My 4D’s Seonbae - Episode #43 “Kisah Kita.” (ENDING)

05:39


Episode #43 “Kisah Kita.”




Penumpang yang sudah di dalam pesawat dan selesai menata barang mereka pun duduk di kursi masing-masing. Luna pun sama. Ia duduk di kursinya. Menunggu pesawat lepas landas. Untuk mengisi waktu, ia pun mengeluarkan buku dan mulai membaca. Namun, ia merasa terganggu dan menoleh ke arah kiri.
Luna mengerutkan kening, kedua mata bulatnya menyipit ketika mengamati gadis yang duduk di samping kirinya. Gadis itu memejamkan mata, namun mulutnya tak berhenti berkomat-kamit. “Wirog! Kamu baik aja?” Luna menyikut gadis itu.
Gadis itu membuka sebelah matanya dan melirik Luna. “Diem loe! Gue lagi berdoa.” Bisiknya.
“Segitu takutnya ya, Kak?” Gadis yang duduk di dekat jendela ikut menegur. “Sini deh tukeran duduk sama Sari. Duduk deket jendela.” Gadis bernama Sari itu bangkit dari duduknya.
“Nggak! Nggak! Malah serem kelihatan langitnya.” Gadis yang dipanggil Luna dengan sebutan Wirog itu menggelengkan kepala. Menolak tawaran Sari.
“Ya udah. Buat tidur aja.” Luna menenangkan.
“Apa gue minum obat anti mabok aja ya? Biar gue bisa tidur gitu. Kadang gue mabok kalau naik mobil. Gimana sih Cing? Susah bener pengen ke Korea ya ampun!” Santi yang biasa dipanggil Wirog kembali memejamkan mata.
“Ya udah. Minum aja. Nggak papa.”
“Kita bakalan di langit berapa jam sih, Cing?”
“Tujuh sampai delapan jam. Masih lamaan Jakarta ke Malang. Kamu enjoy aja waktu ikutan aku mudik ke Malang. Padahal dua belas jam.”
“Itu kan kereta, Cing! Ini pesawat! Suer gue takut.”
“Loe baik aja kan?” Rania menengok dari bangku yang berada di depan Santi. “Busyet! Pucet banget.”
“Jangan pingsan di sini. Bikin malu tahu!” Firna yang turut menengok menyambung olokan Rania.
“Diem loe, Nyet! Ini pertama kalinya gue naik pesawat tau!” Santi sewot.
“Emang gue nggak gitu?” Firna pun baru pertama kali naik pesawat.
“Udah. Minum obat anti mabok aja. Biar lelap tidurnya.” Cheryl yang berada di samping kiri Firna memberi saran.
“Semua bakalan baik-baik aja. Loe jangan mikir aneh-aneh. Bukannya ini impian kita dari zaman SD? Liburan bareng ke Korea. Bayangin yang indah-indah aja. Seperti, akhirnya kita berlima bisa ngumpul trus berangkat bareng kayak gini. Bayangin kita ntar mau ngapain aja di Korea.” Firna menyambung saran Cheryl.
“Masa loe kalah sama Sari. Dia paling muda tuh. Tapi liat, doi woles aja.” Rania kembali bicara.
“Doi udah terbiasa travelling!” Santi makin sewot. “Udah, gue minum obat aja.” Ia pun bergegas minum obat anti mabuk.
Rania, Cheryl, dan Firna tersenyum menatap Santi. Kemudian, mereka pun kembali duduk.
Selesai minum obat, Santi kembali memejamkan mata. Mulutnya pun kembali berkomat-kamit.
“Kak, baik aja kan?” Sari berbisik, bertanya pada Luna.
“Dia cuman nervous. All fine.” Luna menenangkan.
“Oke.” Sari pun menyamankan posisi duduknya.
Ketika pesawat lepas landas, Santi memejamkan mata semakin erat. Mulutnya yang berkomat-kamit pun bergerak semakin cepat. Sedang kedua tangannya memegang erat kursi tempatnya duduk. Pesawat pun akhirnya lepas landas. Membawa geng Pretty Soldier terbang ke Korea.

Firna menggeliat. Mereka akhirnya sampai di Korea. Ia tersenyum menatap satu per satu temannya; Cheryl, Rania, Sari, Luna, dan Santi. Santi masih terlihat pucat.
“Wirog! Loe baik aja, kan?” Firna bertanya pada Santi. Santi hanya mengangkat tangan kanannya. Memberi tanda bahwa ia baik aja.
“Trus gimana nih? Naik taksi apa gimana?”
“Bentar lagi dijemput.” Luna sibuk dengan ponselnya.
“Musim semi dingin banget ya.” Cheryl membenahi syal yang melilit lehernya. “Tiba-tiba aku teringat pada foto Kucing dan Cue yang pakai dress buatanku. Itu musim panas beberapa tahun yang lalu kan ya? Saat kita masih kelas XI SMA. Sekarang kita sudah lulus kuliah dan bekerja. Waktu cepat sekali berlalu ya. Itu pertama kalinya karyaku dikenalkan ke publik karena Kucing bikin vlog pakek dress itu ngajakin Cue.”
“Itu artinya gue sama Kucing model pertama loe sebelum loe jadi desainer muda terkenal kayak sekarang ya?” Rania membanggakan diri.
“Iya. Tahun itu Kucing banyak sekali memakai baju warna pink ya.”
“Bener banget! Gue sampai heran. Heran sama kebaya pink yang dia pakek buat kostum pertunjukan itu. Kenapa pink coba?” Firna mendadak antusias.
“Kan udah pernah gue bilang, karena Park Jihoon suka warna pink. Wajar kalau Kucing beli warna pink. Dia dapat hanbok pink juga kan dari Jihoon?” Santi mengoceh dengan santainya, walau kondisinya masih lemah.
Cheryl, Firna, dan Rania kompak menatap Santi dengan ekspresi kaget. Ketiganya lalu kompak melirik Luna. Gadis itu memang terlihat acuh, tapi mereka yakin Luna mendengar ocehan Santi. Suasananya pun menjadi sedikit canggung. Membuat Sari menatap binggung kelima kakaknya. Namun, ia tak tahu harus berbuat apa. Luna berjalan mendekati mobil hitam yang baru saja berhenti.
“Loe masih mabok ya?” Firna menegur Santi. “Kenapa loe sebut nama Jihoon sih?!”
Cheryl dan Rania memandang Santi dalam diam. Namun, ekspresi mereka terlihat menyesalkan tindakan Santi.
“Mm-maaf.” Santi terbata. “Gue pikir Kucing bakalan fine aja. Bukannya dia emang biasa diem kayak gitu?”
Sari diam dan menyimak. Sambil mengumpulkan informasi tentang Luna yang sudah ia simpan di dalam otaknya. Luna adalah salah satu Youtuber yang kerap Sari tonton videonya. Suatu ketika, tanpa sengaja Sari bertemu dengan Luna saat ia sedang travelling ke Jepang. Itu lah awal mula Sari kenal dengan Luna. Karena sama-sama menyukai travelling, mereka pun berteman baik. Bahkan, beberapa kali keduanya travelling bersama. Sari pun membantu Luna dalam membuat vlog saat travelling bersama.
Karena sering mengikuti vlog Luna, sedikit banyak Sari jadi tahu tentang Luna. Termasuk masa lalunya saat masih bersekolah di SMA Hak Kun. Bahkan, tentang skandalnya yang melibatkan Park Jihoon dan Kang Daniel. Tapi, yang Sari tahu, Luna tetap berhubungan baik dengan keduanya setelah lulus dari SMA Hak Kun. Tapi, perubaham atmosfer saat Santi tiba-tiba menyebut nama Jihoon membuat Sari penasaran. Sebenarnya, apa yang terjadi antara Luna dan Jihoon?
“Penasaran ya?” Rania tiba-tiba menepuk pundak Sari. Membuat gadis itu terkejut. “Kucing udah putus sama Jihoon. Loe pasti tahu, kan? Setelah Kucing lulus, Jihoon balik aktif lagi di dunia hiburan. Mereka jarang komunikasi karena Jihoon sibuk. Kucing pun sibuk sama kuliah.”
“Trus,” Sari ragu-ragu, “Kak Luna pengen lupain Jihoon gitu?”
Rania menghela napas panjang. “Kami nggak pernah tahu sama apa yang dia rasain sebenernya. Dia jagonya sembunyiin apa yang ia rasain. Kami pun nggak berani ungkit soal hubungan dia sama Jihoon, juga Daniel. Gue cuman tahu sepanjang dia kuliah, dia deket sama Sungwoon.”
“Aa, Ha Sungwoon. Solois yang lagi naik daun itu ya?” Sari mengangguk-anggukan kepala.
“Yoi. Kucing sama Sungwoon sama-sama kuliah di Dong-ah Institute of Media and Arts. Sama-sama ambil departemen teater dan hiburan. Karena dari sekolah yang sama, satu geng pula di squad Moon Kingdom, wajar dong kalau mereka akrab pas kuliah. Gue curiga Jihoon cemburu trus hubungan mereka memburuk. Tapi waktu Kucing deket sama Daniel, Jihoon malah bisa stay. Ah! Entahlah.” Rania tak mau mengungkap jika hubungan Luna dan Jihoon adalah palsu.
“Lalu, bagaimana dengan hubungan Kak Luna dengan Kang Daniel?” Sari yang sudah lama penasaran langsung bertanya pada Rania.
“Katanya sih masih temenan baik juga. Tapi, loe tahu sendiri kan gimana susahnya berteman sama idol? Loe pasti tahu kalau Daniel ikut acara survival dan lolos jadi juara pertama. Lalu, dia debut sebagai idol bersama peserta lain yang juga lolos.”
“Iya. Tiba-tiba sukses besar. Sekarang bahkan jadi model terkenal.”
“Yoi. Bersama Kang Daerin, mereka jadi Kang Siblings. Padahal mereka bukan saudara kandung lho. Eh?” Rania kaget ketika melihat Luna kembali pada mereka. Gadis itu tak sendiri. “Park Woojin??”
Luna berjalan beringingan bersama Woojin. Mendekati kelima temannya. “Sopir istimewa kita sudah datang.” Ia berkata dalam bahasa Indonesia.
“Jadi, dia yang jemput?” Rania menuding Woojin. “Gue pikir Ibu Kecil, karena kita bakalan nginep di rooftop. Annyeong, Woojinie.” Rania pun menyapa Woojin.
“Berhenti bertindak sok cute gitu. Kita udah tua tahu!” Woojin memprotes Rania.
Rania pun tergelak. “Teman-teman, kenalin ini Park Woojin. Temen kami semasa SMA. Dia anggota squad Moon Kingdom nya Kucing.” Ia pun memperkenalkan Woojin pada teman-temannya dengan menggunakan bahasa Indonesia. “Woojin-aa, mereka ini anggota geng Pretty Soldier. Firna, Cheryl, dan Santi.” Lalu gantian memperkenalkan teman-temannya pada Woojin dengan menggunakan bahasa Korea.
Woojin pun bersalaman dengan teman-teman Rania. Sejak berteman dengan Luna, ia jadi tahu budaya orang Indonesia saat berkenalan adalah bersalaman. Karenanya, ia pun menyambut teman-teman Luna dengan cara yang sama.
“Nah, kalau ini namanya Sari. Dia teman travelling-nya Kucing.” Rania memperkenalkan Sari pada Woojin.
Woojin dan Sari saling memandang. Lalu, semburat pink menghiasi wajah keduanya. Woojin pun tak menahan dirinya untuk tersenyum.
“Halo, Sari.” Woojin menyapa Sari sambil mengulurkan tangan kanannya.
Annyeong, Park Woojin-ssi.” Sari menjabat tangan Woojin, lalu tersipu.
Rania mengerutkan kening melihat tingkah Woojin dan Sari.
“Senang bisa bertemu denganmu.” Woojin melanjutkan sapaannya pada Sari. Ia masih menjabat tangan kanan Sari.
Mwoya? Pada tiga temanku hanya salaman, tapi ini?” Rania memprotes tindakan Woojin.
“Kau pikir dia mau suka rela menjemput kita? Ini adalah alasannya.” Luna merespon protes yang dilayangkan Rania.
Mwo?? Jinja?? Jadi, mereka?” Rania menuding Woojin, lalu Sari.
“Sudah lama berkenalan di dunia maya. Lalu, ini pertemuan mereka di dunia nyata. Kau tahu, saat aku bilang aku akan balik ke Korea, dia ngotot minta aku ajakin Sari. Katanya pengen ketemu langsung. Kubilang undang saja sendiri kalau berani. Eh, dia beneran ngundang Sari. Padahal kan Sari emang udah niat mau pergi sama kita.”
Woojin pun melepas jabatan tangannya. “Kalian bicara apa sih.” Ia menegur Luna dan Rania dengan lirih.
“Wah! Kayaknya ada yang ngalamin Love O2O nih.” Rania menggoda Woojin.
“Itu apa?” Woojin menatap Rania. Menuntut penjelasan.
“Jatuh cinta via online. Ada drama dan filmnya. Tonton deh. Novelnya juga ada.”
Kedua mata sipit Woojin melebar. “Nggak kok!” Ia membantah. Namun, wajahnya segera memerah.
“Iya pun nggak papa. Kalian cocok kok. Selamat ya.” Rania menepuk cepat lengan kanan Woojin.
“Apaan sih.” Woojin tersipu dan kembali melirik Sari.
“Bisa kita pergi sekarang? Kasihan teman-temanku kedinginan.” Luna menyela.
“Oh! Ayo-ayo!” Woojin memimpin rombongan Luna untuk membawa barang ke mobilnya.
Woojin pun mengantar Luna ke rumah Ibu Kecil. Karena akan kembali tinggal di Korea, Luna kembali menyewa rooftop milik Ibu Kecil. Sepanjang perjalanan suasana sangat ceria di dalam mobil. Woojin yang duduk di balik kemudi sesekali memperhatikan Sari dari spion tengah. Membuat Luna yang duduk di sampingnya menggelengkan kepala.
***

Selesai melepas rindu dengan Ibu Kecil, Luna menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu beristirahat di rooftop. Luna berhenti saat ia sampai di ujung tangga teratas. Di amatinya teras rooftop yang tak mengalami banyak perubahan itu. Bangku itu masih ada di teras. Menatapnya, tiba-tiba saja memori saat ia dan Jihoon makan es krim bersama muncul dalam ingatannya. Momen saat Jihoon mencuri ciuman pertamanya di sela makan es krim pun turut terputar ulang dalam ingatannya.
Luna terdiam sejenak, lalu menghela napas. Kemudian kembali berjalan menuju rooftop. Saat masuk, bagian dalam rooftop pun tak banyak berubah. Suasana hening di dalam rooftop. Ketika ia menutup pintu, Rania keluar dari kamar mandi.
“Udahan lepas kangennya?” Rania menyambut Luna.
Luna tersenyum dan mengangguk.
“Pada ngumpul di kamar tuh. Kita bobok di ruang tamu apa gimana?”
“Terserah kalian aja. Toh semua ada penghangatnya.”
“Aku tanya yang lain dulu ya.” Rania pun berjalan menuju kamar Luna.
Luna menggangguk. Lalu, ia pun berjalan menuju dapur untuk membuat minuman hangat untuknya dan teman-temannya. Sambil menunggu air mendidih, ia mengedarkan pandangan. Mengamati rooftop-nya. Momen ketika ia memasak di dapur bersama Jihoon kembali muncul. Ia tersenyum ketika teringat tangannya yang teriris lalu Jihoon hendak mengulum jarinya yang berdarah, namun secepat kilat ia menghindar.
Luna tersenyum dan menggelengkan kepala ketika momen itu kembali muncul dalam ingatannya. Lalu, ia pun teringat saat-saat berkumpul dengan squad Moon Kingdom, Rania, Minhyun, dan teman-temannya yang lain.
Satu kenangan ikut muncul dalam ingatan Luna. Saat ia dan Daniel berada di rooftop. Lalu, Daniel ketakutan karena ada ngengat berukuran besar. Demi menghentikan Daniel yang panik karena takut, ia memeluk pemuda itu. Lalu, karena terbawa suasana, Daniel hampir saja menciumnya. Mengingat momen itu, Luna spontan bergerak mundur. Ia mengerjapkan kedua mata bulatnya, lalu mengamati sekitar. Hening. Hanya ada dirinya di dapur. Luna menghela napas dan menggeleng. Ia pun membalikan badan dan mulai membuat coklat hangat untuk dirinya dan kelima temannya.
Teman-teman Luna sepakat untuk tidur di ruang tamu bersama-sama. Rania dan Luna menyiapkan kasur lipat dan selimut. Lalu, berenam mereka merebahkan diri di atasnya. Bersiap untuk istirahat.
“Gini ya orang Indo itu. Liburan boboknya nebeng.” Firna memecah keheningan. Lampu utama sudah dimatikan. Ruang tamu hanya disinari lampu tidur.
“Ye kan biar irit. Daripada keluar duit buat nyewa tempat bobok, kan kita mending nebeng Kucing.” Santi yang sudah sembuh dari efek takut naik pesawat terdengar renyah.
“Yang udah waras dari mabok suaranya renyah banget.” Rania mengolok.
“Eh, kalau kita wajar ya cari tebengan. Tapi, Cue sama Siput. Penyanyi sama desainer lho! Tidur nebeng kayak gini.” Santi membalas olokan Rania.
“Jadi, loe pengen kita pergi?”
“Iya sono! Bikin penuh tempat ini aja.”
Kembali hening.
“Rasanya senang sekali bisa merasakan hidup kayak Kucing dan Cue saat di Korea.” Cheryl tersenyum menatap langit-langit ruang tamu.
“Cue tinggal sama nyak babenya kali. Ini mah cara hidup Kucing.” Firna meralat.
“Gue sering nginep sini tahu!” Rania memberi penjelasan. “Kalian yakin besok tur pertama mau ke SMA Hak Kun?”
“Yakin! Kami memang pengen tahu sekolah kalian. Keren gitu dulu liat-liat fotonya.” Cheryl antusias.
“Oke. Kebetulan besok hari Sabtu. Jadi di sekolah cuman ada kegiatan klub. Cing, udah urus izin masuknya belum?”
“Udah.”
“Siapa? Loe?”
“Pokoknya tahu beres. Besok juga bakalan tahu.”
“Siapa sih? Woojin lagi?”
Sari yang terbaring di samping kiri Luna terkejut ketika nama Woojin disebut. Tiba-tiba wajahnya terasa panas.
“Dia tetep jadi sopir.”
“Wah. Niat banget."
“Pan ada Sari.” Firna menyela.
“Eh iya gue lupa.” Rania nyengir. “Woojin itu orang baik kok. Gue restuin kalau loe jalan ama dia.” Rania menyikut Sari yang terbaring di sebelah kanannya.
“Kak Rania apaan sih.” Sari malu. Kelima gadis lainnya pun menertawakannya.
“Cue, loe nggak ketemuan sama Prince? Langgeng juga ya kalian. Dari zaman SMA sampai sekarang.”
Rania tersipu. “Ketemuan dong.”
“Nggak sabar pengen ketemu langsung sama Prince. Sohibnya Kucing, dan lakinya Cue. Unik banget kan?” Santi meledek.
“Diem loe! Warasin diri dari mabok sana!” Rania kesal. Sejak tahu ia berpacaran dengan Minhyun, Santi selalu menggodanya seperti itu. Membuatnya merasa sungkan walau tahu Minhyun dan Luna tidak pernah memiliki hubungan khusus.
“Ngomong gitu lagi, aku tinggalin kamu di pesawat biar mabok terus.” Luna mengancam.
“Nah loe!” Firna mendukung.
“Kasian Cue lho kalau digodain terus.” Cheryl ikut membela.
Yo wes. Gue ngalah. Maafin gue ya Cue.” Santi meminta maaf.
“Tidur gih. Besok kita mulai tur lho!” Firna mengingatkan untuk segera beristirahat.
“Selamat tidur semua. Semoga mimpi indah.” Cheryl mengucapkan selamat tidur.
Luna memunggugi Sari. Teman-temannya sudah terlelap. Tubuhnya terasa lelah, tapi kedua matanya tak mau terpejam. Luna menghela napas dan memejamkan mata. Memaksa dirinya untuk tidur.
***

Luna duduk manis di sofa ruang tamu. Menunggu kelima gadis lainnya selesai bersiap. Ia menunggu sambil memainkan ponselnya. Ia menghentikan aktivitasnya ketika terdengar ketukan di pintu. Luna pun bangkit dari duduknya untuk membuka pintu.
“Hai!” Seorang gadis menyapa ketika pintu terbuka.
Luna tersenyum. Membalas senyuman lebar Linda. “Masuk.”
Linda pun berjalan masuk mengikuti Luna. Ia menghela napas, mengedarkan pandangan mengamati rooftop. “Nggak ada yang berubah.” Ia pun tersenyum.
“Sengaja dibiarkin kayak dulu kayaknya. Duduk. Mau minum apa?”
“Nggak usah. Makasih.” Linda duduk di samping kiri Luna. “Masih pada belum siap?”
“Tau tuh. Masih ribet di kamar. Tumben on time?”
“Mbak Luna selalu on time. Sungkan aku kalau telat. Hehehe.”
“Usaha lancar?”
“Bersyukur banget makin rame. Jaehwan Oppa, Jinyoung Oppa, dan Woojin Oppa sering dateng.”
“Woojin ntar jadi sopir kita.”
“Dia antusias banget. Udah ketemu sama Sari?” Linda berbisik saat bertanya tentang Sari.
Luna menganggukan kepala.
“Gimana kesannya? Terakhir dateng, Woojin Oppa nanya gimana memperlakukan cewek Indo dengan baik. Suka beneran kayaknya sama Sari.”
“Wah! Kang Bakso udah di sini.” Rania keluar dari kamar dan menyapa Linda.
“Woy! Mbak Artis. Apa kabar?” Linda membalas.
Cheryl, Firna, Sari, dan Santi menyusul keluar.
“Itu yang namanya Linda. Kang Bakso yang sukses jualan bakso di Korea.” Rania memperkenalkan Linda. “Ini Cheryl aka Siput, Firna aka Onyet, dan Santi aka Wirog. Kalau ini Sari.” Kemudian memperkenalkan teman-temannya pada Linda.
“Salam kenal semuanya.” Linda menyapa dengan ramah.
“Loe ikutan tur hari ini, Lin?” Rania berjalan mendekati sofa.
“Kan aku yang ngurus izinnya Mbak. Ntar kita tinggal masuk. Kunjungan alumni gitu.”
“Oh loe. Kirain Woojin.”
“Iya sama dia sih. Hehehe. Hari ini bakalan nganterin kita muter-muter. Trip Seoul, kan? Trus ntar ngumpul di warung baksoku, oke?”
“Wah! Akhirnya bisa rasain bakso bikinan Linda. Penasaran banget setelah nonton video Luna tentang bakso produknya Linda.” Cheryl antusias.
“Udah siap nih?” Luna bertanya pada kelima temannya. “Kalau udah, kita berangkat sekarang. Woojin udah nungguin di bawah.”

Ketujuh gadis asal Indonesia itu menuruni tangga. Tur pertama adalah berkeliling di Seoul. Dimulai dengan mengunjungi SMA Hak Kun. Woojin menepati janjinya. Ia menjadi sopir untuk tur Luna bersama teman-temannya. Tergolong aneh memang, karena Cheryl, Firna, dan Santi justru meminta mengunjungi SMA Hak Kun sebagai bagian tur mereka di Korea.
Ketika tiba di sekolah, Jaehwan sudah menunggu mereka di area parkir mobil khusus guru dan karyawan. Rania terkejut melihat Jaehwan. Tapi, tidak dengan Luna. Sebab di ruang tamu tadi Linda menyebutkan jika Jaehwan sering mampir ke kedai baksonya. Tidak heran kalau Jaehwan tahu perihal trip ke SMA Hak Kun. Jaehwan menyambut kedatangan Luna dan rombongannya. Ia memperkenalkan diri dengan menggunakan bahasa Indonesia pada Cheryl, Firna, Santi, dan Sari.
“Sainganku nih.” Linda menyikut Jaehwan. “Gimana bisa Mbak Luna bagiin resep untuk ikan bakarnya? Laris lho restoran dia.”
“Jangan pakai bahasa Indonesia. Aku sama Woojin nggak paham.” Jaehwan memprotes Linda.
“Itu Kim Jaehwan si Jurle ya? Juragan lele?” Cheryl berbisik pada Rania.
“Yoi. Sekarang doi buka warung ikan bakar di bagian depan peternakannya. Jadi, ikan segar bisa dipilih trus dimasak dan makan di tempat.” Rania membenarkan.
“Warung? Loe pikir ini di Indo, Cue?” Santi tertawa mendengar penjelasan Rania.
“Jadi, dia bumbunya pakek resep dari Kucing ya?” Firna ngimbrung.
“Yoi, Mbak. Geblek kan Mbak Luna. Resep rahasia dibagiin. Kapok deh diambil Jurle.” Linda menyahut.
“Kalian kejem banget sih. Orang cakep gitu dipanggil Jurle.” Firna menegur.
“Mbak Rania tuh yang kasih nama.”
“Halo! Bisa kita mulai turnya?” Jaehwan meminta perhatian.
“Kami nggak ngomongin jelek tentang kamu, kok.” Rania merangkul Jaehwan. “Teman-temanku penasaran sama bisnis ikan bakar kamu. Kan jadi favorit orang Indonesia yang tinggal di Korea tuh. Gimana orang Korea bisa bikin ikan bakar rasa Indonesia?”
“Kan semua tahu itu karena Luna.” Jaehwan polos.
“Tetep aja ini anak.” Luna tersenyum dan menggeleng. Lalu, berjalan mendahului.
“Eh! Luna! Aku tour guide-nya lho!” Jaehwan menyusul Luna.
Rania berjalan bersama Santi di belakang Luna dan Jaehwan. Linda berjalan bersama Cheryl dan Firna di belakangnya. Paling belakang ada Woojin dan Sari.
“Ini sekolah SMA kami.” Woojin menjelaskan pada Sari. “Dulu aku sekelas sama Luna. Kelas XI dan XII.”
Sari tersenyum dan menganggukkan kepala. Walau ia belum mahir betul dalam bahasa Korea, ia paham apa yang dimaksud Woojin.

Tur pertama, Jaehwan dan Luna menggiring rombongan mereka ke kelas Luna. Ketika membuka pintu, Luna langsung memandang tempat duduknya. Kenangan semasa SMA tergambar jelas di benaknya. Ia yang duduk di dekat jendela berdekatan dengan Jisung, Sungwoon, Woojin, dan Seongwoo.
Luna masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. Yang lain ikut masuk. Rania menjelaskan posisi duduk Luna semasa SMA dulu. Sari yang membawa kamera di tangannya menyorot Luna yang duduk di bangku paling belakang dekat jendela. Gadis itu melamun menatap keluar jendela. Sari telah mempersiapkan kamera saat berjalan meninggalkan area parkir.
Jaehwan dan Rania pamit untuk membawa Cheryl, Firna, dan Santi ke kelas mereka. Sementara itu, Luna tinggal bersama Woojin dan Sari. Sari mulai mewawancarai Luna tentang perasaan karena kembali mengunjungi sekolah setelah lulus hampir lima tahun yang lalu.
“Yang paling berkesan di sini, kelas ini. Di sini aku belajar mempercayai Yoon Jisung, Ha Sungwoon, Ong Seongwoo, dan Park Woojin yang mengklaim diri mereka sebagai squad Moon Kingdom. Kelas XI memiliki banyak kenangan yang penuh warna. Karenanya, saat kembali ke sekolah, kelas ini yang paling ingin aku kunjungi.” Luna tersenyum mengenang masa lalunya.
“Lalu,  di mana kah loker Kak Luna?” Sari menyorot Luna.
“Ah! Itu di sini!” Woojin tiba-tiba menjawab, mendekati deretan loker di bagian belakang kelas, dan menunjukkan loker Luna. Karena Sari menyebut kata loker, ia pun paham apa yang ditanyakan Sari. “Luna pernah mendapat sebelas surat misterius dalam loker itu. Sebagian berisi surat ancaman.”
“Su-rat ancaman?” Sari merasa salah dengar.
“Yap! Bener banget.” Luna bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati loker. Ia berdiri di samping kanan Woojin. “Itu pengalaman yang sangat mengerikan, tapi juga seru. Benar kan Woojin?” Ia menyikut Woojin. Tentu saja ia sudah menggunakan bahasa Korea.
“Benar sekali. Pengalaman yang tidak bisa dilupakan squad Moon Kingdom dan orang-orang yang terhubung dengannya. Tiba-tiba aku teringat Ha Sungwoon. Andai dia bisa datang dalam reuni ini ya.”
“Aku kan akan tinggal di Korea untuk beberapa waktu. Jadi, kapan-kapan kita bisa agendakan reuni.”
“Benar sekali.”
“Oi!” Jaehwan berdiri di ambang pintu belakang kelas. “Kita lanjut yuk! Ke basecamp Klub Vokal, lalu basecamp Klub Teater.”
“Ayo kita lanjutkan tur kita!” Luna berbicara pada kamera yang dipegang Sari.

Selanjutnya, mereka menuju Klub Vokal. Karena ada kegiatan dan Jaehwan juga Rania tak mengenal pembina atau pengurus, mereka hanya berdiri di depan basecamp Klub Vokal. Lalu, melanjutkan perjalanan menuju basecamp Klub Teater.
“Kok aku gugup ya?” Ujar Luna di tengah perjalanan. Ia menggunakan bahasa Indonesia.
“Gue biasa aja tuh liat basecamp Klub Vokal.” Rania merespon.
“Kan dirimu nggak punya peran penting di Klub Vokal, Mbak. Beda sama Mbak Luna.” Linda menyahut.
“Ih! Kang Bakso ngeledek!” Rania pura-pura tak terima.
“Kenyataan tho?” Linda tidak mau mengalah. “Mbak Luna termasuk orang penting di Klub Teater. Dia mencatat sejarah dong di sana.”
“Gue juga dong! Gue satu-satunya murid asal Indonesia yang jadi anggota Klub Vokal.”
“Ya ya ya.”
“Ini Kang Bakso nyebelin banget!” Rania melingkarkan lengannya di leher Linda.
“Aku viralin sebagai penganiayaan lho!”
“Dasar Tom and Jerry!” Santi mengolok tingkah Rania dan Linda.
Rombongan itu berhenti di depan basecamp Klub Teater. Pintunya terbuka separo dan terdengar suara dari dalam. Seperti di basecamp Klub Vokal, di basecamp Klub Teater pun ada kegiatan. Jaehwan yang masih aktif membantu Klub Teater pun mengetuk pintu. Setelah di persilahkan, ia pun masuk.
Detub jantung Luna makin tak beraturan. Ia merasa deg-degan ketika menunggu Jaehwan. Ia mengatur napas demi meredakan detak jantungnya.
“Oi! Masuk yuk!” Jaehwan mengundang Luna untuk masuk. “Kalian juga. Aku udah minta izin kok. Pembinanya mempersilahkan. Yuk!”
Luna menghembuskan napas dengan cepat. Lalu, berjalan mendekati pintu. Ketika ia sampai di ambang pintu dan melihat ke dalam basecamp, detub jantungnya kembali menderu. Ia merasa senang bisa melihat basecamp Klub Teater secara langsung. Rasa kangennya terobati. Luna mengedarkan pandangan. Mengamati semua sudut di dalam basecamp. Tak banyak yang berubah. Ia pun tersenyum. Ketika tatapannya terhenti pada bagian tengah basecamp, kenangan ketika Daerin tiba-tiba melabraknya kembali muncul. Bukan hanya itu, kenangan ketika Jihoon menciumnya selepas Daerin pergi pun ikut muncul. Membuat wajahnya terasa panas.
“Silahkan masuk.” Pembina Klub Teater mengundang Luna untuk masuk karena gadis itu hanya berdiri di ambang pintu.
Luna mengerjapkan kedua matanya. Wajahnya terasa semakin panas. Sambil tersenyum canggung, ia berjalan masuk diikuti rombongannya.
Pembina klub memperkenalkan Luna sebagai alumni SMA Hak Kun juga alumni Klub Teater. Pembina juga menjelaskan tentang prestasi Luna saat bergabung dengan Klub Teater.
“Saya menonton pertunjukan Seonbae saat festival sekolah. Itu keren sekali! Saat itu saya masih kecil dan dibuat kagum oleh pertunjukan Klub Teater. Karenanya, ketika diterima di sekolah ini, saya bergabung dengan Klub Teater.” Ujar seorang anggota laki-laki antusias.
Luna tersipu dan berterima kasih.
“Kami sebagai anggota saat ini bangga, karena dahulu Park Jihoon Seonbaenim juga sempat bergabung dalam Klub Teater SMA Hak Kun. Saya berharap, suatu saat nanti saya bisa menjadi bintang besar seperti Park Jihoon Seonbaenim.” Sambung anggota lainnya.
Mendengar nama Park Jihoon disebut, rekan-rekan Luna kompak menatap padanya. Luna tertegun sejenak, namun kemudian tersenyum dan menyemangati anggota muda itu.
Selesai dengan Klub Teater, Cheryl, Firna, Santi, dan Sari duduk di salah satu bangku yang berada di koridor. Tak lama kemudian Luna, Rania, Linda, Jaehwan, dan Woojin kembali. Mereka sudah mengenakan seragam musim semi SMA Hak Kun. Teman-teman Luna heboh melihatnya. Lalu, mereka berfoto di beberapa tempat di SMA Hak Kun seperti di kelas Luna dan Rania.
***

Selesai dengan tur ke SMA Hak Kun, rombongan Luna melanjutkan perjalanan untuk makan siang di peternakan ikan sekaligus kedai ikan bakar milik Jaehwan. Setelah heboh memilih ikan di kolam, mereka menunggu ikan-ikan itu dimasak. Jaehwan sendiri yang memasak untuk rombongan Luna.
Sementara Jaehwan memasak, Luna dan Rania mengenang masa saat mereka berkunjung ke perternakan milik Jaehwan bersama Minhyun, Jinyoung, dan Woojin.
“Andai Minhyun dan Jinyoung bisa ikut ya.” Jaehwan menyahut dari tempat ia memanggang ikan. Mereka berkumpul di salah satu gazebo di dekat kolam.
“Minhyun sibuk hingga sore nanti.” Rania mengerucutkan bibir.
“Tahan ya. Kasian yang lagi kangen.” Linda mengolok Rania.
“Kalian tahu kalau Jinyoung jadi polisi?” Woojin kembali bicara.
“Iya tahu. Aku masih sering chat sama dia.” Rania membenarkan.
“Trus, dia cerita nggak kalau dia jalan sama Lucy?”
“Eh? Masa?” Luna yang terkejut mendengarnya.
Woojin tersenyum. “Sudah kubilang mereka itu berjodoh, kan?”
“Ulahmu ya?” Rania menuduh Woojin.
“Nggak lah. Tapi, dari SMA aku emang suka gangguin dia. Memprovokasi buat deketin Lucy. Nggak tahunya beneran jalan.”
“Lin, loe masih jalan sama Jisung?” Rania beralih bertanya pada Linda. Memakai bahasa Indonesia.
Linda menghela napas pelan. “Sempet jalan. Tapi, udah putus. Sibuk, Mbak.”
“Iya sih. Jadi aktor musikal kan dia sekarang?”
“Iya. Tapi, kami masih berteman dengan baik kok. Sesekali Jisung Oppa berkunjung ke kedai.”
“Awet tuh Daehwi sama Joohee ya.” Luna berbicara dalam bahasa Korea.
“Iya.” Jaehwan membenarkan. “Joohee kerja di perpustakaan umum. Daehwi jadi komposer. Dia aktif di teater juga.”
“Mbak Luna, masih komunikasi sama Guanlin? Dia balik ke Cina kan?” Linda bertanya pada Luna tentang Guanlin dalam bahasa Indonesia.
“Masih. Kami janjian mau ketemuan kalau aku main ke Cina ntar. Dia jadi model kan sekarang?”
“Iya. Cocok deh sama badan dia yang bongsor.”
“Sudah matang! Silahkan!” Jaehwan menyajikan ikan bakar buatannya.
“Ini ikan bakar rasa Indonesia walau yang masak orang Korea. Jurle dapat resepnya dari Kucing.” Rania menjelaskan pada Cheryl, Firna, Santi, dan Sari.
“Rasanyajadi sedikit beda. Tapi, enak kok.” Linda menyambung.

Selesai makan siang, Woojin membawa teman-teman Luna ke taman kota terdekat untuk menikmati indahnya musim semi. Ketika sore tiba, mereka lanjut menuju cafe tempat Luna pernah mencoba bekerja paruh waktu. Cafe tempat Daniel bekerja.
Di cafe itu ada poster stand up Daniel. Karena cafe itu pernah berjasa untuk hidup Daniel, agensi memberi izin poster stand up Daniel tetap dipasang di sana. Tentu saja atas persetujuan Daniel.
Luna berhenti di depan poster stand up Daniel. Poster seluruh tubuh itu menampilkan Daniel yang tersenyum lebar. Linda turut berhenti di depan poster stand up Daniel yang di letakan di dekat pintu masuk.
“Setiap tahun ganti. Di dalam juga ada.” Ujar Linda.
“Sakit nggak sih kalian liatnya?” Rania bergabung.
“Jujur sih iya.” Linda menjawab dengan jujur.
“Karena itu loe putus sama Jisung?”
“Udah usaha, Mbak. Tapi, rasanya kok tetep aja ya. Aku kasian aja sama Jisung Oppa. Sayangnya tulus ke aku, tapi akunya gitu aja. Dia nggak masalah aku tetep deket dan dukung Daniel. Cuman, aku aja yang ngerasa nggak enak ndiri.”
“Loe yang putusin?”
Linda diam selama beberapa detik, lalu mengangguk. Luna tetap bungkam.
“Iya. Dia bilang, kalau kita berjodoh, pasti kita akan dipersatukan lagi. Sakit juga dengernya.” Linda menambahkan.
“Nggak papa sih. Biarin waktu yang bawa loe ke akhir kisah loe.” Rania menepuk pundak Linda.
“Kita mau foto sama poster itu.” Firna meminta izin.
Luna, Rania, dan Linda pun minggir. Firna, Cheryl, dan Santi berpose dengan poster Kang Daniel. Sari menjadi juru foto mereka. Woojin meminta Sari bergabung dan mengambil alih tugas Sari. Namun, Sari menolak.
Mereka pun masuk ke dalam cafe. Seperti kata Linda, di dalam pun ada poster full body Kang Daniel. Di dekat counter desk cafe. Yang membuat Luna dan Rania terkejut adalah foto mereka bersama manajer cafe, Daniel, dan Jihoon tersimpan rapi dalam bingkai dan di pajang di salah dinding cafe. Luna dan Rania saling melempar pandangan setelah menatap foto itu.
“Oh! Apakah itu kalian?” Suara seorang wanita mengejutkan keduanya. Luna dan Rania kompak menoleh ke sumber suara. Wanita cantik berdiri tak jauh dari keduanya. Berdiri menatap keduanya dengan ekspresi terkejut.
Eonni??” Luna mengingatnya. Dia adalah gadis senior Daniel di cafe itu.
“Nah! Benar Luna! Wah! Kau kemari!” Wanita itu mendekat.
Nee, Eonni.” Luna membungkuk sopan.
“Kalian makin cantik saja. Eh, Rania sudah jadi artis ya di Indonesia. Senangnya cafe kami dikunjungi artis. Suamiku pasti senang.”
“Suami??” Rania bingung.
Wanita itu berdehem. “Aku menikah dengan Pak Manajer.” Ia berbisik.
“Woa! Chukae!” Rania memberi selamat.
“Sekarang aku yang jadi manajer di sini. Kalian berdua saja?”
“Bersama teman-teman dari Indonesia.” Rania menunjuk meja tempat teman-temannya duduk.
“Wah! Kenalkan aku dengan mereka!”
Tur ke cafe ditutup dengan foto bersama manajer cafe. Ketika langit mulai gelap, rombongan menuju kedai milik Linda.
***

Rombongan Luna berkumpul di kedai bakso milik Linda. Sari duduk berdua saja dengan Woojin. Karena seharian bersama, keduanya mulai tak canggung lagi. Linda menemani Cheryl, Firna, dan Santi yang antusias mencoba bakso buatannya. Sedang Rania dan Luna berkumpul di meja terpisah. Bersama Minhyun, Jaehwan, Seongwoo, dan Jinyoung.
“Sayang ya Daerin nggak bisa gabung.” Rania menyayangkan absennya Daerin.
“Dia banyak job.” Jawab Seongwoo.
“Kalian masih jalan?”
“Masih.” Seongwoo tersipu.
“Wah! Senangnya.”
“Kamu sama Minhyun juga, kan? Kamu bakalan tinggal di Korea juga? Sama Luna?”
“Nggak. Kerjaanku gimana.”
“Wah. Jadi, masih tetep LDR dong sama Minhyun?”
“Minhyun aja yang ke Indonesia. Di Indonesia kamu masih bisa jadi fotografer. Tapi, Cue. Dia bakalan kesulitan kalau mau lanjutin karir di Korea.” Luna memberi saran.
“Trus gimana sama bisnis fotografi kami?” Tanya Seongwoo.
“Kan ada kamu di sini. Kamu yang urus. Di Indonesia anggep aja buka cabang.”
“Ngomong enak. Merealisasikannya yang susah.” Minhyun mengomentari usulan Luna.
“Dalam cinta itu memang selalu ada pengorbanan, Tuan.”
“Kalian bingung amat sih. Ntar kalau udah waktunya juga aku bakalan ikut suami. Eh!” Rania menutup mulutnya.
Seongwoo, Luna, dan Jinyoung pun kompak menertawakannya. Sedang Minhyun tersipu.
“Jinyoung, selamat ya. Aku nggak nyangka kamu bakalan jadi polisi.” Luna memberi selamat pada Jinyoung.
“Karena masa laluku. Semoga aja dengan aku jadi polisi, aku bisa mengemban tugas dengan baik dan nggak akan ada orang yang bernasib kayak aku dulu.” Jinyoung tersenyum manis.
“Wah!” Rania kagum pada pemikiran Jinyoung.
“Dia jadi polisi cakep idola anak muda lho!” Seongwoo memuji Jinyoung.
“Cocok lho!” Rania memberikan dua jempol untuk Jinyoung.
“Trus, kamu mau tinggal di Korea udah dapat kerjaan?” Minhyun bertanya pada Luna.
“Di tempat kamu ada lowongan?” Luna balik bertanya.
Minhyun dan Seongwoo saling melempar pandangan.
“Kalian di kerjain Kucing, tau! Dia udah ada kerjaan. Makanya dia bakalan stay di Korea lagi.” Rania angkat bicara.
“Ah.” Seongwoo tersenyum lega.
“Sudah kuduga. Mana mungkin kamu tiba-tiba dateng dan tinggal tanpa ada satu tujuan?” Minhyun turut lega.
Luna melihat jam di tangan kanannya. “Eh, aku harus pergi nih.”
“Kemana?” Tanya Seongwoo.
“Ada urusan. Cue, ntar sampai ketemu di rumah ya.” Luna bangkit dari duduknya, menyambar tas, dan buru-buru pergi tanpa berpamitan pada teman-temannya yang duduk di meja lain.
“Mau kemana sih?” Seongwoo bertanya pada Rania.
Molla.” Rania mengangkat kedua bahunya.
***


Luna tiba di sebuah cafe. Setelah masuk, ia mengedarkan pandangan. Lalu, berjalan menuju meja yang terletak di pojok.
“Sudah lama?” Luna menyapa seseorang yang duduk di kursi pada meja nomer 11 yang berada di pojok. “Sorry. Tur hari ini padat.” Ia pun duduk di seberang, berhadapan dengan seseorang yang sudah menunggunya.
Daniel tertegun sejenak, lalu ia tersenyum ketika Luna duduk di hadapannya. Ada kelegaan tergambar di wajahnya. “Baru sampai kok.”
“Di sini aman? Aku nggak mau lho masuk portal berita karena tertangkap paparazi ketemuan sama idol.”
Daniel tersenyum. “Semua juga tahu kalau kita teman dari SMA.”
“Ya benar. Yang punya sejarah skandal.”
Daniel lagi-lagi tersenyum. “Kamu nggak berubah ya?”
“Masa?”
“Iya.”
“Padahal aku merasa aku tambah cantik lho!”
Daniel kembali tertegun. Lalu, tersenyum dan menggeleng.
“Kamu tambah cakep aja. Idol sih ya. Ini tadi lagi nggak sibuk? Aku tadi ke cafe lho. Eonni nikah sama Pak Manajer ya? Trus, katanya kapan hari kalian syuting di sana. Kamu dan Queen. Syuting MV terbaru Queen. Kamu jadi model MV-nya. Eh, itu lagu kolaborasi kan ya? Aku nggak nyangka kamu bisa rap. Kalian emang Kang Siblings yang keren!”
“Udah?”
“Belum!”
“Kenapa sih kamu tetep menggemaskan gitu?”
“Aku belum ketemu Queen. Sibuk ya dia?”
Daniel semakin gemas menatap Luna. Pelayan cafe datang menyela. Ia dan Luna pun memilih pesanan. Seperti beberapa tahun yang lalu, Daniel memesan makanan dan minuman yang sama dengan Luna.
“Hobi lama ya.” Ujar Luna setelah pelayan pergi.
“Aku nggak berubah kok.”
“Luna tersenyum.
“Kata Daerin Noona, kamu akan tinggal di Korea. Beneran?”
Luna mengangguk.
“Makasih ya. Udah mau aku traktir. Nunggu sekian tahun lamanya. Tapi, ini bukan berarti hubungan kita akan berakhir, kan? Dengan janji mentraktir itu aku bertahan, untuk menunggumu. Kalau janji ini sudah aku penuhi, apa kamu akan pergi?”
Suasana berubah canggung. Alunan musik lembut di cafe memenuhi udara di sekitar Daniel dan Luna.
“Apa aku pernah pergi? Darimu?” Luna balik bertanya.
Daniel diam merenungi pertanyaan Luna. Gadis itu memang tidak pernah meninggalkannya. Luna selalu mendukungnya.
“Aku membaca wawancaramu. Tentang fans dari mana yang ingin kau nikahi. Mengejutkan sekali ya. Fans asal Indonesia? Gara-gara itu, banyak fan fiction tentangmu yang ditulis fans Indonesia lho. Mereka bermimpi mereka lah gadis yang akan kau pilih. Mereka berusaha menjadi gadis yang tak takut hantu dan serangga.”
Daniel masih menatap Luna. Gadis itu terlihat santai di depannya. Melihatnya ia merasa lega, tapi juga sakit. “Kamu mengikuti tentangku ya.”
“Karena kurang kerjaan. Fansmu nulis komentar di Instagram dan Youtube ku juga tau!”
“Kudengar ada yang minta kita bikin vidoe reuni ya?”
“Iya. Videonya sudah aku hapus. Semua yang berhubungan sama kamu dan Jihoon. Tapi, sepertinya masih ada yang menyimpannya. Awal-awal kamu jadi idol di up lagi kan? Begitu juga saat film yang dibintangi Jihoon sukses.”
“Maaf ya.”
“Seru lho! Ada rasa bangga jadi bagian sejarah seorang idol besar sepertimu. Juga aktor kenamaan seperti Jihoon. Tapi, ngeselin juga.”
“Padahal kamu udah merasakan itu sejak SMA ya?”
Luna mengangkat kedua bahunya.
“Saat aku belum jadi apa-apa, kamu udah dikenal dari vlogmu.”
“Hanya di Indonesia. Karena oppaku artis.”
“Bagaimana kalau gadis itu kamu?”
“Mm?”
“Fans yang ingin aku nikahi.”
“Aku bukan fansmu.”
“Tapi, kau gadis asal Indonesia.”
“Bagaimana dengan Linda?”
Daniel terdiam. Jika Luna selalu mendukungnya dalam diam, tidak dengan Linda. Gadis itu masih sering berkomunikasi dengannya. Hingga kini. Linda selalu menyemangatinya, dan selalu ada saat ia butuh seseorang untuk bersandar. Luna selalu mengirim pesan dukungan lewat ommanya, sedang Linda langsung padanya. Dibanding Luna, ia memang lebih dekat dengan Linda belakangan.
Daniel menghela napas setelah mengingat hubungan rumit yang terjalin sejak mereka SMA itu. “Aku juga sayang Linda. Tapi, aku juga nggak bisa lupain kamu.”
“Emang kamu pengen lupain aku?”
Daniel kembali menatap Luna setelah sempat mengalihkan pandangan ke meja.
“Aku nggak ingin lupain kamu.” Luna melanjutkan.
Daniel terkejut mendengarnya.
“Bukan kah malam itu kamu bilang padaku, tolong jangan lupakan aku?”
Daniel masih mengingatnya. Malam itu selesai makan bersama dengan keluarga Luna dan Rania. Ia mengantar Luna ke rooftop. Ia memang mengatakannya. Ia meninta agar Luna tak melupakannya.
“Bagaimana aku bisa melupakanmu? Kau adalah hal terindah yang dikirim Tuhan ke dalam hidupku. Sampai detik ini, kau adalah orang yang spesial dalam hidupku.”
Daniel terdiam. Rasa senang sekaligus sakit menghujam dadanya.
“Terima kasih untuk semuanya. Bagaimanapun, aku sangat menyayangimu. Jadi, aku mohon berhentilah menunggu dan lanjutkan hidupmu. Tentu saja aku merasa senang jika gadis yang kau maksud adalah aku. Tapi, maaf. Sampai detik ini aku belum bisa menerimanya. Kita meminta waktu untuk membimbing kita. Tapi, sampai detik ini, aku masih begini saja. Jadi, aku mohon berhentilah menungguku dan lanjutkan hidupmu.” Ekspresi Luna berubah sendu. Ia benar-benar memohon kepada Daniel.
Daniel menghela napas. “Kau pikir aku tidak mencobanya? Sudah, Luna. Sudah. Tapi, masih terasa sulit.”
“Karena kau masih mengharapkanku?”
Daniel mengangguk. Gantian Luna yang menghela napas panjang. Ia kehabisan kata-kata.
“Tapi, tidak apa-apa kan kalau aku mencobanya lagi?” Daniel kembali bersuara.
Luna mengangkat wajah dan menatap Daniel. Pemuda itu tersenyum manis padanya.
“Selama kita selalu mengingat satu sama lain, kita akan sama-sama baik-baik saja, kan? Waktu pasti akan selalu membimbing kita, kan? Dan, menyembuhkan luka kita.”
Luna tersenyum dan mengangguk. “Waktu tidak akan berkhianat pada kita. Aku percaya itu. Hanya saja, apa kita bisa menerima keadaan?”
Daniel diam sejenak. “Bukankah selama ini kita sudah menerima keadaan?”
“Begitu ya? Jadi, sebenarnya kita memang baik-baik saja?”
Daniel tersenyum dan mengangguk. “Aku rasa begitu.”
Pelayan datang. Menyajikan pesanan Daniel dan Luna.
“Lain kali traktir aku di tempat berkelas dong!” Ujar Luna setelah pelayan pergi. “Masa idol nraktir temen lama di café?”
“Oke. Itu akan jadi janjiku selanjutnya.”
Daniel dan Luna tertawa bersama.
***


- Mezzaluna: Kisah Kita -

Menurutku, teman-temanku ini sudah gila! Jauh-jauh datang ke Korea, tapi tahu apa yang mereka minta? Tur pertama kami bertema mengenang masa lalu. Mereka memintaku membawa mereka ke SMA Hak Kun, tempatku menuntut ilmu beberapa tahun yang lalu. Lalu, tempat Jaehwan dan cafe tempat dulu aku pernah mencoba kerja paruh waktu. Cafe tempat Daniel bekerja paruh waktu. Pokoknya hari pertama dan kedua, kami hanya berputar-putar di Seoul. Kota Seoul memang punya banyak daya tarik sih! Karena tema mengenang masa lalu itu, aku bertemu dengan Woojin, Jaehwan, Minhyun, Seongwoo, Jinyoung, dan Daniel.
Woojin punya bisnis yang sukses. Dia menjadi sopir pribadi kami saat tur Seoul. Aku senang akhirnya dia bisa bertemu dengan Sari di dunia nyata. Sari itu teman yang aku temukan dalam sebuah perjalanan. Kami menjadi cocok, lalu berteman baik. Kami memang berjodoh ya? Aku merestui saja sih semisal Sari dan Woojin menjalin hubungan serius.
Jaehwan melanjutkan bisnis milik ayahnya. Ia menjadi peternak ikan segar. Selain itu, ia menambahkan fasilitas masak dan makan di tempat. Bisnisnya ramai juga lho! Benar sekali resep dan cara yang diajarkan Bunda kepadaku. Bunda tak keberatan aku mengajari Jaehwan. Setelah melakukan beberapa percobaan, Jaehwan berhasil mengembangkan resep Bunda dan menciptakan cita rasa yang unik. Dia bilang sih itu perpaduan rasa Korea dan Indonesia.
Minhyun dan Seongwoo membuka bisnis fotografi bersama. Tidak hanya melayani jasa fotografi, mereka juga membuka kelas bagi yang ingin belajar fotografi. Minhyun masih pacaran dengan Cue. Seongwoo pun masih pacaran dengan Queen. Awet ya mereka. Kapan Minhyun mulai pacaran dengan Cue? Seingatku pertengahan kelas XII. Kalau Seongwoo dan Queen nggak pernah ada kata jadian. Hubungan mereka berjalan begitu saja dan awet sampai sekarang. Keren kan?
Jinyoung jadi polisi. Mengejutkan sekali dia. Tapi, dia emang cocok jadi polisi. Semoga ia bisa mewujudkan impian dan harapannya. Aku senang mendengarnya jadian sama Lucy. Mereka memang ditakdirkan bersama dengan cara yang unik. Korban dan pelaku yang saling jatuh hati.
Ha Sungwoon udah jadi solois terkenal. Aku masih berhubungan dengannya. Kami menjadi dekat karena kami kuliah di universitas yang sama. Kami pun mengambil departemen yang sama. Yoon Jisung menjadi aktor musikal. Dia juga terkenal. Dia janji akan menemuiku. Lee Daehwi juga masih aktif di dunia teater. Selain itu dia juga jadi komposer. Daehwi masih pacaran sama Joohee. Awet juga.
Kang Daniel, pemuda itu bertumbuh menjadi pria yang mempesona. Usai kami makan malam bersama di hari terakhir festival sekolah, ia mengatakan padaku jika ia lolos audisi dan diterima menjadi trainee di salah satu agensi. Sejak saat itu ia jarang ke sekolah. Saat aku lulus dan ia naik ke kelas XII, enam bulan kemudian aku dengar kabar dia mengikuti acara survival untuk pembentukan idol nasional. Daniel menjadi pemenang dengan suara vote terbanyak. Karena ia menjadi idol dan terkenal, kami tak bisa berhubungan sebebas sebelumnya. Aku ikutan bangga. Tapi, kami jadi terpisah jauh. Ruang kosong di antara kami semakin lebar walau sesekali ia menghubungiku.
“Mau minum, Kak?” Suara Sari membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh ke kanan dan menggeleng. Saat ini kami sedang berada dalam kereta. Dalam perjalanan menuju ke Hadong. Teman-temanku ingin melihat indahnya musim semi di Jalan Simni Cherry Blossom. Ah, aku jadi kangen Queen. Pertama kali ke Hadong, aku pergi bersamanya. Saat kami naik ke kelas XI. Dia belum bisa menemuiku karena sibuk. Queen baru saja comeback. Selain menjadi model, dia juga jadi solois. Julukannya dengan Daniel adalah Kang Siblings. Perjalanan yang panjang. Setelah ini kami masih harus naik taksi. Ngomong-ngomong, kenapa sepi sekali ya? Mungkin Cue, Wirog, Onyet, dan Siput tertidur.

Akhirnya kami sampai juga di Jalan Simni Cherry Blossom. Cue, Wirog, Onyet, Siput, dan Sari masih aja terkagum-kagum sejak kami masih di dalam mobil. Memang sih pemandangannya nggak banyak berubah. Aku saja yang sudah pernah ke sini juga dibuat terkagum-kagum. Silahkan puas-puaskan bermain-main.
Mitosnya, kalau ada pasangan yang berjalan di jalan ini sambil bergandengan tangan, mereka akan hidup bahagia selamanya. Karena kami datang tanpa pasangan, Wirog mengusulkan kami berjalan berdua sambil bergandengan tangan. Dalam artian kami adalah pasangan sahabat. Ide yang bagus. Wirog menggandeng tangan Cue, Onyet dan Siput, aku dan Sari. Kami menyusuri Jalan Simni Cherry Blossom dengan ceria.
Dan sampailah kami di sini. Spot foto terbaik dari Jalan Simni Cherry Blossom. Berada di sini bagaikan berada di negeri dongeng. Terlebih saat kelopak bunga sakura yang gugur terbang bersama angin seperti ini. Pejamkan mata dan hirup udaranya. Ah… segar sekali. Aku memejamkan mata, merentangkan kedua tangan, dan menghirup udara dalam-dalam. Ah…benar-benar menyegarkan.
Aku membuka mata dan tersenyum. Menatap kelopak-kelopak bunga sakura yang gugur dan terbang terbawa angin. Sangat cantik. Momen ini lah yang selalu membuatku kangen pada Jalan Simni Cherry Blossom. Kapan ya bisa ke sini lagi sama Queen? Aku pengen liat Queen jalan gandengan tangan sama Seongwoo. Mereka serasi. Cantik dan tampan. Bak ratu dan raja. Haruskah aku memanggil Seongwoo dengan nickname King? Memikirkannya aku sampai memiringkan kepala.
Berada di Jalan Simni Cherry Blossom, saat kelopak bunga sakura berguguran dan terbawa angin seperti ini, membuatku teringat pada perjalanan pertamaku bersama Queen. Sama seperti hari ini, kami sedang menikmati hujan kelopak bunga sakura saat aku menyadari kehadirannya. Ia membidik kami dengan kameranya. Ketika ia menurunkan kedua tangannya yang memegang kamera, aku bisa melihat wajahnya yang dihiasi senyum. Pemuda yang manis.
Mendapat tatapan dan senyuman dari pemuda yang manis dan tampan, aku jadi canggung. Aku melihat sekitarku. Tidak ada siapapun kecuali aku dan Queen. Ah ya, Queen! Kang Daerin adalah sosok gadis yang sempurna. Setiap pria pasti akan tertarik padanya. Aku yakin pemuda itu pasti diam-diam mengambil foto Daerin. Dengan hujan kelopak bunga sakura yang menghujaninya, kecantikan Daerin makin memancar. Seperti dewi yang turun dari khayangan. Wajar jika pemuda itu jatuh hati hingga memotretnya diam-diam. Tak seharusnya aku mengusik kesenangan pemuda itu. Aku pun mengalihkan pandangan, kembali menatap hujan kelopak bunga sakura. Sialnya, aku jadi kikuk. Efek bertemu pandang dengan orang cakep gitu banget ya. Dahsyat!
Saat aku berusaha mengatasi rasa kikukku, Queen berbisik, “Eh, bukankah itu Park Jihoon?”
Park Jihoon? Siapa?
“Aktor dia. Ngapain ya dia di sini? Syuting? Bisa jadi sih. Trus, ngapain dia liatin kita gitu?”
Aktor? Wah, kebetulan sekali. Udah jelas, dia liatin kamu!
Sialan! Kenapa aku keinget momen itu sih? Hah... Di mana yang lain ya? Oh! Di sana. Mereka senang sekali. Syukurlah. Tempat ini memang sempurna.
Aku mengangkat tangan kananku, mencoba menangkap kelopak bunga sakura yang terbang di bawa angin. Menegadahkan tangan ke langit pun tak membuat mereka jatuh ke tanganku. Jadi, aku berusaha menangkapnya. Ah! Susah sekali! Apa jika aku berhasil menangkap satu kelopak saja, permohonanku akan terkabul? Begitu kah? Bagaimana kalau aku menunggu keputusan-Mu saja, Tuhan?
Aku kembali menegadahkan tangan kananku. Menunggu kelopak bunga sakura mendarat di atas telapak tanganku. Aku pun memejamkan kedua mataku dan mengucap harapanku. Tuhan, tolong—
“Apa yang kau lakukan?”
Eh? Suara itu? Buru-buru aku membuka mata dan menoleh ke arah kanan. Astaga! Dia… dia… Park Jihoon! Langsung muncul? Eh? Ini bukan mimpi, kan? Tuhan, secepat itu Kau kabulkan harapanku? Iya, aku ingin ketemu Jihoon, tapi kenapa secepat ini?
Ya Tuhan, tampan sekali dia. Aduh! Bagaimana ini? Dia mendekat. Kenapa aku jadi gugup begini. Sialan! Wajahku  memanas. Pasti sekarang warnanya seperti udang rebus. Oh! Oke! Dia tepat di depanku sekarang. Wajah ini, senyum ini, aroma parfum ini. Sama sekali tidak berubah. Tidak-tidak! Dia berubah. Dia semakin tampan.
“Ke sini tanpa mengajakku.” Jihoon merubah posisinya dari menghadapku berganti menghadap pagar pembatas. Ia mendekati pagar dan menegadahkan tangan kanannya. “Berusaha menangkapnya? Tidak mudah memang. Tapi, saat itu aku dapat satu kelopak.”
Jihoon menggerakan tangan kanannya dengan cepat. Berusaha menangkap kelopak bunga sakura yang terbawa angin. Dia ngapain sih?
Aduh! Dia kembali menghadap padaku. Eh? Apa-apaan ini? Dia meraih tangan kananku. Lalu, meletakkan satu kelopak bunga sakura yang berhasil ia tangkap.
“Wah! Kali ini juga berhasil satu.” Jihoon tersenyum manis usai meletakkan satu kelopak bunga sakura di telapak tangan kananku.
“Kenapa kamu di sini? Lagi syuting?”
“Tentu saja untuk menemuimu.”
“Eh? Bukannya kau bilang kau sibuk?”
“Kamu nggak pengen ketemu aku?”
Anee. Bukan gitu. Kalau sibuk kan bis—” Jantungku seolah terjun bebas, jatuh ke tanah. Jihoon tiba-tiba memelukku. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang seolah bersaing dengan detak jantungku yang bertalu-talu. Aroma tak asing itu pun semakin kuat tercium olehku.
Bogosipho.” Napas Jihoon terasa hangat menyentuh leherku. Suaranya pun terdengar lembut di telingaku. “Nomu bogosipho.” Ia memperat pelukannya padaku.
Hatiku terasa hangat ketika mendengarnya. Sampai-sampai aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Aku pun membalas pelukan Jihoon. Melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. “Nado, nomu bogosipho.
Kepala Jihoon bergerak, kemudian mencium keningku.
“Begini apa tidak apa-apa?”
“Memangnya kenapa?”
“Bagaimana kalau ada paparazi?”
“Bukannya mereka udah tahu kalau kita pacaran sejak SMA?”
Aku tersenyum dan menyandarkan kepalaku di dada bidang Jihoon. Saat sedang menikmati momen itu, tiba-tiba aku teringat fotonya yang dengan sengaja membuka baju demi memamerkan Abs-nya saat fan meeting. Aku pun melepaskan diri dari pelukan Jihoon.
Wae?” Jihoon menatapku dengan bingung.
“Itu… kenapa waktu fan meeting pakai buka baju segala?”
Mwo??”
“Pamer-pamer Abs!”
Jihoon mengerjapkan kedua matanya, lalu tersenyum. “Wae? Kamu cemburu ya?”
“Walau nggak pakek buka-bukaan kan tetep keren.”
Jihoon tersenyum, lalu kembali merengkuhku dalam pelukannya. “Mian.” Ujarnya sembari mengelus-elus rambut panjangku. “Jangan marah ya. Itu hanya tuntutan profesi. Nanti, aku nggak akan buka-bukaan lagi di depan fans.”
Aku senang mendengarnya. Aku pun kembali melingkarkan kedua tanganku di pinggang Jihoon. “Maaf. Aku terlalu kekanak-kanakan.”
“Banget!”
Aku memukul pelan punggung Jihoon. Kami pun tertawa bersama. Jihoon semakin erat memelukku.
Aku terlambat menyadarinya. Sejak pertama bertemu pandang dengannya, aku sudah jatuh hati padanya. Ketika ia dengan jujur mengungkapkan perasaannya padaku, aku pikir dia hanya bercanda. Hanya akting demi peran sepasang kekasih yang sedang kami mainkan. Aku terlalu bahagia, tapi takut untuk menerima kenyataan bahwa ia juga menyukai. Tapi, ia membuktikannya padaku. Ia tetap tinggal di sisiku hingga kini.
Aku dan Park Jihoon bertemu di Jalan Simni Cherry Blossom dan saling jatuh hati. Walau sempat terputus—tiba-tiba kami jarang berkomunikasi—pada akhirnya di sini lah kami. Kembali dipertemukan kembali. Saling mengungkap rindu yang telah lama kami pendam.
Gomawo, Jihoon-aa.” Aku mempererat pelukanku.
Nado gomawo. Terima kasih telah kembali padaku.”
“Aku tidak pernah pergi. Kau tahu itu, kan?”
Aku tahu Jihoon pasti tersenyum mendengarnya. “Nee. Mian. Aku yang cemburu karena kamu dekat sama Sungwoon Hyung saat kalian kuliah. Karenanya aku menarik diri.”
Baboya? Kupikir kau lebih cemburu pada Kang Daniel.”
“Dia yang membuatku paling cemburu. Thanks for always with me.”
“Lalu, apa kita akan berkencan secara diam-diam?”
“Nggak. Bukankah dari awal kita sudah mendapat restu penggemar?”
Aku tersenyum dan mengangguk.
Jihoon menghela napas. “Ini peran terpanjang untuk kita ya? Aku senang karena kau akan tinggal di Korea. Peran sepasang kekasih ini akan terus kita mainkan, kan?”
Nee.
“Sampai kapan? Sampai Tuhan memisahkan kita.”
Nee. Tapi, aku mau negosiasi sama Tuhan.”
“Negosiasi?”
“Iya. Aku akan membujuk Tuhan agar tak memisahkan aku dengan Park Jihoon. Karena, aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Boleh tidak aku membujuk Tuhan seperti itu?”
Sekali lagi aku yakin Jihoon tersenyum mendengarnya. “Kalau begitu, kita bujuk Tuhan bersama-sama. Pendapat dua orang pasti lebih kuat, kan?”
Aku tersenyum lega dan mengangguk. Rasanya ringan sekali. Aku bahagia.
“Ya! Sampai kapan kalian mau pelukan kayak gitu? Apa kalian pikir kami nggak ada?” Terdengar suara Cue yang menegur kami. Tapi, kami tak peduli. Kami tetap berpelukan demi melepas rindu yang sudah lama kami pendam.
Oppa.”
“Mm?”
Kira-kira Jihoon terkejut tidaknya karena aku tiba-tiba memanggilnya oppa?
Wae?”
“Apa kita mendapat bonus dari Tuhan?”
“Maksudnya?”
“Ah! Bukan.”
“Kenapa?”
“Bukannya mitosnya, pasangan yang berjalan di jalan ini sambil bergandengan tangan yang akan hidup bahagia selamanya. Kalau kita apa ya?”
“Pasangan yang diciptakan Tuhan di jalan ini. Kau percaya mitos?”
“Iya. Bodoh ya?”
“Nggak kok.” Jihoon melepas pelukannya dan sedikit menjauh. Lalu, ia mengulurkan tangan kirinya dan meraih tangan kananku. Menggandengnya dengan erat.
Bergandengan tangan dan dengan wajah dihiasi senyum, kami menyusuri Jalan Simni Cherry Blossom. Dari sini kami akan kembali memulai kisah kami. Membawakan peran sepasang kekasih yang diciptakan oleh Tuhan.

- The End -
 



You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews