¤ Last Fantasy ¤

09:18

Last Fantasy

.  Genre: series/straight/comedy romance(?)
.  Author: shytUrtle
.  Cast:
-          all my lovely shigUi as Yoo Si Hyeon
-          Infinite (Sungkyu, Hoya, Woohyun, Dongwoo, L, Sungyeol, Sungjeong)
-          Yoo Hyun Gi, Yoo Jae Suk, Ji Suk Jin, etc.
. Theme song: Infinite (Cover Girl, Amazing, Julia) etc.








Episode #3

Sihyeon mendapat izin dengan mudah dari Sukjin. Ia berjalan keluar dan berhenti sejenak di depan minimarket tempat Sihyeon bekerja. Sihyeon menghela nafas panjang dan mearih sesuatu di katung jaketnya. Kembali di tatapnya kartu nama pemberian Jinyoung itu dan Sihyeon tersenyum, lebar dan manis. Senyuman yang tulus terpancar dari wajah Sihyeon. Sihyeon kembali mengantongi kartu nama di tangannya dan memantabkan langkahnya.

Sihyeon tiba di depan rumah berukuran sedang itu. Di pandanginya dengan seksama dan Sihyeon menghela nafas. Ia menggerakan tangan kanannya dan memencet bel.

“Siapa?” Tanya seseorang melalui intercom.

“Ak-aku orang yang di kirim Park Jin Young,” terang Sihyeon. Terdengar suara kunci terbuka. Sihyeon mendorong gerbang dan berjalan masuk. Ia berhenti di depan pintu. Pintu terbuka.

“Kau??” Woohyun –Nam Woo Hyun- yang muncul dari balik pintu kaget melihat Sihyeon sudah berdiri di depan rumahnya.

“Annyeong haseyo!” Sihyeon membungkukkan badan. Woohyun termangu dan Sihyeon diam menatapnya, menunggu.

“Oh! Masuklah!” kata Woohyun setelah jiwanya kembali. Sihyeon mengangguk dan menyusul langkah Woohyun. “Yah, inilah!” Woohyun terlihat sedikit canggung. Ia menatap Sihyeon yang sedang mengamati kediamannya.

Sihyeon kembali menatap Woohyun. Dua mata ini saling bertatapan selama beberapa sa’at. Woohyun segera membuang muka, mengalihkan pandangannya dari menatap Sihyeon. Sihyeon merasa sungkan berada dalam situasi ini. Sepertinya woohyun sedikit ‘tak suka’ jika orang yang di kirim Jinyoung untuknya adalah Sihyeon. Sihyeon tersenyum kecil.

“Woohyun-ssi, aku akan bekerja membersihkan rumah ini mulai hari ini.” Kata Sihyeon. Woohyun kembali menatapnya, kemudian menganggukan kepala. “Aku akan datang setiap hari rabu dan minggu, tentang waktunya… mungkin siang atau sore, apa Anda keberatan?”

“Apa??”

“Jika Anda keberatan, Anda bisa menentukan waktunya, aku akan setuju.”

“Tidak. Terserah kau saja. Ma’af, ini hanya sedikit terkejut. Aku tidak menduga Paman Jinyoung mengirim mu.” Sihyeon tersenyum kecil mendengarnya. “Aku akan memberikan satu kunci untuk mu.”

“Anda langsung percaya pada ku?”

“Ish!” Woohyun tersenyum. “Kau pikir aku tidak tahu kau ini siapa? Setiap pagi, kau juga mengantar susu ke rumah ini kan?”

‘Dia tahu??’ bisik Sihyeon dalam hati.

“Jangan memanggilk ku ‘Woohyun-sii’ atau dengan sebutan ‘Anda’. Kita, teman satu angkatan bukan?”

‘Kita?’ batin Sihyeon. Ia merasa senang mendengarnya. Ternyata Woohyun yang selalu tampil cuek itu masih menyadari jika dirinya dan Sihyeon adalah teman satu angkatan di SMA dulu. “Baiklah.” Kata Sihyeon.

“Ini. Kau bawa satu untuk mu.” Woohyun memberikan kunci rumahnya.

“Terima kasih sudah percaya pada ku.” Sihyeon membungkukan badan di hadapan Woohyun. “Tolong jangan tunjukkan ekspresi tidak nyaman itu.”

“Iya?? Aish…” Woohyun tersenyum malu.

“Kau bilang, kita ini teman, jadi anggap saja aku membantu mu.”

Woohyun mengangguk paham. “Aku harus pergi.”


*INFINITE-Etrust*

Sihyeon berada sendiri di kediaman Woohyun. Rumah yang tak terlalu besar namun dapat di katakan mewah. Sihyeon berdiri dan berkacak pinggang di ruang tengah. Sihyeon merapikan rambut kepang duanya kemudian menyalakan video recorder pada ponselnya.

“Annyeong haseyo! Jonun Lime Lady imnida. Welcome to Lime Island! Hari ini aku berada di sebuah tempat yang istimewa, ess… ini membuat ku sedikit gugup.” Sihyeon bergaya ala pembaca acara reality show di televisi. “Huh! Hari ini aku berada di kediaman seseorang yang tidak hanya tampan, dia tampan sangat tampan dan hebat, menurut ku, tapi ini sepertinya berjalan pasti. Aku yakin suatu sa’at nanti dia akan jadi orang hebat dan terkenal dan hari ini aku merasa sangat beruntung karena bisa meliput segala sesuatu yang ada di kediamannya hehehe. Ess, coba tebak aku dimana? Yap! Benar! Aku berada di kediaman my Glorius Prince Nam Woo Hyun!!!” Sihyeon bertepuk tangan dan girang sendiri. “Apakah ini mimpi? Tidak! Ini kenyataan, aku benar berada di dalam rumah Nam Woo Hyun, tidak seperti biasa yang hanya menatapnya dari depan gerbang yang tertutup di pagi hari. Ayo kita mulai tour kita hari ini!” Sihyeon menuju kamar Woohyun.

“Di sinilah harinya bermula,” Sihyeon membuka pintu. “Omo! Hah… ini wajar, karena dia laki-laki!” Sihyeon tersenyum dan masuk ke kamar Woohyun. Ia mengarahkan kamera ponselnya ke seluruh sudut kamar Woohyun untuk mengabadikan segala sesuatu yang ada di sana. Mata Sihyeon tertuju pada deretan foto yang terikat pada tali dan tergantung di dinding. Ia mndekat, mengamati satu per satu dan merekamnya. “Oh! Itu aku!” Sihyeon dengan suara yang hampir tak terdengar sambil menuding foto Woohyun bersama sang adik dan badut panda.

Puas merekam isi kamar Woohyun dan beberapa ruangan dari rumah itu, Sihyeon mulai bekerja membersihkan kediaman Woohyun. Di mulai dari kamar Woohyun yang sangat berantakan.  3,5 jam di habiskan Sihyeon untuk membersihkan seluruh rumah Woohyun. Hari sudah gelap namun Woohyun tak kunjung kembali. Sihyeon lapar dan tak bisa menahannya lagi. Berulang kali ia melihat jam tangannya dan pintu depan. Sihyeon menuju dapur, ia menghela nafas melihat isi kulkas Woohyun.

“Bagaimana kalau Woohyun belum makan? Kenapa aku tadi tidak masak untuknya?” gumam Sihyeon. “Tidak mungkin jika dia belum makan. Berada di luar rumah selama ini, sedang di rumah tidak ada apapun untuk di makan, apa dia mau bunuh diri jika membeli makanan di luar? Kenapa aku jadi mengkhawatirkannya? Eum, sebaiknya aku pergi sekarang.”


Selang 30 menit setelah Sihyeon pergi, Woohyun tiba di rumahnya. Ia tersenyum ketika memasuki kediamannya karena wangi pengharum ruangan aroma terapi itu menyambutnya.

Jika hasil kerja kukurang memuaskan, jangan sungkan untuk complain. Aku tinggalkan nomer ponsel ku. –Sihyeon-

Woohyun tersenyum membaca catatan kecil yang di tinggalkan Sihyeon pada pintu kamarnya. Woohyun menggeleng dan membuka pintu kamarnya. Woohyun tertegun di ambang pintu kamar. Ia tak percaya menatap kamarnya yang tadi ketika ia tinggalkan masih sangat berantakan, kini kamar itu berubah sangat rapi.


Sihyeon duduk bersila diatas kursi taman yang berada di area playground tempat ia biasa menghabiskan sisa waktunya untuk mendapatkan layanan internet gratis. Jari-jari tangan Sihyeon sibuk menari diatas keyboard laptop tuanya. Tatapan Sihyeon terfokus pada monitor laptop dan tak peduli pada kondisi sekitarnya. Ponsel Sihyeon bordering tanda pesan masuk. Ia tercengang menatap layar ponselnya.

Perfect!

Begitu isi pesan singkat yang baru saja masuk dalam inbox-nya. Nomer kontak baru, Sihyeon bertanya-tanya dalam benaknya tentang siapakah pemilik nomer baru itu.

Nam Woo Hyun.

Isi pesan berikutnya dari nomer kontak yang sama. Sihyeon tersenyum lebar dan tiba-tiba jantungnya berdetak kencang melihat nama ‘Nam Woo Hyun’ muncul dalam sms. Sihyeon tak dapat menyembunyikan rasa senangnya lagi. Ia kegirangan sendiri di tempat ia duduk. Ingin teriak karena terlalu senang. Seseorang yang masih bertahan dalam sisi gelap itu terus mengawasi Sihyeon.

Senyum terus terkembang di wajah Sihyeon. Hyun Gi dan Sungjeong saling menatap heran ketika Sihyeon pulang lebih awal dari biasanya dengan ekspresi berbinar itu. Sihyeon tak banyak bicara hanya terus senyum-senyum sendiri dan segera mengurung diri di kamarnya. Sihyeon tersenyum lebar, menghembuskan nafas panjang dan kembali membaca dua sms dari Woohyun. Sihyeon kembali tersenyum kemudian memeluk ponselnya dan berusaha memejamkan mata.
***

*INFINITE-Julia*

Rasanya hari ini begitu bersemangat bagi Sihyeon. Semalam Sihyeon tidur nyenyak dan bermimpi indah, tidak ada Woohyun dalam mimpinya, namun mimpi Sihyeon semalam sangat indah, menurutnya. Ia hanya menjawab demikian ketika Hyun Gi juga Sungjeong bertanya tentang sikap Sihyeon yang menurut keduanya sedikit aneh pagi ini. Tentu saja Sihyeon tak menyebutkan jika Woohyun tidak ada dalam mimpinya semalam kepada Hyun Gi dan Sungjeong.
Senada dengan Hyun Gi dan Sungjeong, dua sahabat Sihyeon, Howon dan Dongwoo juga merasakan hal yang sama. Bahkan Sukjin juga menunjukan ekspresi yang sama seperti Howon dan Dongwoo. Mereka berkumpul dan terus memantau Sihyeon yang duduk di belakang meja kasir.

“Melihatnya seperti itu, merasa aneh,” kata Dongwoo.

“Kenapa? Apa mungkin terjadi sesuatu? Kau tahu?” Tanya Howon.

“Kau tanya padaku lalu aku bertanya pada siapa? Myungsoo tak ada disini!”

Howon terkekeh mendengar jawaban Dongwoo. “Paman, mungkin kau tahu?” Howon beralih pada Sukjin.

Sukjin mengelus dagunya masih memperhatikan Sihyeon. “Eum…” sangat hati-hati Sukjin menganalisnya.

“Paman! Paman tahu tidak?!” Tanya Dongwoo tidak sabar.

“Iya, Paman membuat ku penasaran saja!” Howon pun sama.

“Ess… ini masalah umum!” kata Sukjin.

“Masalah umum?” Tanya Howon.

“Masalah umum bagaimana maksudnya Paman?” sambung Dongwoo.

“Kalian tidak paham?” Sukjin balik bertanya. Dongwoo dan Howon kompak menggelengkan kepala. “Hah… ini… ini adalah…” Dongwoo dan Howon makin menaruh perhatian pada Sukjin. “… Sihyeon… dia… sedang jatuh cinta!”

“Jatuh cinta???” Howon dan Dongwoo kompak.


Howon dan Dongwoo makin merasa aneh ketika melihat Sihyeon usai mendengar penjelasan Sukjin. Keduanya terus memperhatikan Sihyeon dan menjadi sedikit canggung jika bertatap muka secara langsung.

“Dia terus tersenyum seperti ini,” Dongwoo menirukan senyum Sihyeon. “Dan dia 100% jadi lebih ramah, padahal jika ada pembeli yang menyebalkan Sihyeon pasti akan langsung menekuk muka, tapi tidak dengan hari ini, dia sepertinya 100% OK!” Dongwoo menggeleng kecil. Myungsoo tetap diam menatapnya.

“Aku rasa benar apa yang dikatakan Paman Sukjin, Sihyeon pasti sedang jatuh cinta.” Kata Howon. “Ah, aku ingat! Sihyeon pernah menulis tentang hal itu, tanda-tanda ketika gadis sedang jatuh cinta, kalian membacanya?” Dongwoo menggeleng, Myungsoo tersenyum malas.

“Myungsoo, kau tahu sesuatu?” Tanya Dongwoo. “Apa benar Sihyeon sedang jatuh cinta?”

“Aku tidak tahu. Aku hanya tahu dia bekerja untuk Woohyun, sejak kemarin.”

“Apa??” Dongwoo dan Howon kompak. “Bekerja untuk Woohyun?? Bekerja bagaimana?” Tanya Dongwoo.

“Sebagai charlady.”

“Charlady?? Jadi, Sihyeon… dia bekerja membersihkan rumah Woohyun??”

“Charlady seperti itu ya?” Tanya Howon.

“Woohyun meminta Paman Jinyoung membantunya untuk mencari charlady lalu Paman Jinyoung menawarkan pekerjaan itu pada Sihyeon dan Sihyeon menerimanya.” Terang Myungsoo.

“Sihyeon setuju karena itu Woohyun??” Tanya Dongwoo. “Ah, dia itu bodoh sekali!”

“Aku tidak bodoh!” sahut Sihyeon yang sudah berdiri di ambang pintu. Howon dan Dongwoo melotot kaget. Sihyeon masuk dengan wajah cemberut. Ia kemudian membagikan mie cup kepada tiga temannya. “Kalian gemar sekali membicarakan aku di belakang ku!”

“Baru kali ini saja!” bantah Dongwoo.

“Itu yang ketahuan!”

“Hahaha… jangan marah, kami tidak membicarakan hal buruk tentang mu. Hari ini kau bertingkah aneh tahu!”

“Biasa saja.”

“Bagi mu biasa, tidak bagi ku! Kemarin, apa yang telah di lakukan Woohyun padamu hingga hari ini kau berubah jadi aneh begitu?” Tanya Howon to the point. Sihyeon diam dan mengaduk-aduk mie cup di tangannya. Kemudian ia menatap Howon yang balik menatapnya.

“Tidak ada.” Jawab Sihyeon.

“Tidak mungkin! Kau sering melihatnya belanja disini juga di teater Inspirit, kau biasa saja karena tidak ada sesuatu istimewa yang terjadi, tapi ini? Sadarkah kau apa yang berubah dari mu seharian ini?”

“Eum.”

“Eum?”

“Huft… Woohyun, dia mengirim pesan singkat padaku.”

“Apa isi pesannya? Bagaimana dia tahu nomer ponsel mu?”

“Ingin tahu sekali?!”

“Aku hanya Tanya, jika tak mau jawab juga tak mengapa.” Howon kemudian menyuapkan mie ke dalam mulutnya. Dongwoo menatap Howon kemudian Sihyeon.

“Perfect, itu saja yang ia tulis.” Jawab Sihyeon. “Kemarin sebelum pergi meninggalkan rumah Woohyun, aku meninggalkann catatan kecil untuknya karena aku khawatir dia tak puas pada hasil kerja ku dan aku menulis nomer ponsel ku disana.”

“Woo! Itu keren!” puji Dongwoo membuat Sihyeon menaruh perhatian penuh padanya. Howon hanya tersenyum dan menggeleng kecil. “Dan itu bekerja! Kau menyadarinya? Perfect! Ambil sisi positifnya, inilah kesempatan untukmu agar bisa lebih dekat dengan Woohyun.”

“Dia hanya memuji pekerjaanku, bukan berarti kesempatan untuk sesuatu yang lebih.”

“Tuhan memberikan jalan ini untukmu, pasti ada rahasia dibalik ini semua. Mungkin benar begini jalannya.” Tiba-tiba Myungsoo mengutarakan pendapatnya. Semua menatap Myungsoo. “Ada yang salah? Sihyeon menyukai Woohyun sejak pertama kali dia melihatnya.”

“Aku ingat itu.” Kata Dongwoo. “Eum, bisa jadi memang ini jalan yang di berikan Tuhan untukmu, setelah sekian lama kau mencintai dalam diam.”

“Cinta?? Bagaimana kalau hanya kagum??” sanggah Howon.

“Just go with the flow, em?” Dongwoo memegang pundak kanan Sihyeon. “Biarkanlah waktu yang membawamu pada kebenaran.”
***

“Hyungi! Soojung datang mencari mu.” Sungjeong menyusul Hyungi ke kamarnya.

“Bilang saja aku sedang tidur!”

“Dia tidak mau pergi sebelum kau menemuinya.”

“Biarkan saja! Dia mau mengancam ku? Ish!”

“Kalau Nuna tahu kau menelantarkan temanmu seperti ini, pasti Nuna akan marah besar. Laki-laki tidak boleh membuat seorang gadis menunggunya terlalu lama karena itu sangat menyakitkan.”

“Hyung, itu tulisan Nuna! Hyung mengutipnya? Kalau Hyung mau, temani saja!”

“Jadi tak mengapa jika aku lama-lama bersama Soojung?”

Hyungi bangkit dari tidurnya. Ia menatap kesal pada Sungjeong lalu berjalan keluar. Soojung bangkit dari duduknya dan tersenyum menyapa Hyungi meskipun Hyungi menunjukan ekspresi tak bersahabat. Sungjeong menyusul dan ia menghembusakan nafas panjang seraya menggeleng pelan melihat Hyungi dan Soojung.

“Oh…” Sungjeong manggut-manggut usai mendengar penjelasan Soojung. “Hyungi, apa hak mu untuk marah?” Tanya Sungjeong.

“Apa??” Hyungi melotot menatap Sungjeong.

“Myungsoo Hyung tampan dan Soojung adalah seorang gadis normal, bukannya hal ini wajar jika Soojung mengagumi Myungsoo Hyung? Lalu kenapa kau marah-marah karenanya? Apa kau cemburu?”

“Cemburu?? Padanya??” Hyungi menuding Soojung. “Ish! Meskipun di sekolah banyak siswa yang mengejarnya, aku sama sekali tak tertarik pada gadis ini!” pernyataan Hyungi sukses membuat Soojung cemberut. “Tidak ada alasan bagi ku untuk cemburu! Aku marah karena dia mengagumi Myungsoo Hyung!”

“Hyungi! Apa itu bukan cemburu??”

“Bukan, Hyung! Pokoknya aku tidak akan mema’afkan Soojung jika dia masih nekat menyimpan rasa kagum itu pada Myungsoo Hyung. TITIK!!!” HYungi menegaskan.

“Mengagumi tidak berarti mencintai dan mengharap menjadi seseorang yang lebih baginya. Tapi terkadang perasaan kagum itu membawa kita terhanyut dan mengharapkan sesuatu yang lebih dari seseorang yang kita kagumi. Jika persaan mengagumi ini salah, maka hukumlah aku. Akan tetapi jika rasa kagum ini bukanlah suatu kesalahan, maka biarkanlah aku menikmatinya dalam diam kesendirian ku. Rasa kagum, mengagumi adalah anugerah yang tak semua orang mendapatkannya. Karenanya aku tidak akan menyesal menerimanya.” Soojung memecah kebisuan. Sungjeong melongo menatap Soojung, terkesima mendengar perkataan gadis itu. Ia kemudian tersenyum dan menggangguk membenarkan ucapan Soojung.

“Lime Island, Lime Lady menulisnya beberapa bulan yang lalu, bab cinta dalam diam. Butuh berapa hari untuk menghafalnya?” Hyungi tersenyum sinis, sedikit mencibir. Sungjeong tertegun menatap Hyungi lalu Soojung.

“Aku ini pengunjung setia Lime Island dan aku mengidolakan Lime Lady, apa itu juga salah menurut mu?” Soojung balik bertanya.

“Kau bilang kagum pada Myungsoo Hyung, lalu sekarang Lime Lady, jadi yang mana yang benar?”

“Hyungi! Kau benar-benar membuat ku gila!”

Hyungi menghela nafas panjang. “Sudahlah! Aku tidak mempermasalahkannya lagi,” katanya terdengar enteng.

“APA?!!!” Soojung melotot. “Hyungi!!!” Soojung segera memukuli lengan Hyungi bertubi-tubi karena kesal. Sungjeong tersenyum dan pergi dari ruang tamu.
***

Sungkyu berjalan lesu keluar dari ruangan Kim Jay –Thypoon TRAX-. Ia menghembuskan nafas panjang berjalan pelan menuju aula utama tempat para pemain teater Inspirit berkumpul dan berlatih. Melihat para pemain teater bersemangat latihan, Sungkyu mengerutkan keningnya. Hal itu semakin membuatnya ragu untuk bicara.

“Semuanya! Mohon perhatian sebentar!” seru Sungkyu sambil bertepuk tangan. Semua menghentikan aktifitas masing-masing dan menaruh perhatian penuh pada Sungkyu. “Ma’af karena mengganggu aktifitas kalian. Ada hal penting yang harus aku sampaikan.” Semua serius menatap Sungkyu. “Ada berita buruk. Teman kita, Kim Soo Yee mengalami kecelakaan semalam dan sekarang dia mengalami koma.”

Suasana di aula utama berubah ribut. Kim Soo Yee adalah pemeran utama wanita dalam pertunjukan kali ini, tentu saja hal ini membuat seluruh pemain teater Inspirit panik. Ini akan menjadi mimpi buruk bagi teater Inspirit. Promosi gencar di gelar, poster-poster sudah di rilis dan tiket sudah habis di pesan, hanya kurang sebulan pertunjukan, kecelakaan itu menimpa Soo Yee hingga gadis itu koma. Ini adalah pukulan berat bagi teater Inspirit yang tersohor di Seoul dan telah mengukir banyak prestasi.

“Lalu… bagaimana?” Tanya Woohyun yang biasa bersikap cuek. “Apakah ada penggantinya? Pertunjukan kita sudah di depan mata.” Peserta yang lain turut rebut mengamini pertanyaan Woohyun. Sungkyu balik menatap Woohyun, diam tak memberi jawaban.

Baru saja Sungkyu mengumumkan tentang kecelakaan yang di alami Soo Yee, di luar gedung teater Insiprit sudah banyak wartawan berkumpul. Sihyeon sedikit terlambat, ia heran melihat begitu banyak wartawan berkumpul di luar gedung.


“Sungyeol! Mau ada konferensi pers ya?” Tanya Sihyeon.

“Entahlah. Aku juga baru sampai.” Jawab Sungyeol.

“Kalian datang juga!” Jinyoung dengan wajah paniknya.

“Paman, ada apa? Kenapa wajah Paman terlihat seperti itu?” Tanya Sungyeol.

“Ada berita buruk!”

“Berita buruk??”


Sihyeon kembali duduk di tribun penonton paling belakang, masih dalam sisi gelap itu dan terus mengawasi para pemain teater Inspirit. Meskipun ia bukan pemain dalam teater Inspirit, Sihyeon turut merasa sedih mendengar perihal kecelakaan yang di alami Kim Soo Yee. Terlebih jika ia melihat Myungsoo dan Woohyun di bawah sana. Sihyeon menghembuskan nafas panjang seraya merobohkan punggungnya pada punggung kursi.

“Dalam situasi seperti ini, mereka semua pasti sangat terbebani. Takut jika pertunjukan gagal, tentang semua biaya dan kerugiannya.” Komentar Sungyeol. Sihyeon menoleh, gelap ia tak dapat melihat wajah Sungyeol dengan jelas. “Sedang kita, turut merasa sedih meski bukan bagian penting dalam teater ini.”

“Semua penting. Tanpa kita mereka… eum, tidak juga. Mereka bisa mencari orang lain untuk membersihkan tempat ini. Bayangkan betapa gundahnya pemain yang lain?”

“Banyak pemain, pasti ada penggantinya.”

“Ini pertunjukan terbesar, aku dengar semua pemain sudah mendapatkan peran mereka, jika merubahnya harus memulai dari awal dan apakah cukup sebulan yang tidak penuh ini untuk meralat semua? Mungkin saja cukup, tapi apakah bisa sempurna?” Sungyeol terdiam dan sebenarnya ia sedang menatap Sihyeon. “Jika kerugian materi, hal itu bisa di raih kembali, tapi bagaimana dengan nama baik dan kepercayaan? Apa mereka, orang-orang di luar sana, semua bisa menerima jika ini adalah bencana dan memakluminya? Siapa yang mau celaka? Ini bukan sulit, tapi sangat sulit bahkan mungkin menyangkut hidup dan mati teater Inspirit.” Sungyeol diam seribu bahasa.


“Sihyeon, menyanyilah untuk kami.” Pinta Jinyoung tiba-tiba ketika membersihkan panggung. Sihyeon menghentikan gerak tangannya membereskan alat kebersihan. Myungsoo yang duduk di tribun penonton paling depan juga turut menhentikan gerak jarinya menggenjreng gitar.

“Biar aku yang membereskan.” Sungyeol mengambil alih tugas Sihyeon. Ia segera merapikan alat kebersihan kemudian duduk bergabung bersama Jinyoung, Myungsoo dan Sihyeon di atas lantai panggung.

“Aku tahu kau pandai bernyanyi, diam-diam kau sering merekamnya juga kan?” kata Jinyoung.

“Paman, itu tidak benar. Jangan percaya pada Myungsoo!” bantah Sihyeon.

“Aku benar pusing di buatnya dan turut memikirkan hal ini tidak akan berguna bagi mereka, aku tidak akan bisa menyelesaikan masalah.”

“Ish! Paman bertingkah seolah Paman ini presedir dari teater Inspirit saja. Paman juga melihatnya kan? Dalam wawancara tadi, Bapak Presedir Kim Jay telah menjelaskan jika Beliau sudah menemukan penggantinya.” Terang Sungyeol.

“Dalam satu malam? Tidak belum penuh, apa dia memiliki jin dalam botol yang bisa mengabulkan permohonannya setiap sa’at?”

“Dia punya uang dan itu bisa melakukan apa saja lebih dari apa yang bisa dilakukan jin dalam botol.”

“Apa uang itu bisa menyadarkan Kim Soo Yee sekarang juga??” potong Myungsoo.

“Itu…” Sungyeol tak dapat menjawabnya. Sihyeon menggelengkan kepala melihat tiga pria itu. “Ah! Aku tidak tahu! Sihyeon, bernyanyilah untuk kami! Stress!” Sungyeol mengacak rambutnya.

“Aku tidak bisa, suara ku jelek.”

“Myungsoo pernah cerita padaku, dulu ketika kalian SMA, kau sering turut bernyanyi bersama bandnya. Aku ingin mendengar kau bernyanyi.” Pinta Jinyoung dengan wajah memelas.

“Aku juga mau dengar.” Sungyeol mendukung.

Sihyeon menatap Myungsoo. Myungsoo tersenyum dan mengangguk. “Huh… kalian ingin aku menyanyikan lagu apa?”

“Apa saja.” jawab Jinyoung. “Myungsoo, apa kau tidak ingin membantunya? Mainkan gitar mu.”

“Duet?? Ide bagus!” Sungyeol mendukung Jinyoung, lagi.

“Sihyeon, kau ingin menyanyikan lagu apa?” Tanya Myungsoo.

“One More Try, A1?”

“Baiklah.” Myungsoo tersenyum dan mulai menggenjreng gitarnya.

Sihyeon mulai bernyanyi. Myungsoo turut membantunya bernyanyi. Sungyeol dan Jinyoung terlihat begitu menikmati pertunjukan ini. Sebagai bonus, Sihyeon menyanyikan ‘Love Does Not Wait’ yang di populerkan oleh Raina After School. Sihyeon dan Sungyeol bahkan sempat berduet menyanyikan ‘Gee’ lagu hits milik SNSD lengkap dengan dance kocak mereka yang sukses membuat Jinyoung tertawa lepas. Myungsoo tersenyum melihat Sihyeon.




--------TBC-------


-shytUrtle_yUi-

You Might Also Like

2 comments

Search This Blog

Total Pageviews