BLACK NOTE
05:51
BLACK NOTE
“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan
temukan kebenaran.”
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan
putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di
temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai
mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?
***
NOTE
#11
Langkah
Winola dan Alden terhenti. Tiga Orc itu terlanjur melihat mereka. Alden
selangkah maju di depan Winola bermaksud melindungi gadis itu. Winola
mengerutkan dahi. Ia tahu, akan sangat sia-sia melawan Orc dengan tangan
kosong. Tiga Orc perlahan berjalan mendekat. Winola melepas kedua sepatunya,
melemparkannya pada Orc, menarik tangan Alden dan mereka berlari bersama. Tiga
Orc itu mengejar Winola dan Alden.
“Ough!” Winola menarik Alden merapat pada
tembok saat sampai di tikungan koridor. Anak panah melesat dan mendarat tepat
pada jantung salah satu Orc. Dua anak penah berikutnya menyusul dan merobohkan
dua Orc yang tersisa.
“Kalian
baik-baik saja?” Kenzie Choi menurunkan busurnya. “Salam Yang Mulia Pangeran.”
Saat ia sampai di depan Alden dan Winola.
“Senang
melihatmu kembali, Kenzie.” Sapa Winola.
“Senang
melihatmu juga, Winola.”
“Kalian
saling kenal?” Alden bingung.
“Kenzie
Choi, putra dari Pejabat Daerah Timur Choi Seung Hwan. Dia Pejuang Orea.”
Terang Winola.
“Ayahku
berteman baik dengan Penyihir Sunee, Nenek Winola. Dia yang meminta kami
bersiap, sejak dua tahun terakhir.” Imbuh Kenzie.
“Syukurlah
kau menerima pesanku. Bagaimana yang lain?”
“Kenapa
kau hanya memintaku mengawasinya? Kenapa kau tak mencegahnya, Winola?”
“Rencana
mereka harus berhasil sebagian, baru kita bisa menjalankan rencana kita. Yang
penting Pangeran bersama kita dan aku rasa Lavina sudah mengurus Tuan Putri.
Maaf Pangeran, membiarkan Anda juga Tuan Putri tak mengetahui tentang kami dari
awal.” Winola dengan wajah menyesal.
“Untuk
apa kau meminta maaf? Ini benar-benar menakjubkan. Kalian membuat rencana
perlawanan dan penyelamatan yang… yang benar-benar menakjubkan. Orang-orang
Orea memang tak bisa diduga.” Alden terkagum-kagum.
“Joe Leverrett
memainkan piano dan semua yang berada di aula tertidur. Aku dengar surat
ancaman telah dikirim ke istana. Ozora merubah teman-teman kita yang tertidur
menjadi patung batu dan mengancam akan menghancurkan patung-patung itu jika
Raja tak memenuhi tuntutannya. Aku sudah memberi tahu Leif tentang ini.” Terang
Kenzie. Alden diam, ia tak paham tentang semua ini. “Semoga ia menemukan bilik
505 sebelum Orc-orc itu.”
“Joe…
dia benar-benar melakukannya.” Winola menunduk. Suara burung wren itu kembali
membuat kepala Winola terangkat kembali. “Gavin!” Sambut Winola pada burung
wren yang segera hinggap pada jari telunjuk tangan kanannya. Lagi-lagi Alden
terpesona melihat burung cantik ini.
“Huft…
syukurlah kau selamat!” Hazel muncul kemudian. Alden terkejut melihatnya. “Maaf
aku ingkar janji dan membawa Gavin keluar bilik 505. Ia gusar,
mengkhawtirkanmu.” Hazel kemudian menyadari ekspresi Alden. “Oh, halo! Aku
Hazel Goblinglow, peri pembawa kekayaan dan kemakmuran dari hutan Orea. Senang
bertemu denganmu…”
“Alden,
Alden Jason Carney.” Alden terbata, masih syok melihat peri. Ini pertama kali
dalam hidupnya.
“Oh.
Jadi kau Pangeran Elsdon?”
Winola
menggelengkan kepala melihatnya dan Kenzie tersenyum, Gavin bercuit singkat.
“Leif, kau bertemu dengannya?”
“Tidak.
Aku rasa dia datang setelah aku pergi. Aku rasa misi Lavina sukses, aku yakin
dia bertemu Leif. Angin membisikannya padaku. Semoga Ozora tak menangkap pesan
ini.” Hazel mengoceh. “Oh, maaf. Aku lupa ini.” Hazel menjatuhkan tasnya di
lantai. Kedua tangan Hazel terangkat tepat diatas tas yang tergeletak di
lantai. Butiran berkilau berwarna keemasan itu muncul dan mengerumuni tas yang
kemudian kembali pada ukuran semula. “Perlengkapanmu, Winola.”
Kenzie
tetap siaga menemani Alden. Tak lama kemudian Winola kembali. Alden tak percaya
melihat perubahan Winola. Gadis itu terlihat gagah sebagai ksatria wanita dalam
balutan kostum serba hitam dan memakai cadar dengan anak panah di punggung,
busur di tangan dan pedang di pinggangnya.
“Busur
yang cantik.” Bisik Kenzie memuji.
“Terbuat
dari ranting pohon yew tertua di hutan Orea, tempat tinggal Sunee. Di temani
anak panah yang terbuat dari pohon aspen putih tertua. Sunee merancangnya untuk
Winola.” Terang Hazel.
“Pangeran!” Violin berlari mendekat. Ia lega
melihat Alden selamat. Violin menatap heran pada sosok bercadar itu.
“Dialah
Amabel Winola yang sebenarnya, pejuang wanita dari Orea.” Terang Leif.
“Hai,
Leif.” Sapa Hazel. Violin terkejut. Ia melihat peri?
“Hai,
Hazel.” Balas Leif. “Kita harus membawa Pangeran ke dapur sekolah, menyusul
Tuan Putri. Pasukan bantuan dari Orea akan segera tiba. Sebagian dari mereka
akan membawa Pangeran dan Putri pergi.”
“Aku
tak ingin pergi. Aku ingin ikut berperang, melawan Ozora.” Tolak Alden.
“Ini
bukan main-main Pangeran. Yah, menurut mereka kalian hebat, tapi hal itu tidak
selalu benar adanya ketika kalian berada dalam situasi perang sesungguhnya.”
Leif kembali menatap Violin. Violin cemberut. Ia teringat beberapa menit yang
lalu ketika ia ketakutan melihat Orc yang sesungguhnya.
“Tak
ada waktu lagi. Kepala Sekolah juga sudah mengambil tindakan. Kita harus
membawa Pangeran pergi.” Ungkap Kenzie.
Kelompok
ini mulai bergerak. Leif yang memimpin di depan memberi isyarat untuk berhenti.
Ia menarik pedangnya. Semua mendengar derap langkah kaki sedang berlari,
semakin dekat. Leif menghunuskan pedang dan Lavina menjerit terkejut.
“Lavina??”
Leif melihat tangan Lavina terluka.
“Mereka
menangkap Tuan Putri dan Neva.”
***
Pasukan
di bawah pimpinan James Vincent tiba. Mereka membuat persiapan di depan pintu
gerbang Parama Academy. Tak sedikit rakyat yang bergabung dalam pasukan ini.
Mereka ingin menyelamatkan anak-anak mereka yang tertahan dalam Parama Academy.
Ozora
menyeringai mendengar laporan tentang pasukan istana dan rakyat yang bergabung
di luar Parama Academy dan bersiap perang. Joe terbelalak melihat tiga Orc
membawa masuk dua teman baik Winola, Yocelyn dan Neva. Neva dan Yocelyn di
giring masuk melewati deretan patung-patung itu. Sejenak Neva berpikir, inilah
jawaban dari mimpinya. Sedih juga takut karena patung-patung itu tak lain
adalah murid-murid Parama Academy yang berada di aula utama. Neva memperat
genggamannya pada tangan Yocelyn. Neva menatap Joe yang berdiri di belakang
Ozora penuh kebencian.
“Siapakah
dua gadis ini, Joe Leverrett?” Tanya Ozora.
Joe
menatap Neva, lalu Yocelyn. “Neva Fredelina Dolores dan Putri Yocelyn Bryna
Carney.”
Ozora
menyincingkan senyum. “Bersenang-senanglah. Bawa pasukan kita menikmati
indahnya malam ini.”
Tiga
Orc itu mengangguk paham dan pergi.
“Kita
akan berperang di sini, Tuanku?” Tanya Joe.
“Parama
Academy telah mempersiapkan diri lebih dari yang aku duga. Bahkan aku tak
menemukan Kepala Sekolah dan beberapa stafnya dalam aula ini. Saat aku berhasil
menumbangkan kekuasaan Elsdon, patung-patung ini akan menjadi budak setiaku
atau aku akan menghancurkan mereka saja agar Elsdon tunduk padaku.” Ozora
menyadari ekspresi ketakutan Yocelyn dan Neva. “Ada apa denganmu Tuan Putri?
Kau takut?”
Tubuh
Yocelyn gemetar, namun ia tak mau tunduk pada Ozora. “Jangan sentuh
teman-temanku! Jangan hancurkan rakyatku ini. Jika kau butuh aku sebagai umpan,
gunakan saja aku. Tapi aku mohon padamu, jangan lukai yang lain.”
“Bersikap
layaknya pemimpin yang sebenarnya? Ini menggelikan. Aku sama sekali tak
membutuhkanmu, Tuan Putri!” Ozora mengangkat satu tangannya yang tersisa. Tubuh
Yocelyn melayang dan muncul akar-akar yang mengikatnya. Yocelyn berusaha
berontak, namun akar-akar itu semakin kuat mengikatnya hingga Yocelyn tak
sadarkan diri. Neva yang berusaha menolong tak luput dari serangan Ozora.
Senada dengan Yocelyn, akar-akar itu mulai mengikat Neva dan membuatnya tak
sadarkan diri. Dua gadis ini tergantung di udara, terikat dan tak sadarkan
diri. Ozora menyeringai puas. “Temukan cucu penyihir itu dan bunuh dia!”
Perintah Ozora. “Ini berlaku untukmu, Joe, juga kau Panglimaku.”
“Membunuhnya?”
Suara parau seorang wanita tiba-tiba muncul. Bayangan hitam berwujud wanita
bermuka pucat dengan rambut hitam panjang terurai itu perlahan melayang turun.
Hanya terlihat separuh wajahnya, cantik dan pucat. “Dia milikku, Ozora. Dia
milikku.” Bisiknya, melayang di depan Ozora.
“Shira…”
Ozora tersenyum mencibir. “Aku turut berduka melihat keadaanmu sekarang.
Menyedihkan. Sekuat apapun kau berusaha, tetap saja kau tak akan memilikinya.
Dia akan mati. Di tanganku!”
“Kau
benar ingin dia mati, Joe Leverrett?” Arwah tak sempurna ini beralih menatap
Joe. Joe bungkam, hanya menatap datar Shira. “Ketahuilah Ozora, apa yang
diramalkan penyihir Orea itu benar adanya. Gadis itu berdarah murni dan
ditakdirkan untuk melawanmu. Darah murni penyihir putih tidak hanya melindungi
Orea, tapi juga melindungi gadis itu. Aku lah yang abadi Ozora. Kau tak akan
mampu melawan takdir ini.”
“Haruskah
aku mempercayai bualan arwah tak sempurna sepertimu, Shira?” Ozora bergumam,
mengucap mantra membuat Shira menjerit kesakitan dan menghilang.
“Tuanku
akan pergi?” Joe ketika melihat dua sayap gagak muncul di punggung Ozora.
“Kau
bebas bersenang-senang Joe Leverret. Elsdon akan menjadi milikku.” Tubuh Ozora
melayang lalu berubah menjadi gagak besar dan terbang melesat meninggalkan aula
utama.
Edsel
menerobos masuk. Ia benar terkejut melihat patung-patung berjajar itu. Edsel
menemukan Yocelyn dan Neva tergantung di udara, tak sadarkan diri dan tubuh
terlilit akar. Dua Orc yang mendampingi Vegard segera siaga ketika Edsel
menerobos masuk aula utama. Edsel menatap sengit Joe, namun ia tak bisa
menyentuhnya karena harus menghadapi dua Orc yang menghadangnya.
“Cari
gadis itu. Di sini, aku akan mengurusnya.” Perintah Vegard.
Joe
mengangguk dan pergi.
***
Violin
selesai membalut luka di tangan kiri Lavina. Alden terlihat frustasi mendengar
Yocelyn tertangkap pasukan Ozora dan orang-orang ini menahannya pergi. Alden
sangat ingin menyelamatkan adiknya, Yocelyn.
“Keluar
kau!” Perintah Winola tiba-tiba membuat yang lain terkejut dan menatapnya.
Richard keluar dari tempat persembunyiannya. “Kau menguping?!” Semua kembali
dibuat bingung. Winola bicara sendiri?
“Dia
berbicara pada… jin? Ah, aku rasa sebuah arwah.” Terang Hazel. “Eum, mungkin.
Semacam itu. Wish master. Ah, entahlah.” Hazel tak tahu termasuk dalam golongan
apa pemuda itu.
“Ozora
terbang ke istana, semua dijadikan patung, Putri Yocelyn dan Neva dijadikan sandra
di aula utama. Prajurit muda itu melawan dua Orc dan satu panglima pasukan
Ozora, Vegard. Tidak akan mudah. Ricky hanya ingin menyampaikan hal ini.”
Richard kembali menunduk.
“Menyerang
Parama Academy hanya sebagai umpan. Saat istana kosong, dia menyerang Raja.”
Gumam Winola.
“Pasukan
istana dan rakyat bergabung diluar sana, Ozora membebaskan Orc-orc itu untuk
bersenang-senang melawan mereka. Prajurit muda yang menyamar, banyak yang
gugur. Ricky tak tahu lagi yang lain. Oh, satu lagi. Kepala Sekolah dan Guru
Olah Raga juga beberapa staf bersiap menyerang juga, dari dalam. Ozora membawa
banyak Orc. Ini akan sulit kecuali Nona berhasil mengalahkan Ozora maka semua
akan tumbang. Ricky juga melihat lima Harpy siaga di udara.”
Semua
diam menatap Winola yang terlihat serius berpikir. Menunggu gadis itu bicara
karena semua tak tahu apa yang Winola bicarakan dengan Richard, kecuali Hazel.
“Aku akan menyusul Ozora ke istana Esldon.” Ucap Winola tiba-tiba.
“Ozora
menuju istana?” Violin syok.
“Inilah
rencananya. Yang Mulia Raja pasti menerima surat ancaman Ozora dan mengerahkan
pasukan untuk misi penyelamatan ke Parama Academy, sistim keamanan istana
lengah dan Ozora menyerang. Jika ia berhasil membunuh Raja, maka rakyat akan
tunduk.”
“Ayah…”
Bisik Alden. “Aku akan pergi bersamamu.”
“Tidak,
Pangeran. Ada lima Harpy diluar, aku butuh seorang pemanah untuk menemaniku.
Kenzie, kau pergi bersamaku.”
“Baik.”
Kenzie siap.
“Baiklah.
Di sini aku yang urus.” Leif dengan yakin. “Pasukan Orea akan segera datang.
Parama Academy akan tertolong, jika kau cepat mengatasinya.”
“Aku
akan menemanimu.” Hazel maju.
“Tidak.
Di sini lebih membutuhkanmu, sahabatku. Buatlah perisai pelindung agar
patung-patung itu aman. Kau bisa kan?”
“Perisai
pelindung? Ricky juga bisa membuatnya. Izinkan Ricky membantu, Nona.” Sela
Richard.
“Jika
Hazel tak keberatan.”
“Ough!”
Hazel terlihat tak senang harus bekerja sama dengan Richard.
***
Leif
meminta Lavina dan Violin menuju dapur sekolah, menunggu pasukan Orea. Sedang
ia dan Alden, juga Hazel dan Richard menuju aula utama. Alden dan Violin
kembali dibuat terganga melihat burung wren biru bernama Gavin itu berubah menjadi
rajawali raksasa nan gagah. Winola dan Kenzie naik ke atas punggung Gavin yang
segera membawa mereka terbang ke istana Elsdon. Lavina dan Violin pamit menuju
dapur sekolah. Leif dan Alden bersama Hazel dan Richard menuju aula utama.
Pasukan
James Vincent siap di depan gerbang. Dibalik gerbang, pasukan Orc siap
menyambut. James menyerukan untuk maju. Pasukannya bergerak mendobrak gerbang
utama. Perang pun dimulai. Pasukan Elsdon melawan pasukan Ozora.
Edsel
mulai kelelahan. Satu Orc berhasil ia tumbangkan. Tersisa satu lagi dan Vegard
yang sudah menunggunya. Edsel mengangkat pedangnya, bersiap kembali melawan Orc
dan Vegard. Alden dan Leif tiba. Edsel tersenyum dan kembali bersemangat
melihat bantuan datang. Leif menarik pedang dan mendekati Vegard. Hazel segera
membuat perisai pelindung. Begitu juga Richard. Patung-patung ini terlalu
banyak. Hazel terduduk lemas usai membuat perisai pelindung yang lumayan
menguras energinya. Richard tersenyum puas. Tugasnya selesai. Seseorang
tiba-tiba menarik Richard.
“Dimana
dia? Dimana Winola berada?!” Joe menarik baju Richard dan menatapnya tajam.
“Terbang
ke istana, Ricky tak bisa mencegahnya.”
Joe
menghempaskan tubuh Richard hingga menatap tembok. Ia diam sejenak. Richard
merapikan bajunya, namun tiba-tiba Joe kembali mencengkeram baju Richard. “Bawa
aku padanya! Sekarang!”
“Sekarang??
Ricky tidak bisa terbang Tuan.”
“Lakukan
apapun, jin bodoh!” Mata Joe memerah karena marah. Richard ketakutan
melihatnya.
***
-------TBC--------
0 comments