Pasca siaran langsung Al dan Oi di program I Love Asian, ada gerakan protes kecil
dalam SMA Wijaya Kusuma. Siswi kelas XII yang menjadi anggota grup chat kaum
minoritas pecinta Kpop dan K-drama membuat permohonan pada pihak
sekolah agar Al dan Oi bisa tampil dalam pentas seni ulang tahun sekolah.
Pihak sekolah mempertimbangkan hal
tersebut. Diskusi panitia perayaan ulang tahun sekolah yang terdiri dari murid
dan guru pun digelar. Namun, lagi-lagi pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada
yang menolak. Pihak yang menolak sampai menghubung-hubungkan penampilan Al dan
Oi dengan kasus skandal idola Kpop
yang sedang ramai dibicarakan di sosial media dan portal berita online. Menurut pihak kontra, hal itu
akan membawa dampak buruk bagi murid. Demi menghindari pro dan kontra yang
semakin berbuntut panjang, panitia akhirnya memutuskan Al dan Oi tetap tidak
bisa tampil di sekolah. Anggota grup chat kecewa. Namun, Al dan Oi justru
bersyukur.
Keduanya sebenarnya sudah menolak
ide dari senior mereka itu. Namun, para anggota mendukung. Karena itu Al dan Oi
tidak punya pilihan lain selain diam. Ketika pihak kontra sampai menghubungkan
penampilan Al dan Oi dengan kasus skandal idola Kpop yang sedang panas dibicarakan, bukan hanya Al dan Oi yang
marah. Tapi, anggota grup chat juga geng Al dan Oi di kelas XI-IPA2. Bahkan,
Jia sempat emosi dan akan membeberkannya di sosial media. Al melarangnya.
Beruntung Jia bisa diluluhkan.
Sikap Eri tak berubah. Walau Al dan
Oi tak membongkar jati diri Eri sebagai orang yang terus mengolok keduanya
sebagai pecinta plastik dan udel ketika siaran di program I Love Asian. Gadis yang selalu peringkat pertama di kelas XI-IPA2
itu seolah tak tahu terima kasih. Ia masih saja memanggil Al dan Oi dengan
julukan lesbian pecinta plastik dan udel.
Al dan Oi tak ambil pusing. Tapi,
Jia yang emosi. Gadis bertubuh mungil itu terus saja mengatakan, Seharusnya kalian sebut saja nama Eri saat
siaran. Atau, kita buat postingan dengan menyebut akun Facebook Eri. Al yang telaten menenangkan Jia.
Teman-teman sekelas Al dan Oi pun
merasa senang. Karena ketika siaran langsung, Al dan Oi menyebut nama kelas
mereka dalam ucapan terima kasih. Mereka pun meminta Al dan Oi sabar dalam
menghadapi sikap Eri. Alih-alih berubah menjadi baik, Eri semakin menunjukkan rasa
tidak sukanya pada Al dan Oi. Terlebih setelah ada gerakan protes kecil dari
rekan-rekan yang ‘sejenis’ dengan Al
dan Oi. Bagi Eri, hal itu karena Al dan Oi tidak bisa menerima kenyataan bahwa
keduanya tidak lolos dan tidak bisa tampil dalam pentas seni ulang tahun
sekolah. Karenanya, ia yang lolos pun merasa pantas untuk mengolok Al dan Oi.
***
Al dan Oi mendapat giliran jaga di UKS saat jam istirahat.
Dari kelas, keduanya langsung menuju ke ruang UKS. Oi terkejut ketika masuk ke
dalam UKS. Al yang menyadari reaksi kaget Oi pun bertanya.
“Ada apa?” Al berbisik.
“Liat itu!” Oi menuding seorang
siswa yang sedang berbaring di salah satu ranjang di dalam ruang UKS.
Al mengamati siswa itu. “Kak Agung?”
“Iya.” Oi mendadak berseri-seri.
Lalu, dengan perlahan ia berjalan ke bagian belakang UKS yang menjadi basecamp ekstrakurikuler PMR.
Saat melewati ranjang tempat siswa
bernama Agung berbaring, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari tidurnya dan duduk.
Membuat Oi yang mengendap-endap kaget hingga spontan menghentikan langkah dan
menoleh ke arah kanan, menatap Agung dengan ekspresi kaget.
“Maaf, Kak.” Oi segera membungkukkan
badan dan meminta maaf. “Kakak istirahat lagi aja. Lagi nggak enak badan ya?”
“Udah jam istirahat?” Agung, siswa
kelas XII itu balik bertanya.
“Udah.”
“Oh.” Agung pun turun dari ranjang
dan memakai sepatunya.
“Kalau nggak enak badan, istirahat
aja Kak.”
“Nggak kok. Tadi cuman males ikutan
pelajaran.” Setelah selesai memakai kedua sepatunya, Agung langsung
meninggalkan UKS tanpa berpamitan pada Al dan Oi yang berada di sana.
Ruang UKS memang tidak pernah
dikunci saat jam sekolah aktif. Hal itu demi memudahkan siswa yang sakit untuk
beristirahat di sana. Jika jam istirahat belum tiba, ada guru BP yang
bergantian berjaga di UKS. Ketika jam istirahat tiba, gantian anggota PMR yang
berjaga. Walau termasuk sekolah favorit, SMA Wijaya Kusuma tidak memiliki
petugas khusus seperti perawat untuk menjaga UKS.
Oi terbengong di tempatnya berdiri.
Ia menatap Agung yang sudah keluar dari UKS dan berjalan menjauh.
Al yang sebelumnya berhenti di dekat
pintu pun mendekati Oi. “Beresin ranjangnya.” Ia menepuk pundak Oi.
Oi pun mendekati ranjang dan
merapikannya. Ia meraih bantal yang sebelumnya digunakan Agung. Tanpa ragu, ia
mengendus aroma bantal itu.
“Ih! Oi! Norak tahu!” Al memprotes
tindakan Oi.
“Baru parfumnya ketinggalan.” Oi
masih menghirup aroma parfum Agung yang tertinggal di bantal.
“Eling,
Oi! Dia pacar orang!”
“Ya tahu! Aku kan cuman kagum. Nggak
salah tho aku kagum ke Kak Agung?
Udah cakep, atlit pula!”
Sejak pertama melihat Agung saat
MOS, Oi memang sudah mengagumi kakak kelasnya itu. Menurutnya, Agung yang cuek
dan cool itu keren. Selain itu, Oi
selalu menyebut Agung tampan. Mirip aktor Teddy Syah. Prestasi non akademik
sebagai pemain sepak bola muda yang tergabung dalam salah satu klub sepak bola
di kota Malang menambah nilai plus Agung di mata Oi.
Tapi di mata Al, Agung adalah sosok
yang angkuh dan sombong. Al heran kenapa Oi bisa menyukai kakak kelasnya itu.
Agung menjadi kakak pendamping kelas Al dan Oi saat MOS. Sejak saat itu lah Oi
mengidolakan Agung. Sahabatnya itu sempat patah hati, bahkan sampai menangis
tersedu-sedu ketika tahu Agung sudah memiliki pacar. Walau pacar Agung sudah
lulus, kabar yang terdengar hubungan keduanya masih langgeng.
“Oi! Ntar kalau ada yang liat,
malu-maluin tahu!” Al kembali menegur Oi yang masih mengendus jejak Agung di
atas bantal.
“Iya iya!” Oi kesal. Ia meletakan
bantal dan menepuk-nepuknya dengan keras. “Jadi viral nggak bikin dia penasaran
sama aku gitu? Padahal banyak cowok yang PDKT sejak video kita viral.”
“Dia udah jadi pacar orang Oi!”
“Kali aja butuh hiburan. Aku siap
menghibur.”
“Oi!” Al membentak Oi.
Oi pun tergelak. “Tenang, Al. Aku
masih waras kok. Mending jadi simpenan Kang Daniel daripada jadi simpenan Kang
Agung.”
“Dasar sarap!”
Oi hanya tertawa menanggapi olokan
Al.
***
Seperti yang direncanakan, Gia akhirnya bergabung di Smule. Meyra pun mulai membuat proyek
kolaborasi untuk AOG. Meyra yang memilih lagu dan menentukan part menyanyi AOG. Jika file rekaman bagus—tak terganggu suara
kendaraan yang lewat dan sejenisnya, Meyra mengunduh file rekaman AOG. Merubahnya menjadi video dan mengunggahnya ke
kanal Youtube-nya.
Selain proyek di Smule, AOG juga mulai membuat proyek
video dance cover. Proyek pertama mereka
adalah dance cover Wanna One - I.P.U (I
Promise You). Video dance cover
pertana AOG berhasil dibuat. Dalam prosesnya, bergantian Al, Oi, dan Gia
membuat kesalahan. Pada rekaman ketujuh barulah mereka berhasil menari tanpa
kesalahan sedikit pun.
Video dance cover pertama AOG diunggah Meyra ke kanal Youtube-nya. Tak lupa ia membagikan link video di semua akun sosial
medianya. Karena sebelumnya sempat viral, setiap postingan Meyra yang
berhubungan dengan AOG selalu mendapat perhatian dari orang-orang yang secara
khusus mengikuti perkembangan AOG pasca viralnya video mereka.
Setelah video itu diunggah dan
dibagikan, ada beberapa akun yang mengaku sebagai agensi dance cover dan cover sing
Kpop yang mengirim pesan pribadi pada Meyra, Al, Oi, dan Gia. Menawarkan
agar AOG bergabung bersama mereka. Agar lebih mudah jika akan mengikuti event-event Kpop di kota Malang.
Meyra membebaskan Al, Oi, dan Gia.
Jika mereka ingin bergabung dengan agensi yang melamar mereka, Meyra pun tak
keberatan. Tapi, Al, Oi, dan Gia sepakat menolak. Mereka tidak ingin bergabung
dengan agensi manapun. Karena, mereka khawatir tidak bisa mengikuti aturan
agensi. Terlebih mereka tinggal jauh di pinggiran kota. Ketiganya merasa tak
sanggup jika harus sering-sering ke kota untuk berkumpul dengan agensi.
AOG mendadak terkenal karena tragedi
pecinta plastik dan udel, setelah membuat video cover dance Kpop, Meyra menyarankan Al, Oi, dan Gia membuat video
tarian India. Ketiga adiknya itu setuju saja. Meyra mengusulkan AOG melakukan
tarian diiringi lagu Jiya Re yang
merupakan salah satu original soundtrack
dari film Jab Tak Hai Jaan.
Meyra menemukan video tarian diiringi
lagu itu yang apik di Youtube. Lalu,
menunjukkannya pada Al, Oi, dan Gia. Ia senang ketika ketiga adiknya itu setuju
menirukan tarian itu. Bahkan, Al, Oi, dan Gia sempat mengajak Meyra untuk
bergabung menari karena di dalam video tutorial penari berjumlah empat orang.
Tapi, Meyra menolak.
Proyek video kedua AOG adalah dance Jiya Re. Setelah video itu di
unggah, Meyra sempat berharap AOG akan diundang untuk siaran di acara Bollywood Lover. Tapi, hal itu tak
kunjung jadi nyata. Tapi, sebuah komunitas pecinta Bollywood terbesar di Malang menghubungi Meyra. Mengundang Meyra
dan ketiga adiknya untuk bergabung. Mereka sering mengadakan event, bahkan sering ikut siaran di
acara Bollywood Lover ketika
mempromosikan event yang akan mereka
gelar.
Bahkan, sebagai bentuk apresiasi,
salah satu anggota komunitas yang asli keturunan India sengaja mengirim baju
khas India untuk Meyra, Al, Oi, dan Gia. Baju dengan bahan kain Saree yang dijahit seperti pakaian orang
India modern. Baju yang bisa digunakan keempatnya sehari-hari, tanpa merasa
takut dipandang aneh. Karena tak ada peraturan yang mengikat dan menyusahkan,
Meyra, Al, Oi, dan Gia pun bergabung dalam komunitas pecinta Bollywood terbesar di kota Malang itu.
Al dan Oi tak mau ambil pusing pada haters mereka baik di dunia maya ataupun
di dunia nyata—di sekolah. Keduanya hanya menjalani hidup yang mereka pilih.
Hidup yang membuat mereka bahagia. Selama itu tak melanggar aturan dan norma,
keduanya tak mau ambil pusing pada orang-orang yang membencinya.
***
Al terkejut menatap foto yang baru ia unduh dari grup chat
pecinta Kpop dan K-drama dari SMA Wijaya Kusuma. Foto itu adalah poster tentang
acara yang akan digelar di sekolah pada hari Sabtu esok. Bulan April telah
tiba. Setelah kelas XII melaksanakan UNBK, jadwal kegiatan untuk perayaan ulang
tahun sekolah pun di keluarkan.
Kegiatan dimulai pada tanggal 09
April 2019 hingga tanggal 22 April 2019 yang menjadi puncak acara perayaan. Al
sudah paham tentang jadwal itu. Karena semua murid mendapatkan surat edarannya.
Susunan acara mulai dari upacara pembukaan, syukuran, jalan santai, pameran,
hingga pentas seni sudah tersusun rapi dalam jadwal.
Tapi, poster yang baru ia terima di
grup benar-benar membuatnya terkejut. Salah satu siswi kelas XII yang
mengirimnya. Poster tentang sebuah acara yang akan digelar di aula.
Mendatangkan seorang motivator yang juga alumni SMA Wijaya Kusuma. Tapi, bukan
nama motivator yang membuat Al terkejut. Melainkan pesan yang menyertai poster
itu.
Katanya, ini nanti ada tiga
pembicara. Salah satunya, Elmeyra Adeera. Itu Manajer Eonni bukan?
Tulis kakak senior Al yang mengirim
poster acara yang akan digelar Sabtu esok. Acara khusus bagi murid kelas XII
yang baru saja menyelesaikan UNBK.
Saat Al sedang tercenung,
bertanya-tanya pada dirinya sendiri apa benar Meyra akan menjadi salah satu
pembicara dalam acara hari Sabtu esok. Ponselnya bergetar. Al terkejut hingga
melempar ponselnya. Untung saja ia duduk di atas kasur. Hingga ponsel itu
meluncur bebas ke atas kasur. Oi menghubunginya lewat panggilan video.
“Al! Itu Mey Eonni, kan?! Kenapa kamu nggak bilang kalau Mey Eonni jadi salah satu pembicara?” Oi
langsung mengoceh ketika Al menerima panggilannya.
“Aku juga baru tahu dari grup.” Al Terdengar
datar.
“Datar banget sih! Emang kamu nggak
kaget? Nggak seneng?”
“Ya kaget lah! Sampai lempar hape
gara-gara kaget kamu vicol.”
“Yo maap! Trus, kita jawab apa di
grup?”
“Jawab, iya. Emang mau apa? Ntar aku
juga bakalan bilang baru tahu dari grup.”
“Eonni
di rumah?”
“Nggak. Tau tuh. Tumben malem Jumat
keluar.”
“Nginep?”
“Nggak tahu. Belum nanya budhe.”
“Tanya dong! Kalau nginep, berarti
besok langsung ke sekolah? Acaranya kan jam 10. Kita ke sekolah juga yuk!”
“Emang bisa masuk? Itu kan khusus
buat kelas XII.”
“Arwan jadi panitia?”
“Mana aku tahu.”
“Yah! Al nggak asik!”
“Emang aku nggak tahu kok!” Al
sewot.
“Yo
wes. Kalau ada kabar dari Mey Eonni,
kasih tahu aku ya. Aku takut mau japri. Takut ganggu.”
“Sama.”
“Ya udah. Kita tunggu Mey Eonni kasih kabar aja. Aku bangga banget
bacanya. Mey Eonni emang pantes jadi
pembicara.”
Al tidak bisa menahan diri untuk
tidak tersenyum. Ia pun bangga pada kakak sepupunya itu.
“Yo
wes. Aku mau ngimbrung di grup. Kayake dah rame nih. Bye, Al!” Oi mengakhiri panggilannya.
Al bangkit dari duduknya dan keluar
kamar. Ia mencari ibu Meyra dan menemukan wanita cantik itu sedang sibuk di
dapur.
“Budhe, Mbak Mey ke mana sih?” Tanya
Al pada ibu Meyra.
“Ke kota. Ada perlu katanya.” Jawab
ibu Meyra tanpa mengalihkan pandangan dari wajan di atas kompordi hadapannya.
Al pun mendekat dan membantu ibu
Meyra menggoreng kerupuk.
***
Al dan Oi berjalan bersama menuju sekolah. Hari Sabtu ini
keduanya tetap ke sekolah walau libur. Semalam Meyra mengirim pesan untuk
keduanya. Meminta keduanya datang ke sekolah untuk membantunya. Al dan Oi pun
senang. Mereka memang ingin datang ke acara khusus murid kelas XII itu. Begitu
Meyra meminta mereka datang, kedunya pun bersemangat. Al dan Oi ingin melihat
dan menyimak Meyra saat berbicara di depan kakak kelas mereka.
Saat sampai disekolah, Al dan Oi
langsung menuju ruang tamu sekolah yang berada di dekat ruang kepala sekolah.
Tak langsung masuk, keduanya duduk menunggu di salah satu bangku yang berada di
depan ruang tamu sekolah. Kemudian Al menghubungi Meyra. Tak lama kemudian,
Meyra keluar bersama seorang temannya.
Tadinya Al dan Oi menduga Meyra
ditemani Linda. Ternyata keduanya salah. Gadis yang menemani Meyra hampir
serupa dengan Aning—potongan rambut dan pakaian seperti laki-laki. Bahkan,
teman Meyra benar-benar terlihat seperti laki-laki. Meyra memperkenalkannya
sebagai Didi. Meyra juga menyebut Didi sebagai my partner in crime.
“Kalau kami dilarang masuk gimana Eonni?” Oi ragu.
“Ntar aku bilang kalian kru yang
bantuin aku. Didi nanti bakalan rekam aku pas jadi pembicara. Duh! Ada kalian kok
aku makin gugup ya?” Keluh Meyra. “Kayaknya aku kudu telpon Linda dan minta resep anti gugup ke dia.”
“Kok Linda Eonni?”
“Linda pernah jadi pembicara juga di
sekolahnya. Ya kayak gini. Berbagi pengalaman, memotivasi adik-adik kelas XII
yang akan lulus.”
“Woa!” Oi terkesima. Begitu juga Al.
Walau hanya diam, ekspresinya menunjukkan kekaguman.
“Padahal tadi juga udah telponan.
Masih gugup gini. Nggak mungkin kan aku ngomong sambil liat rambut adek-adek
kelas XII? Pasti ada kontak mata. Itu bikin gugup. Sialan banget sih!”
Al dan Oi kompak tersenyum melihat
tingkah dan mendengar ocehan Meyra. Kakak perempuan mereka itu memang selalu
seperti itu saat gugup. Setelah itu, pasti Meyra akan mencari toilet.
“Al, toilet di mana ya? Anterin. Aku
kebelet pipis.”
Al dan Oi tersenyum lebih lebar.
Tebakan keduanya benar adanya.
“Kamu anterin Mey Eonni. Aku nemenin Kak Didi di sini.” Oi
membagi tugas.
Al dan Meyra pun pergi. Oi dan Didi
duduk di bangku yang berada di dekat ruang tamu sekolah.
Acara dijadwalkan dimulai pada pukul sepuluh pagi. Al, Oi,
dan Didi masuk lima belas menit sebelum acara dimulai. Didi menyiapkan tripod
dan kamera yang akan digunakan untuk merekam Meyra. Karena ada kru fotografi
yang disewa sekolah untuk mengabadikan momen motivasi itu, Didi harus mencari
tempat yang tepat agar bisa merekam dengan baik. Akhirnya ia menata tripod dan
kamera di sisi kanan panggung. Dari sana cahaya tak terlalu silau, pun tak
terlalu jauh. Dari sudut itu, Didi bisa merekam Meyra dengan baik.
Acara dimulai pada pukul sepuluh
lebih lima belas menit. Moderator acara itu seorang guru perempuan. Guru Bahasa
Indonesia kelas XII. Setelah membuka acara, moderator memperkenalkan para
pembicara, termasuk Meyra. Moderator menyebutkan Meyra akan menjadi pembicara
ketiga. Setelah berbasa-basi sejenak dan sambutan dari kepala sekolah,
moderator pun mempersilahkan pembicara pertama untuk memulai sesi motivasi.
Al, Oi, dan Didi duduk di kursi yang
Oi ambil dari bagian belakang aula. Ada tumpukan kursi plastik di sana. Oi
mengambil tiga buah. Untuk Al, Didi, dan dirinya sendiri. Ketiganya duduk
sambil ikut menyimak materi yang disampaikan pembicara.
Pembicara pertama menyampaikan
materinya dalam waktu yang cukup singkat. Ketika membuka sesi tanya jawab, tak
banyak pula murid yang mengajukan pertanyaan. Pembicara pertama menghabiskan
waktu empat puluh lima menit. Moderator kembali menyapa, berbasa-basi selama
tujuh menit. Kemudian mempersilahkan pembicara kedua untuk menyampaikan materi.
Sesi pembicara kedua lebih panjang
dari pembicara pertama. Para murid pun banyak yang bertanya saat sesi tanya
jawab di buka. Melihat hal itu, kepercayaan diri Meyra menurun. Sebenarnya
sejak ia duduk di atas sofa yang berada di atas panggung, ia sudah merasa
gugup. Namun, perlahan ia bisa menguasai dirinya. Ketika pembicara kedua
mengakhiri sesi motivasinya yang menghabiskan waktu lebih dari satu jam, rasa
gugup itu kembali menggerayangi Meyra.
Krisis percaya diri dan gugup.
Rasanya Meyra ingin menghilang saja. Ia merasa pengalaman yang ia bagi tidak
sebagus pengalaman pembicara pertama dan kedua. Terlebih, murid pasti sudah
bosan karena duduk lama dan mendengarkan orang mengoceh. Meyra mengumpulkan
keberanian. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menyampaikan materi dengan
cepat, lalu segera mengakhiri sesi untuknya.
Ketika moderator memanggil namanya
untuk mengisi sesi ketiga, jantung Meyra seolah terjun bebas ke lantai
panggung. Susah payah ia membuat dirinya tenang, sembari bangkit dari duduknya
dan menerima mic yang diberikan
moderator. Meyra melihat ke tempat Al, Oi, dan Didi berkumpul. Didi berdiri di
belakang kamera, memberi tanda oke padanya dengan tangan kanan. Sedang Al dan
Oi, duduk di atas kursi. Kedua adiknya itu melakukan gerakan tanda memberi
semangat ala-ala orang Korea.
Meyra tersenyum. Menarik napas, lalu
menghembuskannya dengan pelan. Lalu, ia mengalihkan pandangan pada murid-murid
kelas XII yang duduk berjajar di hadapannya. Tangan kanan Meyra yang memegang mic pun terangkat. “Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.” Meyra memulai sesinya.
Murid kelas XII menjawab salam Meyra
dengan serentak.
Meyra tersenyum. “Jujur ini adalah
pertama kalinya saya berbicara di atas panggung, di depan ratusan manusia
seperti ini. Jadi, mohon maaf jika saya terlihat kaku. Saya gugup sekali di
sini.”
Murid-murid kompak tertawa.
Lagi-lagi Meyra tersenyum. “Saya
merasa senang, merasa terhormat, sekaligus merasa minder karena bisa berada di
sini. Terlebih berada satu panggung dengan dua pembicara sebelumnya, Pak Priyo
dan Pak Setia Budi.
“Terima kasih kepada bapak berdua
yang mau berbagi panggung dengan saya. Dan, terima kasih sebesar-besarnya
kepada pihak SMA Wijaya Kusuma yang telah mempercayakan satu sesi di atas
panggung ini untuk saya.
“Di sini saya yang paling muda dan
kebetulan juga yang tingkat pendidikannya paling rendah. Saya hanya lulusan
SMA. Tapi, saya bangga menjadi lulusan SMA Wijaya Kusuma. Dan, inshaa ALLOH
pengalaman yang saya bagi tidak kalah menarik dari pengalaman Pak Priyo dan Pak
Setia Budi. Maaf ya, Pak. Saya sedikit sombong. Ini untuk ngusir rasa minder
saya.”
Bukan hanya Pak Priyo dan Pak Setia
Budi yang tertawa. Tapi, juga murid-murid kelas XII. Tingkah Meyra memang
terlihat menggemaskan.
Meyra pun kembali bicara. Membagi
pengalamannya selama sekolah di SMA Wijaya Kusuma pun tentang kehidupannya
pasca lulus dari SMA Wijaya Kusuma. Tentang kegagalannya memasuki perguruan
tinggi sesuai minatnya. Tentang pengkhianatannya pada kedua orang tuanya karena
diminta masuk ke perguruan tinggi sesuai minat kedua orang tuanya. Tentang
depresi yang sempat ia alami dan bagaimana ia bangkit dari keterpurukan itu.
“Kali aja di sini ada yang sudah
baca buku saya, semua yang saya tulis di situ nyata. Benar-benar terjadi dalam
hidup saya. Kebetulan yang membuka jalan untuk saya kembali bangkit adalah Kim
Jaejoong. Saya biasa manggil dia Mas Jeje.
“Tahun 2008 saya mendapat hadiah
kalender meja dari salah satu teman saya yang dulunya bekerja jual VCD mp3 dan video lagu Asia. Entah kenapa
ketika saya melihat foto Mas Jeje, ada sesuatu yang aneh yang saya rasakan.
Belakangan baru saya sadari itu cinta pada pandangan pertama. Love at the first sight.”
Murid-murid kembali tertawa.
“Dari Mas Jeje, pintu ke dunia baru
saya terbuka. Saking pengennya bisa
terhubung sama Mas Jeje, saya sampai belajar komputer. Zaman sekolah di sini,
saya ikut kursus komputer yang diadakan sekolah. Zaman nggak enak dulu.
Komputer masih hitungan jari. Tapi, saya nggak serius belajarnya.
“Pas kenal Mas Jeje, jadi nyesel.
Kenapa dulu nggak belajar dengan baik? Untung ada Rendra. Dia alumni sini juga.
Sekarang udah jadi guru Biologi. Dia
yang bantuin saya belajar komputer dan Internet. Saya dibikinin Friendster. Sekarang udah nggak ada.
Dan, dibuatin Facebook juga.
“Dari sana saya ketemu sesama fangirl. Lalu, memulai usaha. Jualan
kaos, hoodie, dan jaket.
Alhamdulillah bisa jalan sampai sekarang. Walau saya gagal meraih impian saya,
jadi pemandu wisata. Alhamdulillah dengan bisnis kaos ini saya bisa
jalan-jalan. Ternyata nggak harus jadi pemandu wisata buat bisa jalan-jalan.”
Terdengar tawa murid lagi.
“Dan, yang paling penting. Saya bisa
mengatasi ketakutan saya. Walau tanpa jadi pemandu wisata atau bidan, bidan itu
impian emak saya. Alhamdulillah saya bisa hidup dan menghidupi orang tua saya
yang sekarang sudah pensiun.
“Alhamdulillah Theona Shop, online shop
saya juga udah punya toko di Malang kota. Silahkan mampir kalau ke Malang. Yang
lagi sibuk dengan kamera di sana itu yang pegang toko di Malang. Cabang online shop-nya ada di Bekasi,
Tangerang, dan Jakarta. Kami semua fangirl
yang bisa sukses bergantung hidup dari idola kami.”
Suasana hening sejenak. Di tempat
duduknya, Al dan Oi tiba-tiba merasa terharu.
“Intinya, jangan pernah takut
menjadi diri sendiri. Apa pun itu! Jika adik-adik punya impian, kejar!
Perjuangkan. Jika adik-adik menyukai sesuatu, nggak papa. Tekuni. Sekalipun
hobi adek-adek itu dipandang sebelah mata. Lakukan apa pun itu yang membuat
kalian bahagia. Karena, yang paling utama dari kehidupan ini adalah
kebahagiaan.
“Punya banyak duit, tapi nggak
bahagia. Percuma! Hidup nggak tenang. Ngenes. Hidup hanya sekali. Harus
dijalani dan dinikmati. Jangan takut menjadi berbeda. Menjadi berbeda itu
menyenangkan.
“Tapi, jangan melakukan sesuatu yang
menyalahi aturan. Bagaimanapun juga, sesuatu yang menyalahi aturan itu hanya
bahagia yang semu. Percaya deh. Dan, yang paling penting. Jangan melupakan atau
meninggalkan Tuhan. Hanya Tuhan yang setia bersama kita ketika semua pergi dari
kehidupan kita. Dan, hanya Tuhan sandaran paling kuat bagi kita.
“Apa pun impian kalian, bertanggung
jawab lah dengan pilihan kalian. Perjuangkan. Berusaha dan berdoa. Bersandar
pada Tuhan. Seandainya kalian gagal kayak saya, jangan menyerah. Cari sela,
bangkit lagi. Tuhan pasti kasih jalan. Yakinlah, Tuhan selalu memberi apa yang
kita butuhkan. Walau Dia sering tidak memberi apa yang kita minta.
“Maaf jika sharing pengalaman saya ini nggak jelas. Bahkan mungkin bikin enek
karena cerita tentang kehidupan fangirl.
Saya berharap, apa yang saya alami dan saya bagi di sini bisa bermanfaat buat
adik-adik. Saya harap, apa yang saya alami, yang baik-baik aja nurun ke
adik-adik.”
“Aamiin.” Terdengar suara kompak
mengamini harapan Meyra.
“Jangan lupa baca buku saya. Di
perpustakaan sekolah udah ada. Maaf banyak promosi dari tadi. Monggo yang mau
tanya. Jangan tanya soal kehidupan pribadi ya.”
Tawa murid kembali pecah. Sesi tanya
jawab pun dimulai. Tak terduga, banyak murid yang mengajukan pertanyaan pada
Meyra.
Selesai dengan tanya jawab, Meyra
akan mengakhiri sesinya. “Tadi saya nanya sama panitia, apa bisa saya kasih persembahan
untuk adik-adik kelas XII. Katanya bisa. Jadi, nanti saya ada bagi buku dan
kaos gratis untuk 10 orang yang beruntung. Tapi, sebelum itu saya mau nyanyi.
Boleh nggak saya nyanyi?”
“Boleh!!” Terdengar suara beberapa
gadis antusias. Oi ikut berteriak bersama kakak-kakak seniornya menjadi anggota
grup chat.
“Yah. Kok cuman dikit. Nggak jadi
nyanyi deh. Boleh nggak sih saya nyanyi?”
“Boleh!” Kali ini suara lebih banyak
dan lebih meriah.
“Terima kasih. Lagu ini untuk
adik-adik yang baru saja lulus. Tetaplah bersemangat! Jalan kalian baru
dimulai. Sebelumnya, Al dan Oi bisa tolong naik ke atas panggung untuk bantu
saya nyanyi?”
Al dan Oi pun bangkit dari duduknya.
Bersama berjalan menuju panggung. Lalu, naik ke atas panggung dan bergabung
bersama Meyra.
“Persembahan dari kami. Wanna One Always Indo version.” Meyra menyebut judul lagu yang
akan ia nyanyikan bersama Al dan Oi.
Murid kelas XII bertepuk tangan.
Lalu, alunan musik Wanna One - Always
mulai terdengar. Meyra, Al, dan Oi menyanyikan lagu itu namun liriknya diubah
ke dalam bahasa Indonesia agar semua yang ada di aula bisa memahami makna dari
lagu Always.
Saat reff kedua dinyanyikan, Arwan, Fuad, Jia, Nurul, Aning, Rifqi,
Rina, Lila, dan Yani masuk ke dalam aula. Membagikan mawar merah segar pada
seluruh murid kelas XII yang duduk di depan panggung.
Hanya reff ketiga, Meyra, Al, dan Oi menyanyikannya dengan lirik bahasa
Korea hingga lagu berakhir. Pada saat reff
ketiga itu dinyanyikan, siswi-siswi anggota grup chat mengangkat tangan kanan
yang memegang mawar merah. Mereka menangis karena terharu. Murid lain yang
melihatnya pun mengikuti. Mengangkat tangan kanan yang memegang mawar merah,
menggerakannya ke kanan dan ke kiri.
Melihat hal itu dari atas panggung,
Meyra, Al, dan Oi dibuat merinding, sekaligus merasa haru. Bahkan, Meyra tak
bisa menahan tangisnya. Selesai bernyanyi, Meyra, Al, dan Oi saling berpegangan
tangan, lalu kompak membungkuk pada penonton. Lalu, ketiganya saling berpelukan
dan menangis di atas panggung. Beberapa siswi kelas XII pun ikut menangis
karena terbawa suasana.
***
Penampilan Al dan Oi yang menemani Meyra menjadi pembicaraan
di SMA Wijaya Kusuma. Jia yang sengaja merekam momen itu, membagikan videonya
di grup chat. Dari sana video penampilan Al dan Oi tersebar.
Meyra sengaja meminta bantuan Jia
dan Nurul untuk membagikan mawar merah segar pada seluruh murid kelas XII.
Baginya, mawar merah cocok untuk mewakili ucapan selamat pada tiap murid. Meyra
sengaja tidak memberi tahu Al dan Oi tentang ia meminta bantuan Jia.
Jia dan Nurul senang. Setelah
mendapat persetujuan Meyra, mereka pun meminta bantuan teman satu gengnya, plus
Lila dan Rina. Berkat Jia dan Nurul, konsep yang disusun Meyra sukses di
jalankan.
Buku hasta karya Meyra yang ada di
perpustakaan sekolah pun mendadak jadi incaran murid yang penasaran pada kisah
hidup Meyra. Meyra memberikan lima buah buku untuk perpustakaan sekolah.
Kelimanya menjadi rebutan murid yang penasaran dan ingin membaca secara gratis.
Saat puncak perayaan ulang tahun
sekolah, Meyra pun mendapat undangan untuk hadir. Gadis itu pun datang ditemani
Linda. Duduk di bawah tenda, di deretan kursi untuk tamu undangan. Sementara
itu, Al, Oi, Jia, Nurul, dan Aning membuka stan di bazaar. Stan yang menjual
buku karya Meyra, kaos, hoodie,
jaket, dan pernak-pernik Kpop yang
merupakan produk Theona Shop. Stan
itu juga menjual Gimbab Akang Niel.
Tidak hanya Gimbab, Linda menambah
menu dengan kimchi dan tteokbokki—kue beras khas Korea. Stan Al
ramai dipadati pembeli. Barang-barang yang mereka jual laku keras. Bahkan
beberapa sold out. Termasuk produk
makanan Korea buatan Linda.
Meyra dan Linda yang merasa bosan
pun memilih meninggalkan lapangan basket dan menuju stan Al dan Oidi bazar.
Tidak membuang kesempatan, beberapa murid—terutama anggota grup chat—meminta
foto bersama Meyra. Al dan Oi tersenyum menatap Meyra yang sibuk meladeni
ajakan foto bersama.
Aku
nggak peduli dikatain lesbian pecinta plastik dan udel. Yang penting Tuhan tahu
aku normal. Dan yang paling penting, Tuhan tahu aku tidak meninggalkan-Nya. Aku
senang berada di jalan ini. Menjadi fangirl tak selamanya
buruk. Buktinya Mey Eonni. Dia bisa
sukses bermula dari menjadi seorang fangirl. Mulai sekarang, aku akan terus percaya diri dan meminta bimbingan
Tuhan dalam menapaki jalanku. Mari nikmati masa SMA yang menyenangkan ini!
Oi tersenyum lebar. Ia semakin bersemangat dalam menjalani hidupnya. Ia pun
optimis dan siap menghadapi tantangan apa pun.
Lakukan
apa pun yang membuatmu bahagia, tapi jangan menyalahi aturan dan norma. Dan,
jangan meninggalkan Tuhan. Akan aku ingat selalu tiga hal itu. Terima kasih,
Mbak Mey. Karenamu, hidupku jadi penuh warna. Aku bahagia. Semoga kelak, aku
pun bisa sukses sepertimu. Aamiin. Al tersenyum menatap Meyra yang masih sibuk meladeni
permintaan foto.
“Al! Oi! Eri mau tampil lho! Kalian
nggak liat?” Rifqi mendatangi stan Al dan Oi hanya demi memberitahu bahwa Eri
akan tampil.
Al dan Oi saling melempar pandangan,
lalu kompak tersenyum.
“Kami lagi sibuk.” Ujar Oi. “Kamu
nggak liat apa ramainya stan kami?”
Rifqi baru menyadari jika stan Al
dan Oi dipadati pembeli. Di dekatnya, ada Meyra yang sibuk meladeni permintaan
foto bersama. “Butuh bantuan nggak?” Rifqi menawarkan bantuan.
“Tolong ambilin barang kami di mobil
Kak Didi dong. Beberapa dah habis dan tinggal dikit nih. Ada di parkir di luar,
deket timur gerbang. Mobilnya warna merah.” Al meminta bantuan Rifqi.
“Oke! Jangan lupa upah part time-nya ya!” Ujar Rifqi seraya
pergi meninggalkan stan.
Al dan Oi kompak tertawa bersama.
Lalu, kembali sibuk meladeni pembeli.
0 comments