Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

05:34

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 

 


. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
 
 
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 
Land  #8
 
Sungrin merasa risih kembali melirik ke arah kanan karena Magi fokus menatap titik itu. Sungrin merapikan buku-bukunya secepat ia bisa.

                “Aku sudah selesai. Aku pergi dulu.” Sungrin buru-buru pergi.

                Magi masih menatap tempat yang sama. Menatap siswi yang duduk menundukkan kepala dimana rambut panjangnya yang terurai menutupi semua wajahnya. Magi mengerutkan dahi. Setelah beberapa detik berlalu, Magi menghela napas lalu kembali memakan buah-buahan di hadapannya. Magi melanjutkan makan siang dan bersikap cuek pada siswi itu.

                Siswi ini menggeser duduknya. Kini berada tepat di depan Magi. Masih duduk tertunduk dengan rambut terurai yang menutupi wajahnya. Magi yang mencoba bersikap cuek akhirnya kesal juga. Ia membanting apel di tangannya ke atas meja menatap kesal gadis yang duduk di hadapannya.

                “Kau! Apa maumu? Kau ini siapa? Ha?! Kenapa kau muncul di hadapanku dan bertingkah seperti ini?!” maki Magi penuh kekesalan.


                L.Joe yang duduk di meja tak jauh dari tempat Magi duduk masih terus memperhatikan Magi. L.Joe mengerutkan dahi melihat Magi bicara sendiri.

                “Tuan Penguntit tak kunjung berhenti.” Shin Ae duduk di bangku kosong di depan L.Joe.

                “Dia berbicara sendiri? Pada tembok?” L,Joe seolah bertanya pada dirinya sendiri. “Atau pada tembok?”

                “Tidak. Ada yang menemaninya duduk di sana.” jawab Shin Ae santai.

                “Jongmalo...?”

                “Em. Wae? Apa aku menutupi pandanganmu padanya?”

                “Anee. Hanya saja dia benar-benar sendiri di sana kan?”

                “Sudah sedekat ini kenapa masih memburunya secara diam-diam? Tak ingin mendekatinya secara langsung? Seciut itu kah nyalimu, Lee Byunghun?! Sudah berapa lama sejak pertama kali kau melihatnya?”

                “Tiga bulan. Aku rasa.”

                “Itu tak cukup? Kau ini laki-laki bukan? Tiga bulan berlalu hanya dengan menjadi penguntit setia?”

                “Bukan begitu. Hanya saja aku pikir belum tepat.”

                “Tidak akan pernah ada waktu yang sempurna, tepat itu diciptakan bukan di tunggu.”

                L.Joe terdiam.

                “Belum tepat atau belum siap? Belum siap karena ternyata dia adalah murid pindahan dari SMA Maehwa yang pagi ini melompati tembok menerobos masuk ke sekolah lalu mengintimidasi Tuan Putri?”

                “Kau percaya rumor intimidasi itu? Aku tahu dia murid SMA Maehwa, tapi baru tahu jika ia murid yang di transfer kemari.”

                “Dia menarik benyak perhatian di hari pertama sekolah. Penampilannya yang demikian bukan berarti dia aman dari incaran lelaki. Hukum cinta tetap sama, siapa cepat dia dapat. Kau tak takut jika keduluan yang lain? Dia tahu tentang sepak terjangmu selama tiga bulan ini?”

                “Aku rasa tidak.”

                “Wah, kalau begitu resiko kehilangan makin berlipat.”

                “Berlebihan sekali.”

                “Tapi masuk akal kan? Ayolah L.Joe, apa yang kau tunggu? Kau ini tampan, kaya, kurang apalagi? Gadis mana yang tak akan tertarik?”

                “Jika itu alasannya apa benar dia akan menyambutku dengan baik? Justeru ini yang menjadi kekhawatiranku. Jika ia tahu aku anak saudagar kaya raya yang berusaha mendekatinya, apa dia akan merespon serius padaku? Banyak pria yang mengandalkan ini semua padanya, namun tak satu pu  ia respon.”

                Berganti Shin Ae yang terdiam. Alasan L.Joe cukup masuk akal. Terlebih sudah tiga bulan L.Joe menjadi penguntit Magi, pastilah L.Joe lebih tahu tentang siapa Magi dan bagaimana gadis itu.

                “Tapi tidak akan pernah tahu hasilnya bagaimana jika kau tak mencobanya kan?” Shin Ae kembali bicara.

                “Dia di sini sekarang, aku akan lebih punya banyak kesempatan.” L.Joe tersenyum manis.

                “Terserah kau saja. Gila menurutku ternyata gadis yang kau taksir seperti itu wujudnya.”

                L.Joe kembali tersenyum dan melanjutkan makan siang.

               
Hembusan angin itu menyentuh L.Joe ketika Suri melewatinya menuju meja dimana Magi duduk. L.Joe sedikit terkejut lalu kembali menatap ke arah meja dimana Magi duduk. L.Joe memiringkan kepala agar lebih jelas mengamati meja Magi.

“Di sini kau rupanya!” Suri sampai di meja Magi. “Makan siangmu sudah selesai kenapa kau masih bicara sendiri di sini? Latihan untuk pertunjukan sore nanti?”

“Sedang mengintrogasi seseorang,” Magi menatap lurus ke hadapannya.

“Aish! Jangan bercanda! Kau sendirian di sini!”

“Dia keras kepala dan memilih tetap bungkam. Tak mau bicara.”

“Ya! Hentikan candaanmu yang sama sekali tak lucu ini. Ada hal lain yang lebih penting.”

“Apa itu?” Magi menoleh menatap Suri. “Sudah kubilang aku masih sibuk mengintrogasi seseorang di sini.”

“Kau sendirian di meja ini Magi!”

Magi mengamati sekitar. Suri menatapnya heran. Magi menghela napas dan tetap duduk di bangkunya.

“Kita diminta ke ruang Tata Tertib.” Hyuri baru sampai di meja Magi.

“Lagi?” gumam Magi.
***

Hyuri, Magi dan Suri berdiri berjajar di Ruang Tata Tertid di hadapan Park Shihoo dan Hyungbum. Shihoo sibuk dengan map merah di tangannya.

“Sayangnya para penantangku ini semua perempuan, tapi walau demikian aku tak akan bersikap lunak.” Shihoo menutup map di tangannya. “Aku salut pada keberanian yang kalian miliki. Di hari pertama sekolah, belum setengah hari berjalan sudah membuat dua kekacauan. Walau Yang Mulia Tuan Putri mengelak tentang tuduhan intimidasi itu, jangan harap kalian akan merasa aman dan tenang.”

“Beginikah sekolah mahal itu? Jadi kami di kirim kemari untuk jadi bulan-bulanan? Bukan dilindungi dan dibina tapi kami malah diancam.” Hyuri menjawab.

“Berani sekali kau berpendapat!” tegur Hyungbum dengan nada sedikit meninggi.

“Aku tak melakukan intimidasi, hanya protes kecil keberatan akan adanya para bodyguard itu. Cukup aku saja, kedua temanku ini tak ikut campur.” gantian Magi angkat bicara.

“Punya hak apa kau atas hal itu hingga merasa terganggu? Lalu protes.” tanya Hyungbum.

“Hak asasi sebagai individu yang pantas mendapat kenyamanan dalam kehidupan sosial. Bukankah ini dilindungi oleh pemerintah? Walau pendiri sekolah ini adalah seorangLady Royal, tapi sekolah ini adalah sekolah umum bukan sekolah kerajaan. Jika ingin diperlakukan istimewa kenapa tak dimasukan dalam kelas khusus saja? Di sana mungkin tak akan ada yang keberatan dengan adanya bodyguard-bodyguard itu.”

“Kau! Bicaramu!” Hyungbum naik pitam. “Kau pikir siapa dirimu?! Kau mau ditendang keluar dari Hwaseong Academy di hari pertamamu ini?! Pihak istana menjadi luluh karena kebaikan hati Tuan Putri.”

“Kembali mengancam? Beginikah cara kalian membimbing kami?” sela Hyuri. “Praktek ketidakadilan ini berjalan mulus di sini? Miris. Padahal gelarnya sebagai sekolah nomer satu di Wisteria Land.”

“Kau!”

“Sudahlah!” potong Shihoo. “Kau merasa bertanggung jawab atas semua ini?” Shihoo menatap Magi.

“Semua ini ulahku. Hukum saja aku. Jangan mereka.”

“Ini salahku juga.” sahut Hyuri.

“Kompak. Bagus. Pondasi yang kalian bangun, aku tertarik sekali padanya. Baiklah. Tetaplah bertahan. Kita lihat, sampai dimana kalian kuat. Titik awal, kalian dapatkan apa yang kalian inginkan.” tutup Shihoo menyincingkan senyum sinis.
***

Hyuri, Magi dan Suri membersihkan lapangan olah raga indoor sebagai hukuman tindakan melompati pagar pagi ini. Bertiga mereka membersihkan lantai ruangan yang luas itu. Selesai dengan lapangan indoor, trio Maehwa lanjut pada tugas selanjutnya yaitu membersihkan aula pertunjukan.

“Mianhae, chinguya! Aku telah menyusahkan kalian!” teriak Magi lagi.

“Mendengarmu terus mengucap kata itu lebih melelahkan daripada mengepel lantai ini.” jawab Suri. “Sudah diam saja! Simpan energimu. Ini awal yang seru. Menyenangkan. Menjadi golongan bad student seru juga.” Suri terkikik geli.

“Sebentar lagi musim semi kan? Jadi berbahagialah.” balas Magi.

Hyuri tersenyum saja melihat tingkah kedua temannya.

“Woa! Panggung!” Magi berhenti di tengah-tengah aula pertunjukan menatap panggung megah di hadapannya.

Hyuri dan Suri merapat mendekati Magi lalu turut menatap panggung.

“Akhir pekan nanti akan ada pentas seni. Pertunjukan penyambutan untuk murid-murid baru. Tradisi di Hwaseong Academy setiap tahun ajaran baru.” kata Magi.

“Kau berharap berdiri di atas sana? Bercerita seperti saat di jalan Elder Flower? Wah pasti keren. Belum pernah ada sepertinya di sini.” respon Suri.

“Jalan Elder Flower lebih luas dari ini. Aku punya segalanya di sana. Untuk apa mengejar kotak kecil ini?”

“Benar juga.”

“Aku yakin kau akan jadi pencerita hebat kelak. Terkenal dan selamanya menguasai jalan Elder Flower.” sahut Hyuri.

“Aku tak mau selamanya karena itu akan membuatku sangat kesepian.”

Hyuri dan Suri kompak menoleh menatap Magi. Magi terseyum kecut. Ekspresi yang tak pernah dilihat oleh Hyuri dan Suri sebelumnya.

“Aku baru menyadarinya, kenapa kau bertingkah seperti ini di hari pertama sekolah.” Hyuri kembali menatap panggung. “Kau memberikan apa yang mereka inginkan.”

“Dan kau berperan dengan baik. Terima kasih.”

“Dan aku hanya menjadi penggembira saja.” keluh Suri.

Magi tersenyum merangkul Suri.

“Ngomong-ngomong... bagaimana dengan Lee Junki Sonsaengnim? Apa kabar guru tampan itu?” bisik Suri.
***

Junki tertunduk di depan Son Hyunjoo Kepala Sekolah Hwaseong Academy. Hyunjoo ceramah panjang lebar di depan Junki sehubungan dengan insiden yang dilakukan oleh tiga siswi SMA Maehwa yang pindah ke Hwaseong Academy bersamanya.

Satu jam kemudian Junki keluar dari kantor Kepala Sekolah dengan wajah lesu. Semalaman Junki tak bisa terlelap karena terus memikirkan Hyuri, Magi dan Suri. Menurutnya hari pertama ini pastilah sulit karena status ketiganya sebagai murid SMA Maehwa. Junki khawatir Hyuri, Magi dan Suri di bully oleh murid lain. Namun kenyataannya justeru Hyuri, Magi dan Suri yang membuat masalah lebih dulu.

“Sonsaengnim!” Magi berlari menghampiri Junki yang berjalan pelan keluar koridor. “Sonsaengnim baik-baik saja?”

“Kalian di luar kelas?” Junki balik bertanya.

“Mianhmanida. Untuk pagi ini dan hukuman.” jawab Suri.

“Aku lega melihat kalian baik saja. Jujur aku akui tindakan awal ini sangat menggebrak. Keren. Tapi selanjutnya tak akan mudah bagi kalian.”

“Tak akan mudah bagi kita.” Hyuri meralat. “Mau tak mau Sonsaengnim pasti terkena imbasnya. Seperti hari ini.”

“Karena kita orang-orang Maehwa. Bagiku tak mengapa. Aku mohon jadilah kuat anak-anakku.”

“Tentu saja kami akan bertumbuh semakin kuat karena kami Maehwa’s Angels.” sahut Suri.

“ASH. Kita ini ASH>” Magi meralat.

“Ah, apapun itu.” Junki tersenyum.

“Jongmal jeosonghamnida Sonsaengnim. Benar menajdi menyusahkan.” Magi menyesal.

Hyuri dan Suri diam menatap Junki.

“Apa kau menyesalinya? Kau merasa bersalah?” tanya Junki.

“Anee.” jawab Magi.

“Sama sekali tak menyesali semua kekacauan yang kau buat hari ini??”

“Anee. Berani taruhan, Tuan Putri itu kini sedang menikmati bonus yang di dapat dari ulahku. Karena itu rasa terima kasih yang berupa perlindungan yang ia berikan wajar kami terima.”

“Hah. Kau ini. Tapi itu bagus. Lakukan kesalahan dan ambil hikmahnya untuk belajar menjadi lebih baik. Jangan melakukan kesalahan dan hanya menyesalinya.”

Hyuri, Magi dan Suri tersenyum mendengarnya.

“Walau Tuan Putri melindungi kalian kali ini, bukan berarti kalian menjadi bebas. Hukuman dari setiap pelanggaran pasti akan menunggu kalian setiap kalian berbuat kesalahan. Perlindungan Tuan Putri hanya membebaskan kalian dari tindakan istana. Karena ini pula kalian pasti akan sangat diawasi setelah ini. Bersikaplah baik mulai sekarang.”

“Bagaimana kalau mereka yang memulai? Maaf. Aku tak bisa bersabar.” kata Hyuri.

“Arogan itu perlu, tapi gunakan pula logika. Dimana dan kapan kau harus bersikap demikian.”

“Baiklah, aku akan berusaha menahan diri.” Magi tersenyum lebar. “Tapi tak bisa janji, hanya mengusahakannya.”

Junki tersenyum dan mengangguk.
***

Sungrin tersenyum melihat ke bangku Magi. Bukannya menyimak pelajaran Magi malah terlelap di bangkunya. Sungrin juga memperhatikan Hyuri dan Suri yang terkantuk-kantuk menyimak penjelasan guru di depan kelas. Lagi-lagi Sungrin tersenyum. Kemudian tatapan Sungrin tertuju pada Hami. Tuan Putri ini tampaknya sedang terfokus pada Magi. Sesekali senyum terkembang di wajah ayu sang putri. Sungrin menundukan kepala kembali membuat coretan di bukunya untuk mengusir rasa kantuk.

Bel tanda pulang berdering. Murid-murid mendadak kembali bersemangat ketika guru mengakhiri pelajaran. Suri membangunkan Magi yang duduk di belakangnya. Murid-murid kelas X-F mulai keluar meninggalkan kelas.

“Jika semua guru seperti ini, maka aku akan terus hibernasi di kelas ini.” kata Magi sembari menggeliat. “Ah! Melelahkan.”

Hami tersenyum menghampiri meja Magi. Jonghwan, Suri, Hyuri dan Seungho menatapnya heran. Sungrin yang sedang memberesakan barang-barangnya juga curi-curi pandang ke bangku Magi.

“Ada apalagi Yang Mulia?” sambut Magi santai.

“Hanya ingin mengucapkan terima kasih. Berkat kau, aku bisa menikmati sedikit kebebasanku di sekolah.” Hami dengan lembut.

“Hanya karena aku tak nyaman. Melakukannya untukku sendiri, tak perlu berterima kasih.”

“Tetap saja kau turut menikmati imbasnya. Gomapsseumnida.”

“Lalu apakah istana tak akan mengawasi kami?”

“Aku jamin ini tak akan terjadi.”

“Aku memegang janji Yang Mulia.”

“Nee. Aku pulang dulu.” pamit Hami.

“Wah, sepertinya kau benar-benar telah meluluhkan hatinya. Yang Mulia Tuan Putri benar-benar luluh padamu.” Seunghoo menghampiri Magi saat Hami keluar meninggalkan kelas.

“Kenapa? Kau iri?” tanya Magi. “Sepertinya akulah pesaing terberatmu jika kau menyukai Tuan Putri.” canda Magi.

“Ey! Mana berani aku naksir Tuan Putri?”

“Hari ini berjalan lumayan baik untuk kalian. Sebaiknya kita pulang dan beristirahat. Esok akan lebih dari ini.” sela Jonghwan. “Kalian harus siap. Sepertinya masing-masing mulai mengatur strategi. Informasi tentang kalian sudah di posting dalam Hwaseong Academy Community.”

“Ah, aku benci dunia maya.” Keluh Hyuri.

“Seru! Seru! Nantinya jadi terkenal kan?” sahut Suri. Semua tertawa mendengarnya kemudian keluar bersama.

Sungrin tersenyum melihat Magi dan teman-temannya yang berjalan keluar kelas. Di dalam ruangan ini hanya menyisakan dirinya kini. Sungrin menghela napas, meraih tasnya dan namun masih duduk bertahan.

“Annyeong!” suara itu mengejutkan Sungrin hingga gadis ini menoleh ke arah pintu.

Magi tersenyum lebar mengintip di pintu. Sungrin terkejut melihatnya.

“Apa yang kau tunggu? Ayo kita  pulang bersama.” ajak Magi.

Sungrin tersenyum segera bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Magi. “Kau menungguku?”

“Mereka berpasangan.” Magi menunjuk Jonghwan-Suri, Seungho-Hyuri yang berjalan bersama. “Kau mau jadi pasanganku?”

Sungrin tersenyum dan mengangguk.

“Kaja!” Magi merangkul Sungrin dan pulang bersama.


L.Joe  yang baru menuruni tangga bersama Shin Ae berpapasan dengan teman-teman Magi. L.Joe menghentikan langkahnya menatap Jonghwan, Suri, Seungho dan Hyuri yang sudah berjalan melewatinya. L.Joe tak menemukan Magi di antara mereka. Shin Ae menyikut L.Joe ketika Magi muncul bersama Sungrin. L.Joe menoleh, lega melihat Magi muncul dan hanya melewatinya begitu saja. Shin Ae dia menatap L.Joe yang berdiri bertahan menatap Magi yang berjalan menjauh.
***

Hyuri, Magi dan Suri berhenti di perempatan dimana mereka bertemu dan berpisah tempo hari.

“Hari ini aku benar-benar senang bersama kalian. Gomawo. Tapi kembali sedih saat sampai di sini. Kita akan berpisah lagi. Aku harap kita bisa terus sama-sama.” Suri menjadi sedikit murung.

“Besok kita bertemu di sini dan bersama-sama lagi.” jawab Hyuri.

“Tinggal di luar sendirian pastilah menyenangkan.”

“Hanya menilai  dari apa yang kita lihat. Percayalah, ini sangat melelahkan. Beruntunglah kau yang punya orang tua.”

“Bagaimana merasa beruntung jika rumah sendiri terasa seperti neraka?”

“Jangan mengeluh. Syukuri dan nikmati yang ada. Satu lagi, kau tak boleh menyerah.”

“Dorama!” sela Magi. “Aku pergi! Annyeong!” Magi membalikan badan, melambaikan tangan dan pergi.

“Ya! Kapan kau memenuhi undangan Paman dan Bibi Lee?” panggil Hyuri yang hanya dibalas lambaian tangan oleh Magi. “Dasar! Kebiasaan sekali seperti itu.”

Suri tersenyum geli. “Terima kasih semangatnya. Sampai bertemu kembali esok.” Suri pun  pamit.

Hyuri tersenyum melihat dua rekannya yang berjalan pergi ke arah yang berbeda. Hyuri mengamati perempatan ini, tersenyum lalu menghela napas dan pergi.
***

Sepanjang perjalanan pulang sesekali Hyuri tersenyum sendiri. Ia mensyukuri keadaannya kini. Walau member Chrysaor yang lain tak lagi berada di dekatnya kini, namun Hyuri menemukan teman-teman baru yang tak kalah ajaib dari teman-temannya dalam Chrysaor.

Hyuri berjalan pelan menaiki tangga. Mata Hyuri terbelalak ketika sampai di tangga teratas. Nyonya pemilik rooftop mengeluarkan barang-barangnya.

“Ajuma! Ajuma! Ada apa ini?” Hyuri bergegas mendekat.

“Membantu mengemasi pakaianmu. Kau ingat saat kau datang kemari kau hanya membawa ransel berisi pakaian ini kan? Semua telah aku rapikan.”

“Mm-mwo...?”

“Hah! Ada yang mau menyewa mahal rooftop ini. Padamu aku tak punya harapan. Aku juga butuh makan. Lupakan hutang-hutangmu, tapi maaf kau tidaka bisa tinggal di sini lagi.”

“Ajuma...”

“Mianhae.” wanita menadongkan tangan meminta kunci rooftop pada Hyuri.

Dengan berat hati Hyuri memberikan kuncinya pada pemilik rooftop.

“Semua yang bukan milikku telah aku keluarkan.” ucapnya sebelum pergi.

Hyuri terduduk lemas di bangku panjang di depan rooftop menatap tas ransel dan satu tas lainnya yang di letakan di dekat pintu rooftop. Hyuri terduduk lemas tak tahu harus berbuat apa kini.
***
Suri menangis sambil memasukan baju-baju ke dalam kopernya. Satu tas ransel di dekat koper telah penuh dan rapi. Suri merapikan kopernya dan berjalan keluar mengabaikan pertengkaran yang terjadi di dalam kamar sang Ayah. Suri membanting pintu. Mengusap air matanya dan meninggalkan rumahnya.

Suri berjalan pelan menyeret kopernya. Wajahnya lesu. Berjalan tanpa tujuan. Terus berpikir kemana ia harus pergi malam ini. Suri melangkahkan kakinya menuju perempatan dimana ia biasa bertemu dengan Hyuri dan Magi tempo hari.

Di waktu yang sama, dari arah berlawanan Hyuri muncul, berjalan pelan menuju perempatan. Suri yang telah sampai lebih dahulu menghentikan langkah dan menatap heran Hyuri yang kemudian berdiri di hadapannya.
***

L.Joe duduk tenang di meja nomer 8 di dalam club yang ramai dipadati pengunjung. Senyum terkembang di wajah tampannya, sedang kedua mata elangnya fokus menatap panggung dimana pertunjukan sedang digelar. Terlihat dengan jelas jika L.Joe benar-benar menikmati pertunjukan malam ini.

Empat orang gadis cantik di atas panggung memainkan sebuah instrumental melodi. Paduan biola, keyboard, gitar dan drum memanjakan telinga para pengunjung club.

Yoo Jaesuk, pria berkacamata pemilik club beranam Golden Rod ini menyapa ramah para pengunjung yang berlangganan datang ke clubnya. Jaesuk tiba di meja L.Joe. Ia duduk di hadapan Tuan Muda tampan ini.

“Selamat malam Tuan Muda Lee.” sapa Jaesuk ramah. “Masih setia duduk di sini sendiri setiap kali datang kemari. Eiy, jangan-jangan ada hal lain yang Tuan incar.”

“Jaesuk Ajushi selalu saja bercanda.”L.Joe tersipu. “Hanya memiliki seorang teman dekat, teman baik yang selalu sibuk. Beginilah jadinya.”

“Eiy. Yang mana??”

“Nee...?”

“Dari keempatnya. Snapdragon. Mereka alasan Tuan Muda datang kemari sejak dua bulan yang lalu kan? Ck! Ekspresi itu benar-benar tak bisa mengelaknya. Dan lagi Tuan Muda hanya muncul di Senin dan Kamis malam. Kedua malam itu adalah milik Snapdragon.”

L.Joe kembali tersenyum tersipu.

“Lalu yang mana dari Snapdragon yang warna-warni ini? Putih? Merah? Pink? Kuning? Atau... oranye? Alasan kebanyakan pria datang di Senin dan Kamis malam adalah Snapdragon. Yang mana yang Tuan Muda sukai?”

“Ajushi ingin tahu sekali.”

“Hampir tiga bulan hanya duduk memperhatikan menahan rasa penasaran, hal seperti ini aku pernah mengalaminya saat mudaa. Dan itu sangat tidak enak bukan? Maka yang mana? Aku akan membantu Tuan Muda Lee.  Biola Geum Minchi, keyboard Yoon Songeun, gitar Chae Yeonmi atau tabuhan drum Moon Sori yang mengikat perhatian Tuan Muda?”

“Gabungan dari kesemuanya. Melodi yang sempurna. Berharap suatu saat bisa bermain musik bersama mereka.”

Jaesuk menatap genit pada L.Joe membuat pemuda itu risih.

“Kenapa Ajushi menatapku seperti itu?”

Penonton bertepuk tangan riuh. Snapdragon usai memainkan melodi instumen untuk membuka penampilan mereka. Tatapan L.Joe kembali terfokus pada panggung. Jaesuk mengikutinya. Mata L.Joe berbinar ketika  satu orang gadis lagi muncul diatas panggung. Jaesuk tersenyum melihat ekspresi L.Joe.

“Arata. Arata.” Jaesuk kembali membuyarkan konsentrasi L.Joe. “Jadi yang membuat Tuan Muda bertahan di sini tak lain adalah Butterfly Bronze Snapdragon Rosmary Magi?”

Wajah L.Joe spontan memerah. Jaesuk tersenyum penuh kepuasan.

“Ini sulit. Tuan Muda pastilah tahu begitu banyak tamu yang ingin hanya sekedar ngobrol dengannya namun tak satupun diterima. Sangat sulit disentuh. Tapi untuk Tuan Muda Lee akan aku usahakan untuk membujuknya.”

“Ajushi...”

“Dari kelima gadis itu, kenapa dia?”

“Entahlah. Merasa begitu tenang melihatnya sejak pertama kali  tak sengaja bertemu di jalan Elder Flower.”

Jaesuk tersenyum menganggukan kepala. “Aku bisa lega sekarang.”

“Nee?”

“Aku akan bicara padanya. Malam ini ia longgar, begitu yang ia ungkap padaku tadi.”

“Ajushi...”

“Ssh! Pertunjukannya akan segera dimulai. Selamat menikmati.” Jaesuk mengerlingkan mata kanannyaa lalu kembali menatap panggung. “Snapdragon adalah The Corrs milik Golden Rod. Setuju kan?”

Inilah Snapdragon. Salah satu maskot club Golden Rod. Band beraanggotkan lima orang gadis cantik yang setahun ini berhasil menarik minat pengunjung untuk datang meluangkan waktu ke club Golden Rod. Snapdragon berada di bawah pimpinan leader cantik berpenampilan tomboy Pure White Snapdragon Chae Yeonmi pada gitar. Empat anggotanya adalah drummer berwajah ayu yang selalu penuh senyuman Sonet Pink Snapdragon Moon Sori. Keyboardist berwajah kalem Soltize Yellow Snapdragon Yoon Songeun. Si cantik multitalenta Rocket Red Snapdragon Geum Minchi pada biola/bass/gitar akustik. Dan si bungsu pada vokal Butterfy Bronze Snapdragon Rosmary Magi.

Magi terlihat sangat berbeda malam ini. Rambut coklat ikalnya diikat sebagian dan riasan minimalis itu semakin memperkuat lekuk kecantikannya. Magi sudah berdiri di tengah diantara Minchi dan Yeonmi. Ia tersenyum menatap para pengunjung.

“Karena musim dingin akan segera berlalu tergantikan musim semi yang sudah menunggu di ambang pintu, marilah kita menyambutnya dengan senyuman dan cinta. Untuk yang menunggu belahan jiwanyaa datang menghapus sepi here we are Snapdragon with All The Love In The World-The Corrs.” Magi memberikan sambutan singkatnya.

Pengunjung bertepuk tangan dan Snapdragon memulai kembali pertunjukannya.
***

Magi membersihkan make up di wajahnya kemudian merapikan rambut ikal coklat panjangnya dan kembali mengenakan wig rambut lurus panjang berwarna oranye terkepang dua.

“Wow! Semua ini untuk Rosmary Magi? Heum... Butterfly Bronze Snapdragon semakin banyak penggemarnya. Kenapa tak sesekali menyapa mereka?” Sori sambil mengamaati buket bunga dan beberapa bingkisan lain yang dikirim pengunjung untuk Magi.

“Gawat kalau aku pulang telat.” jawab Magi. “Bisa-bisa aku digantung.”

“Harusnya namamu Cinderella saja, bukan Rosmary Magi.”

“Lalu sampai kapan kau akan menyamar seperti ini adik kecil?” Minchi merangkul Magi yang sudah selesai merubah penampilannya. “Kau menyamar tapi taak mengubah namamu. Nama panggung di jalanan, di sini dan keseharian sama saja. Lalu tujuan menyamar ini apa?”

“Nama Rosmary Magi sudah mewakili semua bukan?” jawab Magi.

“Menurutnya ini semacam permainan peran. Roleplayer.” sahut Sori.

“Apapun itu acuhkan saja.”  kata Yeonmi.

“Sebenarnya apa yang tak kau suka dari penampilanmu yang sebenarnya?” tanya Songeun.

Magi diam sejenak. “Tak ada. Hanya saat ini aku nyaman dengan tampilan seperti ini.”

“Jangan-jangan kau sedang menghindari seorang pria. Tapi di sini kenapa kau malah tampil dengan dirimu yang sesungguhnya?” tanya Minchi.

“Kalau dia tampil seperti ini apa ada yang mau melihat Snapdragon?” Sori balik bertanya.

“Tapi dia seperti di jalan Elder Flower.”

“Mata anak-anak dan orang dewasa berbeda. Terutama mata laki-laki.”

Jaesuk mengetuk pintu lalu masuk ke ruang tunggu khusus milik Snapdragon. Jaesuk tersenyum melihat lima gadis ini duduk santai dan ngobrol di ruang tunggu. Jaesuk menghampiri Magi dan membisikan sesuatu pada gadis itu.

“Mwo...?” Magi  terkejut usai Jaesuk membisikan sesuatu padanya.

“Aku mohon. Sekali ini saja.” Jaesuk memelas di depan Magi.

Magi diam. Berpikir.
***

L.Joe terlihat gusar berdiri menyandarakan punggung pada tembok di dekat deretan tanaman bambu Jepang di tepi plataran parkir club Golden Rod. Kaki kanan L.Joe bergerak-gerak membuatb tulisan di atas aspal. L.Joe kembali menegakan badan lalu berjalan mondar-mandir. Sesekali menendang kerikil yang berada di atas aspal.

Gerak kaki L.Joe terhenti ketika ia mendengar suara greak roda sepeda. L.Joe menoleh ke arah kanan ketika bunyi itu tak terdengar lagi. L.Joe tampak terkejut sekaligus senang. Senyum terkembang di wajahnya melihat Magi sudah berdiri jarak dua langkah darinya. L.Joe menggeser posisinya menghadap lurus pada Magi.

“Annyeong. Apakah Anda Tuan Muda Lee Byunghun?” tanya Magi.

“Iye.” L.Joe canggung. Terlihat jika ia gugup berhadapan dengan Magi.

“Aku Butterfly Bronze Snapdragon Rosmary Magi. Jaesuk Ajushi memintaku menemui Anda di sini. Ada... apa?”

“Itu...”

Ponsel Magi berdering. “Suri...?” bisik Magi melihat nama Suri muncul. “Maaf. Tunggu sebentar.” Magi meminta izin menerima panggilan itu. “Yeoboseyo?”

“Magi-ya... jebal... jebal towajuseyo...” suara Suri terdengar ketakutan.

“Yeoboseyo! Suri! Kau dimana...?” Magi berubah panik mendengarkan Suri bicara. Magi memutar sepedanya dan mengayuhnya pergi tanpa pamit pada L.Joe.

L.Joe berdiri diam. Bingung pada apa yang sebenarnya terjadi.
***

Magi berusaha secepat mungkin mengayuh sepedanya agar lekas sampai ke tempat yang disebutkan Suri.

Suri ketakutan dan bertahan dalam persembunyiaannya. Seluruh tubuhnya gemetaran karena takut. Suri jongkok bersembunyi di balik tumpukan sampah pada sebuah gang buntu. Perlahan ia kembali merangkak untuk mengintip keberadaan Hyuri. Mata Suri terbelalak melihat Hyuri terkepung.

Hyuri berdiri di tengah-tengah dimana enam pria menyebar mengepungnya. Hyuri merasakan perih pada pojok bibir kanannya yang berdarah. Terluka akibat dari tamparan salah satu pria berbadan tegap ini. Masih terengah-engah Hyuri tetap siaga mengamati gerakan enam pria yang kini mengepungnya. Menghalau jikalau mereka kembali menyerang.
***

Di sinilah semua itu dimulai.

-------TBC--------

Keep on Fighting
 
shytUrtle

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews