BLACK NOTE

06:47

BLACK NOTE

“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan temukan kebenaran.”

           Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?

***

NOTE #10


Lampion berbagai bentuk menghiasi sepanjang jalan menuju aula utama. Keceriaan terpancar dari dalam Parama Academy. Inilah puncak penghargaan untuk Festival Asadel, pesta dansa untuk menghormati para peserta dan pemenang khususnya. Sherwin Otadan menatap puas murid-murid yang terlihat tampan dan cantik malam ini. Jevera Lee mendampingi Sherwin, berdiri di sampingnya.
Lavina terlihat cantik dalam balutan gaun warna kuning berjalan di samping kiri Kevin. Edsel tersenyum melihat keduanya memasuki aula utama. Di belakang Lavina dan Kevin, Neva berjalan sendiri. Cantik dalam balutan gaun warna hijaunya. Edsel menyambut Neva, kemudian berdiri di samping kanan gadis itu.
“Ada satu hal yang lupa tak aku sampaikan padamu.” Neva yang berjalan dalam gandengan Edsel berbisik. “Winola sempat mempermasalahkaan tentang pesta dansa ini. Karena malam ini, malam bulan purnama penuh.”
“Aku tahu tentang ini.”
“Oh?” Neva heran. “Satu lagi. Ia berpesan sebelum kami berangkat, jangan dengarkan melodi dari permainan solo, tutup telingamu rapat-rapat.”
Edsel menghentikan langkahnya membuat Neva turut berhenti. Keduanya terdiam, saling menatap. Saling bertanya dalam diam tentang apa maksud dari pesan itu. Yocelyn menyapa Edsel dan Neva. Ia terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun berwarna merah itu. Terlihat serasi dengan Christoper yang berdiri di samping kanannya. Dua pasangan ini bersama memasuki aula utama.

***


Joe duduk di jendela koridor. Sendiri sambil memainkan apel hijau di tangannya. “Harusnya Tuan mengajaknya pergi bersama.” Richard melayang-layang ke kanan dan ke kiri di depan Joe. “Sungguh, dia gadis yang baik.”
“Karena tak menghancurkanmu setelah menangkapmu?”
“Ricky melihatnya, Tuan. Ricky melihat kebaikan dalam tatapan gadis itu. Tak ada keraguan, teduh dan penuh kasih. Mata yang indah.”
Joe melempar apel di tangannya menembus badan Richard dan menghantam tembok hingga hancur. Richard ketakutan dan menepi. Joe adalah sosok arogan yang tak jarang bertindak kasar pada Richard. Namun Richard bertahan karena ia telah berjanji untuk mengabdikan diri pada Joe hingga akhir hayat Joe.
Terdengar derap langkah kaki. Gerakan teratur yang semakin dekat pada tempat Joe berada. Joe, entah sadar atau tidak langsung bangkit dari duduknya ketika Winola muncul. Gadis itu terlihat sangat anggun dalam balutan gaun berwarna biru. Dan cantik dengan rambut tersanggul rapi dan riasan minimalis yang melukis wajah pucat Winola. Joe terpesona melihatnya. Bibir merah Winola bak buah cherry masak itu tersenyum menyapa Richard yang melambaikan tangan padanya. Joe menatap Winola tanpa berkedip, bahkan saat gadis itu berjalan melewatinya.
“Kejar dia, Tuan. Kejar.” Bisik Richard. “Dia hanya sendiri. Ini kesempatan emas untukmu, Tuan.”
Kaki Joe bergerak selangkah. Namun kembali terhenti ketika Alden tiba-tiba muncul menyambut Winola. Joe kembali mengerutkan muka melihatnya. Alden tersenyum puas menatap Winola yang berdiri di hadapannya. Alden mencium tangan Winola lalu menggandeng gadis itu pergi. Joe kembali duduk dan terlihat kesal.
“Tuan terlalu lambat!” Sesal Richard.
“Kau sudah siap?” Kenzie Choi menghampiri Joe.
“Aku malas!” Jawab Joe singkat.
“Apa begitu buruk pergi tanpa memiliki pasangan seorang gadis hingga membuatmu malas?” Joe bungkam. “Kesempatan yang kau dapat untuk tampil solo malam ini, jangan kau sia-siakan. Guru Odell Bayanaka tak suka pria plin-plan dan suka ingkar janji.” Kenzie pergi meninggalkan Joe sendiri.

***


Alden menggandeng Winola memasuki aula utama. Hampir seluruh pasang mata menatap pasangan ini. Pendapat mereka rata-rata sama. Tak menyangka jika Alden Jason si bintang sekolah pergi ke pesta dansa dengan mengajak Winola sebagai pasangannya. Winola gadis yang terkesan ‘aneh’ bagi kebanyakan murid.
Sherwin membuka acara dengan pidato singkatnya. Tak lupa ia memberi selamat pada para pemenang. Tim jawara dan tim runner up diundang ke tengah lantai dansa, diberi kesempatan untuk berdansa terlebih dahulu. Joe berdiri di pinggir dan menatap kesal pada Alden dan Winola. Sedang Richard yang berdiri di sampingnya, justru terlihat sangat menikmati pesta. Satu per satu pasangan murid turut bergabung. Berdansa dengan iringan musik dari club Nohan yang langsung di pimpin sendiri oleh Odell Bayanaka.
Hazel duduk di jendela kamar bilik 505 yang terbuka, menatap langit malam. Bulan purnama penuh dengan sinar yang terang, sangat indah. Malam yang sempurna untuk pesta yang sempurna. Lamunan Hazel terganggu oleh Gavin yang terlihat gusar dalam sangkarnya. Hazel terbang menghampiri Gavin. Burung wren berwarna biru itu hinggap lebih dekat pada Hazel. Dua makhluk ini terlihat sedang berkomunikasi.
Semua bertepuk tangan ketika musik berakhir. Odell tersenyum puas, lalu kembali mengangkat kedua tangannya memimpin anak-anak asuhnya untuk kembali memainkan sebuah lagu. Kali ini musik lembut untuk menemani murid-murid berdansa. Beberapa pasangan tetap bertahan dan beberapa mundur termasuk Edsel dan Neva. Mereka memilih menepi dari lantai dansa. Alden tersenyum, masih menatap kagum Winola yang berada sedekat ini dengannya. Edsel memperhatikannya, Alden dan Winola. Ia tersenyum getir dibuatnya. Kemudian Neva menyikutnya, menunjuk Kenzie yang berdiri di seberang. Edsel membisikan sesuatu di telinga Neva, kemudian pergi meninggalkan aula utama. Neva menemukan Joe, berdiri agak jauh dari kerumunan murid dan menatap ke lantai dansa. Neva paham jika tatapan Joe fokus pada Winola.
Violin unjuk kebolehan. Memainkan biola kesayangannya. Winola tak betah dalam suasana pesta ini dan memutuskan pergi. Melihat Winola keluar, Alden bergegas menyusulnya. Joe memperhatikannya dan hendak menyusul, namun Odell menemukannya di dekat pintu dan merangkul Joe kembali masuk.
Alden membuntuti Winola, namun gadis itu tiba-tiba menghilang di dekat taman. Alden menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari dimana Winola berada. Tiba-tiba seseorang membungkamnya dan menyeretnya dalam sisi gelap taman. Alden terbelalak dan Winola memberi isyarat agar ia tetap tenang. Alden mengangguk dan perlahan Winola menurunkan tangannya dari membungkam mulut Alden. Alden diam, berada sangat dekat dengan Winola yang terlihat siaga mengawasi taman. Winola mengintip, melihat dua Orc berjalan melewati tempat keduanya. Alden tersenyum melihat Winola yang berada begitu dekat di depannya. Winola kembali menatap Alden dan menemukan ekspresi berbinar Alden. Wajah Alden segera bersemu merah dibuatnya.
“Orc berkeliaran di dalam Parama Academy. Dimana para penjaga?” Winola seolah tak menyadari bagaimana ekspresi Alden.
“Or-orc??”

***


Joe selesai memainkan piano. Semua yang berada dalam aula utama jatuh tergeletak di lantai. Mereka tertidur usai mendengar alunan piano yang dimainkan Joe. Joe bangkit dan berlutut ketika burung gagak berukuran besar itu terbang memasuki aula utama dan berubah wujud menjadi Ozora. Joe masih berlutut dan menundukan kepala ketika Ozora berdiri diatas panggung. Ozora menatap puas pada hasil kerja Joe. Vegard dan dua Orc berjalan memasuki aula utama.
“Parama Academy dalam kendali kita Tuanku.” Vegard melaporkan situasi dalam Parama Academy. “Pasukan kita menyebar, menyisir seluruh sudut sekolah.”
Ozora tersenyum dingin. Ia berhasil menyusup masuk dalam Parama Academy dan meniupkan pasukan Orc yang sebelumnya ia rubah menjadi butiran debu untuk mempermudah membawa mereka masuk dalam Parama Academy tanpa terendus pasukan penjaga. “Joe Leverrett, yang mana dari manusia-manusia lemah ini adalah Pangeran dan Putri Elsdon?”
Joe tertunduk semakin dalam. Ia tahu Alden dan Yocelyn tak berada di sini, di dalam aula utama.

***


“Burung wren itu dan Hazel, mereka tak di sini.” Neva usai menutup jendela.
“Wren? Hazel? Siapa mereka?” Tanya Violin.
“Sahabat dari Orea.” Neva menatap Yocelyn yang terlihat ketakutan dalam dekapan Edsel.
Violin tiba-tiba mendorong Lavina hingga gadis itu terjepit di tembok. “Siapa sebenarnya kalian?! Kau dan Amabel Winola itu?!” Tandasnya dengan tatapan tajam pada Lavina.
“Violin, hentikan! Mereka di pihak kita!” Neva melerai. “Kita tak akan selamat jika Lavina tak membawa kita keluar aula.”
“Aula? Apa yang terjadi di sana?”
“Entahlah. Kita pergi saat Joe akan memulai pertunjukannya. Aku hanya menelaah pesan Winola, jangan dengarkan melodi dari permainan solo, tutup telingamu rapat-rapat. Aku rasa itu bukan kau, tapi Joe.” Terang Lavina.
“Pangeran Alden, aku melalaikannya.” Sesal Violin.
Tiba-tiba terdengar suara. Edsel berdiri paling depan, bermaksud melindungi para gadis. Violin siaga di sampingnya, sedang Neva dan Lavina berada di samping kanan dan kiri Yocelyn. Kunci yang tergantung di pintu terjatuh. Seseorang mencoba membuka pintu bilik 505. Edsel mengangkat kursi, hanya itu yang bisa ia jadikan senjata. Gagang pintu bergerak dan perlahan pintu mulai terbuka membuat semua yang berada dalam bilik 505 tegang.
“Oh! Halo, semua!”
“Kakak!” Lavina berbinar melihat Leif muncul dari balik pintu.
Leif membongkar barang yang ia bawa di lantai. Ia memberikan tongkat pada Lavina dan pedang pada Edsel. “Aku juga bisa menggunakan pedang.” Ucap Violin menyadari Leif mengabaikannya. Leif menatap Violin sejenak. Pemuda tampan ini sedikit mengerutkan dahi. Lalu memberikan pedang pada Violin. “Terima kasih.” Kata Violin namun Leif seolah tak mendengarnya.
“Oh, maaf. Sampai lupa tak memberi salam pada Tuan Putri.” Leif kemudian memberi salam pada Yocelyn. “Lalu, dimana Winola?” Leif menatap Lavina yang terlihat bingung, tak tahu dimana Winola berada.
“Aku rasa ia bersama Pangeran Alden, tapi entah dimana.” Jawab Edsel. “Aku akan mencarinya.”
“Tidak, tidak! Ini bukan tugasmu, tapi tugasku. Kau harus mengamankan Tuan Putri.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?” Sela Violin. “Kau ini, siapa??”
“Oh, Anak Panglima Elsdon ini benar-benar payah.” Violin menekuk muka mendengar olokan Leif. “Aku Leif Riordan, Pejuang Orea. Kau tak menyadari jika malam ini Ozora telah kembali?”
“Oz-zor-ra kem-bal-li?”
“Em. Dia di sini, di dalam Parama Academy bersama pasukannya, Orc. Jangan takut walau mereka pemakan daging manusia. Kau cukup menusuk jantungnya, atau kau tebas saja lehernya.” Terang Leif membuat Violin menelan ludah mendengarnya. “Aku berada di sini sejak kemarin lusa dan ramalan yang sempurna. Penyihir Sunee benar-benar hebat. Aku rasa Raja Elsdon harus memberi penghargaan untuknya. Ia rela mengorbankan dirinya untuk melindungi Orea.”
“Orea, bukan Elsdon.” Violin sedikit geram pada pemuda tampan ini.
“Kau tahu jika Penyihir Sunee tak mengorbankan nyawa untuk melindungi Otea? Hutan suci akan ternodai dan Elsdon kehilangan kekuatan pendukung dari timur. Ah, kujelaskan kau belum tentu paham.” Lagi-lagi Violin dibuat kesal.
“Ini alasan kenapa Winola meributkan tentang pesta dansa yang bertepatan dengan bulan purnama penuh?” Neva berubah pucat.
“Tepat sekali! Dia dan Penyihir Sunee, sedikit banyak memang mirip.”
“Hazel dan burung wren itu tak ada saat kami datang.”
“Ah, aku rasa dia membawa Gavin keluar sangkar. Baiklah, kita harus bekerja cepat. Paskuan Ozora sudah bergerak, menyisir seluruh sudut sekolah untuk mencari Pangeran dan Putri Elsdon.”
“Tapi ada prajurit muda yang menyamar.” Sela Edsel.
“Beberapa yang tak mempercayai ucapanku tumbang. Aku tak tahu apa rencana Ozora menggunakan Parama Academy. Kita harus menyelamatkan Pangeran dan Putri Elsdon. Lavina, kau temani prajurit muda ini menuju dapur sekolah. Bawa Tuan Putri ke tempat penyimpanan, ruang bawah tanah di dapur sekolah. Di sana terdapat terowongan dan pasukan Orea akan masuk dari sana. Semoga Orc tak menemukannya lebih dulu. Dan aku akan mencari Winola. Semoga benar ia bersama Pangeran Alden.”
“Aku akan pergi bersamamu. Pangeran Alden, dia tanggung jawabku.” Kata Violin.
Leif menatapnya sejenak, “OK! Asal tak merepotkan.” Leif diam sejenak, lalu menghampiri Lavina dan memeluknya. “Jangan takut adikku, inilah perang yang sebenarnya.” Lavina mengangguk dalam dekapan Leif. Leif melepas pelukannya dan tersenyum menatap Lavina. “Hah! Aku harap kalian pun tak gentar. Inilah perang yang sesungguhnya.”
Leif dan Violin berpisah dari Lavina, Edsel, Neva dan Yocelyn. Lavina memegang erat tongkatnya. Begitu juga Violin, ia memegang erat pedang di tangannya. Neva menggandeng erat tangan Yocelyn yang berjalan di sampingnya. Neva tersenyum ketika Yocelyn menoleh padanya. Edsel yang berjalan paling belakang tampak siaga. Edsel tertunduk sejenak. Ada rasa khawatir dalam dirinya. Mengkhawatirkan keselamatan Yocelyn juga Winola yang entah ada dimana saat ini. Edsel mendesah dan kembali siaga.

***


Raja Landry meremas kertas di tangannya. Mengepalkan tangan, benar-benar dibuat emosi oleh surat ancaman yang dikirim Ozora untuknya.
James Vincent diam menunggu. Apa yang ia khawatirkan terjadi juga. Ketika Empat Ksatria Utama dikirim ke utara dan selatan bersama beberapa pasukan, Ozora datang menyerang Elsdon. Ini rencananya dan James menyadari hal itu namun tak bisa bertindak gesit.
“Siapkan pasukan. Kita akan berperang melawan Ozora, dalam Parama Academy.” Titah Raja Landry.
“Tapi Yang Mulia, ini tindakan gegabah. Jangan mengulangi kesalahan untuk yang kedua kali.” Salah seorang Tetua keberatan.
“Yang Mulia tak boleh meninggalkan istana. Inilah rencana Ozora.” Tetua lain menimpali.
“Ini bukan hanya misi penyelamatan Elsdon atau Pangeran dan Putri, akan tetapi…” Raja Landry tak melanjutkan perkataannya. Ia menatap James yang juga menatapnya.
“Baik Yang Mulia juga Panglima James Vincent tak seharusnya meninggalkan istana.” Salah seorang Tetua lagi bicara. “Ini bukan isyarat baik Yang Mulia.”

Raja Landry menatap rombongan pasukan yang di pimpin langsung oleh Panglima James Vincent menuju Parama Academy. Raja Landry tak bisa menyembunyikan ketakutan itu. Ratu Eleanor menghampirinya, mengelus lengan Raja Landry. Raja Landry meraih tangan Ratu Eleanor dan menggenggamnya erat. Ia kemudian menatap bulan purnama penuh malam ini.

***
 
-------TBC--------
 .shytUrtle. 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews