Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

06:04

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 
 
 
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
 
 
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 
Land  #7

                Hyuri masih memegang lengan Magi. Suri pun masih berdiri di belakang Magi. Jonghwan pun sama, bertahan berdiri di samping Suri. Suasana dalam kelas X-F berubah sedikit tegang. Beberapa murid memperhatikan, beberapa memilih menundukan kepala.

                Hyuri sedikit meremas lengan Magi berharap gadis itu patuh dan kembali duduk. Hyuri menatap tajam Magi yang balas menatapnya. “Sudahlah.” Hyuri dengan nada rendah.

                Magi melepas pegangan tangan Hyuri pada lengannya. “Jadi para bodyguard ini bertanggung jawab atas Putri Wisteria Land? Yang Mulia Tuan Putri ada di kelas ini?”

                “Magi!” bisik Suri khawatir.

                Para bodyguard yang tadinya fokus menatap ke arah depan kini menatap Magi. Mereka mulai geram pada Magi. Magi menatap ke arah barisan bodyguard tanpa ragu. Seungho turut bangkit dari duduknya. Ia khawatir jika tiba-tiba terjadi baku hantam antara bodyguard Tuan Putri dan trio Maehwa yang terkenal arogan.

                “Berlebihan sekali. Apa di kelas ini ada yang membahayakan Tuan Putri? Oh, jangan-jangan itu kami. Karena kami murid transferan dari SMA Maehwa?” Magi kembali melontarkan pertanyaan-pertanyaan pedasnya.

                “Wahai gadis, jaga bicaramu!” tegur tegas salah satu bodyguard perempuan.

                “Alasan keamanan ini terlalu berlebihan dan aku tersinggung.” Magi menegaskan. “Bukankah ini sama artinya dengan mencurigai seluruh penghuni kelas ini? Murid dan guru.”

                “Magi... sudahlah...” bisik Suri benar-benar khawatir melihat reaksi para bodyguard.

                “Sebaiknya hentikan semua protesmu ini.” Jonghwan pun turut khawatir.

                “Hanya satu pertanyaan saja. Kalian semua yang ada di dalam kelas ini apakah tak terganggu dengan keberadaan para bodyguard ini?” bukannya duduk Magi malah melanjutkan aksi protesnya.

                Hening. Tak satu pun bicara.

                Magi mengamati teman-teman sekelasnya. Ia menghela napas. Kesal, “Sekali lagi. Apa sama sekali tak ada yang keberatan dengan keberadaan para bodyguard ini? Kalian benar tak terganggu belajar dalam situasi seperti ini?”

                Masih hening. Tak ada satu pun yang bicara.

                “Aku keberatan dan merasa terganggu. Kalian tidak?” tanya Magi lagi sembari mengamati teman-teman sekelasnya. Magi menatap ketiga rekannya, Hyuri, Suri dan Seungho. “Kalian pun tak terganggu? Pasrah saja belajar dengan kondisi seperti ini?”

                Song Hami, Putri Wisteria Land duduk tertunduk di bangkunya. Bangku ketiga dari belakang pada deretan ketiga dari bangku trio Maehwa duduk. Kedua tangannya gemetar menerima protes keras dari salah satu murid pindahan dari SMA Maehwa itu. Hami tak menyangka akan menerima perlakuan semacam ini di hari pertama sekolah.

                “Semua diam. Tak ada yang keberatan? Ok! Aku yang pergi!” Magi membalikan badan menghadap Jonghwan dan Suri yang berdiri di belakangnya. “Minggir!” perintah Magi pada Jonghwan yang kebetulan mengahalangi langkahnya.

                “Aku pun keberatan.” suara seorang gadis menghentikan langkah Magi.

                Magi kembali membalikan badan. Mencari darimana sumber suara yang mendukungnya itu.

                “Sangat tidak nyaman.” imbuh siswi yang duduk di bangku paling belakang deretan paling ujung dekat jendela.

                Magi tersenyum menatapnya.

                “Maaf jika ini sangat kurang ajar. Sangat tidak sopan. Tapi  hal ini sungguh membuat saya tak nyaman Yang Mulia.” Park Sungrin  melanjutkan.

                “Kalian!!” salah satu bodyguard laki-laki benar marah.

                “Geumanhae!” Hami bangkit dari duduknya. Bahunya bergetar karena napasnya yang tak beraturan. Sedikit pucat dan kedua tangan yang masih mengepal itu gemetaran.

                Magi mengamati Putri Wisteria Land ini. Seungho, Hyuri, Jonghwan dan Suri turut menatap ke arah putri. Begitu juga beberapa murid.

                “Jeosonghamnida. Jongmal jeosonghamnida. Aku telah membuat kalian semua tak nyaman.” Hami melanjutkan bicara. “Aku terlalu egois dan mengabaikan teman-temanku. Aku mohon maafkan aku.”

                “Yang Mulia...” satu bodyguard laki-laki yang lain keberatan melihat tindakan Hami.

                “Ini bukan karena keberadaan murid pindahan dari SMA Maehwa di sini, hanya karena mereka harus menjalankan tugas. Membuatku aman dimanapun aku berada. Aku minta maaf karena telah membuat Anda tersinggung.” Hami berjalan ke belakang mendekati para bodyguardnya. “Tinggalkan kelas ini.” perintahnya.

                “Tapi Yang Mulia...” salah satu bodyguard wanita keberatan.

                “Kalian bisa menjagaku dari luar kelas kan? Aku aman di dalam sini. Percayalah.”

                Walau sesungguhnya keberatan namun lima bodyguard ini menuruti perintah Hami. Mereka meninggalkan kelas dan kelimanya menatap Magi ketika berjalan keluar melalui pintu belakang.

                Seluruh murid menunjukan ekspresi lega setelah bodyguard-bodyguard itu pergi. Sungrin tersenyum pada Magi. Magi pun membalas senyum. Seungho kembali duduk dan benar lega tak terjadi baku hantam. Hyuri tersenyum menepuk pundak Magi. Suri tersenyum lega. Jonghwan pun memberikan senyuman untuk Magi.

                Magi kembali menatap Hami yang berjalan kembali ke tempat duduknya. “Jeosonghamnida, Mama.”  Magi dengan nada lebih bersahabat. “Karena merasa tersinggung dan tak nyaman hingga membuat Yang Mulia gemetaran. Mianhamnida.” Magi membungkuk hingga 90©.

                Hami terlihat lebih tenang. “Aku lah yang seharusnya meminta maaaf pada teman-teman semua. Aku mohon bersikaplah biasa padaku.”

                “Hah! Kelas baru. Heum. Mulai sekarang marilah menjadi teman sekelas yang kompak, X-F yorobun.” Magi tersenyum lebar kemudian duduk di bangkunya. “Hoam. Aku jadi mengantuk.” Magi menggeliat.

                Hami tersenyum melihat tingkah Magi dan kembali duduk di bangkunya.
***

                Junki membawa satu kardus keperluan kerjanya. Ia berjalan mengikuti langkah Hyungbum menuju Ruang Guru. Ketika keduanya memasuki Ruang Guru, seperti telah di komando semua pasang mata yang berada dalam ruangan itu segera menatap Junki. Junki merasa risih, apalagi beberapa tampak saling berbisik.

                “Nah, inilah meja Anda.” Hyungbum sampai di depan meja milik Junki.

                “Kamsahamnida.” Junki membungkukan badan.

                “Semoga kau kerasan.”

                “Kamsahamnida, Sunbaenim.”

                “Tiga anak didikmu itu lumayan juga.”

                “Nee...?”

                “Kau tak tahu...? Pagi ini mereka melompati pagar, menyusup masuk sebelum jam sekolah dimulai.”

                “Mm-mwo...?” Junki syok. “Jeosonghamnida. Saya akan menegur mereka dan mengawasi mereka dengan lebih intensif.”

                “Harus. Jika tidak mereka dan juga kau tak akan bertahan lama di sini.”

                “Sekali lagi maaf, Sunbaenim.” Junki membungkuk hingga 90© di depan Hyungbum.

                Hyungbum menepuk pundak Junki lalu pergi.

                Junki menghela naopas panjang dan menunduk sejenak. Lalu ia kembali mengamati sekitar. Guru-guru yang tadi menatapnya kini kembali pada aktifitas mereka. Junki mencoba acuh dan menata barang-barang miliknya.

                Lima menit berlalu Junki masih sibuk menata barang-barangnya. Ruang Guru hening karena hampir keseluruhan guru berada di kelas. Mengajar. Hanya ada Junki di sana. Terlihat dua kaki melangkah mengendap-endap mendekati Junki.

                “Hai!” wanita cantik ini menepuk pundak Junki.

                “Aa! Kapchagi!” Junki tersentak kaget.

                Park Gahee terkikik geli melihat reaksi Junki. “Serius sekali sampai tak menyadari ada yang datang.”

                “Begini cara menyambut teman lama?” Junki dengan tampang kesal.

                “Ck! Jadi begini sensitif. Tak mendapat perlakuan baik di hari pertama? Kepala Sekolah tak bersikap baik? Abaikan saja dan mulai menata langkah, em? Kau pasti bisa. Jangan berkecil hati.”

                “Wajar saja untuk Guru SMA Maehwa seperti ku. Ditambah pagi ini aku mendengar dari Kim Hyungbum Sunbaenim, tiga anakku sudah membuat masalah.”

                “Oh, murid yang melompat pagar itu? Eum, memang ramai dibicarakan. Menurut yang aku dengar mereka melompat pagar dan berkeliling sekolah.”

                “Anak-anak ini.” keluh Junki.

                “Biarkan saja. Kau ini seperti tak pernah muda saja. Mereka butuh membangun image juga kan di sini.”

                “Membangun image dengan cara demikian?? Ini membangun masalah namanya.”

                “Andai tak tertangkap tak jadi masalah kan? Mereka butuh adaptasi. Rasa takut itu pasti ada pada mereka menghadapi fase ini.”

                Junki tersenyum manis. “Terima kasih sudah mendukungku.”

                “Be strong. Itu akan membuatmu bertahan. Em?”

                Junki tersenyum dan mengangguk.


                “Masih di sini? Kau tak dengar jika anak-anakmu membuat masalah lagi?” Hyungbum menghampiri Junki dan Gahee. “Belum setengah hari sudah membuat onar lagi. Aku rasa akan benar adanya, kalian orang-orang dari Maehwa akan membawa petaka ke sekolah ini.”

                “Kim Hyungbum Sunbaenim.” Gahee keberatan. “Pantaskah kita mengatakan hal demikian? Mereka datang bukan untuk di olok seperti ini.”

                “Tak mau di olok tapi menciptakan sesuatu yang membuat mereka di olok.” sahut guru tampan yang baru memasuki Ruang Guru ini.

                “Park Shi Hoo Sunbaenim...” bisik Gahee.

                Park Shi Hoo bergabung. “Aku ketua dari tim Tata Tertib . Aku tak akan bersikap lunak walau ketiganya adalah anak perempuan.” tegas Shihoo menatap tajam Junki.

                “Jeosonghamnida, Sunbaenim. Di hari pertama, anak-anakku sudah membuat begini banyak kekacauan.” Junki benar menyesal.

                “Masalah pagi ini aku berniat memakluminya, tapi tidak dengan laopran yang baru aku terima.”

                “Tolong ampuni anak-anakku, Sunbaenim. Kali ini biarkan aku yang menanggung hukumannya.”

                “Kau tahu kesalahan apa yang baru saja mereka buat?”

                “Mianhamnida, aku tak tahu.”

                Shihoo menghela napas.

”Mereka mengintimidasi Song Hami, Putri Wisteria Land yang kebetulan menjadi satu kelas dengan mereka.” terang Hyungbum.

“Mm-mwo...?” Junki terkejut hingga mulutnya membulat. “Pasti ada kesalahan. Tiga anakku ini bukankah pembuat onar di sekolah. Pasti ada kesalahan.” bela Junki.

“Kita lihat saja nanti. Saat ini Yang Mulia Tuan Putri sedang berada di ruang Kepala Sekolah. Semoga kalian beruntung.” Shihoo meninggalkan Ruang Guru.

Hyungbum menyusul langkah Shihoo. Junki terduduk lemas. Gahee terdiam. Hanya bisa mengusuk pundak Junki agar sahabatnya itu tenang.
***

“Aku sama sekali tak marah. Tolong jangan mengambil tindakan apapun pada mereka. Ini salahku.” Hami mengulang kembali pernyataannya. “Tolong jangan memperkeruh keadaan.”

“Yang Mulia mendapat tekanan dan takut mereka akan melakukan serangan lagi? Bagaimanapun juga Raja terlibat dalam persetujuan penutupan SMA Maehwa. Bisa jadi mereka meluapkan kemarahan kepada Yang Mulia Tuan Putri yang kebetulan menjadi satu kelas dengan tiga murid SMA Maehwa ini. Maafkan kami Yang Mulia. Ini kesalahan kami. Kami menawarkan Yang Mulia untuk pindah ke kelas khusus.” Son Hyunjoo begitu lembut berbicara di depan Hami.

“Aku tak mau. Aku ingin tetap berada di kelas X-F. Aku suka di sana. Dan jangan mencoba memindahkan tiga murid SMA Maehwa itu dari kelas X-F.”

Hyunjoo menatap heran pada Hami.

“Dari awal sudah kujelaskan, ini salahku. Aku terlalu egois membawa kelima boduguardku masuk ke dalam kelas dan mengabaikan bagaimana perasaan teman-teman sekelasku. Walau aku sempat syok, tapi murid Maehwa itu telah membuka mataku. Di sini statusku sama. Itulah kenapa aku memakai seragam ini.” imbuh Hami. “Kamsahamnida atas perhatian Bapak. Dan maaf, aku jadi begini merepotkan.”

“Bukan. Ah, ini tak masalah Yang Mulia. Kenyamanan dan keamanan Yang Mulia adalah tanggung jawab kami.”

“Kalau begitu keamanan dan kenyamanan tiga murid Maehwa itu juga tanggung jawab Bapak, bukan?”

Hyunjoo terdiam.

“Di sini, aku dan mereka juga murid yang lain adalah sama. Kami murid Hwaseong Academy. Tolong jangan perlakukan aku secara istimewa. Aku harap kejadian pagi ini tak akan menyulitkan mereka.” Hami tersenyum anggun lalu bangkit dari duduknya. “Tolong jangan menyentuh secara berlebihan bahkan mendiskriminasikan tiga murid Maehwa itu. Aku menyukai mereka.” Hami kembali tersenyum dan berjalan pergi meninggalkan kantor Kepala Sekolah.

“Omo! Kepalaku...” Hyunjoo memegang kepalanya masih duduk dalam kursi kebesarannya.
***

“Mwo...? Tuan Putri melepaskan anak itu begitu saja...?” Nana terkejut mendengar pengakuan Hami. “Yang  Mulia, apa Yang Mulia sadar melakukan ini semua...?”
Hami berkumpul bersama geng Nymphs saat istirahat di kantin.

“Ini membuatku tak habis pikir. Melepaskan mereka kali ini akan memberi kesempatan untuk membuat mereka berbuat lebih dari itu di hari berikutnya.” Hyerin mengerutkan muka. Kesal menanggapi kemurahan hati Hami pada trio Maehwa.

“Sediki janggal karena Yang Mulia melepaskan begitu saja orang yang mengintimidasi Yang Mulia.” sambung Suzy.

“Kenapa semua berpendapat demikian? Sungguh mereka tak melakukan apapun. Aku tak merasa terintimidasi atau terancam, diancam, semua itu tak benar.” sanggah Hami.

“Namun akibatnya akan tetap sama pada tiga murid pindahan itu. Insiden ini akan semakin membuat mereka menderita nantinya. Bagaimanapun juga image awal mereka sebagai murid SMA Maehwa sudah menjadikan mereka dibenci dan dikucilkan. Lalu pelanggaran pagi ini, melompat pagar dan menerobos masuk ke kelas-kelas, ditambah lagi insiden di dalam kelas X-F yang melibatkan Yang Mulia Tuan Putri. Dengan sendirinya mereka akan benar menjadi tak aman di sekolah ini.” terang Bora.

“Ini akan jadi pelajaran bagus bagi mereka.” Nana tersenyum puas.

“Apalagi berita yang menyebar semakin berkembang. Yang pasti ditambah-tambah, tak mungkin dikurangi. Hah... aku tak sanggup membayangkan bagaimana nasib mereka berikutnya di sini.” Suzy menggeleng pelan.

“Lalu apakah pihak istana sudah mendengar perihal ini?” Hyerin menatap Hami yang diam. Hami terlihat memikirkan sesuatu sambil mendengar obrolan teman-teman Hyerin. “Yang Mulia sudah menghalaunya?”

“Nee. Aku tak mau mereka ikut campur urusanku.” Hami membenarkan.

“Jangan-jangan ini misi mereka.” Suzy mengungkap kecurigaanya.

“Misi...?” tanya Nana.

“Em. Dendam karena SMA Maehwa ditutup. Dan kebetulan menjadi satu kelas dengan Yang Mulia Tuan Putri. Mereka mengambil kesempatan itu dengan mengintimidasi Tuan Putri. Masuk akal kan...?”

“Jika itu benar menjadi misi mereka, maka mereka akan berhadapan denganku dan harus siap menderita.” Hyerin geram.

“Onni, tolong jangan berlebihan menanggapi berita yang semakin berkembang tak karuan itu.” pinta Hami menatap Hyerin.

“Rencana kudeta bisa dimulai dari sini. Aku heran kenapa mereka memasukan murid SMA Maehwa ke sekolah kita ini.” Hyerin masih dengan ekspresi kesalnya.

“Bukankah ini akan menjadi seru? Sekolah yang tadinya begini tenang akan ada sedikit huru-hara setelah ini.” Bora tersenyum senang.

“Ey! Kau mau ikut andil?” tanya Nana.

“Yang Mulia.” Choi Junghoon menghampiri meja Nymphs.

“Benarkah apa yang kami dengar? Murid pindahan dari SMA Maehwa itu mengintimidasi Yang Mulia?” Kim Sunggyu yang datang bersama Junghoon menatap khawatir pada Hami.

“Kami pamit.” Nana bangkit dari duduknya diikuti Suzy dan Bora.

Junghoon dan Sunggyu duduk di depan Hyerin dan Hami.

“Begitu cepat menyebar dan semua tak benar. Tak bisakah semua ini dikendalikan?” tanya Hami.

“Tak ada yang perlu Yang Mulia lakukan.” jawab Hyerin.

“Mereka akan menjadi begitu menderita karena aku.”

“Mungkin itu yang harus mereka terima. Walau tanpa adanya insiden ini, mereka tak akan tenang di sekolah ini, karena mereka dahulunya adalah murid SMA Maehwa. Yang Mulia tak perlu merasa bersalah dengan ini.” Junghoon menenangkan.

Hami menghela napas. Ia terlihat benar mengkhawatirkan keadaan trio Maehwa.
***

Geunsuk mengerucutkan bibirnya, berdiri melipat tangan mendengar ocehan murid-murid yang duduk di belakangnya. Geunsuk mendegarkan dan menganalisis. Benarkah telah terjadi intimidasi pada Tuan Putri dan pelakunya adalah murid pindahan dari SMA Maehwa? Pertanyaan itu yang terus berputar-putar di benak Geunsuk.

“Geunsuk Hyung!!” suara itu membuyarkan lamunan Geunsuk.

Geunsuk mengangkat kepala dan mendapati Seungho sedang berlari kecil menuju padanya. “Kau rupanya.” Geunsuk tersenyum menyambut Seungho.

Seungho pun duduk di samping Geunsuk. “Hyung melamun?”

“Hanya memikirkan rumor itu.”

“Trio Maehwa mengintimidasi Tuan Putri? Aih, itu tak benar. Aku ada di sana. Ya sedikit protes memang namun berakhir damai kok.”

“Kau di kelas X-F juga...?”

Seungho mengangguk. “Bahkan kami masuk kelas bersama-samaa pagi ini. Mereka itu keren. Kami terlepas dari jebakan.”

“Jebakan...?”

“Em. Sengaja. Sepertinya untuk menyambut trio Maehwa itu.”

“Bagaimana kau bisa bersama mereka?”

“Aku terlambat pagi ini.”

“Payah sekali kau ini.”

“Ini di luar kendali. Mobilku mogok dan aku tak mendapat tumpangan. Sekolah ini kan sedikit di pinggiran.”

Geunsuk tersenyum. “Yang penting kau di sini sekarang.”

“Nee. Walau harus mengulang lagi dari awal.”

“Peraturan tetaplah peraturan. Inilah yang membuat Hwaseong Academy ini istimewa. Tak menerima murid pindahan, jika mau mengulanglah daari awal. Untung saja kau masuk kriteria. Walau faktor Ayah juga mendukung.”

“Hyung! Aku tak sebodoh ini.”

Geunsuk tertawa geli melihatnya. “Lalu bagaimana hari pertamamu ini?”

“Mengesankan. Dari pagi tadi sangat mengesankan.”

“Dari ekspresimu, kau sedang membicarakan gadis kan? Apa trio Maehwa itu?”

“Bukan hanya mereka. Tadi pagi aku bertemu gadis hebat.”

“Gadis hebat...?”

Seungho antusias menceritakan pengalamannya pagi ini. Saat berada di gerbang sekolah. “Dia... benar-benar gadis hebat. Hyung setuju?”

“Aigo. Ahli melompati gerbang itu julukanku. Selama ini tak pernah aku dengar ada yang bisa melompati gerbang itu sebaik yang aku lakukan, apalagi seorang anak gadis. Apa kau tak salah lihat?”

“Mataku ini normal. Jelas sekali itu seorang gadis. Sayangnya aku tak tahu dia siapa.”

“Apa benar ada siswi yang bisa melompati gerbang itu dengan baik. Ya, kau yakin itu gadis? 100% yakin...?”

“200%.” Seungho kesal.

Geunsuk diam. Ia penasaran pada sosok gadis yang melompati gerbang yang diceritakan Seungho. “Seungho-ya, kau berteman dengan trio Maehwa itu?” Geunsuk mengalihkan obrolan.

“Nee. Bahkan bangku yang aku dapat, itu juga berkat mereka. Wae, Hyung? Hyung khawatir aku akan susah sendiri karena berteman dengan mereka?”

“Bukan tak mungkin rumor intimidasi ini sudah sampai ke istana, berada dekat dengan mereka sangat beresiko.”

“Bukankah Tuan Putri telah menyangkal ini semua?”

“Bukan berarti ini menghentikan kecurigaan. Sebaiknya kau ambil titik aman saja.”

“Tapi... mereka teman pertama yang aku dapatkan.”

“Saat mereka tahu siapa kau sebenarnya, dengan mudah kau akan mendapat banyak teman.”

“Itu yang tak aku suka. Biarkan begini saja. Alami.”

“Dasar. Resikonya kau mau tanggung sendiri?”

“Tentu. Mana mungkin aku meminta pertanggungjawaban Hyung?”

“Dasar anak nakal.”

Seungho terkekeh.

“Kalau begitu, bisa kau awasi mereka untukku?”

“Nee...?”
***

Jonghwan duduk bersama Suri dan Hyuri di kantin yang sudah agak lenggang. Trio ini memilih meja paling pojok, walau tak sepenuhnya membuat ketiganya lepas dari tatapan murid lain. Tatapan dan saling berbisik yang benar membuat tak nyaman.

“Makan saja. Lama-lama kalian juga akan terbiasa.” kata Jonghwan.

“Iya. Karena kami murid pindahan dari SMA Maehwa dan dua insiden pagi ini. Aku benar dibuat gila karena ini semua. Aku tak pernah melakukan ini sebelumnya.” Suri menananggapi.

“Jadi ini yang pertama? Dan di sekolah ini? Benar-benar nekat.” Jonghwan menggelengkan kepala.

“Awalnya aku pikir iya. Tapi tidak setelah insiden di kelas tadi. Bukan tak mungkin laporannya sudah masuk ke istana kan? Bagaimana ini...” Suri kemudian menatap Hyuri yang melamun dan mengabaikan makanan dalam baki di hadapannya. “Hyuri! Kau kenapa?”

“Hanya berpikir tentang hal yang sama denganmu. Magi... aku tak menyangka dibalik wajah tanpa dosanya itu ternyata dia sangat arogan. Kau sadar tidak bagaimana ekspresinya tadi saat di kelas?” jawab Hyuri.

“Terlihat sangat marah?”

“Em. Dia sepertinya akan jadi demikian jika kenyamanannya terganggu. Mengerikan.”

“Dan itu akan mencelakai kita juga.”

“Tapi bukankah ini seru?” sela Jonghwan.

“Apanya yang seru...? Bahkan tuduhan kudeta pun mampir dengan mulus.” Protes Suri. “Hah... andai Magi lebih menahan diri. Bagaimana jika Tuan Putri tak tulus memaafkannya? Dengan bertindak demikian, yang lain akan makin bersimpati pada Tuan Putri dan membenci kita. Mampuslah kita.”

“Kalian bisa bernapas lega. Kepala Sekolah sudah mengumumkan tentang pengakuan Tuan Putri kan?” sela Jonghwan lagi.

“Justeru di situlah parahnya. Isu intimidasi ini sukses.” bantah Suri.

“Benar juga. Kalau begitu benar mampuslah kalian.” Jonghwan tersenyum sambil kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Hyuri beralih menatap tajam Jonghwan yang duduk di hadapannya. “Kau, sebenarnya siapa kau ini?” tanya Hyuri sinis.

“Jo Jonghwan.” jawab Jonghwan santai.

“Kau tahu resikonya tapi kau tetap memilih duduk di sini bersama kami. Apa tujuanmu sebenarnya?”

“Sebelumnya aku tak punya teman seperti kalian. Hanya penasaran. Sepertinya akan jadi sangat seru. Karena itu aku akan tetap bertahan menjadi teman kalian.”

“Bagaimana kalau kami menolak?” Hyuri masih menatap sinis Jonghwan.

Suri diam menggigit kedua supit di tangannya.

Jonghwan menghela napas. “Mau tak mau kalian harus mau menerima adanya aku. Bukankah ini takdir? Tiba-tiba kalian duduk di belakangku. Jadi terima saja dan kita akan bersenang-senang bersama. Em?”

“Dasar gila!”

“Hallo semua!” Seungho datang membawa sebaki makanan di tangannya dan duduk bergabung.

Hyuri dan Suri kompak menatap heran pada Seungho.

“Hanya bertiga? Dimana Rosmary Magi...?”
***

Jung Shin Ae berdiri diam mengamati taman belakang sekolah yang selalu sepi walau tempat ini sangat indah. Setelah cukup lama berdiri diam seperti ini, Shin Ae pun berniat pergi. Namun tiba-tiba muncul seorang gadis yang baru sampai di taman belakang sekolah dan menyita perhatian Shin Ae. Shin Ae urung pergi dan kembali memperhatikan dari tempat persembunyiaannya ini.

Magi berjalan bak anak kecil ke taman belakang sekolah. Langkah riang dengan sedikit melompat ke kanan daan ke kiri. Tangan kiri Magi menenteng buku agenda bersampul kulit coklat dan tangan kanannya membawa bollpoint berhiaskan bulu burung berwarna biru keunguan. Magi berjalan menuju pohon besar di tepi danau kemudian duduk di bawah pohon itu. Magi membuka buku agendanya dan mulai menulis.

Perhatian Shin Ae terusik ketika ia menangkap semak tumbuhan yang tak jauh darinya bergerak. Shin Ae sedikit menggeser posisinya untuk bisa mengintip apa yang menyebabkan tanaman semak itu bergerak. Pelan dan penuh hati-hati Shin Ae mengintip.

Shin Ae memiringkan kepala. Heran ketika menemukan L.Joe bersembunyi di balik tanaman semak berbunga dan membidikan kameranya ke arah danau. Tepatnya membidik gadis yang sedang duduk di bawah pohon besar di tepi danau. Shin Ae menyincingkan senyum. Ia paham sekarang. L.Joe diam-diam mengambil gambar gadis yang sedang duduk di bawah pohon besar di tepi danau itu.
***

Seungho, Hyuri, Suri dan Jonghwan berjalan bersama. Walau berusaha cuek, namun keempatnya tetap terlihat risih mendapat tatapan dari murid-murid yang mereka lewati. Tak hanya memberikan tatapan yang benar membuat tak nyaman, murid-murid itu pun tak jarang berbisik yang bisa dipastikan membicarakan keempatnya.

Hyuri syok. Tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik membuat Seungho, Suri dan Jonghwan turut berhenti dan keheranan.

“Wae...?” tanya Suri.

“Lima orang pemuda itu, sudahkah mereka lewat...?” Hyuri balik bertanya tanpa merubah posisinya.

“Nugu...?” Suri tak paham.

“Yang kau maksud Elroy?” tanya Jonghwan.

“Elroy...?” Hyuri menoleh menatap Jonghwan.

“Em. Mereka tak lewat sini.”

Hyuri kembali membalikan badan dan menatap lima pemuda yang berjalan bersama.

“Elroy, boyband maskot Hwaseong Academy.” lanjut Jonghwan.

“Boyband...?” tanya Suri.

“Em.  Jung Ilhoon, Nam Woohyun, Jung Daehyun, Changjo dan Yang Yooseob. Mereka sangat terkenal di sekolah. Yang aku dengar terakhir tentang mereka akan bersiap debut.” terang Jonghwan.

“Daebak!” puji Suri.

“Daehyun member boyband itu juga...?” gumam Hyuri.

“Nee.” jawab Jonghwan yang mendengar bisikan Hyuri.

Hyuri kaget menatap Jonghwan.

“Kelimanya murid tingkat II.” imbuh Jonghwan. “Kalau kau menyukainya, lebih baik kau mundur. Tak akan ada harapan.”

“Mwoya!” protes Hyuri.

Seungho dan Suri tersenyum melihat reaksi Hyuri.

Hyuri kesal dan kembali berjalan. Baru beberapa langkah, Hyuri kembali berhenti. Seungho, Suri dan Jonghwan pun turut berhenti lagi. Keempatnya berdiri diam menatap empat pemuda berwajah sangat tampan hingga terlihat cantik yang berjalan dengan langkah anggun menuju mereka.

“Ini... apalagi...?” bisik Hyuri.

“Mereka Flower Season Boys.” jawab Jonghwan. “Geng yang lumayan terkenal dan berpengaruh di sekolah ini. Kumpulan empat pemuda yang lebih cantik dari gadis dan anak para pejabat. Mereka bangsawan. The Leader Hwang Kwanghee The Summer Boy, Lee Taemin The Spring Boy, Kevin Woo The Autumn Boy dan Ren Choi The Winter Boy.”

“Nama gengnya Flower Season Boys? Lucu.” Hyuri menahan tawa.

“Kau tampak lebih gagah dari mereka, Song Hyuri.” komentar Seungho.

“Karena mereka memiliki paras lebih cantik dari para gadis. Bagaikan bunga empat musim. Kwanghee bunga teratai, Taemin bunga anggrek, Kevin bunga krisan dan Ren bunga plum.” Jonghwan melanjutkan penjelasannya.

“Menggelikan.” komentar Hyuri disusul tawa kecil Suri dan Seungho.

Geng Flower Season Boys berhenti jarak dua langkah di depan Hyuri dan teman-temannya. Empat pemuda cantik ini memicing menatap empat murid tingkat I di hadapan mereka.

“Apa yang kalian tertawakan?” tanya Hwang Kwanghee.

“Siapa yang tertawa?” Hyuri balik bertanya.

“Lalu...? Berbisik membicarakan kami? Kau tertarik pada kami?” Kwanghee dengan percaya dirinya.

“Mwo...?” mulut Hyuri membulat.

“Ish! Akui saja.”

“Siapa yang tertarik pada pemuda gemulai sepertimu?”

“Mwo...?!” Kwanghee marah.

“Jeosonghamnida Sunbaenim.” sela Jonghwan.

“Tunggu!” Kwanghee kembali memperhatikan Hyuri lalu Suri. “Dari muka kusut kalian yang sedikit bau, aku yakin kalian ini Sanderson Sisters dari Maehwa.”

“Mwo...? Sanderson Sisters dari Maehwa...?” sahut Suri kaget mendengar olokan Kwanghee.

“Dia pasti Sarah Sanderson.” tuding Kwanghee pada Suri.

“Wah, cocok sekali.” Taemin mengamini.

Kening Suri berkerut menatap Kwanghee lalu Taemin. Ia marah telah disebut sebagai Sarah Sanderson.

“Lalu yang dengan percaya diri mendongakan kepala ini siapa?” tanya Kevin menatap Hyuri.

“Pasti dialah Winifred Sanderson.” jawab Ren.

“Jadi dia leadernya?” Kwanghee dengan tatapan menghina. “Aigo. Sebaiknya kita pergi.” Kwanghee dengan ekspresi jijik menatap Suri lalu Hyuri kemudian bersama gengnya pergi.

“Hagh! Sanderson Sisters...?” Suri berkacak pinggang dan terlihat benar kesal. “Magi. Dimana anak itu!” Suri pergi begitu saja.

“Ya, Suri! Han Suri!” panggil Hyuri menyusul langkah Suri.

“Ada apa dengan mereka?” tanya Seungho pada Jonghwan.

Jonghwan mengangkat kedua bahunya benar tak paham.
***

Magi membawa baki berisi menu makan siangnya dan menghampiri meja paling pojok dimana Sungrin duduk di sana.

“Annyeong. Boleh aku duduk di sini?” sapa Magi.

Sungrin mengangkat kepala. “Oh, kau. Silahkan.” Sungrin tersenyum ramah.

“Kamsahamnida.” Magi duduk di hadapan Sungrin meletakan baki lalu buku agenda bersampul kulit coklat dan bollpoint berhiaskan bulu burung berwarna biru keunguan di atas meja.

Sungrin memperhatikannya. Magi tersenyum lebar. Sungrin membalas senyum.

“Oh! Gelang itu.” tuding Magi pada gelang berwarna oranye di tangan kiri Sungrin.

“Wae...?”

“Dari batu topaz kuning...?”

“Kau tahu...?”

“Hanya menebak.” Magi kembali tersenyum.

“Nee. Kurae. Gelang dari batu topaz kuning.”

“Hadiah yang bagus.”

Sungrin tersenyum sungkan. “Dari Rudbeckia.”

“Wah tak diragukan lagi kualitas dan keindahannya.”

“Kau tahu banyak sepertinya. Kau berasal dari Rudbeckia?”

“Anee. Yang memberikan hadiah itu... kau pasti berarti sekali untuknya.”

“Pemberian Oppaku, di hari ulang tahunku.”

“Wah, jadi benar kan? Hadiah yang bagus.”

“Kata Oppa cocok untukku. Baik untuk kesehatan tubuh dan pikiran. Menyeimbangkannya. Katanya juga memelihara kepraktisan dan kreatifitas pemakainya. Ini dari artikel yang aku baca.”

“Keren sekali.” Magi tersenyum manis.

Sungrin membalas senyum lalu mengamati menu makan siang Magi. “Kau vegetarian?”

“Nee. Hanya sayur ini yang tak mengandung minyak hewani. Karenanya aku mengambil banyak buah.” Magi sedikit berbisik pada kalimat terakhir membuat Sungrin kembali tersenyum.

“Bagaimana kau tahu hanya sayuran itu yang tak mengandung minyak hewani?” tanya Sungrin penasaran.

“Mengendusnya. Karena mereka tak melayani dengan ramah. Sedikit tersinggung”

Sungrin tersenyum geli. “Akan repot setiap harinya ya.”

“Aku berpikir untuk membawa bekal sendiri saja.”

“Ide bagus.”

“Suka membaca?”

“Nee. Buku teman setiaku.”

“Lalu dia siapa?” Magi  menggerakan sumpitnya menunjuk arah samping kanan Sungrin.

“Nee...?” Sungrin bingung lalu menoleh ke arah kanan.

“Apa dia taak lelah dari tadi duduk menunduk seperti itu? Sadarkah dia jika dengan berakting seperti itu bisa membuat yang lain takut?”

Sungrin menelan ludah dan mengusuk tengkunya. “Sedari tadi aku duduk sendiri di sini.” bisik Sungrin.

“Nee...?” Magi menatap heran Sungrin.
***

Inikah seperti yang dikatan Peri Azura dalam film Barbie? Teman-teman yang belum kau temukan.

-------TBC--------

Keep on Fighting
- shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews