AWAKE "Rigel Story" - Bab V

04:03


AWAKE - Rigel Story






Bab V


Rue mondar-mandir di dalam basecamp ekstrakurikuler PMR. Dio dan Hanjoo yang duduk berdampingan, kompak menatap setiap gerak-geriknya.
“Rue! Tak bisakah kau duduk dengan tenang?” Dio akhirnya bersuara. Ia tak tahan lagi melihat tingkah Rue. “Apa kamu nggak capek mondar-mandir gitu?”
Rue menghentikan langkahnya. “Apa yang harus aku lakukan?” ia memiringkan kepala.
“Tenanglah. Byungjae ada di luar sana. Jika terjadi sesuatu, dia pasti akan menghubungi kita.” Hanjoo mencoba menenangkan Rue.
“Lagi pula, jika benar Dewa Kematian mengincar siswa bernama Hojoon itu, kamu bisa apa? Kematian itu pasti. Takdir yang nggak bisa ditolak.” Dio kembali angkat bicara.
Rue menjatuhkan pantatnya di kursi kosong di samping Hanjoo. “Iya juga sih. Hanya saja… kau pasti tahu lah. Aku sedikit terganggu.”
“I feel you, Rue.” Dio bersimpati. “Tapi, apa kamu melihat atau merasakan tanda-tanda bahwa siswa bernama Hojoon itu akan mati? Kamu pernah bilang, kalau orang mau mati itu punya sinyal sendiri.”
Rue diam. Merenung. Lalu, ia menggelengkan kepala. “Tidak. Dia hanya… gundah. Semacam itu lah. Mungkin dia takut dan gugup untuk jurit malam.”
“Dan kelompoknya mendapat nomer pemberangkatan urutan tiga dari belakang. Malang sekali. Semoga mereka baik-baik saja.” Dio melipat tangan di dada. “Aku keluar dulu. Siapa tahu Byungjae melalaikan tugasnya.” Dio bangkit dari duduknya dan keluar dari basecamp. Meninggalkan Rue dan Hanjoo.
Hanjoo sibuk dengan ponselnya. Rue beranjak dari duduknya, mengambil binder dari dalam tasnya dan kembali duduk. Ia membuka-buka halaman binder dan berhenti di satu halaman yang berisi sebuah kertas surat berwarna peach. Tatapan Rue meredup. Ia mengelus kertas surat yang berisi beberapa bait kata itu.
Hanjoo melirik Rue. Ia meletakan ponselnya di atas meja. Menaruh perhatian penuh pada Rue. “Jika surat itu menganggumu, kenapa tak kamu buang saja?” tanya Hanjoo. “Setiap kali usai melihat sosok yang kamu yakini sebagai malaikat maut itu. Kamu selalu melihat surat cinta yang entah datangnya dari siapa itu.”
Rue tersenyum getir. “Entahlah. Tapi, rasanya aku selalu ingin melihat surat ini usai melihat sosok itu.”
Hanjoo menghela napas panjang. “Aku tahu itu surat cinta pertama yang kamu dapat. Tapi, kita nggak tahu siapa yang ngirim surat itu ke kamu, kan? Kenek yang waktu itu memberikan surat itu ke kamu sama sekali nggak ngasih petunjuk juga. Inisialnya Mr. J. J siapa?”
Rue tersenyum mendengar ocehan Hanjoo. Ia lalu menutup bindernya.
“Jujur ya. Kalau aku liat kamu menatap surat itu, aku jadi ingat peristiwa tragis yang menimpa mendiang kakekmu. Maaf.” Hanjoo melirik Rue ragu-ragu. Ia khawatir Rue tersinggung.
Setahun yang lalu, kakek Rue meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis. Sebuah truk yang remnya blong menabrak sebuah motor dan kakek Rue. Tanggal kecelakaan itu tanggal yang sama dengan tanggal yang tertera dalam surat cinta misterius yang diterima Rue.
Orang misterius—yang belum diketahui jati dirinya oleh Rue hingga kini—itu memang beberapa kali mengirim surat pada Rue. Isinya tentang curahan hati berupa kekaguman si pengirim surat pada Rue. Pada surat ke delapan—yang juga menjadi surat cinta terakhir—yang diterima Rue, pemuja rahasia itu meminta Rue untuk datang ke taman kota pada tanggal 8.
Sayangnya ketika baru sampai di taman kota, Rue mendapat telepon jika kakeknya mengalami kecelakaan dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Rue langsung meninggalkan taman kota dan menuju rumah sakit tempat jasad sang kakek berada. Karena peristiwa naas itu, hingga kini Rue tak tahu siapa sebenarnya Mr. J yang mengaguminya.
Di tanggal yang sama itu pula, Rue pertama kali melihat sosok pemuda tampan berwajah pucat yang mengenakan kostum serba hitam. Rue melihatnya muncul di samping jasad sang kakek. Karena alasan itu lah Rue yakin jika sosok itu adalah sosok malaikat maut. Sejak saat itu, Rue sering melihat sosok itu muncul. Terlebih jika Rue dalam bahaya atau jika akan ada kematian.
“Nggak papa kok. Aku baik-baik aja. Udah garis takdirnya kakek meninggal karena kecelakaan di hari yang sama dengan hari aku diminta ketemuan sama Mr. J. Dan, udah takdir juga, aku belum bisa ketemu sama Mr. J. Kalau jodoh nggak akan ke mana kan?” Rue tersenyum lebih tulus.
“Kamu masih nyimpen semua suratnya?”
Rue menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Hanjoo. “Konyol ya? Tapi, seperti kamu bilang. Itu surat cinta pertama yang aku dapat. Aku penasaran aja. Siapa sih yang kagum sama cewek aneh kayak aku. Mr. J itu siapa.”
“Nggak konyol kok. Aku juga penasaran siapa itu Mr. J. Awalnya aku kira itu Kak Nicky. Habisnya, dia selalu perhatian sama kamu. Tapi, nggak ada unsur huruf J dalam nama Nicholas Lee.” Sebagai teman Rue sejak kecil, wajar jika Hanjoo merasa penasaran pada sosok Mr. J. Sama seperti yang dirasakan Rue.
Ibu Hanjoo dan Ibu Rue adalah teman baik. Karena alasan itulah Hanjoo dan Rue menjadi teman sejak mereka bayi. Hanjoo dan Rue lahir di bulan dan tahun yang sama. Hanjoo lahir di tanggal 15 Juni, sedang Rue tanggal 23 Juni. Hanjoo lebih tua delapan hari dari Rue. Karena hal itu, Hanjoo sering menggoda Rue agar memanggilnya kakak.
“Kitten Joo, pernah nggak sih kamu ngebayangin sosok Mr. J itu kayak gimana?” Rue tiba-tiba penasaran. Ingin tahu imajinasi Hanjoo tentang pemuja rahasia Rue.
“Mmm…” Hanjoo menerawang, sambil mengetuk-ngetukan jemari tangannya ke atas meja. “Setampan Kak Nicky?”
Wajah Rue merona merah mendengarnya. “Kalau itu sih, sempurna. Tampan bak pangeran. Tapi, mana mungkin sih ada orang perfect kayak gitu kagum sama cewek aneh kayak aku?”
“Ada. Kak Nicky tuh. Aku rasa dia kagum, bahkan suka ke kamu. Hanya saja kalian sama-sama malu-malu. Tapi, kalau sampai kamu pacaran sama Kak Nicky. Level kebencian Pearl ke kamu bisa makin nambah.”
Rue tergelak mendengar ocehan Hanjoo. “Kak Nicky emang lebih pantas sama Pearl daripada sama aku. Tampan dan cantik. Bak pangeran dan putri dalam dongeng.”
Pintu basecamp ekskul PMR terbuka. Byungjae muncul dengan napas terengah-engah.
“Ngangetin aja!” Hanjoo protes. “Ada apa sih? Nggak bisa apa buka pintunya pelan-pelan?!”
“Rue!” Byungjae berusaha mengatur napasnya. “Ada laporan dari salah satu pos. Murid bernama Hojoon, menghilang.”
Rue terbelalak. Kaget mendengar kabar yang disampaikan Byungjae. Begitu juga Hanjoo yang duduk di sampingnya.
“Dio dan Kevin ada di kantor Dewan Senior. Menunggumu.” Byungjae melanjutkan laporannya.
Rue langsung bangkit dari duduknya. Bergegas keluar dari basecamp untuk menuju kantor Dewan Senior. Byungjae dan Hanjoo turut berjalan tergesa-gesa di belakang Rue.
***

Saat Rue, Byungjae, dan Hanjoo tiba di kantor Dewan Senior. Tak hanya Dio dan Kevin yang berada di sana. Ada beberapa anggota Dewan Senior, termasuk Pearl dan gengnya. Nicky dan wakilnya juga berada di sana.
“Pos berapa yang melaporkan hilangnya siswa bernama Hojoon?” tanya Rue tanpa basa-basi.
“Pos tujuh. Anggota kelompok Hojoon berada di sana sekarang. Mereka panik. Senior yang berada di pos tujuh menenangkan mereka.” Kevin menjelaskan. “Detail kejadiannya, kami belum tahu. Aku sendiri belum mengirim bantuan untuk mencari Hojoon. Aku khawatir junior kita panik juga. Jadi, informasi ini berusaha kita rahasiakan.”
“Terima kasih. Aku akan pergi ke pos tujuh dan mulai melakukan pencarian.” Rue langsung memberi keputusan. “Byungjae, tolong ambil perlengkapan untuk kita.”
“Oke!” Byungjae langsung keluar dari kantor Dewan Senior bersama Hanjoo.
“Kalian hanya akan pergi berempat?” tanya Nicky.
“Iya.” Rue menganggukkan kepala.
“Mereka sudah terbiasa berburu di tengah malam. Aku rasa itu memang yang terbaik. Siapa tahu siswa itu benar-benar diculik hantu.” sahut Pearl dengan nada mengejek. Ia kemudian kompak tertawa dengan kedua rekan satu gengnya.
“Pearl! Kita sedang kehilangan salah satu junior kita. Tak bisa kah kau bersikap serius?!” Kevin menegur Pearl.
“Aku serius!” Pearl menghentikan tawanya. “Rue dan Rigel adalah orang yang tepat untuk misi ini. Rue bisa bertanya pada hantu-hantu yang ditemuinya di jalan. Siapa tahu salah satu dari mereka melihat siswa yang hilang itu. Ya, kan?”
Dio sudah membuka mulutnya. Hendak berbicara untuk membalas serangan Pearl. Tapi, Rue memberinya kode agar menahan diri. Dio kembali mengatupkan bibirnya dan menatap kesal pada Pearl.
“Jika anggota Dewan Senior dan MPK berbondong-bondong pergi keluar, itu akan menyita perhatian para junior. Jadi, kami berempat yang akan pergi ke pos tujuh.”  Rue kembali bicara. “Jika nanti kami butuh bantuan, aku akan menghubungimu Kevin. Situasi di sekolah, aku serahkan padamu. Belum semua peserta yang kembali, kan?”
“Iya. Kau jangan khawatir. Di sini, biar aku yang urus.”
Rue beralih menatap Pearl. “Aku mohon padamu. Jaga sikap dan ucapanmu. Jangan sampai berita ini bocor pada junior dan menimbulkan kepanikan.”
“Kau pikir aku serendah itu Nona Ketua? Gemar bergosip di sana-sini?” Pearl memberi respon yang sukses membuat Dio semakin geram.
“Pada prakteknya, emang iya kan?” sahut Dio. “Seringnya begitu kan, Nona Supermodel?”
Pearl mendengus kesal.
“Sudah! Sudah!” Kevin menengahi. “Kita adalah satu tim. Bukan Rue yang akan disalahkan. Tapi, kita! Karena kita panitia MPLS!” sambil memfokuskan tatapan pada Pearl. “Sebagai Ketua Umum Dewan Senior, Rue berusaha membantu kita! Melindungi kita. Jadi, tolong semuanya bekerja sama.”
Pintu kantor Dewan Senior di ketuk. Seorang siswi, anggota Dewan Senior yang menjadi kakak pendamping kelas masuk bersama satu siswi yang dari seragam yang dikenakannya bisa dikenali sebagai siswi kelas X peserta MPLS.
“Setahuku, dia yang selalu dekat dengan Junior Jin Hojoon.” siswi anggota Dewan Senior itu menjelaskan. “Aku sudah memberitahunya tentang apa yang terjadi. Mungkin informasinya darinya tentang Jin Hojoon bisa membantu proses pencarian.”
“Terima kasih.” Kevin berterima kasih pada rekannya. “Halo…” Kevin membaca tag nama yang dikenakan siswi berhijab yang dibawa rekannya, “Esya. Silahkan duduk. Maafkan kami karena harus membawamu ke sini dengan sebuah berita buruk tentang temanmu, Jin Hojoon.”
Esya yang sejak masuk sudah terfokus pada Rue, mengalihkan pandangan pada Kevin.
“Maafkan kami tentang ini. Kami mendapat laporan dari pos tujuh. Temanmu, Jin Hojoon menghilang. Ia terpisah dari kelompoknya dalam perjalanan menuju pos tujuh.” Kevin melanjutkan.
“Kami akan pergi ke pos tujuh dan mulai melakukan pencarian.” giliran Rue angkat bicara.
Esya kembali menatap Rue.
“Kami akan mencari Hojoon sampai ketemu.” Rue menyanggupi.
“Hojoon sangat penakut. Dia takut gelap dan takut hantu. Aku mohon temukan dia. Dia tidak terbiasa di luar sendirian. Terlebih di malam hari.” suara Esya bergetar ketika mengungkap fakta tentang Hojoon di depan para seniornya.
“Ya ampun! Dia itu cowok bukan sih?” sahut Pearl setelah Esya selesai dengan penjelasannya.
“Pearl!” Kevin kembali menegur.
“Oke! Aku diam!” Pearl melipat kedua tangan di dada dan memasang ekspresi kesal di wajah cantiknya.
Byungjae masuk ke dalam kantor Dewan Senior dan berdiri di samping kiri Esya yang masih bertahan berdiri di dekat pintu masuk. “Perlengkapan sudah siap!” ujarnya. Melapor pada Rue yang memberinya tugas.
Hanjoo menyusul masuk sesudah Byungjae. Ia berdiri di sebelah kanan Esya. “Kita berangkat sekarang?” tanyanya dengan tatapan terfokus pada Rue.
Esya menoleh ke arah kanan. Tiba-tiba ia merasakan panas di wajahnya. Hanjoo yang ia kagumi, berada begitu dekat di sampingnya. Esya tersentak kaget ketika Hanjoo tiba-tiba menoleh dan menatapnya. Hanjoo tersenyum manis. Senyum yang memperlihatkan deretan giginya—termasuk dua gigi taring yang menurut Rue mirip gigi taring anak kucing, hingga membuat Rue memanggilnya kitten.
“Tot-tolong temukan temanku!” Esya terbata, lalu membungkukkan badan di depan Hanjoo.
“Kami akan mencarinya, sampai ketemu.” Hanjoo menyanggupi.
Esya tersenyum kikuk dan mengangguk.
Rue memakai jaket yang dibawa Hanjoo untuknya. Dio yang sudah mengenakan jaket sejak ia meninggalkan basecamp PMR mengambil salah satu senter yang dibawa Byungjae.
“Kami berangkat.” Rue berpamitan.
“Rue!” Nicky memanggil Rue saat gadis itu akan berjalan keluar menyusul langkah ketiga temannya. “Hati-hati.”
Pearl menatap Rue dengan tatapan penuh kebencian.
Rue tersenyum, menganggukan kepala. Lalu, berjalan keluar meninggalkan kantor Dewan Senior.
Hanjoo, Rue, Dio, dan Byungjae memilih jalan yang tak dilalui para junior. Diam-diam mereka meninggalkan sekolah. Menuju pos tujuh untuk mengorek informasi tentang hilangnya Hojoon. Misi Rigel malam ini adalah menemukan siswa bernama Jin Hojoon.
***
 


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews