BLACK NOTE

06:02

BLACK NOTE

“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan temukan kebenaran.”

           Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?

***

NOTE #8


Neva, Lavina dan Winola menatap kardus diatas tangan masing-masing. Kardus hijau untuk Neva, kuning untuk Lavina dan biru untuk Winola.
“Maaf, aku hanya tahu warna favorit Neva dan Lavina. Biru, aku rasa cocok untukmu. Gaun itu pesta dansa sabtu nanti.” Terang Yocelyn. “Gaun merah, untukku dan aku akan pergi bersama kapten tim kita.”
“Christoper Hawk? Kau akan pergi bersamanya? Tak bersama Edsel?” Lavina benar terkejut.
“Aku meminta Edsel pergi bersama Neva agar kita tetap bisa bersama-sama.”
“Aku tak akan pergi.” Winola meletakan kardus di meja.
“Apa?? Kau bukan hanya akan membuat Kakakku patah hati, tapi kau akan membuat murid kelas I-F dan tim kita kecewa jika kau tak pergi. Aku telah mengatakan pada Kakakku jika kau setuju pergi dengannya.”
“Yocelyn?!!”
“Itu akan jadi malam yang indah bagimu, sahabatku.” Hazel terbang menghampiri Winola.
“Tapi itu malam bulan purnama penuh!” Nada bicara Winola meninggi membuat semua terkejut dan diam menatapnya.
“Ada apa dengan bulan purnama? Apa kau werewolf yang akan berubah wujud saat bulan purnama tiba?” Yocelyn memecah kebisuan.
“Semua manusia akan bisa melihatku saat bulan purnama penuh.” Jawab Hazel. “Aku janji aku tak akan keluar dari bilik ini.”
***
Penjaga pintu gerbang Parama Academy menghentikan rombongan yang baru sampai. “Hari ini kau membawa begitu banyak teman Diego.” Sapa penjagaa sambil memeriksa.
“Kekacauan dimana-mana dan permintaan untuk pesta harus tetap dipenuhi. Ini membutuhkan kerja ekstra.”
Penjaga menatap pemuda yang berdiri tak jauh di belakang Diego. Pemuda itu segera menunduk, hingga penjaga tak bisa melihat wajahnya. “Begitu banyak pengawal hari ini.” Diego mengalihkan.
“Seperti yang kau katakan, kekacauan dimana-mana, pengamanan semakin ketat.”
“Kalian yang terbaik.” Diego mengangkat tangan memberi isyarat rombongannya untuk kembali berjalan.

Neva mengamatinya dan terus memikirkan kejadian di dalam biliknya satu jam yang lalu. Neva tak pernah melihat Winola sepanik itu. Dan kenapa ia begitu khawatir pada bulan purnama penuh?
“Ini terlalu lemah.” Suara Joe mengejutkan Neva. Neva menatap tajam Joe yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. “Semakin membuka diri, memberi apa yang kau mau tahu tentangnya. Harusnya ini membuatmu makin waspada.” Joe balik menatap Neva. “Kau berpikir aku berniat mempengaruhimu? Hagh! Menggelikan.” Joe berjalan pergi.
Neva menatapnya hingga Joe menghilang di perempatan koridor. “Neva, kau di sini rupanya.” Violin terengah-engah.
“Ada apa?”
“Empat Ksatria Utama pergi ke Utara dan Selatan. Kekacauan itu, aku rasa kau sudah tahu.” Neva mengangguk. Violin mengamati sekitar. “Ayah berpesan agar kita lebih waspada dan lebih intensif menjaga Pangeran dan Putri. Aku tak menemukan Edsel, tolong sampaikan ini padanya.” Neva kembali mengangguk. “Hari ini beberapa prajurit muda masuk ke sekolah. Mereka menyamar untuk mengamankan pesta. Aku rasa Edsel menerima pesan tentang itu dan sibuk karenanya.”
***
Parama Academy mulai sibuk mempersiapkan pesta. Para murid membuat lampion untuk menghias sepanjang jalan menuju aula utama. Edsel berjalan sendiri diantara kesibukan warga Parama Academy. Ia tersenyum melihatnya kemudian berjalan menuju tempat dimana ia biasa menyendiri. Samar-samar Edsel mendengar seseorang sedang berbicara. Edsel menghentikan langkahnya dan menajamkan telinga.
“Dan kau tahu apa yang Nenek katakan bukan? Dia akan kembali saat bulan purnama penuh di tahun ke 17. Menurut perhitunganku, itu adalah sabtu nanti Hazel!”
Edsel mengintip dan menemukan Winola sedang berbicara sendiri menghadap tembok. Gadis itu terlihat kesal. “Winola?” Edsel memberanikan diri menyapa. Winola terbelalak, benar-benar terkejut melihat Edsel tiba-tiba muncul. Edsel maju lebih dekat pada Winola dan mengamati sekitar. Edsel tak menemukan siapapun di sana.
“Kau kemari?” Tanya Winola.
“Hampir setiap malam.” Edsel masih mengamati sekitar. Hazel yang terbang tepat di depan Edsel tersenyum mengamati pemuda tampan ini. “Kau sendirian? Aku mendengar kau seolah berbicara pada seseorang. Bahkan kau menyebut nama seseorang, Hazel?” Hazel berbinar mendengar namanya disebut.
“Aku sedikit kesal. Karena itu aku kemari dan memaki-maki tembok. Hazel adalah nama seorang peri.”
“Peri??”
“Lupakan.” Winola duduk diatas lantai. Hazel terbang dan duduk di pundak Winola. Edsel turut duduk di samping kanan Winola. Keduanya terdiam dan Hazel menunggu.
“Siapa pemuda tampan ini? Dia kah Pangeran Alden Carney itu?” Bisik Hazel.
“Edsel Yodha Jarvis. Pasti sangat sibuk, sebagai prajurit muda dimana hari ini banyak prajurit muda lain masuk akademi untuk mengamankan pesta.” Winola beralibi untuk menjawab pertanyaan Hazel.
“Begitulah. Aku rasa kau tahu bagaimana kekacauan dan rumor diluar sana. Cepat sekali berkembang. Bahkan beberapa memilih mengungsi. Kau akan pergi bersama Pangeran Alden?” Tanya Edsel.
“Putri Yocelyn yang membuat persetujuan itu dan aku harus melakukannya.”
“Kau tak ingin pergi?”
“Sebenarnya begitu. Sabtu nanti malam bulan purnama penuh.” Winola menatap langit.
“Apa yang kau khawatirkan? Kau bukan werewolf kan?” Edsel menatap Winola yang masih mendongak menatap langit. Tatapan kagum yang terlihat jelas dari binary mata Edsel dan senyum di wajahnya.
“Lihat bagaimana prajurit tampan ini menatapmu. Aku rasa dia menyukaimu, Winola.” Bisik Hazel memperhatikan Edsel.
Edsel tersenyum lalu ikut menatap langit malam.
***
Pemandian air hangat di kaki gunung. Yocelyn, Neva, Winola dan Lavina berdiri berjajar. Semua tempat berendam penuh.
 “Tidak kelas VIP di sini. Semua sama!” Balas Yocelyn kesal. “Kenapa semua murid diusung kemari? Merepotkan saja.” Mereka berhenti di tengah hiruk-pikuk murid-murid. Yocelyn menghentikan langkah dua orang siswi yang lewat dan bertanya pada mereka. “Ada ruang sedikit longgar di sana. Ikuti aku!” Yocelyn memimpin.
Neva dan Winola berjalan di belakang Yocelyn dan Lavina. Sambil berjalan keduanya melihat Joe sedang berbincang dengan teman-temannya. Joe acuh saat kelompok ini lewat. Namun seorang pemuda berwajah oriental yang berdiri di samping Joe itu diam dan lurus menatap Winola. Neva melihatnya dan sepertinya Winola juga menyadari hal itu.
Yocelyn menghentikan langkahnya menatap putus asa tempat berendam yang juga penuh. Karena semua tempat berendam penuh, keempat gadis ini keluar untuk mencari kolam di luar ruangan tertutup menuruti usul Yocelyn. Namun sama. Semua tempat penuh. Kelompok ini kemudian bertemu dengan Edsel, Violin dan Alden. Karena tak menemukan kolam kosong, mereka bertujuh memutuskan jalan-jalan. Di tengah perjalanan, Winola menangkap bunyi aneh. Ia meminta semua diam. Winola menajamkan telinganya dan mengendap-endap mencari sumber bunyi. Perlahan Winola yang berada paling depan menyibak rerimbunan perdu. Betapa terkejutnya ia juga yang lain melihat barisan patung batu yang di tata berjajar.
Mereka membuatku tampak seperti nenek berusia 50 tahun.
Kembalikan tubuhku seperti semula.
Kulitku mengeras!
Aku ingin pulang.
Selamatkan diri kalian. Inilah kami saat keluar dari kolam air panas.
Hanya beberapa dari bisikan-bisikan itu yang mampu mereka dengar. Semakin panik. Ketika keluar dari rerimbunan, dari arah berlawanan tampak pasukan Orc berjalan mendekat. Winola mengajak yang lain berlari untuk menyelamatkan diri. Orc itu jumlahnya semakin banyak dan terus mengejar. Winola dan yang lain menghentikan langkah. Di depan mereka jurang.
“Bagaimana ini??” Tanya Violin panik melihat pasukan itu semakin dekat.
“Kita lompat!” Ajak Winola.
“Apa?? Kau gila??”
“Di bawah sana sungai. Ayo kita lompat!”
Alden menggandeng tangan Winola dan keduanya melompat lebih dulu. Lavina menyusul kemudian. Yocelyn bergandengan tangan dengan Violin menyusul melompat. Neva terlihat ragu. Edsel mengulurkan tangan, meyakinkan Neva yang terlihat enggan melompat. Edsel menarik tangan Neva dan melompat bersama. Neva menjerit saat tubuhnya melayang turun.
Neva terbangun. Nafasnya terengah-engah dan wajahnya di penuhi peluh. Ia merasakan seseorang menggenggam tangannya. Neva menemukan Winola duduk di samping ranjangnya dan masih menggenggam tangan kanan Neva. Winola tersenyum. Neva langsung memeluk Winola dan menangis. Hazel yang masih terjaga menghela nafas lega.
***



-------TBC--------
 .shytUrtle. 

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews