My Curious Way: [170713] Road to Wana Wisata Kampung #6.
04:54
My Curious Way:[170713] Road to Wana
Wisata Kampung #6.
Yey!!! Akhirnya comeback juga setelah hiatus selama... berapa bulan ya? Dua bulan?
Iya deh kayaknya.
Yap! Perjalanan pertama kami Kamis kemarin
adalah ke Wana Wisata Kampung #6 yang berada di desa Patok Picis Wajak.
Sebenernya dapat informasi tentang wana
wisata Kampung #6 ini udah lama. Sebelum puasa. Dapat informasinya dari Mas
Azka Wolupitu. Ini aku tulis nama Facebook-nya. Soalnya aku ndak tahu nama
masnya sapa walau sering interaksi di Facebook. Heuheuheu. Tetep payah aja
kura-kura!
Kata Mas Azka, ada wana wisata baru di
Wajak. Tepatnya di Patok Picis. Hutan pinus gitu lah. Tapi, belum 100% jadi.
Waktu itu rumah pohonnya masih satu kata masnya.
Wana wisata itu juga yang jadi tempat
finish dari baksos trail adventure
sebelum puasa lalu.
Kenapa? Trail lagi? Mas Azka itu emang trail rider kok. Makaya infonya pun ada
hubungannya dengan dunia trail. Kenapa eh? Nyambungnya ke Lexi?? Hahaha. Tetep
ya!
Ok! Wana Wisata Kampung #6 masuk dalam
daftar tujuan mbladas. Catat!
Sabar menunggu karena masih puasa dan
lebaran—dan liburan panjang. Males keluar pas musim liburan. Pengalaman ke HPS
dulu. Jadi nggak bisa puas nikmati waktu di wana wisatanya.
Bingung wana wisata itu apa? Eum, wana itu
berasal dari bahasa Jawa yaitu wono yang berarti hutan. Jadi, wana wisata
mungkin maksudnya hutan wisata. Aku tahu istilah itu dari promosi Wana Wisata
Winongan yang juga berada di Wajak—yang juga udah masuk daftar mbladas, tapi
belum dikunjungi.
Mungkin karena lokasinya emang hutan, hutan
pinus. Jadi, pakek istilah wana wisata.
Libur lebaran, pas tengok beranda Facebook nggak sengaja nemu postingan
temen Facebook yang juga tetangga di
kampung. Postingan foto-foto di lokasi wisata yang kemudian aku sadar itu
adalah Kampung #6.
Langsung deh komentar. Nyari info tentang
jalurnya dan juga toilet. Hehehe. Selalu toilet ya. Maklum, aku kan beseran.
Jadi, harus dipastikan udah ada toilet apa belum. Daripada ntar aku tersiksa karena
nahan kebelet pipis hayo?
Informasi sudah didapat. Mas Azka ikut
menambahkan informasi tentang Kampung #6. Kebetulan masnya udah dari sana juga.
Bahkan, Mas Azka ngundang Mas Comenk (lagi-lagi ini nama akun Facebook-nya dan Mas Comenk ini trail rider juga) yang katanya dulu ikut
babat alas Kampung #6 di komentar. Siap ladub! Nunggu waktu longgar.
Dan, makin dibuat kepingin ketika melihat
postingan di Komunitas Peduli Malang tentang Kampung #6. Bagus!!! Pengen segera
ke sana. Tapi, jadwal bentrok terus sama patnerku si mbak potograper Mbak Siti
Maimun.
Tuhan emang Maha Asik. Saat iseng ngusulin
Kampung #6, teman-teman dari grup GAI langsung setuju buat kopdar di sana.
Woa!!! Akhirnya bisa pergi. Apalagi hubungi Mbak Siti Maimun juga bisa. Siap
ladub kan!!!
Kali ini nggak pakek Google Maps. Ogah
nyasar lagi. Hahaha. Modal mulut aja dah. Nanya ke orang. Lagian aku udah
pernah lihat papan petunjuk arah desa Patok Picis. Jadi, aman. Bapak juga ngasi
ancer-ancer. Kata Bapak, di arah ke WBL (Wisata Blayu Lor) itu terus.
Eh? Masak sih? Kayaknya bukan deh. Setahuku
masih di belokan yang agak ke selatan. Ada tulisan Patok Picis warna hitam. Ah!
Jalan aja deh.
Melaju bersama Jagiya. Dari pasar Wajak
terus ke selatan. Eh, bablas. Ternyata bener di belokan ke WBL itu ada papan
petunjuk arah ke desa Patok Picis. Warna ijo papannya.
Heuheuheu! Balik lagi deh. Untung nggak
terlalu jauh bablasnya. Jadi, mripit aja lalu masuk gang dan kembali melaju.
Rute ke WBL udah aspal dan melewati
perkampungan padat penduduk. Tapi, jalannya sempit dan yang lewat situ
kebanyakan truk pengangkut pasir. Jadi, sabar ya. Pelan-pelan. Harus saling
mengerti, memahami, dan berbagi. Hehehe.
Masuk gang itu, terus aja deh. Jangan
belok-belok. Ikutin aja jalan utama. Atau ngekor truk pasir juga nggak papa.
Soalnya truk pasir itu masuk area wana wisata juga. Lewat situ juga gitu.
Siapin masker ya. Kalau lagi musim kemarau
gini, debunya aje gile bohay dah. Aku bawa masker, tapi lupa nggak dipakek.
Kenyang debu deh jadinya.
Sepanjang jalan utama aspal. Ada jalan
makadam (tanah berbatu dan berdebu) sekitar 500 meter lah. Tapi, jangan
khawatir. Ndak separah HPS kok jalurnya. Cuman debunya kan tebel, jadi agak
licin juga. Dan, rada nanjak pas mau ke lokasi.
Tiba di lokasi, kita langsung disambut area
parkir. Luas areanya. Mobil juga bisa. Tapi, panas. Karena berada di area
terbuka. Kalau di HPS kan di dalam hutannya ya. Di bawah pepohonan. Di Kampung
#6 ada di tepi hutan dan area terbuka.
Hutan pinus di dekat pintu masuk yang juga pintu menuju area parkir.
Toilet ada di sebelah... barat sih kalau
kataku. Yap, sebelah barat area parkir.
Yang nggak bawa bekal. Don't worry be
happy. Walau belum sebanyak di HPS, tepat di samping area parkir udah ada
kantin. Jualannya pun beragam. Dari camilan sampai bakso yang bisa bikin
kenyang ada. Mau ngopi juga ada. Tinggal pilih aja maunya apa.
Kampung #6 ini ndak kayak HPS. Kalau HPS
kan full hutan pinus. Nah, Kampung #6 ini, bagian yang udah dibangun bukan pada
hutan pinusnya. Tapi, entah pohon apa. Aku nggak tahu namanya. Hutan pinus ada
di sebelah kanan. Dan, lokasi antara hutan pinus dan area yang sudah dibangun
dibatasi jalan tanah yang menjadi jalur lalu lalang truk pengangkut pasir.
Di area yang sudah dibangun ada taman bunga
dan beberapa rumah pohon. Seingatku ada dua rumah pohonnya. Trus, di sisi kiri
ada panggung kotak dan satunya berbentuk hati aka love kayak di GSS.
Senada dengan HPS, ada tulisan-tulisan unik
juga di beberapa pohon yang bisa diajak selca atau selfie. Ada juga meja dan
bangku kayu yang bisa dipakai buat duduk-duduk menghabiskan bekal sembari
menikmati indahnya lukisan Tuhan yang terbentang di sekeliling kita.
Areanya luas, tapi sayangnya aku nggak
keliling kayak biasanya. Karena hari itu emang datang buat kopdar, jadi
sebagian besar waktu dihabiskan buat duduk bersama dan saling curhat. Jadi,
maaf deh. Kurang lengkap tulisannya.
Karena masih taraf pembangunan, jadi masih
banyak area kosongnya. Kalau udah jadi seluruhnya pasti bagus banget. Tapi,
jangan khawatir. Aktifitas para pekerja nggak akan mengganggu kita kok. Dan, wana
wisata ini emang selfiable.
Selain itu, berada di Kampung #6 berasa
seperti berada di negeri atas awan. Kita bisa melihat kawasan pemukiman di
bawah kita. Cocok deh buat ngedem pikiran yang panas. Cari inspirasi. Buat
jalan-jalan bareng keluarga juga ok. Jalan sama pacar juga ok. Hahaha.
HTM ke Kampung #6 tidak ada. Cukup bayar
parkir Rp. 5.000,- aja. Jangan ngeluh karena ndak dapet karcis ya. Kan udah aku
bilang masih taraf pembangunan. Jadi, jangan samain sama HPS yang udah jalan.
Kita bakal dapat nomer parkir aja. Mungkin ntar kalau udah jalan juga bakal ada
karcisnya kayak di wana wisata lainnya yang udah lebih dulu tenar.
Oya, di jalan masuk ke lokasi sebenarnya
ada dua jalur. Aku kebetulan lewat yang sisi kiri. Ada jalur lagi di sisi
kanan. Kata mas-mas yang jaga parkir sih itu jalan alternatif juga. Tapi,
jalurnya lebih sepi. Jadi, kalian bisa pilih sih mau lewat mana. Karena aku cuman
berdua, aku milih balik pakai jalur pas berangkat. Berbagi lagi sama truk-truk
pengangkut pasir. Hehehe.
Kalau kebelet pipis, ke toilet cukup bayar
Rp. 2000,- aja. Airnya mengalir deras. Toiletnya juga bersih. Ada buat cowok
dan ada buat cewek.
Trus, trus... kalau kehabisan bensin di
lokasi. Don't worry. Ada yang jualan bensin juga. Jadi keinget di Njemplang.
Suasana kantinnya kayal di Njemplang emang.
Siapin tunggangan ya kalau mau main ke
Kampung #6. Walau jalur nggak separah ke HPS, tapi nggak bijak juga kalau naik
bawa tunggangan yang nggak fit. Jalur makadam itu udah jauh dari pemukiman.
Jadi, jangan sampai bawa tunggangan yang nggak fit yang bisa berujung nyusahin
kita di sana.
Mungkin next time main lagi ke Kampung #6.
Biar bisa keliling dan masuk ke hutan pinus kayak yang dilakuin pengunjung lain
waktu itu. Dan, mungkin nanti bisa tanya-tanya kenapa nama wana wisatanya kok
Kampung #6.
Video Kampung #6 Part #1
Video Kampung #6 Part #2
Well, selamat berwisata. Semoga bermanfaat.
Maaf jika ada salah kata. Terima kasih.
Tempurung kura-kura, 17
Juli 2017.
. shytUrtle .
0 comments