My 4D’s Seonbae - Episode #31 “Cara Terbaik Untuk Bertahan Adalah Menjadi Angkuh.”

04:46


My 4D’s Seonbae - Episode #31 “Cara Terbaik Untuk Bertahan Adalah Menjadi Angkuh.”




Bersikap angkuh! Luna meyakinkan dirinya bahwa yang harus ia lakukan hari ini hanyalah bersikap angkuh. Masa bodoh pada orang-orang di sekitarnya yang pasti akan memberinya perhatian super lebih hari ini. Ia tak bisa tidur semalaman karena terus kepikiran tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi hari ini di sekolah. Ia hanya perlu menjadi batu karang yang angkuh. Yang tetap tegar walau terus didera ombak besar. Luna menatap bayangan wajahnya di dalam cermin. Ia menghela napas panjang, lalu berjalan keluar meninggalkan kamar mandi.
“Cing! Jihoon live IG lho semalem!” Rania yang sedang duduk di sofa ruang tamu menyambut Luna yang baru saja keluar dari kamar mandi. “Kayaknya dia konfirmasi soal skandal yang loe buat tuh!”
“Dih! Skandal!” Luna mencibir dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.
“Akun-akun fans dia udah bagiin video live IG Jihoon noh. Di komunitas sekolah juga. Bakalan jadi artis loe hari ini.”
“Itu bukan mauku.”
“Tapi, loe kan yang mulai?”
Hening. Luna tak menjawab. Sibuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri dan untuk Rania.
Rania menghela napas. Bangkit dari duduknya. “Mohon maap ye kalau ucapan gue nyinggung perasaan loe.” Ujarnya sebelum menghilang ke dalam kamar mandi.
Luna menghela napas setelah Rania masuk ke dalam kamar mandi. Ia memang sengaja tak membalas semua pesan yang masuk ke dalam ponselnya atau aktif di akun sosial media miliknya. Namun, ia tahu jika semalam Jihoon melakukan siaran langsung di akun Instagram pribadinya. Bahkan, ia juga tahu tentang apa saja yang disampaikan Jihoon saat siaran langsung.
Luna kembali menghela napas. Kini kepalanya tertunduk. Keinginan untuk menghilang saja dari Korea kembali muncul di benaknya. Tapi, loe kan yang mulai? Suara Rania kembali bergema di telinganya. Itu bukan sekedar tuduhan. Tapi, itu lah kebenarannya. Semua kekacauan ini adalah karena ulahnya. Jika ia memilih menghilang dari Korea, sama artinya ia lari dari tanggung jawab.
Lagi-lagi Luna mendesah. Kapan drama ini akan berakhir? Ia berharap ini semua hanya mimpi yang akan hilang saat ia terbangun dari tidur. Walau Jihoon sedang vakum dari dunia hiburan, pemuda itu masih memiliki fans. Tindakan yang dilakukan pemuda itu semalam akan tetap memiliki resiko. Luna berharap, hari ini akan berjalan normal. Walau tidak mungkin, ia masih mengucap harapan itu dalam hatinya.
***

Daniel melangkah cepat. Kemarin ia ingin tinggal untuk menghibur Luna, tapi Jihoon memilih tinggal. Ia pun mengalah dan memilih pulang. Hari ini, sengaja ia berangkat pagi-pagi untuk menjemput Luna. Ia berharap Luna baik-baik saja. Walau bekerja paruh waktu di cafe tempatnya bekerja adalah murni keinginan Luna. Tapi, munculnya foto-foto dirinya bersama Luna di komunitas sekolah membuatnya merasa bersalah pada Luna. Bagaimanapun ia memang orang ketiga yang datang di antara Luna dan Jihoon. Walau hubungan Luna dan Jihoon adalah palsu. Daniel menaiki tangga dengan sedikit berlari. Ia berhenti di depan pintu, menghembuskan napas dengan cepat, lalu tangan kanannya bergerak untuk mengetuk pintu.
Kedua mata sipit Daniel melebar ketika pintu terbuka. Bukan Luna yang muncul dari balik pintu, tapi Rania. Gadis itu sudah berseragam, tapi rambutnya masih acak-acakan.
“Jangan kaget gitu. Ini aku, bukan Jihoon.” Rania menanggapi ekspresi kaget Daniel.
Daniel tersenyum dan masuk ke dalam rooftop, mengikuti Rania.
“Cemceman loe dateng tuh!” Rania berbicara menggunakan Bahasa Indonesia pada Luna.
Luna yang sedang menikmati sarapan di ruang tamu mengangkat kepala dan tersenyum menyambut Daniel.
“Kamu udah sarapan?” Rania kembali duduk di samping kiri Luna untuk melanjutkan sarapan.
“Udah.”
“Duduk di sofa aja!” Rania menahan Daniel yang hendak duduk di atas lantai seperti dirinya dan Luna.
“Nggak papa kok.” Daniel duduk di atas lantai. Di seberang meja, berhadapan dengan Luna. Ia terus memperhatikan Luna yang sedang sarapan. Entah sadar atau tidak, senyum pun terkembang di wajahnya.
“Yelah! Status jadi perebut pacar orang masih aja bersikap kayak gitu.” Rania bergumam dalam Bahasa Indonesia. Mengomentari tingkah Daniel. “Kayaknya dia beneran suka ama loe, Cing.”
Luna diam. Pura-pura tidak mendengar apa yang diucapan Rania dengan lirih.
“Aku senang melihatmu baik-baik saja.” Daniel berbicara pada Luna. Kemudian ia beralih pada Rania. “Terima kasih untuk menjaga Luna.”
“Aku akan tetap di sini sampai situasi tenang.” Rania tersenyum manis.
Luna langsung menoleh dan menatap Rania dengan ekspresi keberatan.
“Itu janji gue ke keluarga loe kemarin. Lupa? Janji harus ditepatin dong!”
Luna menghela napas. “Buruan rapiin rambut kamu. Di sini biar aku yang beresin.”
Gomawo Kucingku sayang. Kamu memang pacar idaman!” Rania mengerling, lalu bangkit dari duduknya, dan berlari kecil menuju kamar.
Daniel tersenyum melihat tingkah Rania. Ia setuju dengan apa yang dikatakan Rania. Luna memang tipe pacar idaman. Ia kembali menatap Luna yang kini sibuk merapikan meja.
“Aku bantu.”
“Duduk saja di situ!”
Daniel pun tak membantah. Ia tetap duduk. Diam memperhatikan Luna yang sibuk merapikan meja, lalu membawa peralatan sarapan mereka ke dapur.
Daniel masih bertahan di dalam posisinya. Ia tahu Luna sedang tak baik. Melihat gadis itu lebih pendiam dari sebelumnya membuatnya semakin khawatir. Karena ada Rania juga, ia pun menahan diri untuk tidak mendekati Luna demi membahas masalah mereka.

Daniel menuruni tangga paling depan, di belakangnya ada Rania. Luna berjalan paling belakang. Ketika sampai di ujung tangga terbawah, pemilik rooftop muncul. Wanita yang biasa dipanggil Luna dengan sebutan Ibu Kecil itu hanya ingin menyapa Luna dan memastikan jika gadis itu baik-baik saja. Wanita itu tahu perihal keributan di sosial media dari salah satu anaknya. Ia pun memberikan dukungan untuk Luna. Saat Luna dan Ibu Kecilnya sedang mengobrol, sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Daniel menghela napas panjang, terlihat kecewa melihat mobil itu. Sedang Rania, ekspresinya menggambarkan jika ia bertanya-tanya tentang siapa pemilik mobil itu. Jihoon pun keluar dari mobil yang baru saja berhenti itu.
“Oh! Park Jihoon?” Rania terkejut melihat Jihoon keluar dari mobil sedan hitam itu.
Daniel, Luna, dan Ibu Kecil kompak menaruh perhatian pada Jihoon.
Omo! Dia benar-benar Park Jihoon!” Ibu Kecil menutup mulut dengan jari-jari tangannya.
Jihoon memberi salam dengan sopan pada Ibu Kecil. Bahkan, ia juga menyalami Ibu Kecil. Wanita itu dibuat sangat senang karenanya.
“Pacar dan selingkuhan kompak jemput nih?” Rania berbicara dengan Bahasa Indonesia.
Luna mengacuhkannya. Rania menyincingkan senyum melihat reaksi Luna. Ia puas karena sahabatnya itu tetap bereaksi datar.
“Wah, kamu datang buat jemput Luna?” Rania menyambut Jihoon.
Nee.” Jihoon tersenyum manis.
“Tapi, mobilmu sepertinya terlalu sempit untuk kita berempat.”
“Di belakang muat tiga orang.”
“Kita naik bus saja. Bagaimana?” Luna menyela.
“Nah! Itu ide brilian. Normalnya remaja SMA begitu, kan?” Rania antusias mendukung. “Yuk!” usai berpamitan pada Ibu Kecil, ia langsung menggandeng Luna untuk berjalan lebih dulu.
Daniel dan Jihoon saling menatap. Daniel tersenyum, lalu berjalan menyusul Rania dan Luna. Jihoon menghela napas. Usai berpamitan pada sopirnya, ia pun menyusul langkah ketiga rekannya.

Rania menyelipkan lengannya ke lengan Luna yang berjalan di samping kanannya. Di belakangnya Daniel dan Jihoon berjalan berdampingan. Jihoon berjalan tepat di belakang Luna. Saat sampai di halte, sebuah bus berhenti. Karena melihat di dalam cukup longgar, Luna pun memimpin untuk masuk. Ia dan ketiga temannya duduk di bangku panjang paling belakang di dalam bus.
Jihoon duduk dekat jendela sisi kanan bus. Luna duduk di sampingnya. Rania duduk di samping Luna dan Daniel duduk di sampingnya. Keempatnya diam sejak duduk bersama. Jihoon diam dan menatap keluar jendela. Luna sibuk dengan ponselnya. Daniel duduk diam. Rania mengamati ketiga rekannya itu lalu menghela napas pelan. Ia pun mengeluarkan ponselnya.
“Tolong ambil foto kita.” Rania menyodorkan ponselnya pada Daniel.
Daniel yang melamun kaget ketika Rania menyikutnya. Ia menatap tangan kanan Rania yang mengulurkan ponsel. Ia pun menerima ponsel itu.
“Cing, kita foto.” Rania meminta perhatian Luna.
Luna pun mengangkat kepala dan menoleh ke kiri. Ia menemukan Daniel sudah siap memotret dengan ponsel Rania.
“Eh! Bukan gitu!” Rania menegur Daniel. “Kita selfie. Eh, selca. Kamu ikutan juga. Bukan kamu fotoin aku sama Kucing!”
“Oh, maaf... maaf.” Daniel kembali mengotak-atik ponsel Rania.
“Norak banget sih!” Luna bergumam dalam Bahasa Indonesia mengolok Rania.
“Biarin! Mumpung gue sama tiga mega bintang SMA Hak Kun. Ntar gue upload fotonya biar ikutan pemes kayak lo!” Rania menjulurkan lidah. “Jihoon, kita foto!” Ia meminta perhatian Jihoon.
Jihoon yang sedang melamun sembari menatap keluar jendela bus terkejut saat Rania memanggilnya. Ia pun menoleh, lalu menatap kamera di tangan Daniel. Ia pun tersenyum dan turut berpose bersama Luna, Rania, dan Daniel.
Rania meminta Daniel mengambil gambar hingga tiga kali. Setelah menerima kembali ponselnya, ia memeriksa foto-foto hasil jepretan Daniel. Setelah menemukan satu foto terbaik menurutnya, Rania pun segera mengunggah foto itu ke akun sosial media miliknya.

Karena kami adalah remaja SMA biasa. Bukankah ini menyenangkan? Berteman dengan banyak orang dan ciptakan kenangan manis bersama. –Rania.
***

Luna, Rania, Daniel, dan Jihoon turun di halte dekat sekolah. Rania kembali bergelayut manja di lengan Luna. Walau Luna menegurnya untuk bersikap biasa, ia tak peduli. Jihoon dan Daniel kembali berjalan di belakang Luna dan Rania. Luna menghentikan langkahnya. Rania, Jihoon, dan Daniel pun turut menghentikan langkah. Mereka menatap gerbang yang cukup ramai pagi ini.
“Ramainya. Tapi, itu mereka murid dari sekolah kita lho! Kurasa bukan fans Jihoon atau sejenisnya seperti yang kita khawatirkan.” Rania berkomentar. Dari tempat mereka berdiri, situasi di depan gerbang bisa terlihat jelas.
Luna tahu itu adalah murid-murid SMA Hak Kun sendiri. Ia juga melihat Jisung dan Sungwoon juga berada di sana. Selain mereka, ada siswi senior pendukung Jihoon yang gemar membuatnya kesal. Juga ada siswa senior yang selalu membelanya setiap kali siswi senior pendukung Jihoon mengganggunya. Kim Jiyoon dan gengnya pun berada dalam kerumunan murid di depan gerbang. Luna menghela napas usai melihat seniornya itu.
“Eh! Ada Raja Kingkong juga di sana! Lo takut sama dia, Cing?”
“Nggak lah. Ngapain juga takut.”
Rania menoleh ke kanan, mengamati Luna. Sahabatnya itu memang terlihat tegar, tapi ia yakin jika Luna sedang menyembunyikan sesuatu. “Ya udah kalau gitu kita jalan. Ngapain kita mandek di sini?”
“Kaget aja liat ada kerumunan. Setting-nya disiapin kayak gitu apa?”
“Ya kali. Biar lebih dramatis gitu.”
“Kalian baik-baik saja?” Daniel menegur dari belakang. Ia curiga Luna dan Rania membicarakan sesuatu yang gawat karena keduanya berbicara dalam Bahasa Indonesia.
All fine. Luna hanya kaget liat ada kerumunan di gerbang.” Rania menjawab pertanyaan Daniel.
Jihoon bergerak maju, ia meraih tangan kanan Luna dan menggandengnya. Ia kemudian menuntun Luna untuk berjalan. Luna pun mengikuti langkah Jihoon. Rania ternganga melihat bagaimana Jihoon bertindak. Sedang Daniel menatap adegan Jihoon menggandeng Luna dengan ekspresi kecewa.
Rania menoleh ke arah kanan. Daniel sudah berdiri di sana. “Yang sabar ya. Ini ujian.”
Daniel menoleh dan menatap Rania dengan ekspresi tak paham karena gadis itu berbicara dalam Bahasa Indonesia.
Rania tersenyum lebar, lalu kembali menatap Luna dan Jihoon. Luna melepaskan tangannya dari genggaman Jihoon, tapi tetap berjalan berdampingan. Rania tersenyum dan menyusul langkah Luna dan Jihoon.
Daniel masih bertahan di tempatnya berdiri. Ia tersenyum getir, lalu berjalan menyusul Rania.

Perhatian murid yang berkerumun tersita oleh kehadiran Jihoon, Luna, Daniel, dan Rania. Jisung menyambut kehadiran teman satu gengnya itu dengan riang. Sedang Sungwoon kecewa melihat Luna datang bersama Jihoon. Jisung langsung menghampiri Luna. Ia menyatakan kelegaannya karena Luna datang ke sekolah dan terlihat baik. Sungwoon ikut menyampaikan rasa syukurnya karena Luna bersekolah hari ini.
Siswi senior pendukung Jihoon menghampiri kelompok Luna. Pemimpin mereka yang berdiri paling tengah berhenti tepat di depan Luna. Siswa senior pendukung Luna tak mau kalah. Mereka pun maju dan berdiri dekat di samping kiri Jisung yang berada di samping kiri Luna.
“Cape deh!” Rania berkomentar lirih. Kesal melihat drama yang tersaji di depannya. Ia berdiri di belakang Luna. Ada Daniel di samping kanannya dan Sungwoon di samping kirinya.
“Harusnya kau merasa beruntung karena memiliki Jihoon sebagai pacar! Sudah kubilang aku akan selalu mengawasimu. Kenapa masih berani berulah?” Siswi senior itu langsung melakukan serangan pada Luna. Ia kemudian menatap Rania yang berdiri di belakang Luna. “Kau! Gadis celana olah raga! Jangan banyak bertingkah!”
Kedua mata Rania membulat mendengar peringatan kakak seniornya. Ia kemudian tersenyum. “Seonbae, menyimak postinganku ya? Wah, perhatian sekali.”
“Diam kau!” Siswi senior itu marah.
Seonbae,” Luna bersuara, “Jangan berteriak. Orang tidak akan mendengarnya. Karena itu sangat menganggu.”
“Kalian! Berani ya melawan senior?”
“Kami tidak melawan.” Rania membantah.
“Diam kau!” Siswi senior itu mendelik pada Rania.
Seonbae, ingat apa yang terjadi terakhir kali pada pacarku?” Luna kembali meminta perhatian.
Siswi senior itu terkejut. “Itu… itu bukan ulahku! Bukan aku yang melukai tangan Jihoon. Kejadian hari itu sangat kacau.” Ia membantah tuduhan Luna.
Luna mencibir. Ia mengangkat tangan kanannya yang memegang ponsel. Memutar ulang rekaman suara yang baru ia buat.
Siswi senior itu benar-benar terkejut. “Kau!” Ia kehabisan kata-kata.
“Bahkan aku tidak tahu jika yang melukai tangan pacarku adalah Seonbae.” Luna menyeringai.
Jihoon yang berdiri di samping kanan Luna turut menyeringai.
Luna menyimpan ponselnya dan siswa senior pendukungnya berkomentar, “Dia memang gadis yang luar biasa. Tidak salah jika aku mendukungnya.”
“Sudah akhiri saja drama ini. Dan, mari hidup damai.” Luna kembali bicara.
“Kau pikir foto-foto itu ulahku?! Kau salah! Aku marah karena kau menduakan Jihoon! Sudah cukup aku bersabar dengan menerima kenyataan bahwa kau jadi pacar Jihoon. Tapi, jika kau selingkuh! Aku tidak akan tinggal diam!”
Seonbae, tidak nonton live Jihoon di Instagram ya? Lalu, postingan dari entah siapa itu Sam K. Dan kebersamaan kami pagi ini?” Rania menyahut.
“Bisa saja itu hanya cara Jihoon menyelamatkan Luna. Sadarlah kau Park Jihoon. Dia ini bukan gadis baik-baik! Buat apa kau membelanya mati-matian?”
“Karena aku sangat menyukai Luna dan tak ingin kehilangan Luna.” Jihoon menjawab tampa keraguan.
Siswi senior itu tertegun menatap Jihoon. Jisung dan siswa senior pendukung Luna kompak ternganga. Sungwoon membuang muka. Daniel tersenyum getir. Rania yang sempat terkejut menghela napas dan tangan kanannya terulur memegang pundak kanan Luna.
Mendengar pengakuan Jihoon di depan umum membuat jantung Luna seolah terjun bebas ke tanah. Setelahnya, benda sebesar kepalan tangan yang bersemayam di dalam dadanya itu berdetub tak karuan. Ia mengepalkan kedua tangannya demi meredam reaksi menyebalkan itu.
“Mulai sekarang, jika ada yang mengganggu Mezzaluna, ia akan berurusan Park Jihoon!” Jihoon berbicara dengan lantang. “Mezzaluna milikku!”
Woojin datang saat Jihoon mendeklarasikan jika Luna adalah miliknya. Jaehwan, Minhyun, dan Jinyoung yang datang bersamanya juga mendengar deklarasi itu.
“Miliknya? Memang ada hak patennya?” Komentar Jaehwan lirih.
Woojin tak merespon. Tatapannya terfokus pada Kim Jiyoon dan gengnya. Sedang Minhyun dan Jinyoung kompak memperhatikan Rania yang berada bersama Luna.
“Tolong beri jalan!” Jihoon meminta siswi senior yang menghadangnya minggir.
Siswi itu menurut. Ia dan kelompoknya minggir. Jihoon meraih tangan kanan Luna dan menuntunnya berjalan melewati kerumunan. Jisung, Sungwoon, Rania, dan Daniel menyusul. Kim Jiyoon yang menonton mencibir. Namun, tak beranjak dari posisinya. Woojin masih memperhatikan Kim Jiyoon. Kemudian ia berjalan memasuki sekolah di belakang kerumunan murid yang mulai membubarkan diri. Diikuti Jaehwan, Jinyoung, dan Minhyun.
***

Jaehwan dan Jinyoung berkumpul di meja Rania. Jaehwan penasaran tentang kejadian di gerbang sebelum ia datang. Jinyoung turut menyimak penjelasan Rania. Minhyun memang duduk di bangkunya dan berpura-pura cuek. Tapi, ia juga turut mendengar penjelasan Rania.
Postingan berisi foto Luna dan Daniel menghebohkan komunitas sekolah kemarin. Belum selesai dengan itu, malam harinya ada postingan yang menyanggah tuduhan Luna selingkuh dengan Daniel pada postingan sebelumnya. Sanggahan itu melampirkan foto Luna bersama Jihoon dan Daniel. Tak berselang lama, Jihoon melakukan siaran langsung di akun Instagram pribadinya. Pantas saja jika pagi ini di gerbang banyak murid yang berkumpul hanya demi mencari tahu bagaimana Luna dan Jihoon selanjutnya. Kejutannya, Luna dan Jihoon justru muncul bersama. Wajar jika semua itu membuat sekolah heboh.
“Syukurlah kamu menginap. Aku sempat mengkhawatirkan Luna. Tapi, tetap saja aku tidak bisa berbuat apa-apa.” Jaehwan mengungkap kelegaannya.
“Sam K itu siapa sih?” Rania langsung bertanya tentang akun yang menyanggah tuduhan Luna selingkuh dengan Daniel.
“Nggak tahu juga. Apa mungkin temannya Luna? Eh, ingat nggak waktu kita beresin kasus kamu sama Lucy?” Jaehwan menatap Jinyoung. “Itu siapa yang bikin rekaman videonya? Apa orang yang sama? Dia Sam K?”
“Aku nggak tahu.” Jinyoung menggeleng.
“Emang masih jadi misteri.”
“Kucing demen amat bikin teka-teki.” Rania berkomentar dalam Bahasa Indonesia.
“Waktu di Indonesia dulu, Luna juga gini ya?” Jaehwan melanjutkan bertanya-tanya tentang Luna.
“Terkenal? Iya lumayan. Dia pintar dan banyak yang suka. Tapi, dia terlalu pendiam. Jadi, kebanyakan takut buat deketin dia. Dia emang sukanya sok misterius gitu. Kelihatannya aja cuek. Padahal peduli sama sekitar.”
Senyum samar terkembang di bibir Minhyun saat mendengar penjabaran Rania tentang Luna. Itu pula yang ia tahu saat ia berteman baik dengan Luna.
“Sebenarnya dia orang yang hangat. Hanya saja kadang dia nggak bisa memulai. Tapi ya gitu. Emang demen main teka-teki. Sampai sekarang aku masih nggak bisa paham sama jalan pikirannya. Skenario panjang yang dia buat ini untuk siapa? Sungguh dia bikin aku kaget waktu kembali ketemu dia di sini. Makin aneh aja dia.”
“Tapi, kamu tetep sayang kan?”
“Iyalah. Koyangi adalah soulmate-ku.”
Jaehwan tergelak mendengar pernyataan Rania.
Rania nyengir, lalu menatap punggung Minhyun. Ia tersenyum karena yakin pasti Minhyun juga menyimak obrolannya bersama Jaehwan. Ia lega karena semua telah terbongkar. Tapi, tetap saja ia tidak akan bisa bersikap wajar di depan Minhyun. Ia akan berusaha bersikap sewajarnya.
Jaehwan dan Jinyoung buru-buru kembali ke bangku mereka karena guru telah memasuki kelas untuk memulai pelajaran. Rania menghela napas, lalu menyiapkan diri untuk mengikuti pelajaran pertama.
***

Luna sama sekali tak bicara walau ia berjalan bersama Jisung, Sungwoon, dan Woojin. Ketika sampai di kelas, ia pun langsung duduk di bangkunya. Jisung, Sungwoon, dan Woojin saling menuding untuk mengajak Luna ngobrol. Akhirnya Sungwoon maju untuk mendekati Luna.
“Semua akan baik-baik saja. Kenapa kamu masih murung?” Sungwoon menghampiri bangku Luna.
“Capek. Hampir semalaman aku nggak tidur. Kepikiran bagaimana hari ini di sekolah.”
Di luar dugaan Sungwoon—juga Jisung dan Woojin yang menyimak—Luna memberikan jawaban dengan nada bersahabat.
“Jangan terlalu dipikirkan. Toh Jihoon tidak lari dari tanggung jawab. Daniel juga.” Jisung bergabung.
“Lari dari tanggung jawab? Ya! Memangnya mereka berbuat apa pada Luna?” Sungwoon mengolok Jisung.
“Mereka nggak berbuat apa-apa. Aku sumber masalahnya.” Luna menjawab candaan Sungwoon untuk Jisung.
Sungwoon merasa bersalah. “Nggak kok. Salah paham kayak gitu kan wajar terjadi. Lagian yang mereka tahu dari foto itu hanya kamu ada bersama Daniel. Tanpa tahu cerita dibalik foto itu. Yang kurang ajar itu yang membuat postingan itu. Jadi fitnah, kan? Itu kejam.” Ia membesarkan hati Luna.
“Aku harus minta maaf pada pemilik cafe. Beliau orang baik.”
Sungwoon dan Jisung kembali diam menatap Luna.
“Aku perhatikan Kim Jiyoon Seonbaenim sangat senang saat melihatmu dihadang pendukung Jihoon.” Woojin bergabung dengan menyampaikan tema berbeda.
“Iya kah? Sejak kapan kamu di sana dan memperhatikan?” Sungwoon tertarik.
“Saat Jihoon mendeklarasikan bahwa Luna adalah miliknya.”
“Bagaimana reaksinya? Kaget?”
“Nggak. Dia senyum aja. Senyum apa ya, mencibir?”
Sungwoon kembali menatap Luna. “Kamu ada masalah sama Kim Jiyoon Seonbaenim?”
“Pagi, semuanya!” Seongwoo masuk ke dalam kelas dan menyapa gengnya—Jisung, Sungwoon, Luna, dan Woojin. Ia datang tepat saat bel tanda masuk berdering.
“Tumben hampir telat?” Jisung menyambut.
“Iya. Daerin agak uring-uringan pagi ini.” Seongwoo nyengir sambil melirik Luna.
“Kenapa lagi?” Tanya Jisung.
“Eung… nggak tahu.” Seongwoo masih curi-curi pandang memperhatikan Luna.
“Luna baik aja kok. Nggak usah gitu banget. Jihoon udah jagain dia dengan baik.” Sungwoon mengomentari bagaimana Seongwoo menatap Luna.
“Syukurlah.” Seongwoo kembali tersenyum kikuk.
Semua bergegas kembali ke bangku masing-masing karena salah satu murid memperingatkan jika guru pelajaran pertama sedang berjalan menuju kelas.
***

Jihoon tak mengucap sepatah katapun saat ia berjalan menuju kelas bersama Daniel. Mereka berjalan beriringan, namun keduanya sama-sama diam. Mengabaikan banyaknya pasang mata yang memperhatikan juga bisikan-bisikan yang mengomentari kebersamaan mereka. Keduanya berpisah untuk masuk ke kelas masing-masing.
Tanpa diduga, Jihoon dan Daniel kembali bertemu di ruang fotocopy di sela-sela jam pelajaran. Daniel yang lebih dulu berada di sana. Melihat Jihoon tiba-tiba muncul, Daniel merasa deja vu. Hanya saja tidak ada Luna bersama mereka. Jihoon menyandarkan punggung pada tembok di dekat pintu. Diam menunggu Daniel selesai dengan kertas-kertas yang harus ia gandakan.
“Sebentar lagi selesai.” Daniel tidak merasa sungkan. Tapi, diperhatikan oleh Jihoon yang memasang ekspresi tak bersahabat itu membuatnya sedikit tak nyaman.
Jihoon memiringkan kepala, masih memperhatikan Daniel. Daniel yang lebih tinggi darinya. Daniel yang memiliki postur tubuh lebih besar darinya. Dengan perawakan seperti itu, tentu saja Daniel termasuk tipe cowok menarik di mata cewek. Jihoon kembali menegakan kepalanya. Apa itu yang Luna sukai darinya? Secara fisik?
“Bagaimanapun terima kasih. Terima kasih untuk semua yang kau lakukan untuk Luna. Itu memberi dampak padaku.”
Lamunan Jihoon buyar ketika Daniel kembali berbicara. Ia menghela napas. “Apa yang kau suka dari Luna?”
“Bagaimana denganmu? Apa yang kau suka dari Luna?”
Kening Jihoon berkerut ketika Daniel malah balik bertanya, bukan menjawab pertanyaannya.
“Kau tampan, kaya, dan terkenal. Kau bisa saja mendapatkan gadis yang lebih dan lebih dari Luna.”
“Aku tidak pernah berpikir untuk mendapatkan gadis yang lebih dan lebih dari Luna. Karena Luna adalah kelebihan itu sendiri. Yang sangat ingin aku dapatkan dan aku jaga.”
Daniel tersenyum. “Kau benar. Luna adalah kelebihan itu sendiri. Yang sangat ingin aku dapatkan dan aku jaga.”
Jihoon memberengut. Ia tak suka Daniel mengutip kata-katanya.
“Aku tidak tahu apa yang aku suka dari Luna. Yang aku tahu, aku ingin selalu bersamanya. Memilikinya dan menjaganya.” Daniel berbicara dengan tatapan menerawang.
Jihoon semakin memberengut mendengar pengakuan Daniel.
Mesin fotocopy berhenti bekerja. Daniel merapikan kertas-kertas hasil fotocopy dan membawanya. “Silahkan.” Ia mempersilahkan Jihoon untuk memakai mesin fotocopy.
“Aku tidak tahu apakah Luna memiliki rasa yang sama seperti yang kau rasakan atau tidak. Tapi, untuk saat ini bisakah kau menahan diri? Membiarkan Luna tetap di sampingku.” Jihoon berbicara pada Daniel yang berada dekat dengannya. Hendak keluar dari ruang fotocopy. “Bukan apa-apa, hanya itu cara terbaik yang bisa aku tawarkan demi kebaikan Luna.”
Daniel menurunkan tangan kanannya yang hendak memegang gagang pintu. Ia menelan ludah. Menelaah kalimat yang baru saja dilontarkan Jihoon. Ia pun tak tahu apakah Luna memiliki rasa yang sama seperti yang ia rasakan. Luna bersikap baik padanya. Namun, ia tak tahu, kebaikan itu karena Luna memiliki rasa yang sama sepertinya atau tidak. Karena Luna pun baik pada Jihoon yang hanya berstatus pacar palsu.
“Kita jalani saja seperti skenario yang ada saat ini. Kau adalah pacar Luna dan aku teman baiknya.” Setelah diam selama beberapa detik, Daniel pun memberi jawaban. “Cara yang kau tawarkan, memberi dampak baik juga bagiku. Terima kasih.” Daniel kembali menggerakkan tangan kanannya dan memegang gagang pintu. Ia membuka pintu dan meninggalkan ruang fotocopy.
Jihoon menghela napas panjang. Menjatuhkan kepalanya hingga bagian belakangnya bertumbukan dengan tembok tempatnya bersandar. Untuk saat ini memang tidak ada pilihan kecuali bertindak skenario yang sudah berjalan.
***

Daebak! Kamu keren Jihoon. Terima kasih sudah melindungi Noonaku dengan baik.” Daehwi tersenyum manis pada Jihoon. Ia sedang makan siang di kantin bersama Jihoon dan Joohee.
Noonaku?” Jihoon mencibir.
“Luna Seonbae kan noonaku. Iya kan Joohee?” Daehwi bertanya pada Joohee yang duduk di samping kirinya. Gadis itu hanya tersenyum menanggapinya. “Tapi, Luna Seonbae baik saja kan? Joohee bilang tadi pagi suasana di gerbang menegangkan. Dia ada di sana juga.”
Jihoon menatap Joohee yang duduk di samping Daehwi di seberang meja. Gadis itu pun menundukkan kepala. “Terima kasih sudah mendukung kami.”
“Aku kan tidak berbuat apa-apa.” Joohee dengan kepala masih tertunduk.
“Postingan itu pasti kamu yang memberi tahu Daehwi, kan?”
Jagiyaku tidak punya nyali untuk menghubungimu. Dan, aku terlalu sibuk di perpustakaan hingga tak punya waktu untuk memantau komunitas sekolah.” Daehwi menyela.
“Itu kebetukan saja kok. Kebetulan aku online dan melihat postingan itu.” Joohee lebih santai ketika berbicara pada Daehwi.
Jihoon tersenyum. “Karena itu, aku berterima kasih pada kalian berdua.”
“Oya, Luna Seonbae udah kasih tahu soal belanja?” Daehwi merubah topik.
Jihoon mengerutkan kening. Mengingat-ingat belanja apa yang dimaksud Daehwi. Joohee memperhatikan reaksi Jihoon.
“Pasti belum ya? Tapi, tadi Dio Seonbae bilang kalau sebaiknya kita lekas belanja. Dia belum ketemu Luna Seonbae, katanya. Lagian siapa menduga situasi bisa menjadi begini kacau.”
Joohee mengerjapkan kedua matanya yang masih memperhatikan Jihoon.
“Oh untuk tim Persatuan Murid Asing ya?” Jihoon baru ingat tentang kelompok tari dari murid asing itu.
“Kupikir memang lebih baik sekarang sih. Maksudku dalam waktu dekat ini. Kalian kan masih jadi sorotan, kalau kalian akrab-akrab aja pasti itu yang bikin kacau makin kesel.” Daehwi kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Aku kapan aja bisa kok. Kesibukan kita hampir sama. Jadi, bisa di atur.”
“Ya juga sih. Eh itu kan geng Luna Seonbae.” Daehwi melihat Jisung, Sungwoon, dan Woojin masuk ke kantin. “Tapi, Luna Seonbae kok nggak ada? Minus Ong Seongwoo Seonbae juga.”
Jihoon dan Joohee ikut memperhatikan. Jihoon meraih ponselnya. Ia hendak menghubungi Luna.
“Eh, itu dia Luna Seonbae. Wah, sudah tidak canggung lagi berada dekat dengan Rania Seonbae di depan umum.” Daehwi tersenyum melihat Luna dan Rania datang ke kantin bersama. Di belakang dua gadis itu ada Jaehwan dan Jinyoung. “Kalau Hwang Minhyun Seonbae bergabung, bisa tambah heboh tuh.” Daehwi melanjutkan komentarnya.
“Mungkin haters itu iri melihat Luna Seonbae punya banyak teman. Dia populer, wajar saja jika punya teman banyak, kan? Apa salahnya jika Luna Seonbae orang Asia Tenggara? Toh nilai yang di dapat memang hasil kerja kerasnya.” Tiba-tiba Joohee berbicara panjang.
“Wah, Joohee mengikuti komentar di postingan itu ya?” Jihoon dibuat heran. Joohee pun tersipu.
Jagiyaku ini hobi membaca. Termasuk membaca komentar.” Daehwi menggoda.
“Aku tidak suka pada orang rasis. Komentar-komentar kebencian itu benar-benar kejam. Apa Luna Seonbae membacanya? Pasti semua ini sangat berat untuknya. Andai saja aku punya Death Note. Akan kutulis semua nama yang membuat komentar kebencian itu.”
“Wow! Joohee ada jiwa psikopat?” Jihoon kembali dibuat heran.
“Biasanya cewek pendiam emang rada psikopat.” Daehwi berbisik. Ia segera mendapat hadiah pukulan manja di lengan kirinya dari Joohee.
Jihoon tersenyum melihat sepasang kekasih di depannya itu. Kemudian, sepasang mata indahnya menangkap sosok Kim Jiyoon yang sedang makan di kantin. Ia tak paham sejak kapan seniornya itu duduk di sana. Ia tak mau peduli andai pemuda itu tak sedang fokus menatap antrian murid yang berbaris untuk mengambil menu makan siang. Dalam antrian itu ada Luna dan teman-temannya. Ia paham kepada siapa mata Kim Jiyoon terfokus. Ekspresi Jihoon berubah memberengut. Emosinya pun mulai meningkat. Ia mengepalkan kedua tangannya. Berusaha keras meredam emosinya.
***

Luna menerima pesan dari Dio. Dio memintanya segera berbelanja untuk kebutuhan tari yang akan mereka tampilkan. Sebelumnya Daehwi juga mengirim pesan tentang Dio yang tidak sengaja bertemu dengannya dan membahas tentang rencana belanja. Dio menagih bantuan Joohee. Karena hari ini ada jadwal berlatih dengan Klub Teater, Luna berniat membahas tentang hal itu usai latihan saja.
Biasanya ia tiba lebih dulu di basecamp Klub Teater. Tapi, hari ini Luna pergi bersama Jisung. Di kelas, Sungwoon berpesan agar Luna tak ditinggalkan sendirian. Jadi, secara bergantian Squad Moon Kingdom menemaninya. Sebenarnya ia merasa risih. Tapi, ia kalah suara. Jisung, Seongwoo, dan Woojin menyetujui usul Sungwoon. Jadilah Luna kembali bersikap, terserah kalian.
Suasana di dalam Klub Teater agak canggung. Luna berusaha mengabaikannya. Ia fokus untuk berlatih bersama para pemain yang terpilih untuk pertunjukan. Ia melihat Jihoon yang santai. Setiap kali melihat kekasih palsunya itu, ada rasa bersalah yang merayapi hatinya.
Karena ada Jihoon, selesai latihan Jisung langsung meninggalkan Luna. Daehwi pergi untuk menjemput Joohee. Luna dan Jihoon masih berberes di basecamp.
Brak! Pintu basecamp di buka dengan kasar. Menyita perhatian Jihoon dan Luna yang sedang merapikan barang-barang yang usai digunakan untuk latihan. Sosok Daerin muncul di ambang pintu. Luna meletakkan barang di tangannya kembali ke tempatnya. Seongwoo muncul di belakang Daerin. Ia membujuk Daerin, meminta gadis itu untuk bersikap tenang. Daerin mengabaikan Seongwoo. Dengan langkah lebar-lebar ia berjalan mendekati Luna. Seongwoo pun terus mengikuti di belakangnya.
Melihat Daerin mendekat, Jihoon pun segera mendekati Luna. Ia berdiri di samping kanan Luna. Bersiap melindungi gadis itu jika tiba-tiba saja Daerin melakukan serangan.
Luna tetap tenang di tempatnya berdiri. Menunggu Daerin yang semakin dekat kepadanya. Ia tidak tahu kenapa gadis itu tiba-tiba muncul dengan mendobrak pintu basecamp Klub Teater. Yang jelas, Luna menangkap amarah di wajah ayu Daerin.
Daerin berhenti jarak selangkah tepat di depan Luna. Seongwoo berhenti di samping kanannya. Pemuda itu serba salah. Ia menatap Daerin, lalu Luna, dan kembali pada Daerin. Jihoon mengerutkan kening melihatnya.
Luna diam menunggu Daerin bicara.
“Bagaimana kau bisa berakting setenang ini setelah membuat masalah besar?” Daerin buka suara.
“Sudah kubilang akan kubereskan sendiri untuk kali ini.” Luna merespon.
Kening Jihoon berkerut semakin dalam melihat bagaimana Daerin dan Luna berinteraksi. Nada bicara Daerin tenang, namun jelas terlihat di wajahnya jika ia sedang marah.
“Bereskan? Ya! Kenapa kau bawa-bawa dia?” Nada suara Daerin sedikit meninggi.
“Bukankah aku sudah menjelaskan padamu? Semua ini di luar dugaan.”
“Kenapa kau bisa ceroboh sekali Kucing Hitam? Aku tidak bisa diam karena kamu menyeret Kang Daniel dalam masalahmu!” Emosi Daerin meluap.
Jihoon dan Seongwoo sama-sama terkejut karena mendengar Daerin menyebut nama Daniel. Keduanya kompak menatap Daerin yang terengah-engah. Berusaha mengatur napasnya yang menjadi tak beraturan karena emosi.
Neo jugeullae?” Daerin mengancam dan maju semakin dekat pada Luna.
***

Catatan:
Neo jugeullae: kau mau mati ya?

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews