BLACK NOTE
06:55
BLACK NOTE
“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan
temukan kebenaran.”
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan
putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di
temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai
mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?
***
NOTE #7
Neva
dan Yocelyn berjalan terburu-buru menyusuri koridor yang sedikit gelap dan
sepi. Neva memeluk erat sesuatu yang terbungkus kantong kain hitam. Keduanya
bergegas masuk bilik, Yocelyn mengunci pintu.
“Kalian
mendapatkannya?” Tanya Lavina.
Neva
membuka kantong hitam dalam dekapannya dan meletakan bunga tulip dalam pot itu
di meja. Bunga tulip berwarna merah pekat. “Kau benar Winola, Nona Delmora
memiliki semua. Kau yakin dia tak akan marah karena kita meminjam salah satu
koleksinya?” Yocelyn khawatir.
“Esok,
pagi-pagi sekali aku akan menemuinya. Percayalah, semua akan baik saja.” Winola
menenangkan usai menidurkan Hazel dalam kuntum bunga tulip.
“Jadi
di sana dia tinggal? Dalam kuntum bunga tulip?” Tanya Yocelyn kemudian.
“Em.
Dia sahabat kecilku, Hazel Goblinglow, peri pembawa kekayaan dan kemakmuran.”
“Apa
yang membawanya terbang jauh hingga kemari?” Tanya Lavina.
“Lihat!
Dia bergerak!” Tunjuk Yocelyn.
Hazel
mulai bergerak. Semua diam memperhatikan. “Ah… aroma tulip.. ah… Orea…” Gumam
Hazel dengan mata masih terpejam. “Orea??” Mata Hazel terbuka lebar dan ia
tiba-tiba duduk. Hazel terbelalak melihat empat gadis itu mengamatinya. “Oh,
hai! Hallo, aku Hazel Goblinglow.” Sapa Hazel.
“Dia
sangat cantik.” Puji Yocelyn.
“Terima
kasih.” Hazel tersipu. “Hai, Lavina!”
Sapa Hazel pada Lavina.
“Syukurlah
kau selamat.” Lavina tersenyum lega.
“Hanya
kelelahan dan tak sengaja menabrak jendela. Maaf, pasti membuat kalian
terkejut.”
“Kami
sedang berlatih dansa. Hallo, peri cantik, aku Yocelyn. Senang bisa melihatmu.”
“Aku
Neva.” Neva turut memperkenalkan diri.
“Kau
meniupkan serbuk periku pada mereka hingga mereka bisa melihatku?!” Hazel
berkacak pinggang menatap Winola.
“Mereka
teman-temanku, maaf.”
Hazel
keluar dari dalam kelopak bunga tulip, terbang di udara menatap satu per satu
teman Winola. “Lavina. Kami menerima suratmu, Leif mengantarnya tepat waktu.
Bagaimana tentang festival itu? Sunee sangat senang dan benar ingin melihat
Winola, tapi ia enggan terbang kemari.”
“Surat
itu untuknya?” Batin Neva.
“Terima
kasih. Penjelasanmu menepis kecurigaan seseorang.” Lavina melirik Neva yang
segera tertunduk menyesal. “Kau terbang sejauh ini, pasti ada hal penting dari
Orea.”
“Eum,
hanya merindukan Winola.” Hazel melirik Neva dan Yocelyn.
“Nenek mengirim sesuatu untukku?” Desak
Winola.
Hazel
beralih duduk diatas kuntum bunga tulip. Kepalanya tertunduk dan mata sendu
Hazel meredup. Winola semakin penasaran dibuatnya. “Sunee… dia hanya ingin aku
menyampaikan ini padamu, aku sangat menyayanginya, walau dalam masa singkat ini
kita bersama.”
Winola
terlihat syok. Diam seribu bahasa. Tiba-tiba ia bangkit dari duduknya dan
berjalan meninggalkan bilik 505 membuat Neva dan Yocelyn bingung. Lavina hendak
menyusul namun Hazel menahannya.
***
Winola
duduk menyendiri di salah satu sudut sekolah. Ia duduk diatas lantai, menekuk
kedua lututnya dan membenamkan wajahnya. Menangis. Ia paham pesan yang di
sampaikan Sunee adalah kata perpisahan untuknya. Di dalam bilik 505, Lavina,
Neva dan Yocelyn duduk mendengarkan penjelasan Hazel tentang apa yang
sebenarnya terjadi.
Winola
sedikit tenang. Air matanya telah ia hapus, masih dalam kesendirian. Mata
sembabnya menatap hamparan pemandangan malam yang tersaji di hadapannya. Sunee
tak ada lagi di dunia ini. Sunee tak ada lagi di Orea. Sunee telah pergi untuk
selamanya, meninggalkan Winola sendiri di sini, Parama Academy.
“Winola?”
Suara Edsel membuyarkan lamunan Winola. Pemuda itu menghampiri Winola. “Apa
yang kau lakukan sendiri di sini?” Winola sedikit terkejut. Mengangkat kepala
dan terdiam menatap Edsel. “Aku biasa mencari udara segar di sini, ketika
sedang bosan. Dan aku terkejut melihatmu di sini malam ini.”
“Maafkan
aku.” Winola hendak bangkit dari duduknya.
“Oh,
tak perlu!” Cegah Edsel. “Kau bisa tetap tinggal. Aku tak keberatan berbagi
tempat denganmu.” Winola kembali duduk dan Edsel turut duduk di sampingnya.
Keduanya terdiam. Edsel mengamati Winola. “Kau menangis? Terjadi pertengkaran
dalam bilik 505?”
Winola
tersenyum. “Tak perlu mengkhawatirkan mereka. Tuan Putri dan Nona Neva
baik-baik saja bersama kami.”
“Aku,
Neva dan Putri Yocelyn, kami tumbuh bersama. Seperti Pangeran Alden dan Violin.
Kami berlima, lumayan dekat. Aku paling dekat dengan Neva.”
“Pasti
menyenangkan memiliki keluarga. Hangat.” Winola tersenyum getir.
“Maaf.
Ini membuatmu semakin sedih.”
“Tidak.
Hanya saja aku ingin menyendiri, benar aku menangis.”
“Tak
apa. Itu sangat manusiawi. Seorang gadis menangis adalah wajar. Apapun
penyebabnya.”
“Terima
kasih mau berbagi tempat denganku.” Winola menoleh. Tatapannya bertemu dengan
tatapan Edsel. Keduanya saling menatap selama beberapa detik. “Kau memiliki
tatapan teduh yang mendamaikan, dan masa depan yang cemerlang menunggumu.”
Ungkap Winola tiba-tiba.
“Kau
memuji? Mencoba melihat masa depanku? Itu membuatku tersanjung. Terima kasih.”
Edsel masih menatap Winola. “Kau memiliki mata yang indah, Winola.” Edsel
menatap kagum pada Winola.
Winola
tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Kembali menatap ke depan. “Menurut
Nenek itu adalah mata mendiang Ibuku.”
Edsel
merasa tak berguna melihat ekspresi Winola yang terlihat sangat sedih. Edsel
kemudian menatap langit malam yang bertaburan bintang. “Nenekku mengatakan,
orang yang telah mati tak sepenuhnya pergi. Mereka melebur menjadi
bintang-bintang yang selalu menemani kita di kala malam.” Winola turut menatap
langit malam. “Aku yakin, Ayahku juga berada di sana, diantara bintang-bintang
itu dan mengawasiku setiap hari. Walau dia tak lagi di dunia ini, tapi dia
masih di sini,” Edsel meletakan tangan di dadanya, “selalu, bersamaku.”
“Andai
aku sempat melihat wajah mereka.”
Edsel
kembali menatap Winola. “Kalung itu satu-satunya petunjuk?”
“Ini?
Mungkin. Tapi aku tak tahu banyak tentangnya.”
“Aku
tak percaya. Kau pasti tahu sesuatu.”
“Kau
dan Neva, kalian…”
“Kau
benar.” Potong Edsel. “Aku bekerja untuknya.” Seraya tersenyum. “Kau berhak
marah padaku.” Winola diam. “Kalung itu, aku melihatnya dalam buku karya
Alexander Hector, buku yang berisi gambar-gambar karya kebanggaannya. Alexander
Hector, pendiri Parama Academy ini. Beliau seniman perhiasan yang terkenal
semasa hidupnya. Banyak karya indah yang terlahir dari tangannya. Pertanyaannya
sekarang, kalung itu ada padamu, sejak kau kecil, apa kau memiliki hubungan
khusus dengan pendiri Parama Academy, Alexander Hector? Kau datang untuk
mencari kebenaran ini bukan?” Edsel dan Winola kembali saling menatap.
***
Winola
kembali ke dalam bilik 505 masih dengan kepala tertunduk dan wajah lesu.
Sedikit terkejut melihat Neva, Lavina dan Yocelyn masih terjaga. Winola duduk
di tepi ranjang, tetap terdiam.
“Aku
harap sudah lebih baik kini.” Hazel terbang mendekati Winola.
“Dia
pergi tanpa mengucap salam perpisahan padaku walau lewat mimpi. Ini
menyakitiku.” Winola dengan kepala tertunduk.
“Winola!
Ayolah! Ini bukan Amabel Winola yang aku kenal. 17 tahun kita bersama, aku rasa
kau memahami setiap kata yang ia ucapkan padamu. Ia telah mengatakan ini jauh-jauh
hari padamu. Pengorbanan Sunee, bukan demi kau atau hutan Orea, tapi demi kita
semua. Yang kuat harus melindungi yang lemah. Tanda-tanda Ozora akan kembali
telah bermunculan. Dia masih mengincar Elsdon. Sunee bukan tandingannya walau
ia penyihir yang sering dikatakan hebat. Sunee, senada denganku, hanya pembawa
berkah bagi rakyat. Jangan biarkan nyawa Sunee melayang sia-sia.”
“Wanita
misterius dalam mimpiku, apakah dia itu… Sunee?” Batin Neva kemudian menatap
Winola. Neva bangkit dan duduk di samping Winola. “Kau tidak sendiri. Beliau
tak pamit padamu, tapi kini aku sadar, Nenek Sunee, dialah wanita misterius
yang menitipkan bayi itu padaku. Bayi itu, kau, Winola. Kalung itu
petunjuknya.”
Lavina
memeluk Winola. “Kami bersamamu, kau tidak sendiri, sahabatku.” Yocelyn dan
Neva turut memeluk Winola. Air mata Winola kembali leleh. Semua menangis. Hazel
pun sama. Ia mengusap air matanya dan tersenyum melihat empat gadis itu.
***
Winola
duduk sendiri di taman sekolah. Ia kembali menghela nafas panjang dan menatap
buku dalam pangkuannya. Winola kembali mengelus lehernya yang tertutup kerah
baju.
“Alexander
Hector.” Joe tiba-tiba sudah duduk di samping Winola. Neva yang sedari tadi
mengamati Winola dari kejauhan dibuat terkejut oleh kemunculan Joe. Ia tak
melihat pemuda itu di sekitar Winola sebelumnya dan tiba-tiba saja Joe sudah
duduk di sana. “Pendiri Parama Academy ini penggemar angka 8.” Joe menoleh,
menatap Winola yang terlihat mengabaikannya. “Bekerja sama dengan mereka? Orang
yang mencurigai dan meragukanmu. Apa kau mulai bosan?”
“Mungkin
dia yang mulai bosan.”
“Jika
kau kembali menerimanya. Kekuatan luar biasa itu. Kenapa kau menolaknya?”
“Ini
alasan kita di pertemukan.”
“Dia
bahkan tak meminta bantuanku. Pendiriannya kuat, walau tahu akan sangat
beresiko untuk memaksa kembali padamu.”
“Kau
bodoh Joe. Benar-benar bodoh. Miris. Aku tak mau berbagi raga dan menjadi budak
dari golongan yang jelas lebih rendah dari kita. Bagaimana bisa kau memilih
jalan itu?” Winola menoleh balik menatap Joe. “Kekuatan? Itu kah yang kau
harapkan?”
“Aku
mendapatkannya. Bahkan lebih dari itu. Mengendalikan makhluk-makhluk itu…”
“Itu
keahliannya! Itu bukan dirimu Joe!” Keduanya saling menatap dan diam. “Jika kau
mau melihat siapa dirimu lebih dalam, aku yakin kau tak akan menempuh jalan
ini.” Winola bangkit dari duduknya. “Jangan sia-siakan dirimu hanya untuknya.”
Winola merogoh sesuatu dalam tasnya. “Ada beberapa golongan yang menawarkan
pengabdian juga sebuah persahabatan yang tulus. Harusnya kau lebih bijak
memilihnya.” Winola meletakan botol air mineral kosong itu di bangku taman dan
pergi.
Joe
menatap botol kosong itu. Richard yang berada di dalamnya tersenyum pada Joe.
Joe kembali menatap Winola yang berjalan meninggalkannya. Neva diam dalam
persembunyiannya, berpikir tentang apa maksud dari pertemuan Winola dan Joe
kali ini. Dan apa maksud dari botol itu.
***
“Kalung
itu salah satu karya Alexander Hector. Aku bahkan telah mengungkapkan hal ini
pada Winola saat tak sengaja bertemu dengannya kemarin malam. Dia terlihat
sangat sedih dan menangis. Aku pikir kalian bertengkar lagi.”
“Malam
itu, Winola menerima kabar buruk dari Orea. Aku rasa sebentar lagi akan
menyebar. Tapi mungkin orang tak paham juga tentang hal itu.”
“Bicaramu
berputar-putar Neva.” Edsel benar tak paham.
“Lupakan
tentang itu. Ada hal lain yang kau temukan?”
“Tak
ada dalam catatan tentang siapa yang menjadi pemilik kalung itu setelah
Alexander Hector membuatnya. Dan tidak mungkin jika Winola adalah anak dari
Alexander Hector seperti yang kita duga. Aku telah bertanya tentang ini kepada
Kepala Sekolah, menurut Beliau, Alexander Hector tak pernah menikah. Sampai
akhir hayatnya, hanya diabdikan pada Elsdon dan Parama Academy.”
“Aku
mengirimkan gambar itu pada Ayah. Semoga Ayah bisa membantu. Ini membebaniku.
Wanita itu menitipkan bayi itu padaku, memintaku menjaganya untuk Elsdon. Dan
pada kenyataannya yang kita temukan, kalung itu ada pada Winola. Jika Winola
benar adalah bayi itu, siapa dia sebenarnya?”
“Kalian
di sini.” Yocelyn datang bersama Lavina dan Winola. Mereka kemudian duduk
bergabung bersama Edsel dan Neva.
“Masih
membahas tentang kalung yang di kenakan Winola?” Lavina melihat buku yang
terbuka di hadapan Neva.
“Neva
sangat penasaran tentang siapa Winola, karena mimpi yang ia alami. Aku rasa
kalian sudah tahu.” Bela Edsel. “Aku rasa ini bukan kebetulan. Kita memang
terhubung dan mimpi Neva adalah petunjuknya. Pertanyaanku, kau ini sebenarnya
siapa, Amabel Winola?”
“Jika
Winola tahu, ia tak akan jauh-jauh pergi kemari.” Jawab Lavina.
“Winola,
maaf sebelumnya. Aku melihat Joe menemuimu. Sebenranya apa hubungan kalian?”
Tanya Neva. “Sejak aku mengalami mimpi buruk yang seolah nyata dan Joe ada di
dalamnya, aku dibuat terombang-ambing, antara kau dan Joe.”
“Hanya kebetulan
bertemu di Orea saat Festival Musik Musim Semi digelar. Kala itu Joe datang bersama
keluarga kaya raya dari Wilayah Utara. Keluarga musisi.” Jawab Winola.
“Dia
memintaku menjauh darimu dan berada dekat padanya jika ingin selamat sampai
akhir. Dan botol kosong itu, aku melihatnya saat Festival Asadel berlangsung.
Ada apa sebenarnya?”
“Yang
ada dalam botol itu adalah sesuatu yang membuatku dan murid-murid lain
terjatuh.”
“Jadi
benar dia bisa mengendalikan monster??”
“Aku
tak tahu.”
“Winola,
ayolah! Kenapa dia memintaku menjauhimu dan tetap dekat padanya jika ingin
selamat sampai akhir? Dia kawan atau lawan?”
“Aku
tak tahu.”
“Aku
benci teka-teki.” Yocelyn menggelengkan kepala. Sementara Edsel menatap Winola
dan Neva terlihat kesal kembali menatap buku di hadapannya.
***
Vegard
berlutut di depan Ozora. Selesai melaporkan semua tugas yang di bebankan
padanya. Ozora duduk dalam singgasananya.
“Memilih
mati sebelum aku melakukan penyerangan, pilihan yang bijak. Ketika penyihir
berhati suci mengorbankan dirinya maka kekuatan hitam tak akan bisa menyentuh
hutan Orea. Segala kekuatan yang ada di sana akan terlindungi. Aku ceroboh
terlalu meremehkan penyihir itu. Hutan Orea akan tetap menjadi hutan suci dan
kita tak akan bisa menyentuh Wilayah Timur.” Ozora geram.
***
-------TBC--------
0 comments