Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:04
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #7
Hyuri masih memegang lengan
Magi. Suri pun masih berdiri di belakang Magi. Jonghwan pun sama, bertahan
berdiri di samping Suri. Suasana dalam kelas X-F berubah sedikit tegang.
Beberapa murid memperhatikan, beberapa memilih menundukan kepala.
Hyuri sedikit meremas lengan
Magi berharap gadis itu patuh dan kembali duduk. Hyuri menatap tajam Magi yang
balas menatapnya. “Sudahlah.” Hyuri dengan nada rendah.
Magi melepas pegangan tangan
Hyuri pada lengannya. “Jadi para bodyguard ini bertanggung jawab atas Putri
Wisteria Land? Yang Mulia Tuan Putri ada di kelas ini?”
“Magi!” bisik Suri khawatir.
Para bodyguard yang tadinya
fokus menatap ke arah depan kini menatap Magi. Mereka mulai geram pada Magi.
Magi menatap ke arah barisan bodyguard tanpa ragu. Seungho turut bangkit dari
duduknya. Ia khawatir jika tiba-tiba terjadi baku hantam antara bodyguard Tuan
Putri dan trio Maehwa yang terkenal arogan.
“Berlebihan sekali. Apa di kelas
ini ada yang membahayakan Tuan Putri? Oh, jangan-jangan itu kami. Karena kami
murid transferan dari SMA Maehwa?” Magi kembali melontarkan
pertanyaan-pertanyaan pedasnya.
“Wahai gadis, jaga bicaramu!”
tegur tegas salah satu bodyguard perempuan.
“Alasan keamanan ini terlalu
berlebihan dan aku tersinggung.” Magi menegaskan. “Bukankah ini sama artinya
dengan mencurigai seluruh penghuni kelas ini? Murid dan guru.”
“Magi... sudahlah...” bisik Suri
benar-benar khawatir melihat reaksi para bodyguard.
“Sebaiknya hentikan semua
protesmu ini.” Jonghwan pun turut khawatir.
“Hanya satu pertanyaan saja.
Kalian semua yang ada di dalam kelas ini apakah tak terganggu dengan keberadaan
para bodyguard ini?” bukannya duduk Magi malah melanjutkan aksi protesnya.
Hening. Tak satu pun bicara.
Magi mengamati teman-teman
sekelasnya. Ia menghela napas. Kesal, “Sekali lagi. Apa sama sekali tak ada
yang keberatan dengan keberadaan para bodyguard ini? Kalian benar tak terganggu
belajar dalam situasi seperti ini?”
Masih hening. Tak ada satu pun
yang bicara.
“Aku keberatan dan merasa
terganggu. Kalian tidak?” tanya Magi lagi sembari mengamati teman-teman
sekelasnya. Magi menatap ketiga rekannya, Hyuri, Suri dan Seungho. “Kalian pun
tak terganggu? Pasrah saja belajar dengan kondisi seperti ini?”
Song Hami, Putri Wisteria Land
duduk tertunduk di bangkunya. Bangku ketiga dari belakang pada deretan ketiga
dari bangku trio Maehwa duduk. Kedua tangannya gemetar menerima protes keras
dari salah satu murid pindahan dari SMA Maehwa itu. Hami tak menyangka akan
menerima perlakuan semacam ini di hari pertama sekolah.
“Semua diam. Tak ada yang
keberatan? Ok! Aku yang pergi!” Magi membalikan badan menghadap Jonghwan dan
Suri yang berdiri di belakangnya. “Minggir!” perintah Magi pada Jonghwan yang
kebetulan mengahalangi langkahnya.
“Aku pun keberatan.” suara
seorang gadis menghentikan langkah Magi.
Magi kembali membalikan badan.
Mencari darimana sumber suara yang mendukungnya itu.
“Sangat tidak nyaman.” imbuh
siswi yang duduk di bangku paling belakang deretan paling ujung dekat jendela.
Magi tersenyum menatapnya.
“Maaf jika ini sangat kurang
ajar. Sangat tidak sopan. Tapi hal ini
sungguh membuat saya tak nyaman Yang Mulia.” Park Sungrin melanjutkan.
“Kalian!!” salah satu bodyguard
laki-laki benar marah.
“Geumanhae!” Hami bangkit dari
duduknya. Bahunya bergetar karena napasnya yang tak beraturan. Sedikit pucat
dan kedua tangan yang masih mengepal itu gemetaran.
Magi mengamati Putri Wisteria
Land ini. Seungho, Hyuri, Jonghwan dan Suri turut menatap ke arah putri. Begitu
juga beberapa murid.
“Jeosonghamnida. Jongmal
jeosonghamnida. Aku telah membuat kalian semua tak nyaman.” Hami melanjutkan
bicara. “Aku terlalu egois dan mengabaikan teman-temanku. Aku mohon maafkan
aku.”
“Yang Mulia...” satu bodyguard
laki-laki yang lain keberatan melihat tindakan Hami.
“Ini bukan karena keberadaan
murid pindahan dari SMA Maehwa di sini, hanya karena mereka harus menjalankan
tugas. Membuatku aman dimanapun aku berada. Aku minta maaf karena telah membuat
Anda tersinggung.” Hami berjalan ke belakang mendekati para bodyguardnya.
“Tinggalkan kelas ini.” perintahnya.
“Tapi Yang Mulia...” salah satu
bodyguard wanita keberatan.
“Kalian bisa menjagaku dari luar
kelas kan? Aku aman di dalam sini. Percayalah.”
Walau sesungguhnya keberatan
namun lima bodyguard ini menuruti perintah Hami. Mereka meninggalkan kelas dan
kelimanya menatap Magi ketika berjalan keluar melalui pintu belakang.
Seluruh murid menunjukan
ekspresi lega setelah bodyguard-bodyguard itu pergi. Sungrin tersenyum pada
Magi. Magi pun membalas senyum. Seungho kembali duduk dan benar lega tak
terjadi baku hantam. Hyuri tersenyum menepuk pundak Magi. Suri tersenyum lega.
Jonghwan pun memberikan senyuman untuk Magi.
Magi kembali menatap Hami yang
berjalan kembali ke tempat duduknya. “Jeosonghamnida, Mama.” Magi dengan nada lebih bersahabat. “Karena
merasa tersinggung dan tak nyaman hingga membuat Yang Mulia gemetaran.
Mianhamnida.” Magi membungkuk hingga 90©.
Hami terlihat lebih tenang. “Aku
lah yang seharusnya meminta maaaf pada teman-teman semua. Aku mohon bersikaplah
biasa padaku.”
“Hah! Kelas baru. Heum. Mulai
sekarang marilah menjadi teman sekelas yang kompak, X-F yorobun.” Magi
tersenyum lebar kemudian duduk di bangkunya. “Hoam. Aku jadi mengantuk.” Magi
menggeliat.
Hami tersenyum melihat tingkah
Magi dan kembali duduk di bangkunya.
***
Junki membawa satu kardus
keperluan kerjanya. Ia berjalan mengikuti langkah Hyungbum menuju Ruang Guru.
Ketika keduanya memasuki Ruang Guru, seperti telah di komando semua pasang mata
yang berada dalam ruangan itu segera menatap Junki. Junki merasa risih, apalagi
beberapa tampak saling berbisik.
“Nah, inilah meja Anda.”
Hyungbum sampai di depan meja milik Junki.
“Kamsahamnida.” Junki
membungkukan badan.
“Semoga kau kerasan.”
“Kamsahamnida, Sunbaenim.”
“Tiga anak didikmu itu lumayan
juga.”
“Nee...?”
“Kau tak tahu...? Pagi ini
mereka melompati pagar, menyusup masuk sebelum jam sekolah dimulai.”
“Mm-mwo...?” Junki syok.
“Jeosonghamnida. Saya akan menegur mereka dan mengawasi mereka dengan lebih intensif.”
“Harus. Jika tidak mereka dan
juga kau tak akan bertahan lama di sini.”
“Sekali lagi maaf, Sunbaenim.”
Junki membungkuk hingga 90© di depan Hyungbum.
Hyungbum menepuk pundak Junki
lalu pergi.
Junki menghela naopas panjang
dan menunduk sejenak. Lalu ia kembali mengamati sekitar. Guru-guru yang tadi
menatapnya kini kembali pada aktifitas mereka. Junki mencoba acuh dan menata
barang-barang miliknya.
Lima menit berlalu Junki masih
sibuk menata barang-barangnya. Ruang Guru hening karena hampir keseluruhan guru
berada di kelas. Mengajar. Hanya ada Junki di sana. Terlihat dua kaki melangkah
mengendap-endap mendekati Junki.
“Hai!” wanita cantik ini menepuk
pundak Junki.
“Aa! Kapchagi!” Junki tersentak
kaget.
Park Gahee terkikik geli melihat
reaksi Junki. “Serius sekali sampai tak menyadari ada yang datang.”
“Begini cara menyambut teman
lama?” Junki dengan tampang kesal.
“Ck! Jadi begini sensitif. Tak
mendapat perlakuan baik di hari pertama? Kepala Sekolah tak bersikap baik?
Abaikan saja dan mulai menata langkah, em? Kau pasti bisa. Jangan berkecil
hati.”
“Wajar saja untuk Guru SMA
Maehwa seperti ku. Ditambah pagi ini aku mendengar dari Kim Hyungbum Sunbaenim,
tiga anakku sudah membuat masalah.”
“Oh, murid yang melompat pagar
itu? Eum, memang ramai dibicarakan. Menurut yang aku dengar mereka melompat
pagar dan berkeliling sekolah.”
“Anak-anak ini.” keluh Junki.
“Biarkan saja. Kau ini seperti
tak pernah muda saja. Mereka butuh membangun image juga kan di sini.”
“Membangun image dengan cara
demikian?? Ini membangun masalah namanya.”
“Andai tak tertangkap tak jadi
masalah kan? Mereka butuh adaptasi. Rasa takut itu pasti ada pada mereka
menghadapi fase ini.”
Junki tersenyum manis. “Terima
kasih sudah mendukungku.”
“Be strong. Itu akan membuatmu
bertahan. Em?”
Junki tersenyum dan mengangguk.
“Masih di sini? Kau tak dengar
jika anak-anakmu membuat masalah lagi?” Hyungbum menghampiri Junki dan Gahee.
“Belum setengah hari sudah membuat onar lagi. Aku rasa akan benar adanya,
kalian orang-orang dari Maehwa akan membawa petaka ke sekolah ini.”
“Kim Hyungbum Sunbaenim.” Gahee
keberatan. “Pantaskah kita mengatakan hal demikian? Mereka datang bukan untuk
di olok seperti ini.”
“Tak mau di olok tapi
menciptakan sesuatu yang membuat mereka di olok.” sahut guru tampan yang baru
memasuki Ruang Guru ini.
“Park Shi Hoo Sunbaenim...”
bisik Gahee.
Park Shi Hoo bergabung. “Aku
ketua dari tim Tata Tertib . Aku tak akan bersikap lunak walau ketiganya adalah
anak perempuan.” tegas Shihoo menatap tajam Junki.
“Jeosonghamnida, Sunbaenim. Di
hari pertama, anak-anakku sudah membuat begini banyak kekacauan.” Junki benar
menyesal.
“Masalah pagi ini aku berniat
memakluminya, tapi tidak dengan laopran yang baru aku terima.”
“Tolong ampuni anak-anakku,
Sunbaenim. Kali ini biarkan aku yang menanggung hukumannya.”
“Kau tahu kesalahan apa yang
baru saja mereka buat?”
“Mianhamnida, aku tak tahu.”
Shihoo menghela napas.
”Mereka
mengintimidasi Song Hami, Putri Wisteria Land yang kebetulan menjadi satu kelas
dengan mereka.” terang Hyungbum.
“Mm-mwo...?”
Junki terkejut hingga mulutnya membulat. “Pasti ada kesalahan. Tiga anakku ini
bukankah pembuat onar di sekolah. Pasti ada kesalahan.” bela Junki.
“Kita
lihat saja nanti. Saat ini Yang Mulia Tuan Putri sedang berada di ruang Kepala
Sekolah. Semoga kalian beruntung.” Shihoo meninggalkan Ruang Guru.
Hyungbum
menyusul langkah Shihoo. Junki terduduk lemas. Gahee terdiam. Hanya bisa
mengusuk pundak Junki agar sahabatnya itu tenang.
***
“Aku
sama sekali tak marah. Tolong jangan mengambil tindakan apapun pada mereka. Ini
salahku.” Hami mengulang kembali pernyataannya. “Tolong jangan memperkeruh
keadaan.”
“Yang
Mulia mendapat tekanan dan takut mereka akan melakukan serangan lagi?
Bagaimanapun juga Raja terlibat dalam persetujuan penutupan SMA Maehwa. Bisa
jadi mereka meluapkan kemarahan kepada Yang Mulia Tuan Putri yang kebetulan
menjadi satu kelas dengan tiga murid SMA Maehwa ini. Maafkan kami Yang Mulia.
Ini kesalahan kami. Kami menawarkan Yang Mulia untuk pindah ke kelas khusus.”
Son Hyunjoo begitu lembut berbicara di depan Hami.
“Aku
tak mau. Aku ingin tetap berada di kelas X-F. Aku suka di sana. Dan jangan
mencoba memindahkan tiga murid SMA Maehwa itu dari kelas X-F.”
Hyunjoo
menatap heran pada Hami.
“Dari
awal sudah kujelaskan, ini salahku. Aku terlalu egois membawa kelima
boduguardku masuk ke dalam kelas dan mengabaikan bagaimana perasaan teman-teman
sekelasku. Walau aku sempat syok, tapi murid Maehwa itu telah membuka mataku.
Di sini statusku sama. Itulah kenapa aku memakai seragam ini.” imbuh Hami.
“Kamsahamnida atas perhatian Bapak. Dan maaf, aku jadi begini merepotkan.”
“Bukan.
Ah, ini tak masalah Yang Mulia. Kenyamanan dan keamanan Yang Mulia adalah
tanggung jawab kami.”
“Kalau
begitu keamanan dan kenyamanan tiga murid Maehwa itu juga tanggung jawab Bapak,
bukan?”
Hyunjoo
terdiam.
“Di
sini, aku dan mereka juga murid yang lain adalah sama. Kami murid Hwaseong
Academy. Tolong jangan perlakukan aku secara istimewa. Aku harap kejadian pagi
ini tak akan menyulitkan mereka.” Hami tersenyum anggun lalu bangkit dari
duduknya. “Tolong jangan menyentuh secara berlebihan bahkan mendiskriminasikan
tiga murid Maehwa itu. Aku menyukai mereka.” Hami kembali tersenyum dan
berjalan pergi meninggalkan kantor Kepala Sekolah.
“Omo!
Kepalaku...” Hyunjoo memegang kepalanya masih duduk dalam kursi kebesarannya.
***
“Mwo...?
Tuan Putri melepaskan anak itu begitu saja...?” Nana terkejut mendengar
pengakuan Hami. “Yang Mulia, apa Yang
Mulia sadar melakukan ini semua...?”
Hami
berkumpul bersama geng Nymphs saat istirahat di kantin.
“Ini
membuatku tak habis pikir. Melepaskan mereka kali ini akan memberi kesempatan
untuk membuat mereka berbuat lebih dari itu di hari berikutnya.” Hyerin
mengerutkan muka. Kesal menanggapi kemurahan hati Hami pada trio Maehwa.
“Sediki
janggal karena Yang Mulia melepaskan begitu saja orang yang mengintimidasi Yang
Mulia.” sambung Suzy.
“Kenapa
semua berpendapat demikian? Sungguh mereka tak melakukan apapun. Aku tak merasa
terintimidasi atau terancam, diancam, semua itu tak benar.” sanggah Hami.
“Namun
akibatnya akan tetap sama pada tiga murid pindahan itu. Insiden ini akan
semakin membuat mereka menderita nantinya. Bagaimanapun juga image awal mereka
sebagai murid SMA Maehwa sudah menjadikan mereka dibenci dan dikucilkan. Lalu
pelanggaran pagi ini, melompat pagar dan menerobos masuk ke kelas-kelas,
ditambah lagi insiden di dalam kelas X-F yang melibatkan Yang Mulia Tuan Putri.
Dengan sendirinya mereka akan benar menjadi tak aman di sekolah ini.” terang
Bora.
“Ini
akan jadi pelajaran bagus bagi mereka.” Nana tersenyum puas.
“Apalagi
berita yang menyebar semakin berkembang. Yang pasti ditambah-tambah, tak
mungkin dikurangi. Hah... aku tak sanggup membayangkan bagaimana nasib mereka
berikutnya di sini.” Suzy menggeleng pelan.
“Lalu
apakah pihak istana sudah mendengar perihal ini?” Hyerin menatap Hami yang
diam. Hami terlihat memikirkan sesuatu sambil mendengar obrolan teman-teman
Hyerin. “Yang Mulia sudah menghalaunya?”
“Nee.
Aku tak mau mereka ikut campur urusanku.” Hami membenarkan.
“Jangan-jangan
ini misi mereka.” Suzy mengungkap kecurigaanya.
“Misi...?”
tanya Nana.
“Em.
Dendam karena SMA Maehwa ditutup. Dan kebetulan menjadi satu kelas dengan Yang
Mulia Tuan Putri. Mereka mengambil kesempatan itu dengan mengintimidasi Tuan
Putri. Masuk akal kan...?”
“Jika
itu benar menjadi misi mereka, maka mereka akan berhadapan denganku dan harus
siap menderita.” Hyerin geram.
“Onni,
tolong jangan berlebihan menanggapi berita yang semakin berkembang tak karuan
itu.” pinta Hami menatap Hyerin.
“Rencana
kudeta bisa dimulai dari sini. Aku heran kenapa mereka memasukan murid SMA
Maehwa ke sekolah kita ini.” Hyerin masih dengan ekspresi kesalnya.
“Bukankah
ini akan menjadi seru? Sekolah yang tadinya begini tenang akan ada sedikit
huru-hara setelah ini.” Bora tersenyum senang.
“Ey!
Kau mau ikut andil?” tanya Nana.
“Yang
Mulia.” Choi Junghoon menghampiri meja Nymphs.
“Benarkah
apa yang kami dengar? Murid pindahan dari SMA Maehwa itu mengintimidasi Yang
Mulia?” Kim Sunggyu yang datang bersama Junghoon menatap khawatir pada Hami.
“Kami
pamit.” Nana bangkit dari duduknya diikuti Suzy dan Bora.
Junghoon
dan Sunggyu duduk di depan Hyerin dan Hami.
“Begitu
cepat menyebar dan semua tak benar. Tak bisakah semua ini dikendalikan?” tanya
Hami.
“Tak
ada yang perlu Yang Mulia lakukan.” jawab Hyerin.
“Mereka
akan menjadi begitu menderita karena aku.”
“Mungkin
itu yang harus mereka terima. Walau tanpa adanya insiden ini, mereka tak akan
tenang di sekolah ini, karena mereka dahulunya adalah murid SMA Maehwa. Yang
Mulia tak perlu merasa bersalah dengan ini.” Junghoon menenangkan.
Hami
menghela napas. Ia terlihat benar mengkhawatirkan keadaan trio Maehwa.
***
Geunsuk
mengerucutkan bibirnya, berdiri melipat tangan mendengar ocehan murid-murid
yang duduk di belakangnya. Geunsuk mendegarkan dan menganalisis. Benarkah telah
terjadi intimidasi pada Tuan Putri dan pelakunya adalah murid pindahan dari SMA
Maehwa? Pertanyaan itu yang terus berputar-putar di benak Geunsuk.
“Geunsuk
Hyung!!” suara itu membuyarkan lamunan Geunsuk.
Geunsuk
mengangkat kepala dan mendapati Seungho sedang berlari kecil menuju padanya.
“Kau rupanya.” Geunsuk tersenyum menyambut Seungho.
Seungho
pun duduk di samping Geunsuk. “Hyung melamun?”
“Hanya
memikirkan rumor itu.”
“Trio
Maehwa mengintimidasi Tuan Putri? Aih, itu tak benar. Aku ada di sana. Ya
sedikit protes memang namun berakhir damai kok.”
“Kau
di kelas X-F juga...?”
Seungho
mengangguk. “Bahkan kami masuk kelas bersama-samaa pagi ini. Mereka itu keren.
Kami terlepas dari jebakan.”
“Jebakan...?”
“Em.
Sengaja. Sepertinya untuk menyambut trio Maehwa itu.”
“Bagaimana
kau bisa bersama mereka?”
“Aku
terlambat pagi ini.”
“Payah
sekali kau ini.”
“Ini
di luar kendali. Mobilku mogok dan aku tak mendapat tumpangan. Sekolah ini kan
sedikit di pinggiran.”
Geunsuk
tersenyum. “Yang penting kau di sini sekarang.”
“Nee.
Walau harus mengulang lagi dari awal.”
“Peraturan
tetaplah peraturan. Inilah yang membuat Hwaseong Academy ini istimewa. Tak menerima
murid pindahan, jika mau mengulanglah daari awal. Untung saja kau masuk
kriteria. Walau faktor Ayah juga mendukung.”
“Hyung!
Aku tak sebodoh ini.”
Geunsuk
tertawa geli melihatnya. “Lalu bagaimana hari pertamamu ini?”
“Mengesankan.
Dari pagi tadi sangat mengesankan.”
“Dari
ekspresimu, kau sedang membicarakan gadis kan? Apa trio Maehwa itu?”
“Bukan
hanya mereka. Tadi pagi aku bertemu gadis hebat.”
“Gadis
hebat...?”
Seungho
antusias menceritakan pengalamannya pagi ini. Saat berada di gerbang sekolah.
“Dia... benar-benar gadis hebat. Hyung setuju?”
“Aigo.
Ahli melompati gerbang itu julukanku. Selama ini tak pernah aku dengar ada yang
bisa melompati gerbang itu sebaik yang aku lakukan, apalagi seorang anak gadis.
Apa kau tak salah lihat?”
“Mataku
ini normal. Jelas sekali itu seorang gadis. Sayangnya aku tak tahu dia siapa.”
“Apa
benar ada siswi yang bisa melompati gerbang itu dengan baik. Ya, kau yakin itu
gadis? 100% yakin...?”
“200%.”
Seungho kesal.
Geunsuk
diam. Ia penasaran pada sosok gadis yang melompati gerbang yang diceritakan
Seungho. “Seungho-ya, kau berteman dengan trio Maehwa itu?” Geunsuk mengalihkan
obrolan.
“Nee.
Bahkan bangku yang aku dapat, itu juga berkat mereka. Wae, Hyung? Hyung
khawatir aku akan susah sendiri karena berteman dengan mereka?”
“Bukan
tak mungkin rumor intimidasi ini sudah sampai ke istana, berada dekat dengan
mereka sangat beresiko.”
“Bukankah
Tuan Putri telah menyangkal ini semua?”
“Bukan
berarti ini menghentikan kecurigaan. Sebaiknya kau ambil titik aman saja.”
“Tapi...
mereka teman pertama yang aku dapatkan.”
“Saat
mereka tahu siapa kau sebenarnya, dengan mudah kau akan mendapat banyak teman.”
“Itu
yang tak aku suka. Biarkan begini saja. Alami.”
“Dasar.
Resikonya kau mau tanggung sendiri?”
“Tentu.
Mana mungkin aku meminta pertanggungjawaban Hyung?”
“Dasar
anak nakal.”
Seungho
terkekeh.
“Kalau
begitu, bisa kau awasi mereka untukku?”
“Nee...?”
***
Jonghwan
duduk bersama Suri dan Hyuri di kantin yang sudah agak lenggang. Trio ini
memilih meja paling pojok, walau tak sepenuhnya membuat ketiganya lepas dari
tatapan murid lain. Tatapan dan saling berbisik yang benar membuat tak nyaman.
“Makan
saja. Lama-lama kalian juga akan terbiasa.” kata Jonghwan.
“Iya.
Karena kami murid pindahan dari SMA Maehwa dan dua insiden pagi ini. Aku benar
dibuat gila karena ini semua. Aku tak pernah melakukan ini sebelumnya.” Suri
menananggapi.
“Jadi
ini yang pertama? Dan di sekolah ini? Benar-benar nekat.” Jonghwan
menggelengkan kepala.
“Awalnya
aku pikir iya. Tapi tidak setelah insiden di kelas tadi. Bukan tak mungkin
laporannya sudah masuk ke istana kan? Bagaimana ini...” Suri kemudian menatap
Hyuri yang melamun dan mengabaikan makanan dalam baki di hadapannya. “Hyuri!
Kau kenapa?”
“Hanya
berpikir tentang hal yang sama denganmu. Magi... aku tak menyangka dibalik
wajah tanpa dosanya itu ternyata dia sangat arogan. Kau sadar tidak bagaimana
ekspresinya tadi saat di kelas?” jawab Hyuri.
“Terlihat
sangat marah?”
“Em.
Dia sepertinya akan jadi demikian jika kenyamanannya terganggu. Mengerikan.”
“Dan
itu akan mencelakai kita juga.”
“Tapi
bukankah ini seru?” sela Jonghwan.
“Apanya
yang seru...? Bahkan tuduhan kudeta pun mampir dengan mulus.” Protes Suri.
“Hah... andai Magi lebih menahan diri. Bagaimana jika Tuan Putri tak tulus
memaafkannya? Dengan bertindak demikian, yang lain akan makin bersimpati pada
Tuan Putri dan membenci kita. Mampuslah kita.”
“Kalian
bisa bernapas lega. Kepala Sekolah sudah mengumumkan tentang pengakuan Tuan
Putri kan?” sela Jonghwan lagi.
“Justeru
di situlah parahnya. Isu intimidasi ini sukses.” bantah Suri.
“Benar
juga. Kalau begitu benar mampuslah kalian.” Jonghwan tersenyum sambil kemudian
menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Hyuri
beralih menatap tajam Jonghwan yang duduk di hadapannya. “Kau, sebenarnya siapa
kau ini?” tanya Hyuri sinis.
“Jo
Jonghwan.” jawab Jonghwan santai.
“Kau
tahu resikonya tapi kau tetap memilih duduk di sini bersama kami. Apa tujuanmu
sebenarnya?”
“Sebelumnya
aku tak punya teman seperti kalian. Hanya penasaran. Sepertinya akan jadi
sangat seru. Karena itu aku akan tetap bertahan menjadi teman kalian.”
“Bagaimana
kalau kami menolak?” Hyuri masih menatap sinis Jonghwan.
Suri
diam menggigit kedua supit di tangannya.
Jonghwan
menghela napas. “Mau tak mau kalian harus mau menerima adanya aku. Bukankah ini
takdir? Tiba-tiba kalian duduk di belakangku. Jadi terima saja dan kita akan
bersenang-senang bersama. Em?”
“Dasar
gila!”
“Hallo
semua!” Seungho datang membawa sebaki makanan di tangannya dan duduk bergabung.
Hyuri
dan Suri kompak menatap heran pada Seungho.
“Hanya
bertiga? Dimana Rosmary Magi...?”
***
Jung
Shin Ae berdiri diam mengamati taman belakang sekolah yang selalu sepi walau
tempat ini sangat indah. Setelah cukup lama berdiri diam seperti ini, Shin Ae
pun berniat pergi. Namun tiba-tiba muncul seorang gadis yang baru sampai di
taman belakang sekolah dan menyita perhatian Shin Ae. Shin Ae urung pergi dan
kembali memperhatikan dari tempat persembunyiaannya ini.
Magi
berjalan bak anak kecil ke taman belakang sekolah. Langkah riang dengan sedikit
melompat ke kanan daan ke kiri. Tangan kiri Magi menenteng buku agenda
bersampul kulit coklat dan tangan kanannya membawa bollpoint berhiaskan bulu
burung berwarna biru keunguan. Magi berjalan menuju pohon besar di tepi danau
kemudian duduk di bawah pohon itu. Magi membuka buku agendanya dan mulai
menulis.
Perhatian
Shin Ae terusik ketika ia menangkap semak tumbuhan yang tak jauh darinya
bergerak. Shin Ae sedikit menggeser posisinya untuk bisa mengintip apa yang
menyebabkan tanaman semak itu bergerak. Pelan dan penuh hati-hati Shin Ae
mengintip.
Shin
Ae memiringkan kepala. Heran ketika menemukan L.Joe bersembunyi di balik
tanaman semak berbunga dan membidikan kameranya ke arah danau. Tepatnya
membidik gadis yang sedang duduk di bawah pohon besar di tepi danau. Shin Ae
menyincingkan senyum. Ia paham sekarang. L.Joe diam-diam mengambil gambar gadis
yang sedang duduk di bawah pohon besar di tepi danau itu.
***
Seungho,
Hyuri, Suri dan Jonghwan berjalan bersama. Walau berusaha cuek, namun
keempatnya tetap terlihat risih mendapat tatapan dari murid-murid yang mereka
lewati. Tak hanya memberikan tatapan yang benar membuat tak nyaman, murid-murid
itu pun tak jarang berbisik yang bisa dipastikan membicarakan keempatnya.
Hyuri
syok. Tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik membuat Seungho, Suri dan
Jonghwan turut berhenti dan keheranan.
“Wae...?”
tanya Suri.
“Lima
orang pemuda itu, sudahkah mereka lewat...?” Hyuri balik bertanya tanpa merubah
posisinya.
“Nugu...?”
Suri tak paham.
“Yang
kau maksud Elroy?” tanya Jonghwan.
“Elroy...?”
Hyuri menoleh menatap Jonghwan.
“Em.
Mereka tak lewat sini.”
Hyuri
kembali membalikan badan dan menatap lima pemuda yang berjalan bersama.
“Elroy,
boyband maskot Hwaseong Academy.” lanjut Jonghwan.
“Boyband...?”
tanya Suri.
“Em. Jung Ilhoon, Nam Woohyun, Jung Daehyun,
Changjo dan Yang Yooseob. Mereka sangat terkenal di sekolah. Yang aku dengar
terakhir tentang mereka akan bersiap debut.” terang Jonghwan.
“Daebak!”
puji Suri.
“Daehyun
member boyband itu juga...?” gumam Hyuri.
“Nee.”
jawab Jonghwan yang mendengar bisikan Hyuri.
Hyuri
kaget menatap Jonghwan.
“Kelimanya
murid tingkat II.” imbuh Jonghwan. “Kalau kau menyukainya, lebih baik kau
mundur. Tak akan ada harapan.”
“Mwoya!”
protes Hyuri.
Seungho
dan Suri tersenyum melihat reaksi Hyuri.
Hyuri
kesal dan kembali berjalan. Baru beberapa langkah, Hyuri kembali berhenti.
Seungho, Suri dan Jonghwan pun turut berhenti lagi. Keempatnya berdiri diam
menatap empat pemuda berwajah sangat tampan hingga terlihat cantik yang
berjalan dengan langkah anggun menuju mereka.
“Ini...
apalagi...?” bisik Hyuri.
“Mereka
Flower Season Boys.” jawab Jonghwan. “Geng yang lumayan terkenal dan
berpengaruh di sekolah ini. Kumpulan empat pemuda yang lebih cantik dari gadis
dan anak para pejabat. Mereka bangsawan. The Leader Hwang Kwanghee The Summer
Boy, Lee Taemin The Spring Boy, Kevin Woo The Autumn Boy dan Ren Choi The
Winter Boy.”
“Nama
gengnya Flower Season Boys? Lucu.” Hyuri menahan tawa.
“Kau
tampak lebih gagah dari mereka, Song Hyuri.” komentar Seungho.
“Karena
mereka memiliki paras lebih cantik dari para gadis. Bagaikan bunga empat musim.
Kwanghee bunga teratai, Taemin bunga anggrek, Kevin bunga krisan dan Ren bunga
plum.” Jonghwan melanjutkan penjelasannya.
“Menggelikan.”
komentar Hyuri disusul tawa kecil Suri dan Seungho.
Geng
Flower Season Boys berhenti jarak dua langkah di depan Hyuri dan
teman-temannya. Empat pemuda cantik ini memicing menatap empat murid tingkat I
di hadapan mereka.
“Apa
yang kalian tertawakan?” tanya Hwang Kwanghee.
“Siapa
yang tertawa?” Hyuri balik bertanya.
“Lalu...?
Berbisik membicarakan kami? Kau tertarik pada kami?” Kwanghee dengan percaya
dirinya.
“Mwo...?”
mulut Hyuri membulat.
“Ish!
Akui saja.”
“Siapa
yang tertarik pada pemuda gemulai sepertimu?”
“Mwo...?!”
Kwanghee marah.
“Jeosonghamnida
Sunbaenim.” sela Jonghwan.
“Tunggu!”
Kwanghee kembali memperhatikan Hyuri lalu Suri. “Dari muka kusut kalian yang
sedikit bau, aku yakin kalian ini Sanderson Sisters dari Maehwa.”
“Mwo...?
Sanderson Sisters dari Maehwa...?” sahut Suri kaget mendengar olokan Kwanghee.
“Dia
pasti Sarah Sanderson.” tuding Kwanghee pada Suri.
“Wah,
cocok sekali.” Taemin mengamini.
Kening
Suri berkerut menatap Kwanghee lalu Taemin. Ia marah telah disebut sebagai
Sarah Sanderson.
“Lalu
yang dengan percaya diri mendongakan kepala ini siapa?” tanya Kevin menatap
Hyuri.
“Pasti
dialah Winifred Sanderson.” jawab Ren.
“Jadi
dia leadernya?” Kwanghee dengan tatapan menghina. “Aigo. Sebaiknya kita pergi.”
Kwanghee dengan ekspresi jijik menatap Suri lalu Hyuri kemudian bersama gengnya
pergi.
“Hagh!
Sanderson Sisters...?” Suri berkacak pinggang dan terlihat benar kesal. “Magi.
Dimana anak itu!” Suri pergi begitu saja.
“Ya,
Suri! Han Suri!” panggil Hyuri menyusul langkah Suri.
“Ada
apa dengan mereka?” tanya Seungho pada Jonghwan.
Jonghwan
mengangkat kedua bahunya benar tak paham.
***
Magi
membawa baki berisi menu makan siangnya dan menghampiri meja paling pojok
dimana Sungrin duduk di sana.
“Annyeong.
Boleh aku duduk di sini?” sapa Magi.
Sungrin
mengangkat kepala. “Oh, kau. Silahkan.” Sungrin tersenyum ramah.
“Kamsahamnida.”
Magi duduk di hadapan Sungrin meletakan baki lalu buku agenda bersampul kulit
coklat dan bollpoint berhiaskan bulu burung berwarna biru keunguan di atas
meja.
Sungrin
memperhatikannya. Magi tersenyum lebar. Sungrin membalas senyum.
“Oh!
Gelang itu.” tuding Magi pada gelang berwarna oranye di tangan kiri Sungrin.
“Wae...?”
“Dari
batu topaz kuning...?”
“Kau
tahu...?”
“Hanya
menebak.” Magi kembali tersenyum.
“Nee.
Kurae. Gelang dari batu topaz kuning.”
“Hadiah
yang bagus.”
Sungrin
tersenyum sungkan. “Dari Rudbeckia.”
“Wah
tak diragukan lagi kualitas dan keindahannya.”
“Kau
tahu banyak sepertinya. Kau berasal dari Rudbeckia?”
“Anee.
Yang memberikan hadiah itu... kau pasti berarti sekali untuknya.”
“Pemberian
Oppaku, di hari ulang tahunku.”
“Wah,
jadi benar kan? Hadiah yang bagus.”
“Kata
Oppa cocok untukku. Baik untuk kesehatan tubuh dan pikiran. Menyeimbangkannya.
Katanya juga memelihara kepraktisan dan kreatifitas pemakainya. Ini dari
artikel yang aku baca.”
“Keren
sekali.” Magi tersenyum manis.
Sungrin
membalas senyum lalu mengamati menu makan siang Magi. “Kau vegetarian?”
“Nee.
Hanya sayur ini yang tak mengandung minyak hewani. Karenanya aku mengambil
banyak buah.” Magi sedikit berbisik pada kalimat terakhir membuat Sungrin
kembali tersenyum.
“Bagaimana
kau tahu hanya sayuran itu yang tak mengandung minyak hewani?” tanya Sungrin
penasaran.
“Mengendusnya.
Karena mereka tak melayani dengan ramah. Sedikit tersinggung”
Sungrin
tersenyum geli. “Akan repot setiap harinya ya.”
“Aku
berpikir untuk membawa bekal sendiri saja.”
“Ide
bagus.”
“Suka
membaca?”
“Nee.
Buku teman setiaku.”
“Lalu
dia siapa?” Magi menggerakan sumpitnya
menunjuk arah samping kanan Sungrin.
“Nee...?”
Sungrin bingung lalu menoleh ke arah kanan.
“Apa
dia taak lelah dari tadi duduk menunduk seperti itu? Sadarkah dia jika dengan
berakting seperti itu bisa membuat yang lain takut?”
Sungrin
menelan ludah dan mengusuk tengkunya. “Sedari tadi aku duduk sendiri di sini.”
bisik Sungrin.
“Nee...?”
Magi menatap heran Sungrin.
***
Inikah seperti yang dikatan Peri Azura dalam film
Barbie? Teman-teman yang belum kau temukan.
-------TBC--------
Keep on Fighting
- shytUrtle
0 comments