Fly High! - Tiga Belas
05:08Fly High!
Tiga Belas
(Al) Mag
kkeullyeo deo nal danggyeojwo Baby
I’m feelin’ so
energetic
(Oi)
Neowa danduri Out of control Yeah
I’m feelin’ so
energetic
Aku kepincut,
tarik aku lebih Baby
Aku merasa sangat
enerjik
Malam ini, kita
berdua diluar kendali Yeah
Aku merasa sangat
enerjik
Al dan Oi menyelesaikan lagu terakhir, Wanna One - Energetic. Gia dan Meyra kompak bertepuk tangan.
Hari ini Al dan Oi melakukan gladi bersih untuk persiapan penampilan live mereka di siaran langsung I Love Asian hari Selasa nanti.
“Ini lebih bagus dari di video lho!”
Gia memuji.
“Doain aja ntar pas nyanyi di studio
bisa sebagus ini.” Oi meminta bantuan doa.
“Aamiin.” Al, Gia, dan Meyra kompak
mengamini.
“Gia instal Smule dong. Biar kita bisa nyanyi bareng.” Oi meminta Gia turut memasang
aplikasi Smule agar bisa bernyanyi
bersama.
“Iya. Ntar kita bikin comeback AOG. Eh, debut ya?” Al
mendukung usulan Oi.
“Mey Eonni ntar jadi manajernya. Kita grup indie. Kayak Jaehwan.” Oi
terkikik menutup mulut dengan telapak tangan kanannya. Kim Jaehwan adalah salah
satu trainee indie saat mengikuti
ajang Produce 101 season 2. Ia lolos
menjadi salah satu dari 11 pemenang dan debut bersama Wanna One.
“Jadi, beneran di Smule ada game kayak gitu? Agensi dan grup bentukannya?” Tanya Gia.
“He’em. Aku dan Al gabung satu agensi.
Kami ada di satu girl group virtual
di Smule. Ntar kalau ada kamu, biar
Mey Eonni yang bikin kolab grup buat
debut atau comeback AOG.”
“Zaman kalian enak. Ada aplikasi Smule. Zamanku dulu kalau rekaman pakek
hape. Kalau nggak gitu pakek laptop. Kalau dari hape, kudu di convert dulu biar file nya jadi mp3. Lalu,
diunggah di 4shared. Dulu yang paling
tren 4shared. Trus, bagiin link biar orang download atau dengerin cover
sing kami.” Meyra membagi pengalamannya yang pernah tergabung menjadi
anggota girl group virtual di Facebook.
“Mbak Mey pernah jadi anggota girl group virtual?” Gia kaget.
“He’em. Tahun berapa ya… 2010-2012
kalau nggak salah inget.”
“Wah…” Gia terkesima.
“Dulu Mbak Mey kalau rekaman nunggu
hari Jumat. Pas orang pada jumatan. Kan jalan sepi tuh. Nah, dia kunci diri di
kamar. Nyetel musik keras-keras, lalu nyanyi. Budhe udah tahu kalau Mbak Mey
rekaman. Pernah aku ikutan. Di kamar nggak boleh bikin suara. Jadinya aku diem
nonton Mbak Mey nyanyi dan direkam di hape.” Al yang menjadi saksi aktivitas
Mey ketika masih aktif menjadi anggota girl
group virtual turut membagi pengalaman.
Salah satu aktivitas fangirl Kpop adalah mengikuti permainan
virtual yaitu bergabung dalam sebuah agensi virtual untuk menjadi grup virtual.
Walau hanya di dunia maya, agensi yang dibentuk oleh fangirl memiliki struktur administrasi seperti agensi sebenarnya.
Agensi memiliki CEO dan manajer untuk grup yang akan debut.
Untuk member grup pun sama seperti
idola Kpop. Mereka melalui masa trainee sebelum akhirnya terpilih untuk
di satukan dalam satu grup dan debut. Member grup yang sudah terbentuk pun
memiliki posisi masing-masing seperti leader,
main vocal, lead vocal, sub vocal, main rapper, lead rapper, dan sub rapper.
Setelah terbentuk, grup akan
mendapat tugas menyanyi dari CEO agensi. Selain tugas bernyanyi bersama grup,
ada juga tugas menyanyi solo. CEO bertugas menentukan lagu dan membagi lirik
untuk grup yang berada di bawah naungan agensinya. Sedang manajer bertugas
membagikan tugas itu dan mengawasi aktivitas para member grup. Lalu,
mengumpulkan lagu saat tanggal yang ditentukan tiba.
Karena bersifat virtual, komunikasi
di bentuk di sosial media seperti Facebook
dan Twitter. Fangirl yang menjabat sebagai CEO, manajer, dan member grup selalu
aktif dalam komunitas mereka. Karena update
tugas dan sejenisnya di lakukan di sana.
“Dulu tuh paling susah kalau dapat
tugas nyanyi barengan. Duet atau grup. Susah ngrekamnya. Karena media yang
dipakek beda, ada laptop, ada hape, kualitas hasil rekamannya seringnya
berakhir hancur. Udah susah payah, hasil akhirnya bikin kecewa. Nyesek banget,
kan. Karena kami nggak tinggal di kota yang sama.
“Kalau grupku, kebetulan yang tiga,
aku dan dua temanku tinggal di Malang. Dua di Bekasi, dan dua di Tangerang.
Tapi, yang di Tangerang itu satu jadi member, satu jadi manajer. Dan, ada satu
solois di agensi kami. Anak Pemalang. Nah, kalau dapat proyek grup daru CEO
yang susah. Susah buat rekamannya.
“Akhirnya tugas kami selalu dibagi
solo dan duet untuk yang tinggal di kota yang sama. Temenku yang satu nggak
pernah ikutan nyanyi walau gabung grup. Akhirnya dia keluar dan digantiin sama
temen yang ada di Bekasi itu. Jadinya duetnya dari member Malang, aku dan
temenku. Dan, Bekasi. Kalau yang di Tangerang selalu solo proyeknya.
“Apalagi dulu CEO kami itu bule.
Disiplin banget. Nggak hanya itu, aktivitas kami di sosial media pun dipantau.
Kami nggak boleh bikin postingan kasar dan sejenisnya. Itu bikin skandal. Soal
tugas juga disiplin banget. Apalagi posisiku leader, kan. Jadinya makin tegas kalau ke aku.
“Waktu aku bikin masalah di tahun
2012 sama sesama fangirl yang sampai
libatin seluruh member. Jadi macem war
gitu antara kubu pendukungku dan kubu perusuh itu. Aku pun langsung ditegur.
Ah! Aku jadi curhat. Maaf ya.” Meyra tersipu malu.
“Wah…” Lagi-lagi Gia terkesima.
“Untung agensi kami nyantai ya
orangnya.” Oi merasa lega.
“Kalau sekarang kan enak. Ada Smule. Mau nyanyi grup pun bisa.
Syaratnya semua kudu punya aplikasinya aja.” Meyra melanjutkan.
“Mbak Mey kembali aktif sama grupnya
di Smule?” Gia penasaran.
“Cuman aku, temenku yang di Malang,
dan solois yang ada di Pemalang. Lainnya udah pada vakum. Udah ada yang nikah
juga membernya.”
“Trus, Mbak Mey gabung agensi kayak
Al dan Oi?”
“Nggak. Takutnya ntar aku nggak bisa
penuhi tugas nyanyi dari agensi. I’m free
singer now. Hahaha.” Meyra tergelak.
“Idol
senior mah bebas.” Oi menggoda. “Makanya kamu buruan instal Smule, Gi. Ntar kita kenalin AOG dan Mey
Eonni sang idol senior yang tak lain adalah founder AOG.”
“Tapi, suaraku jelek. Nggak kayak
kalian.”
“Suara kami juga ancur kali. Nggak
papa ntar part nyanyi kan bisa dibagi.”
“Kalau grup itu enaknya bisa digotong.
Tugasnya dibagi-bagi. Yang kita nggak bisa, ntar dinyanyiin member lain.” Al
turut memberi dukungan agar Gia membuat akun di Smule.
“Oke deh. Ntar aku instal.” Gia
akhirnya setuju.
“Ntar kalau kalian mau bikin kolab
video juga bisa.” Meyra menyebutkan fasilitas video yang disediakan Smule.
“Ogah Eonni. Di zoom mukanya
soalnya.” Oi menolak.
“Iya sih. Videonya bikin cover dance aja.”
“Udah!” Oi semangat. “Kami sepakat
buat belajar dance I.P.U.”
“Wanna
One yang I Promise You ya? Wah,
bagus! Lanjutkan!”
Al, Oi, dan Gia kompak tersenyum.
Meyra merasa bangga melihat ketiganya.
***
Senin, saat jam istirahat akan berakhir. Arwan dan Fuad juga
beberapa siswa berkumpul di meja Al dan Oi. Mereka membahas soal esok. Besok Al
dan Oi akan siaran langsung di acara I
Love Asian. Ada yang menyarankan Al dan Oi mengajukan izin hari ini saja.
Dengan menjelaskan secara detail bahwa mereka akan siaran langsung di acara I Love Asian.
Namun, ada yang menyampaikan
pendapat hingga membuat usulan izin hari ini saja menjadi diragukan. Pendapat
itu mengatakan kemungkinan pihak sekolah—tim Tata Tertib—tidak akan memberikan
izin. Walau besar kemungkinan pihak sekolah telah tahu jika video penampilan Al
dan Oi viral, tapi kecil kemungkinan pihak sekolah akan memberikan izin pulang
lebih awal pada Al dan Oi. Alasannya, video itu tidak membawa nama baik
sekolah.
Ada pula yang mengusulkan agar Al
dan Oi membolos saja. Masalah di sekolah dipikirkan belakangan. Yang penting
ada surat izin, pihak sekolah tentu tidak bisa menekan atau memberikan sanksi
pada Al dan Oi.
“Padahal sekolah ini kan mendukung
minat dan bakat murid. Nah, video itu kan masuk minat dan bakat murid. Harusnya
mereka memberi izin.” Keluh Jia.
“Itu kan hanya kemungkinan. Tapi,
emang bisa aja terjadi sih.” Nurul jadi ikut meragu.
“Dulu aku pernah minta izin pulang
duluan dengan alasan mau ikutan karnaval kampung. Dikasih izin.” Fiki membagi
pengalamannya.
“Itu acara tahunan. Acara nasional.
Jelas dikasih izin lah. Kamu goblok apa geblek sih?” Jia mengolok.
“Wan, kamu nggak bisa gitu bantu?
Fuad?” Fiki bertanya pada Arwan dan Fuad yang menjadi anggota OSIS dan MPK.
“Bisa bantu ngomong. Bantu kasih
penjelasan. Tapi, izin kan tetep TATIB yang ngeluarin.” Arwan siap membantu.
Namun, tidak menjajikan keberhasilan.
“Iya juga sih. Susah nih.” Jia
terlihat frustasi.
“Kalian punya rencana?” Tanya Lila
sembari menatap Al.
Al sudah membuka mulutnya hendak
menjawab. Namun, Eri yang duduk di bangkunya lebih dulu bersuara.
“Izin kayak gitu nggak bakalan
gampang. Yakin, pasti TATIB bakalan komentar, ngono iku opo?” Eri tersenyum mencibir.
“Kalau emang reaksinya gitu, bikin
viral aja sekalian. Udah 2019 moso masih
ada aja penjegalan bakat.” Jia dengan lirih.
“Bagus tuh. Kan kalian udah jadi
perhatian. Kalau kalian ungkap ke sosmed, pasti bakalan jadi perhatian.” Rifqi
setuju.
“Nggak ah. Aku nggak mau jelekin
nama sekolah.” Oi menolak.
“Apa mau aku bantu?” Eri kembali
bicara. “Aku kenal baik sama salah satu guru yang jadi tim TATIB.”
Semua yang berkerumun di sekitaran
bangku Al dan Oi diam dan menatap Eri. Begitu juga Al dan Oi.
“Bilang aja kalau butuh bantuan.” Eri
dengan percaya diri. Merasa dirinya penting dan sangat dibutuhkan Al dan Oi.
Bel tanda jam istirahat selesai
berdering. Murid yang berkumpul di sekitaran meja Al dan Oi mulai membubarkan
diri. Beberapa dari mereka bergumam. Mengomentari sikap Eri. Lalu, mereka duduk
di bangku masing-masing. Kelas pun penuh. Semua murid duduk di bangkunya.
Menunggu guru yang akan memberikan materi.
Satu guru laki-laki masuk ke dalam kelas
XI-IPA2. Guru yang akan mengajar mata pelajaran Fisika. Pelajaran pun dimulai.
Murid-murid menyimak penjelasan guru di depan kelas. Lalu, terdengar suara
ketukan di pintu. Seperti di komando, semua pun menatap pintu yang tertutup tak
rapat itu.
Pintu pun terbuka dan Bu Tutik masuk
ke dalam kelas. Murid-murid kelas XI-IPA2 saling berbisik. Bertanya ada apa
gerangan. Bu Tutik tidak pernah menyela jam pelajaran guru lain. Tapi, hari ini
Bu Guru Nyentrik itu tiba-tiba muncul dan menyela pelajaran Fisika yang sedang
berlangsung.
Di depan kelas, Bu Tutik berbicara
dengan Pak Toni. Guru Fisika yang sedang mengajar. Setelah Pak Toni
mempersilahkan, Bu Tutik pun berpindah ke bagian tengah di depan kelas. Menatap
murid-murid yang menjadi tanggung jawabnya di kelas XI-IPA2.
“Maaf, mengganggu sebentar. Besok
saya tidak ada jadwal mengajar dan kebetulan ada keperluan keluar. Jadi, saya
sengaja datang sekarang untuk menemui kalian.” Bu Tutik mulai menyampaikan
maksud kedatangannya yang menyela pelajaran di kelas XI-IPA2.
“Saya rasa kalian sudah tahu kalau
besok Al dan Oi akan siaran langsung di acara I Love Asian.”
Murid-murid terkejut mendengarnya.
Mereka tak menyangka wali kelas mereka juga tahu akan hal itu. Padahal tak satu
pun dari mereka yang memberi tahu. Rencananya besok pagi ketua kelas akan
menemui Bu Tutik dan memberi tahu tentang jadwal siaran Al dan Oi. Tapi,
rupanya Bu Tutik sudah tahu perihal itu.
“Sebagai wali kelas, saya merasa
bangga. Karya anak didik saya diapresiasi hingga viral dan mendapat undangan
siaran langsung di salah satu radio terbesar di kota kita tercinta, Malang.
Saya mendukung Al dan Oi untuk siaran besok. Inshaa ALLOH, saya bakal dengerin
siarannya juga.”
Bukan hanya Al, Oi, dan gengnya yang
senang mendengar dukungan yang diberikan Bu Tutik. Guru Matematika itu memang
terkenal sedikit killer. Sangat
disiplin soal pelajaran. Namun, wanita yang sudah sepuh itu pun sangat
perhatian pada anak didiknya. Beliau selalu mendukung minat dan bakat
murid-murid yang menjadi tanggung jawabnya.
Hampir seluruh murid kelas XI-IPA2
menunjukkan ekspresi senang. Kecuali Eri. Ia merasa jengkel. Ketika ia lolos
audisi SMA Wijaya Mencari Bakat, Bu Tutik memberinya selamat dengan menghampiri
ke bangkunya dan dengan suara lirih. Tidak di depan kelas dan dengan suara
lantang seperti itu. Ia merasa iri pada Al dan Oi.
“Semangat ya Al, Oi. Saya bakal
dengerin siaran kalian lho!” Bu Tutik memberikan dukungan.
Al dan Oi kompak bangkit dari
duduknya. Lalu, mengucap terima kasih sembari membungkukkan badan.
“Kemarilah!” Bu Tutik meminta Al dan
Oi maju ke depan kelas.
Al dan Oi saling melempar pandangan.
Lalu, keduanya berjalan berurutan, maju ke depan kelas. Al berjalan di belakang
Oi.
Bu Tutik tersenyum menyambut Al dan
Oi. “Karena besok saya nggak ada di sekolah, jadi saya berikan ini sekarang
untuk kalian.” Bu Tutik memberikan satu lembar kertas berbentuk persegi yang
kira-kira berukuran 7x7cm, satu pada Al, satunya lagi pada Oi.
Al dan Oi yang menerima kertas itu
segera membaca tulisan dalam kertas buram berukuran 7x7cm itu. Isinya adalah
izin bagi Al dan Oi untuk meninggalkan sekolah lebih dulu.
“Ibu ini…” Oi mengangkat kepala dan
menatap Bu Tutik. Kedua matanya berkaca-kaca.
“Iya. Surat izin untuk kalian. Jadi,
besok kalian bisa langsung minta izin pergi. Jam 1 ya kalian mau berangkat?”
“Terima kasih, Ibu!” Oi menghambur
dan memeluk tubuh mungil Bu Tutik. Ia menangis karena merasa terharu, juga
bahagia.
Walau awalnya terkejut, Bu Tutik pun
akhirnya membalas pelukan Oi. Tubuhnya yang mungil tenggelam dalam pelukan Oi yang
bongsor.
Al tersenyum dan mengusap air
matanya yang menetes. “Terima kasih, Ibu.” Ia pun tak lupa mengucap terima
kasih pada Bu Tutik.
Murid-murid kelas XI-IPA2 pun
bertepuk tangan. Membuat isi kelas gaduh. Pak Toni pun turut bertepuk tangan.
Takut menjadi pusat perhatian, Eri pun turut bertepuk tangan walau
malas-malasan.
***
“Satu masalah vital beres sudah! Aku nggak nyangka Bu Tutik
secara pribadi bantuin kalian. Simpen baik-baik surat izin itu ya. Itu kertas
mantra yang bisa membebaskan kalian besok.” Jia antusias.
“Aku kaget Oi nangis di depan
kelas.” Aning keheranan melihat tingkah Oi. Gadis yang biasanya selalu ceria
itu tiba-tiba tidak bisa menahan tangisnya.
“Sama, Ning. Malah Al yang bisa
mengendalikan diri. Walau nangis juga. Tapi, nggak sampek meluk Bu Tutik di
depan kelas.” Nurul setuju dengan Aning.
“Aku terharu tahu! Sumpah aku tuh
pusing mikirin izin. Tapi, tiba-tiba aja Bu Tutik datang. Bak malaikat dan
menolong kami. Untung aja Bu Tutik cewek. Jadi, aku peluk aja.” Oi membela
diri.
“Kalau cowok?” Tanya Nurul iseng.
“Aku akan menyentuh kaki beliau,
seperti dalam film India. Lalu, mencium tangan beliau, seperti adat kita.”
Nurul tercenung sejenak, lalu
tersenyum takjub. “Tadi kamu juga nyium tangan Bu Tutik ya. Al juga.”
“Sekalian minta restu. Biar besok
lancar. Restu ortu ditambah restu guru. Inshaa ALLOH besok lancar.”
“Aamiin.” Nurul, Jia, Al, dan Aning
kompak mengamini.
“Mungkin Bu Tutik tau kali ya? Kalau
kita galau soal surat izin. Atau udah tahu ribetnya minta surat izin.” Jia menduga-duga.
Al tersenyum mendengarnya.
“Kenapa Al?” Tanya Nurul yang
menyadari ekspresi Al.
“Itu kerjaan Mbak Mey.” Al
membongkar rahasia di balik bantuan tiba-tiba yang diberikan Bu Tutik.
Jia, Oi, Nurul, dan Aning tercenung
menatap Al.
“Jadi gini, aku curhat ke Mbak Mey
tentang kemungkinan sulitnya minta izin. Lalu, aku minta Mbak Mey minta bantuan
ke Bu Tutik. Karena, hanya Bu Tutik harapan kami. Bu Tutik guru senior yang
lumayan disegani. Kalau Bu Tutik mau mendukung, aku yakin surat izin pasti bisa
di dapat dengan mudah.
“Mbak Mey ngajakin aku ke rumah Bu
Tutik. Kami curhat di sana. Mbak Mey pinter banget kalau suruh bikin seneng ati
orang. Bu Tutik merasa senang sama kunjungan kami. Lalu, bersedia membantu.
Dan, tadi beliau menepati janjinya.” Al menjelaskan kronologi meminta bantuan
pada Bu Tutik.
“Pantesan. Seonbae[1]
yang maju.” Jia merasa wajar jika Bu Tutik tiba-tiba membantu. Ternyata ada
gerakan gerilya untuk meminta bantuan yang dilakukan Al dan Meyra.
“Kok aku nggak diajak?” Oi protes.
“Mbak Mey ndadak ngajaknya. Habis
Maghrib kami ke rumah Bu Tutik. Untung beliau ada di rumah.”
“Iya sih. Beliau emang jarang di
rumah. Sibuk terus. Selain ngajar di sekolah kita, beliau kan ngajar bimbel
juga. Di itu tuh salah satu lembaga bimbel terkenal di kota kita.” Aning yang
merupakan tetangga Bu Tutik membongkar kebiasaan Bu Tutik.
“Kok aku jadi kepikiran Eri ya? Dia
pasti merasa ditampar. Dengan pedenya nawarin bantuan ke Al dan Oi. Tapi, duar!
Tiba-tiba Bu Tutik datang dengan membawa kertas mantra pembebasan untuk Al dan
Oi. Mampus nggak tuh anak.” Jia kemudian terbahak.
“Sekarang kita pulang yuk! Al dan Oi
kudu istirahat. Biar besok fit dan bisa tampil dengan baik.” Nurul bangkit dari
duduknya.
Gadis-gadis yang sedang berkumpul di
bangku yang berada di bawah pohon jambu biji di dekat laboratorium itu pun
turut bangkit dari duduknya. Lalu, bersama-sama berjalan untuk pulang.
***
0 comments