Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

05:36

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
 
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 

Land  #2

                
                   Hyuri melangkahkan kakinya menyusuri jalanan yang basah setelah hujan reda. Ia masih kesal dengan peristiwa di teras rental. Sesekali kaki kanannya seolaah menendang seesuatu walau tak ada apa-apa yang ia tendang. Sebut saja Hyuri sedang membuang rasa kesalnya, melampiaskannya dengan tingkah demikian. Menendang udara yang sama sekali tak bersalah malam ini.


                “Jung Daehyun! Ish! Bagaimana bisa aku mengaguminya? Malam ini aku tahu sifat aslinya. Ck! Kaya dan tampan, lalu selalu saja sombong dan gemar meremehkan. Dunia ini monoton sekali!” Hyuri mengomel sendiri sembari berjalan. “Aku pembawa sial karena aku murid SMA Maehwae? Ish! Orang-orang itu! Hah! Tadi ingin sekali mengahajarnya habis-habisan, tapi... tapi Daehyun terlalu tampan. Huft...” Hyuri menundukan kepala masih terus berjalan.


                Hyuri berhenti, mengepalkan tangan kirinya lalu menggenggam kepalan itu dengan tangan kanannya. “Kau tunggu saja, Jung Daehyun! Pasti akan tiba waktu bagimu untuk menerima perlakuan yang sama seperti yang kau lakukan padaku malam ini. Bahkan lebih parah dari yang aku terima! Selama ini aku tak pernah kalah. Aku pasti akan membalas semua ini dan kau! Kau tak akan menang dariku!” Hyuri geram. Hyuri menghembuskan napas cepat dan kembali berjalan menuju rumah Junho.


                Setengah jam berjalan, Hyuri pun sampai di rumah Junho. Seperti biasa Tuan dan Nyonya Lee menyambut kedatangan Hyuri dengan ramah.  Nyonya Lee akan menuntun gadis itu masuk saambil bertanyaa bagaimana hari ini yang telah dilewati Hyuri. Lalu Hyuri akan dijamu makan malam bersama dalam keluarga kecil ini. Tuan dan Nyonya Lee menganggap Hyuri seperti anak mereka sendiri, adik dari putra semata wayang mereka Junho. Walau sungkan, Hyuri tak kuasa menolak. Ia khawatir justeru akan melukai perasaan Tuan dan Nyonya Lee jika ia menolak semua kebaikan ini.


                “Hari ini tampaknya kau sedang kesal, Hyuri. Coba ceritakan ada apa? Apa orang-orang diluar sana mengganggumu? Pelanggan atau fenomena cincin matahari yang ramai dibicarakan seharian ini?” tanya Nyonya Lee dalam obrolan disela makan malam.

                Hyuri terhenyak. Tersadar dari lamunannya. “Terlihat sekali kah?”

                Nyonya Lee mengangguk.

                “Fenomena halo, mana dia tertarik.” olok Junho.

                “Jadi ada sebab lain?” tanya Tuan Lee.

                “Hanya pelanggan yang sedikit menyebalkan.” jawab Hyuri.

                “Tapi kau tak menghajarnya kan?” sahut Junho.

                “Ey! Ck!” Nyonya Lee menatap tajam Junho yang segera meringis.

                “Hanya karena aku murid SMA Maehwa. Ia merasa sial bertemu denganku. Karena kami sama-sama terjebak hujan di teras rental. Menurutnya benar, akan sial jika bertemu murid SMA Maehwa.” terang Hyuri.

                “Aigo. Picik sekali. Siapa pelanggan itu?” tanya Nyonya Lee.

                “Bukan orang penting.” Hyuri menunjukan senyum terbaiknya.
***


               “Jangan khawatir. Setelah mereka tenang aku akan turun. Memang sedikit dingin di sini.” Suri duduk di atas genting rumahnya. Tangan kanannya memegang ponsel yang menempel di telinga kanannya sedang tangan kirinya mengusuk lengan kanannya berulang-ulang untuk mengusir rasa dingin. “Arasho! Arasho!” Suri beralih menggosok hidungnya. “Kalian kenapa jadi begini cerewet sih...? Hahaha. Ok. Thanks for all my two dears. Hehehe. Kalian selalu ada di saat aku butuh tempat untuk berkeluh kesah. Aku sayang kalian. Selamat tidur. Mimpi indah ya.”


                Suri menghela napas panjang usai mengakhiri obrolannya bersama Hara dan Sulli. Suri mengabaikan hawa dingin yang memeluknya erat, tetap bertahan duduk di atas genting rumahnya. Hal ini sering ia lakukan jika Suri benar muak pada pertengkaran ayah dan ibu tirinya. Suri mendongak menatap langit malam.


                “Omma... Omma juga dengar ini semua kan? Jebal, Omma jangan menangis. Aku baik saja di sini.” Suri bicara pada langit malam. Ia tersenyum masih mendongakan kepala. “Omma membaca pikiranku? Ah, mianhae Omma. Mianhae karena aku berpikir untuk meninggalkan rumah ini. Meninggalkan Appa. Aku tak tahan lagi bertahan di rumah ini.Appa akan bahagia bersama Bibi jika aaku pergi. Aku berpikir demikian. Omma setuju?”


                “Aiya! Kenapa Omma cemberut? Omma, Omma suka jika nantinya aku terlihat lebih tua dari umurku? Kerutan di wajahku bisa saja muncul dini karena semua ini. Omma rela putri Omma satu-satunya yang cantik ini memiliki wajah nenek-nenek di usia muda? Omma tak mau kan? Ijinkan aku pergi Omma. Ya, ya, ya.” Suri memelas menatap langit.


                “Oh!” Suri terbelalak. Terkejut melihat satu bintang bergerak. Berjalan pelan meninggalkan posisinya. Suri menatap bintang yang terus berjalan pelan itu hingga binta itu tak terlihat lagi. Suri tersenyum.

                “Gomawo. Omma.” bisik Suri tersenyum menatap langit.
***


                Pagi yang tenang setelah kemarin penuh kehebohan karena munculnya fenomena halo di atas langit Wisteria Land. Setelah istana mengeluarkan pengumuman perihal fenomena alam kemarin, hari ini aktifitas rakyat berjalan lancar. Istana mengumumkan jika fenomena alam kemarin adalah pertanda baik bagi Wisteria Land. Hal ini membuat rakyat tenang. Walau malam harinya sempat beredar isu jika fenomena halo adalah pertanda keburukan.


                “Seperti Yin dan Yang. Hitam dan putih, baik dan buruk saling mempengaruhi. Tanpa itu, tak akan stabil bukan? Aku rasa masyarakat Wisteria Land semakin pandai. Isu semalam sepertinya tak digubris.” Hyerin tersenyum lega.

                “Nee. Kemarin Appa benar-benar dibuat syok oleh keberanian Ketua Holly Jung Hyeyoung.” Moonsik menggelengkan kepala mengingat peristiwa dalam pertemuan akbar kemarin sore.

                “Ratu Maesil tak akan tinggal diam. Isu semalam aku rasa ada hubungannya dengan beliau. Sedih sekali jika teringat kehidupan keluarga Raja kini. Appa, Appa jangan bertindak terlalu berani. Aku takut terjadi sesuatu pada Appa.”

                “Kugjungmayo. Appa hanya mengabdikan pekerjaan Appa pada kepentingan rakyat dan negara. Ya, walau Appa masih harus terlibat sedikit-sedikit dalam konflik politik. Appa sudah berjanji pada mendiang Raja Song Joongkok untuk membantu Raaja Song Joongki dalam perjuangannya memimpin negeri ini.”

                “Ara.” Hyerin tersenyum manis.
***


                Hyuri selesai dengan pekerjaan paginya. Mengantar susu dan koran. Hyuri kembali mengamati bayangannya di cermin. Hyuri tersenyum lalu menyambar tasnya dan berangkat ke sekolah.


                Hyuri berlari kecil menuruni tangga meninggalkan rooftop yang menjadi tempat tinggalnya. Di ujung tangga terbawah sudah menunggu Amber, JB, Kris dan Rap Monster. Mereka berlima berangkat bersama menuju SMA Maehwa.


                “Jadi itu bukan sekedar isu?” JB memastikan.

                “Nee. Aku dengar Departemen Pendidikan dari kementrian istana akan segera mengambil langkah ini. Itu semua bukan sekedar rumor.” Amber membenarkan.

                “Jika SMA Maehwa di tutup, lalu bagaimana nasib kita?” komentar Rap Monster.

                “Seluruh murid SMA Maehwa akan di transfer ke sekolah lain. Sekolah yang di anggap lebih layak.” jawab Kris.

                “Alasan mereka konyol. Cukup sebagai lelucon. Bangunan sekolah rusak, reputasi terburuk di Wisteria Land dan pencetak para preman pembangkang negara. Apa ini? Padahal orang miskin seperti kita mendapat banyak kemudahan di SMA Maehwa.” JB meluapkan kekesalannya. “Dan aku rasa, akan banyak yang mundur. Memisahkan kita dari SMA Maehwa dan mentransfer kita ke sekolah lain yang dianggap lebih layak. Sama saja mendorong kita untuk bunuh diri.”

                “Aku tak berpikiran sedangkal itu.” sanggah Rap Monster.

                “Itu kau. Yang lain? Maksudku bukan dari geng kita ini. Orang-orang kaya dan berkedudukan itu kekurangan pekerjaan sepertinya hingga mengusik sekolah kita tercinta ini.”

                Kelima remaja ini sampai di depan sekolah mereka. Kelimanya berdiri berjajar menatap sekolah. Rap Monster, JB, Hyuri, Amber dan Kris. Diam menatap bangunan SMA Maehwa selama beberapa detik.

                “Hah! Benar-benar tak masuk akal.” JB menggelengkan kepala membuang muka. “Pemberontak bisa berasal darimana saja kan? Kenapa SMA Maehwa yang jadi korban? Jadi kambing hitam? Saat sekolah kita ini benar-benar di tutup, aku yakin akan ada pengunduran diri massal. Mereka sukses membuat lelucon.”

                “Guru-guru pun akan ditransfer dan buruknya Kepala Sekolah akan di pensiun dini. Begitu yang aku dengar.” kata Kris. “Sebenarnya apa yang mereka incar dari sekolah kaum miskin ini?”

                “Chingu! Coba perhatikan!” Rap Monster angkat bicara. “Sadarkah kalian jika sekolah kita ini berada di tempat yang sangat strategis? Coba bayangkan jika di sini di bangun mall atau tempat hiburan atau sejenisnya.”

                “Dasar otak bisnis! Disaat seperti ini masih bisa bercanda.” olok JB.

                “Benar juga. Srategis. Akan menarik banyak minat pengunjung.” Amber membenarkan.

                “Mungkin itulah yang mereka mau. Menutup SMA Maehwa dan membangun bangunan lain di sini.” Hyuri pun setuju. “Dasar, Mafia! Bisanya menyusahkan kaum miskin saja.”

                Geng Chrysaor ini masih berdiri di depan gerbang SMA Maehwa.
***

                Seharian ini hampir seluruh murid SMA Maehwa meributkan rumor tentang sekolah mereka yang akan di tutup. Kaum minoritas memilih cuek pada apa pun itu keputusan pemerintah yang akan dibuat untuk SMA Maehwa.

                “Matilah, aku!” ucap Suri tiba-tiba.

                “Wae...?” Sulli panik.

                “Bagaimana jika kita ditransfer ke sekolah yang berbeda? Ini mimpi buruk! Dan Cypress akan berakhir. Ough!” Suri memegang kepalanya.

                “Kau takut sendiri di sekolah baru atau Cypress tak punya masa depan?” tanya Hara.

                “Dua-duanya.” jawab Suri enteng.

                “Eiy! Walau tak satu sekolah, kita masih bisa komunikasi dan mengembangkan Cypress kan?”

                “Tapi sendirian di sekolah baru, sama saja bunuh diri.” Suri gundah.

                “Ini sangat tak adil. Padahal SMA Maehwa adalah surga bagi kaum tak mampu seperti kita ini.” sela Sulli.

                “Biaya sekolah kita setelah di transfer akan ditanggung pemerintah.” Hara merespon.

                “Bagaimana beban mental kita nanti di sekolah baru? SMA Maehwa, SMA dengan reputasi terburuk di Wisteria Land. SMA yang dianggap pembawa kutukan sial.”

                “Iya juga sih.” Hara turut gundah.

                “Sepertinya ingin mencari tenaga kerja dengan upah rendah.” celetuk Suri.

                “Nee...?” Sulli dan Hara kompak.

                “Aku tak yakin semua setuju ditransfer. Aku yakin akan banyak yang memilih mundur. Jika tak berpendidikan, maka gaji kita akan rendah kan jika kita bekerja nanti.”

                Sulli dan Hara kompak menggeleng.
***

                Hyuri merapikan DVD-DVD yang tertata di rak. Berulang kali Hyuri menghela napas panjang.

                “Kau tampak gundah. Ada apa?” tanya Junho.

                “SMA Maehwa akan ditutup.”
               
                “Oh, rumor itu.”

                “Sepertinya bukan sekedar rumor.”

                “Dan kalian akan ditransfer?”

                “Sepertinya. Tapi...”

                “Ada pelanggan.” potong Junho. “Bisa kau layani dia?”

                “Nee.” Hyuri segera menuju meja kasir. “Maaf membuat Anda menunggu.” ekspresi Hyuri berubah masam. Ia harus berhadapan dengan Daehyun lagi. “Anda, apakah ada masalah dengan DVD yang Anda sewa kemarin?”

                “Aku telah selesai menonton semua.” Daehyun dengan angkuhnya.

                “Dalam semalam?” gumam Hyuri.

                “Dari kemarin kenapa kau terus?”

                “Nee?”

                “Apa pemilik rental ini tak sial memelihara murid SMA Maehwa sebagai karyawan.”

                “Mwo?!”

                “Apalagi bekerja tanpa melepas seragam SMA pembawa sial ini.”

                Kedua tangan Hyuri mengepal. Ia kesal. Geram. Hyuri berperang melawan emosinya sendiri. “Anda datang untuk mengembalikan DVD yang Anda pinjam kemarin?” Hyuri masih beramah-tamah pada Daehyun.

                “SMA Maehwa akan ditutup. Tamatlah kalian semua.” Daehyun menyncingkan senyum dan menghilang dari hadapan Hyuri.

                Hyuri meremas kertas nota di tangannya. “Jika kau bukaan pelanggan rental ini, sudah aku habisi kau!” umpat Hyuri lirih sambil menatap Daehyun yang sibuk melihat-lihat deretan DVD dalam rak.
***

                Ada satu kerumunan di dekat taman bermain di jalan Elder Flower. Suri yang berjalan pulang sendirian tertarik dan menghentikan langkahnya. Suri memperhatikan kerumunan itu. Sepertinya seru sekali di sana. Suri pun mendekat.

                Karena terlalu padat, Suri tak bisa menerombol untuk maju ke depan. Di deretan depan di dominasi anak-anak. Suri harus berjinjit untuk bisa melihat itusemua. Suri penasaran apa yang menarik dari kerumunan ini. Beruntung seseorang yang lebih tinggi dari Suri itu mengalah. Ia memberi peluang pada Suri untuk maju. Suri akhirnya bisa menjangkau lebih dekat dari pusat yang menjadi perhatian dari kerumunan ini.
               
                Suri menemukan seorang gadis yang seusia dengannya. Gadis berambut oranye terkepang dua dan jauh dari kata rapi. Gadis berwajah pucat ini sedang bercerita. Mendongeng di depan kerumunan. Barisan depan yang di dominasi anak-anak terlihat paling antusias. Suri tersenyum melihatnya. Gadis itu bercerita dengan ekspresif dan atraktif hingga anak-anak benar menikmati pertunjukan jalanan ini.

                “Dia cerita tentang apa?” tanya Suri pada gadis di sampingnya.

                “Tiga penyihir dari film Hocus Pocus.”

                “Hocus Pocus...?”

                “Em. Menurutnya film tahun 1993 dulu. Anak-anak benar tertarik.”

                “Hah, aku tak tahu.” Suri tersenyum menggeleng.

               
“Nuna! Lagu Siren itu seperti apa? Nuna tahu lagu itu? Nyanyikan, Nuna. Aku ingin tahu mantra yang dirapalkan penyihir itu untuk mempengaruhi anak-anak agar datang ke rumahnya.” pinta seorang bocah laki-laki yang berdiri dibarisan paling depan.

Suri menyimaknya. Ia kemudian menatap gadis pencerita yang berdiri di tengah-tengah kerumunan. Gadis itu berdiri sedikit serong dan melirik bocah yang menyela pertunjukannya.

“Bocah! Kau berani menyela dan bertanya tentang mantra?” Gadis pencerita ini menirukan gaya bicara Mary Sanderson dalam film Hocus Pocus. “Biarkan aku bermain dengannya. Biarkan aku bermain dengannya.” kini berubah seperti Sarah Sanderson dari film yang sama. “Bagaimana kalau kita jadikan dia barbeque saja?” gadis ini kembali menirukan Mary Sanderson. “Kita lihat! Apa dia cukup berani untuk mendengar mantra ini.” terakhir ia menirukan gaya bicara Winifred Sanderson.

Anak-anak tertawa mendengarnya. Suri ikut tertawa. Lalu tatapan Suri terhenti pada seorang pemuda berambut pirang; L,.Joe ketika ia melihat ke sisi kanan. Pemuda itu terlihat menikmati pertunjukan jalanan ini sambil sesekali memotret si Gadis Pencerita. Suri memperhatikan pemuda itu.

“Use the thy voice Sarah. Fill the skies! Bring the little brats to die! Ahahahaha!” suara gadis pencerita itu membuyarkan perhatian Suri pada pemuda berambut pirang. Suri kembali menaruh perhatian ke tengah kerumunan. Ia bisa melihat jelas wajah gadis itu kini.

Come little children,
I'll take thee away,
Into a land of enchantment,
Come little chlidren, the times come to play,
Here in my garden of magic.

Gadis pencerita itu menyanyikan lagu yang sama seperti yang dinyanyikan Sarah  Sanderson dalam film Hocus Pocus. Belum sampai akhir lagu, tiba-tiba satu balita yang turut diajak menonton pertunjukan ini menangis keras. Ia gusar dan ketakutan. Gadis pencerita itu berhenti bernyanyi. Ia melirik balita yang menangis, lalu kembali menghadap bocah yang memintanya menyanyikan lagu itu.

“Hey, Nona Cantik! Apa bocah laki-laki ini adikmu?”

“Nee…?” Suri tersentak, sementara gadis pencerita itu sinis menatapnya. “Aa-anio…”

“Lihat, bocah kecil! Ini ulahmu! Balita itu menangis karena mantra ini kunyanyikan. Dan kau sebagai kakak, kenapa tak menjaga adikmu ini dengan baik.”

“Nee…?” pekik Suri. Ia terlihat benar ketakutan.

“Nuna. Nuna membuatnya takut. Sepertinya dia baru di sini. Dia bukan Nunaku.”

Suri kebingungan, menatap gadis pencerita lalu bocah yang membelanya.

Gadis pencerita ini menyincingkan senyum. Menyeringai. “Selamat petang semua! Terima kasih telah datang dan menonton pertunjukan ini.” ucap gadis itu riang lalu membungkuk ke segala arah.

Penonton bertepuk tangan untuknya. Suri menghela napas lega. Gadis pencerita itu menoleh, kembali menatap Suri. Suri kembali tegang, namun tiba-tiba gadis itu tersenyum. Ragu-ragu Suri membalas senyum gadis itu.
***

Suri berjalan sendiri menuju rumahnya. Sesekali ia tersenyum sendiri mengingat kejadian di taman bermain di jalan Elder Flower.

“Oh!” Suri menghentikan langkahnya. Suri berjalan mundur dua langkah lalu memperhatikan gang kecil menuju sebuah rumah satu-satunya yang berada di gang itu. Suri mengerutkan dahi memperhatikan seorang pria yang sedang berdiri di depan rumah yang tertutup rapat itu.

“Ajushi mencari pemilik rumah itu?” tanya Suri berjalan mendekat.

Pria berjaket coklat itu tersentak kaget. Ia menoleh dan terlihat panik sambil menatap Suri.

“Kakek Hwang ada di tokonya.”  Suri yang menangkap gelagat tak baik menghentikan langkahnya.

“Ya! Kita berhasil! Kita dapat banyak uang!” Pria berjaket hitam keluar dari pintu samping rumah Kakek Hwang.

Suri terbelalak. Pria berjaket coklat itu terkejut melihat rekannya tak sendiri di halaman rumah Kakek Hwang.

“Ya! Siapa gadis itu?” tanya pria berjaket hitam pada pria berjaket coklat.

“Dia tiba-tiba muncul.” jawab pria berjaket coklat.

“Kalian pencuri…?” tanya Suri.

Dua pria ini menoleh. Menatap Suri.

“Gawat!” bisik Suri. Perlahan Suri mulai berjalan mundur.

“Kau mau kemana gadis kecil?” pria berjaket coklat mulai bergerak maju. Mendekati Suri.


Hyuri berjalan pelan. Headset menutup dua lubang telinganya. Tiba-tiba eorang gadis muncul dari gang dan menabraknya.

Suri terbelalak dan menatap Hyuri dari atas ke bawah. “Mianhae. Jongmal mianhae.” Suri meminta maaf.

“Ya! Mau kemana kau!” pria berjaket coklat muncul dari gang. Disusul pria berjaket hitam.

Suri ketakutan dan beralih ke samping Hyuri.

Dua pria ini berdiri di hadapan Hyuri dan Suri mengamati dua gadis itu.

“Mereka mencuri di rumah Kakek Hwang. Sebaiknya kita lari.” bisik Suri. “Aku hitung sampai tiga. Lalu kita lari sama-sama. Satu… dua…tiga! Lari!!!” teriak Suri sembari berlari sekencang ia bisa. Suri menoleh dan menemukan Hyuri masih berdiri di sana. “Aish!” keluh Suri kemudian kembali pada Hyuri.

“Ya! Kenapa kau malah diam saja di sini?” tanya Suri pada Hyuri. “Mereka itu pencuri.” Suri disela napasnya yang terengah-engah.

Hyuri menyeringai menatap dua pencuri itu.
***


Kemana perginya toleransi, saling menghargai dan perdamaian itu? Mendadak semua berubah egois. Berlangsung terus menerus dan tumbuh subur di tanah ini. Mereka yang kaya dan berkedudukan tak segan dan tanpa belas kasihan menindas kaum lemah. Melupakan orang-orang kecil dan kaum tak mampu yang justeru banyak menyumbang untuk kemakmuran kehidupan mereka. Negeri ini, Wisteria Land terkenal subur dan makmur, namun kenapa rakyatnya begitu menderita? Andai mereka yang berkedudukan itu lebih membuka mata, telinga dan terlebih hati mereka. Yakin, Wisteria Land akan kembali seperti sedia kala.


-------TBC--------

Keep on Fighting
- shytUrtle-

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews