Linda menggunakan Bahasa Indonesia.
“Iya. Duet lagu opening Sailormoon.” Rania menjawab dengan Bahasa Korea.
“Nyanyi Bahasa Jepang?” Daehwi kaget. “Daebak!”
“Nggak. Liriknya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.”
“Dapat juara nggak?” Linda penasaran.
“Nggak. Tahu nggak loe, yang menang yang nyanyiin lagu dangdut. Edan, kan? Padahal itu lomba tingkat SD. Na, kami yang nyanyi lagu anak-anak malah kalah.”
“Kalian ngomong apa?” Daehwi menyela.
Seonbae kita kalah dalam lomba itu. Mereka menyanyikan lagu anak-anak. Tapi, yang menjadi juara yang menyanyikan lagu orang dewasa.” Linda memberi jawaban.
“Wah, sayang sekali.”
“Eh, liat Jihoon tuh!” Joohee berbisik.
Semua pun memperhatikan Jihoon. Pemuda itu senyam-senyum sambil menatap layar ponsel Rania.
“Jihoon-aa, kamu mau foto itu?” Rania memanggil.
“Eh?” Jihoon tersadar dan menoleh. Ia menemukan semua mata sedang terfokus padanya. Ia pun tersipu.
“Nanti aku kirim. Mana ponselku.”
Jihoon pun memberikan ponsel Rania pada Joohee. Ia yang masih tersipu pun segera menghadap ke depan.
Rania, Luna, dan Linda kembali ngobrol dengan menggunakan bahasa Indonesia. Luna memprotes tindakan Rania yang ia sebut alay. Rania membela diri. Cek-cok pun kembali terjadi. Sesekali Linda turut bergabung, menyela cek-cok. Linda pun menjadi juru alih bahasa saat Daehwi bertanya tentang apa yang mereka obrolkan.

Mereka pun sampai di tempat tujuan. Luna pun menyiapkan peralatan yang biasa ia gunakan untuk membuat video. Karena hari ini adalah momen langka, berbelanja untuk keperluan pertunjukan Tari Buchaechum, Luna sengaja akan mengabadikannya dalam sebuah video. Setelah turun dari mobil, ia pun memulai rekamannya dengan menyapa penonton setianya. Lalu, memperkenalkan teman-temannya yang ikut dalam perjalanan hari itu.
Luna mengabadikan momen sepanjang perjalanan saat berbelanja. Ia merekam momen ketika Joohee berbelanja di sebuah toko yang menjual barang-barang tradisional Korea dan sempat melakukan tawar menawar. Setelah semua barang didapatkan, rombongan Luna berkumpul untuk makan malam. Sebenarnya Daehwi ingin makan malam di rooftop Luna. Tapi, jarak tempuh terlalu jauh. Akhirnya mereka makan di kedai yang lokasinya berada dalam pusat perbelanjaan tersebut.
Luna menutup rekamannya setelah makan malam bersama. Rania pun tak lupa untuk kembali mengabadikan momen kebersamaan mereka dalam sebuah foto. Selesai dengan itu semua, mereka kembali pulang dengan mobil Jihoon. Jihoon mengantar teman-temannya sampai rumah. Terakhir, ia mengantar Luna dan Rania ke rooftop. Ia juga membantu Luna dan Rania menurunkan barang dan mengangkatnya ke rooftop. Bahkan, sopir Jihoon juga turut membantu mengangkat barang-barang.

“Terima kasih ya. Udah mau bantu sampai begini.” Rania berterima kasih pada Jihoon.
“Jangan lupa fotonya.” Jihoon mengingatkan foto masa kanak-kanak Luna.
“Eh, itu sama aku lho!”
“Nggak papa.”
“Nanti aku kirim. Aku ikhlas kok kalau ntar foto itu kamu pangkas.”
“Ya nggak lah.”
“Jangan dengerin Cue.” Luna menyela.
“Teman kami dari Indonesia membuat dress dengan warna yang sama dan meminta kami memakainya, lalu berfoto bersama di Korea.” Rania membocorkan tentang baju yang dijahit Cheryl untuknya dan Luna. “Katanya, cocok untuk musim panas Korea.”
Jihoon langsung menatap Luna, ia pun tersenyum. “Kalau begitu musim panas nanti, ayo kita liburan bersama. Aku ingin melihat gadisku ini memakai dress pink.”
“Cih! Gadisku!” Rania mencibir. “Memang kamu mau menanggung biaya liburannya?”
“Itu bisa di atur.”
“Ya sudah. Aku masuk dulu.” Rania pun masuk ke dalam rooftop. Meninggalkan Jihoon dan Luna di teras.
Luna berdiri di depan pintu rooftop, berhadapan dengan Jihoon. “Terima kasih. Maaf aku selalu merepotkanmu.”
“Hari Minggu nanti, kembali latihan di tempatku, kan?”
Luna menggeleng. “Mereka mau di sini saja. Menurut mereka teras ini cukup luas.”
Jihoon kecewa. Namun, ekspresinya masih tetap imut.
Luna tersenyum. “Kalau kami butuh tempat, pasti aku akan merepotkanmu lagi.”
Jihoon membalas senyum dan mengangguk. “Sudah sana masuk. Istirahat.”
“Kamu pergi dulu.”
Jihoon menatap Luna sejenak. Ia kembali tersenyum dan mengangguk. “Baiklah. Aku pergi.”
Luna menganggukkan kepala. Jihoon lagi-lagi tersenyum, lalu membalikkan badan dan mulai berjalan. Luna menatap punggung Jihoon yang mulai berjalan meninggalkannya. Ragu-ragu ia maju selangkah, namun berhenti lagi. Luna kembali melangkah dan memeluk Jihoon dari belakang. Jihoon terkejut dan menghentikan langkahnya.
“Jangan berbalik!” Ujar Luna saat Jihoon hendak membalikkan badan.
Jihoon pun diam. Membiarkan Luna tetap memeluknya.
Gomawo, Jihoon-aa. Mianhae.” Luna berbisik. Masih memeluk Jihoon dari belakang.
***

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews