AWAKE "Rigel Story" - Bab VI

04:25

AWAKE - Rigel Story
 


Bab VI


Rona merah masih tersisa di wajah Esya. Ia pun masih merasakan wajahnya memanas. Senyum Hanjoo sukses membuatnya merasa tenang sejenak. Ia yakin Hanjoo dan Rigel akan menemukan Hojoon.
“Duduklah!” suara pemuda itu membuyarkan lamunan Esya. Esya mengalihkan pandangan pada Kevin yang sudah menarik kursi untuknya.
“Sepertinya ini akan memakan waktu lama. Sebaiknya kau menunggu di sini.” Kevin menambahkan.
Esya tersenyum malu-malu. Lalu duduk di kursi yang disiapkan Kevin untuknya. Di dalam kantor Dewan Senior hanya tersisa dirinya, Kevin, dan Nicky.
“Jangan khawatir soal temanmu. Aku yakin dia baik-baik saja.” Nicky ikut bicara. Mencoba menenangkan Esya.
“Aku percaya pada Rigel. Mereka pasti menemukan Hojoon. Aku percaya pada Kak Rue, Kak Dio, Kak Byungjae dan Kak Hanjoo.” nada suara Esya terdengar sedikit gemetar.
Senyum terkembang di wajah Nicky ketika mendengar Esya menyebut nama Rigel.
“Kamu Orion?”  sahut Kevin.
Esya tersenyum dan mengangguk.
Kevin tersenyum lebar. “Kamu nggak salah mengidolakan Rigel. Oya, tadi kamu bilang teman kamu itu penakut banget ya?”
Esya mengangguk antusias. “Dia pernah punya pengalaman buruk saat berada di luar di malam hari.”
“Iya kah? Apa itu? Kalau boleh tahu sih.” Kevin penasaran. Nicky pun menyimak.
“Waktu dia kelas lima SD, dia diajak main di taman sepulang les. Di tengah permainan, listrik padam. Teman-temannya meninggalkan Hojoon di taman. Sejak saat itu Hojoon jadi agak takut kalau ada di luar malam-malam. Terlebih saat gelap.”
“Harusnya temanmu ngomong jujur soal ini. Jadi, dia nggak usah ikut jurit malam. Trauma itu masalah serius.” Nicky menanggapi.
“Saya sudah bilang agar dia tidak ikut jurit malam. Tapi, dia bilang dia baik-baik aja.”
“Aku udah kirim pesan pada Rue. Tentang kondisi temanmu yang takut gelap.” Kevin sibuk dengan ponselnya.
“Kamu tenang ya. Kita tunggu kabar dari Rue.” Nicky kembali menenangkan.
Esya hanya menganggukkan kepala. Ia masih terlihat canggung. Walau tak ada Hanjoo di dalam kantor itu. Tapi, ada Kevin dan Nicky yang menemaninya. Dua senior tampan berwajah bak visual boy band itu tentu saja membuatnya gugup dan canggung.
***

“Setahu saya dia takut hantu, Kak. Tadi, waktu makan malam, saya cerita soal kisah seram sekolah kita. Mukanya langsung pucat.” Axton menutup penjelasannya di depan Rue. Ia menjelaskan kronologi bagaimana Hojoon terpisah dari kelompoknya. Tak hanya itu, ia pun menambahkan kelemahan Hojoon yang ia tahu.
Rue mendengarkan, tapi tatapannya terfokus pada pohon berukuran sedang yang berada di belakang Axton dan rekan satu kelompoknya. “Kenapa kalian milih tempat ini sebagai pos sih?!” Rue bertanya pada rekannya sesama Dewan Senior yang berjaga di pos tujuh.
“Bukan aku yang nentuin pos. Kenapa?” siswi berambut pendek sebawah telinga dan berkulit sawo matang itu balik bertanya.
“Nggak papa. Sekarang kalian balik aja. Bawa junior kita balik ke sekolah.” Rue memberi perintah.
“Kalian akan melakukan pencarian sendiri?”
“Kami akan berpencar. Kami butuh dua relawan sebenarnya. Untuk menemani aku dan Rue.” Hanjoo menyela.
“Aku fine pergi sendiri.” sahut Rue. “Satu relawan saja untuk nemenin Hanjoo. Lainnya temani adik kita kembali ke sekolah. Hanya mereka yang tersisa kan?”
“Iya. Dua kelompok terakhir sudah lewat. Penjaga di tiga pos terakhir juga sudah kami beri tahu tentang kabar hilangnya salah satu peserta.” jawab pemuda bertubuh jangkung dan kurus dengan rambut ikal.
“Semua harus kembali ke sekolah.” Rue kembali memberi perintah.
“Ini udah hampir tengah malam Rue. Bukan ide baik kalau kamu melakukan pencarian sendirian.” Dio meragukan keputusan Rue.
“Aku setuju. Kamu mungkin nggak takut hantu. Tapi, gimana kalau ada orang jahat? Kita di kelilingi perkebunan tebu. Dan, kita nggak pernah tahu apa yang ada di balik rerimbunan tebu itu.” gadis berkulit sawo matang mendukung Dio.
“Kita berdelapan. Bagaimana kalau dua senior saja yang mengawal para junior ke pos berikutnya dan kembali ke sekolah? Enam sisanya melakukan pencarian.” Byungjae memberi usulan.
“Nah, aku setuju begitu.” Dio langsung setuju. Begitu juga senior yang lain.
“Oke! Dio, kamu dan Byungjae satu tim. Siapa yang mau menjadi patnerku?” Rue menunggu jawaban. Namun empat senior yang sebelumnya menjaga pos tujuh diam. Saling melempar pandangan.
“Aku yang akan pergi bersama Rue. Dua dari kalian menjadi satu tim. Bagaimana?” Hanjoo menengahi. “Aku rasa mereka keberatan pergi denganmu karena kamu bisa melihat hantu.” imbuh Hanjoo sembari melirik Rue.
Pernyataan Hanjoo dibenarkan keempat senior yang berjaga di pos tujuh. Lalu dua diantaranya menawarkan diri untuk membantu pencarian.
“Saat sampai di pos delapan, kami akan menyerahkan junior ke petugas pos delapan. Lalu, kami akan kembali untuk membantu melakukan pencarian.” ujar senior bertubuh jangkung.
“Oke!” Rue setuju. “Keep in touch, ya! Kita harus saling berhubungan.”
Dua senior mengawal Axton dan kelompoknya menuju pos delapan. Rigel dan dua senior yang tersisa kembali memeriksa peta rute jurit malam serta mencocokan informasi yang diberikan anggota kelompok Hojoon. Rue pun membagi tugas. Dio dan Byungjae, juga dua senior yang ikut bergabung dalam misi pencarian malam itu pun berpencar. Tinggal Rue dan Hanjoo yang tersisa di pos tujuh.
“Aku perhatikan dari tadi kamu liatin pohon itu terus. Ada sesuatu di sana?” tanya Hanjoo sambil menggerakkan kepala, menunjuk pohon yang berada tak jauh di depan mereka.
“Iya! Ada cewek genit duduk di sana.” Rue yang sibuk dengan ponselnya.
“Pantesan kamu fokus ke sana terus sejak datang. Cantik nggak ceweknya?”
“Mukanya pucet, nggak ada matanya. Kalau senyum giginya runcing-runcing.” Rue menjawab sambil mengotak-atik ponselnya.
Hanjoo bergidik ngeri mendengar penjelasan Rue. Dia mengusuk tengkuknya. “Bisa kita pergi sekarang?”
“Dia senyum-senyum ke kamu tuh!” Rue tanpa mengalihkan pandangan dari menatap layar ponselnya.
“Aku pikir dia bakal naksir Byungjae.” Hanjoo mulai.
“Tadinya sih iya.” Rue lalu mendesah.
“Kenapa?”
“Junior kita yang hilang ini punya trauma masa kecil. Kevin baru ngirim pesan.”
“Kevin apa Kak Nicky?”
Rue tersipu dan menyimpan ponselnya di saku. Ia mulai berjalan. Hanjoo menyusulnya, lalu berjalan di sampingnya.
“Dia pernah di tinggal di taman saat listrik padam.” Rue kembali memulai obrolan. “Kita harus cepat-cepat nemuin dia.”
“Kok nggak nanya cewek genit di pohon tadi? Mungkin aja dia tahu.” Hanjoo merespon.
“Kalau dia minta kamu sebagai ganti informasi, kamu mau nemenin dia di sana semalaman?”
“Amit-amit!”
“Makanya jangan ngawur! Ya ampun! Aku lupa!” Rue menghentikan langkah ketika mereka tiba di persimpangan jalan. “Di sini ada persimpangan. Kita berpencar aja gimana?”
“Kamu serius? Nekat mau jalan di tengah kebun tebu?”
“Nggak ada pilihan. Aku khawatir junior kita kenapa-napa.”
“Hanjoo mendesah. “Kamu terus aja. Aku yang belok kanan. Jalan beraspal lebih baik buat kamu. Tetap aktifkan ponselmu. Segera hubungi aku kalau kamu ketemu orang jahat.”
“Kitten Joo! Lingkungan sekolah kita ini aman dari pencuri dan sejenisnya.”
“Hanya jaga-jaga saja. Kita nggak pernah berburu dalam kondisi terpisah.”
“Aku tahu. Nunggu bantuan malah bikin aku nggak tenang karena kepikiran junior kita yang hilang. Semoga aja nggak ada anjing muncul dari rerimbunan pohon tebu. Itu benar-benar mimpi buruk.
“Kalau gitu, kita pergi sama-sama aja. Kita ke arah kanan dulu. Kalau di sana nggak ada, kita balik dan ganti ke arah kiri.”
“Nggak efektif tahu! Udah nggak papa. Kita pisah di sini. Kita adalah Rigel. Semua pasti akan baik-baik aja. Kamu percaya aku kan?”
Hanjoo menganggukkan kepala namun tampak ragu.
“Jangan ragu Kim Hanjoo! Aku juga percaya kamu. Kita mulai. Oke?” Rue membalikan badan, membelakangi Hanjoo lalu berjalan.
Hanjoo menghela napas panjang. Lalu berjalan menuju ke arah kanan sesuai perintah Rue.
***

Rue menggenggam erat senter di tangannya. Gelap. Hanya ada rerimbunan pohon tebu di sisi kanan dan kiri jalan yang sedang ia tempuh. Gemberisik daun tebu yang saling bergesekan karena angin membuatnya selalu waspada. Ia tak takut pada hantu atau manusia malam seperti pencuri. Ia takut pada hewan yang bisa saja muncul dari dalam rerimbunan pohon tebu. Ular atau anjing misalnya.
Rue mempercepat langkahnya. Sebenarnya lorong yang terbentuk dari rerimbunan pohon itu tak terlalu panjang. Tapi, malam ini Rue seolah berjalan di dalam lorong yang berpuluh-puluh meter panjangnya. Karena gelap, dan ia sendirian. Rue menghela napas lega ketika ia melihat cahaya putih yang berasal dari satu-satunya lampu yang berada di jembatan usai jalan menurun. Ia menambah kecepatan langkah kakinya dan berhenti di puncak jalan menurun menuju jembatan.
Mata bulat Rue melebar dan berbinar. Ia melihat ada sesosok pemuda sedang berjongkok di bawah tiang lampu. Namun, pemuda itu menundukkan kepala dan menyembunyikan wajahnya. Rue tahu pemuda itu manusia. Bukan hantu. Dan ia yakin bahwa pemuda itu adalah Hojoon. Junior yang sedang ia cari. Bukan orang jahat atau bahkan orang gila yang biasa berkeliaran di jalan. Ia tahu di komplek sekolahnya itu hanya ada satu orang gila yang selalu berkeliaran. Orang gila yang selalu mengenakan kostum bak pejuang lengkap dengan segala atributnya.
Karena agak terburu-buru ketika berjalan di jalan menurun itu, Rue hampir terjatuh. Untung ia masih bisa memegang kendali atas keseimbangan tubuhnya. Ia menghela napas lega dan berhenti jarak satu langkah dari pemuda yang sedang berjongkok, menundukkan kepala, dan menyembunyikan wajahnya. Rue tersenyum lebar. Ia merasa lega melihat kostum putih-hitam yang dikenakan pemuda itu.
“Hey! Hallo! Apakah kau Jin Hojoon?” Rue langsung menyapa pemuda itu. Perlahan pemuda itu mengangkat kepalanya. Rue terperangah, kaget ketika bisa melihat wajah pemuda itu. Ia tak salah. Pemuda itu memang Hojoon yang ia cari. Yang membuatnya terkejut adalah wajah pucat pemuda itu. Sepertinya Hojoon sangat ketakutan.
“Ini aku, Rue. Kau aman sekarang. Tetaplah di dekatku. Aku akan menjagamu. Ayo, kita kembali ke sekolah!” Rue mengulurkan tangan kanannya. Ada gurat kelegaan di wajah pucat Hojoon. Bahkan mata sipit pemuda itu mulai berkaca-kaca.
Rue tersenyum manis. “Jangan takut. Ini aku, Rue. Aku akan menjagamu. Tetaplah berada di dekatku. Jangan takut. Aku akan menjagamu. Sekarang, ayo kita pulang.”
Hojoon masih menatap Rue. Perlahan ia mengulurkan tangannya. Meraih uluran tangan Rue yang kemudian membantunya untuk bangkit dan berdiri.
“Maafkan aku karena terlalu lama membiarkanmu di sini sendirian.”
Hojoon menggelengkan kepala. Sedikit menunduk dan mengusap kedua matanya yang berair.
“Mari kita kembali ke sekolah.” Rue berdiri dekat di samping kanan Hojoon.
Hojoon menganggukkan kepala. Kembali mengangkat wajahnya. Menatap Rue dan tersenyum samar. Rue tersenyum manis. Lalu keduanya berjalan beriringan. Bersama-sama menuju SMA Horison.
***

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews