Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #32
Magi mengamati Joongki dari atas
ek bawah. “Apa dia benar-benar menguntit kami? Apa yang dia cari dari kami?
Siapa sebenarnya orang ini?” batin Magi masih mengamati Joongki yang terus
menatapnya dengan wajah tersenyum.
“Magi!”
panggil L.Joe yang akhirnya menemukan Magi sedang berdiri mematung di tengah
kerumuman. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya L.Joe yang sempat turut
memandang Joongki. “Apa dia mengganggumu?” imbuhnya khawatir.
“Tidak.
Mari kita pergi!” ajak Magi buru-buru sebelum kecurigaan L.Joe makin menjadi.
L.Joe
menatap curiga pada Joongki. Ia gandeng tangan kanan Magi dan menuntunnya
pergi. Joongki tetap berdiri tenang saat L.Joe menatapnya dengan sinis. Joongki
masih memerhatikan L.Joe dan Magi yang bergandengan tangan berjalan menjauh
darinya. Joongki menghela napas dan merasa penasaran pada siapakah pemuda yang
menggandeng gadis incarannya itu.
Sementara
itu Kyuhyun yang berada tak jauh memantau Joongki mengalihkan pandangannya
sejenak untuk menatap kekasihnya Sungrin. Senyum manis terkembang di wajah
Kyuhyun ketika ia menatap Sungrin dari kejauhan. Ingin sekali Kyuhyun mendekat
dan bermain layang-layang bersama Sungrin, namun ia tak bisa. Ada hal yang
lebih penting yang harus ia kerjakan yaitu menjaga Joongki. Kyuhyun menghela
napas dan tersenyum getir masih menatap Sungrin yang terlihat ayu dan anggun
dalam balutan Hanbok pemberiannya. Ada rasa lega di hati Kyuhyun. Walau ia tak
bisa menemani Sungrin untuk menikmati indahnya Festival Gardenia, ia masih bisa
menatap kekasihnya itu tersenyum bahagia bersama teman-teman barunya.
***
Tak
hanya pasangan muda-mudi yang turut dalam festival layang-layang. Beberapa
pasangan suami-istri yang tak muda lagi turut bermain layang-layang. Bahkan ada
beberapa pasangan lanjut usia juga turut berpartisipasi.
Seungho
kesal karena Shin Ae lebih memilih Sukjin untuk menemaninya bermain
layang-layang. Ia menatap kesal pada Shin Ae yang bersiap-siap menerbangkan
layang-layang bersama Sukjin. Seungho mendesah kesal. Wajahnya semakin murung
ketika menatap Jonghwan dan Suri yang terlihat sangat bahagia bermain
layang-layang bersama. Ditambah ketika L.Joe dan Magi datang bergabung lalu
menerbangkan layang-layang mereka. Seungho kembali menghela napas. Tatapannya
terhenti pada Sungrin yang berdiri tak jauh darinya dan senyum-senyum sendiri
melihat Jonghwan-Suri, Sukjin-Shin Ae dan L.Joe-Magi menerbangkan layang-layang
bersama. Seungho tersenyum dan berjalan menghampiri Sungrin lalu mengajak gadis
itu bermain layang-layang bersama.
Tersisa
Hyuri yang masih berdiri diam memegang layang-layangnya sambil menatap
teman-temannya yang telah berhasil menerbangkan layanglayang mereka. Hyuri
tersenyum getir. Andai Myungsoo ada di sini sekarang. Hyuri benar-benar
mengharapkan hal itu. Hyuri menatap layang-layang di tangannya. “Bagaimana ini?
Aku tak menemukan seseorang yang bisa aku ajak untuk memainkan layang-layang
ini. Apa aku harus memainkannya sendiri?” batin Hyuri dalam hati masih menatap
layang-layang di tangannya. “Kris. Kenapa tiba-tiba aku merindukanmu? Amber,
JB, Rap Monster. Aku rindu kalian...” bisik Hyuri dalam hati dan membuatnya
tertunduk semakin dalam.
“Bagaimana
jika kita memainkan layang-layang itu bersama?” suara itu membuyarkan
kekhusyukan Hyuri yang sedang meutuki nasibnya. Hyuri mengangkat kepala dan
menoleh ke kanan dimana suara berasal.
Joongki
yang menatap para pasangan yang sedang menerbangkan layang-layang-lebih
tepatnya terfokus pada Magi- tersenyum getir. Ia tak mengalihkan tatapannya
pada Hyuri yang sedang mengamatinya dengan tatapan heran.
“Orang
ini... sepertinya tak asing.....” gumam Hyuri dalam hati masih mengamati pemuda
yang mengenakan Hanbok berwarna ungu itu.
Joongki
tersenyum lebih tulus ketika menoleh dan menatap Hyuri. Terlihat sangat manis
dan bersinar wajah tampan Joongki ketika tersenyum seperti itu. “Bukankah kita
pernah bertemu sebelumnya. Apa Nona tak mengingatku? Aku saja masih mengingat
Nona walau Nona tampak sangat jauh berbeda dalam balutan Hanbok ini.” sapa
Joongki sopan.
Hyuri
masih bungkam, terus mengamati Joongki sambil mengingat-ingat benarkah tentang
apa yang dikatakan Joongki itu jika mereka pernah bertemu sebelumnya.
“Club
Golden Rod. Kita pertama kali bertemu di sana. Nona yang menyiapkan meja untuk
kami malam itu, untuk melihat pertunjukan Snapdragon. Jika dugaanku benar, Nona
pasti adalah pelayan club malam itu yang membantu kami mendapatkan meja.”
“Oh
itu! Iya, aku ingat sekarang. Maaf tidak mengenali Tuan. Tuan terlihat sangat
berbeda dalam balutan Hanbok ini.” Hyuri akhirnya mengingat tentang siapakah
Joongki yang juga sempat ia lihat sejak Festival Gardenia itu dimulai. “Anda
pun kemari? Penggemar Snapdragon ya? Pantas saja. Mereka akan tampil malam ini,
tapi tanpa Magi.”
Joongki
tersenyum dan mengangguk. “Sepertinya Nona tak memiliki patner untuk memainkan
layang-layang itu. Aku pun sama. Bagaimana jika kita menerbangkannya bersama?”
“Nee??”
Hyuri melotot kaget. Pemuda tampan dengan wajah bersinar bak pangeran itu
menawarkan diri untuk bermain layang-layang dengannya? Hyuri mengerjapkan kedua
matanya dan diam-diam mencubit lengannya sendiri. Hyuri terkesiap karena sakit
akibat cubitannya sendiri. “Ini bukan mimpi...” gumam Hyuri dalam hati.
Joongki
menatap heran Hyuri yang berdiri terdiam di hadapannya. “Apa... Nona sudah
punya pasangan?”
“Ah,
anee... aniya...” Hyuri menggelang antusias. “Benar Anda ingin bermain
layang-layang denganku?”
“Nee.
Aku rasa nasib telah mempertemukan kita untuk memainkan layang-layang itu
bersama. Tapi ini pertama kalinya bagiku. Aku tak yakin aku bisa.”
Hyuri
tersenyum tulus. “Jangan khawatir. Aku akan memimpin permainannya.”
Joongki
tersenyum dan mengangguk lalu keduanya maju bersama ke tengah area untuk
menerbangkan layang-layang.
***
Hyuri
dan Joongki masuk dalam barisan muda-mudi yang berjajar menerbangkan layang-layang
mereka. Keduanya berada satu baris dengan Magi dan L.Joe. Hyuri mulai
mempersiapkan layang-layangnya. Joongki berdiri terdiam memperhatikan Magi.
konsentrasi Joongki buyar ketika Hyuri meminta bantuannya. Joongki dan Hyuri
pun bekerja sama untuk menerbangkan layang-layang mereka.
Tatapan
Magi menangkap sosok Hyuri yang telah bergabung dalam barisan pemain
layang-layang. Magi mengerutkan dahi ketika memerhatikan siapa teman yang
membantu Hyuri menerbangkan layang-layangnya. “Hyuri mengenal pemuda itu?”
gumam Magi lirih kemudian kembali memperhatikan Joongki. “Sepertinya dia pemuda
yang baik. Wajahnya begitu bersinar. Sepertinya dia bukan bangsawan biasa.”
Magi terus memperhatikan Joongki. “Terima kasih. Kau membuat Hyuri bisa
menerbangkan layang-layang itu. Myungsoo pasti sangat senang.” Magi tersenyum
dan kembali konsentrasi untuk membantu L.Joe.
Hyuri
mendongakan kepala. Ia tersenyum puas melihat layang-layangnya terbang tinggi
di udara. Layang-layang cantik itu mengudara dengan indah turut memenuhi langit
Ambrosia. “Myungsoo, lihat! Layang-layang kita terbang dengan baik. Terima
kasih telah mempercayakannya padaku. Mungkin saat ini tak bisa, semoga kelak
kita bisa menerbangkannya bersama. Kau mau kan?” gumam Hyuri dalam hati masih
menatap layang-layang ungu miliknya yang terbang di udara.
“Nona!
Layang-layangmu sangat cantik saat terbang seperti itu.” puji Joongki
membuyarkan lamunan Hyuri.
“Ah...
nee. Gomawo...” Hyuri tersipu.
“Apa
Nona membelinya?”
“Anee.
Seseorang yang sangat spesial yang membuatnya untukku.”
“Aigo.
Pasti menyenangkan.” Joongki tersenyum menanggapinya. “Seseorang yang spesial?”
Joongki menatap Hyuri dengan heran. “Kenapa tak memainkan layang-layang ini
dengannya?”
“Dia
sakit. Karenanya dia tak bisa kemari.” Hyuri terdengar tak bersemangat menjawab
pertanyaan Joongki.
“Ah,
mianhae. Aku membuatmu sedih.”
Hyuri
tersenyum dan menggeleng pelan.
***
“Shin
Ae!” Ilwoo memegang tangan Shin Ae yang baru saja mundur dari area para pemain
layang-layang.
Shin
Ae tersentak kaget lalu menatap tajam Ilwoo yang masih memegang tangan
kanannya. “Anda siapa?” tanya Shin Ae dengan mimik wajah panik.
“Mwo??
Ya, Shin Ae! Kau tak kenal aku?? Ini aku.” Ilwoo heran melihat reaksi Shin Ae.
“Tolong
lepaskan tangannku!” Shin Ae berusaha berontak.
Ilwoo
melepas genggamannya pada lengan Shin Ae. “Heran melihatmu dalam festival ini,
dari tempo hari dengan ekspresi riang itu. Dan sekarang seolah kau tak
mengenali aku.”
“Maaf.
Tapi aku benar-benar tak mengenali Anda.”
“Ck!
Apa kau sedang dalam misi khusus?”
“Nee??”
“Ya!
Jung Shin Ae! Berhenti berpura-pura di depanku! Aku ini ketuamu! Bagaimana bisa
kau menerima tugas tanpa sepengetahuanku, ha?!”
“Saya
benar-benar tak paham dengan maksud Anda.”
“Ada
apa ini, Lizzy?” Sukjin menghampiri Shin Ae.
“Lizzy??”
gumam Ilwoo lirih dengan ekspresi bingung.
“Aboji
kemari?” Shin Ae balik bertanya.
“Maaf.
Layang-layang kita putus. Ada apa? Apa pemuda ini mengganggumu?” Sukjin menatap
Ilwoo dari atas ke bawah.
“Anee.”
Shin Ae berdiri lebih dekat pada Sukjin. “Aku rasa dia teman Jung Shin Ae,”
bisik Lizzy.
“Mwo?!
Ah...” Sukjin tersenyum sungkan. Ia khawatir teman Shin Ae akan mempersulit
putrinya, Lizzy yang kini tengah memakai tubuh Shin Ae. “Anakku, sebaiknya kita
pergi!” Sukjin buru-buru membawa Shin Ae pergi dari hadapan Ilwoo.
“Lizzy??
Aboji??” Ilwoo memiringkan kepala masih dibuat bingung oleh tingakh Shin Ae.
***
“Ess!”
Joongki meringis menahan sakit. Karena kurang hati-hati benang layang-layang
mengiris tipis kulit jari telunjuk tangan kananJoongki.
“Omo!
Tangan Tuan terluka!” Hyuri panik melihat tangan Joongki berdarah.
Magi
yang sesekali memperhatikan Hyuri dan Joongki melihat kepanikan Hyuri. Ia pun
meminta izin pada L.Joe untuk menghampiri Hyuri. “Ada apa, Hyuri?” tanya Magi
ketika sampai di tempat Hyuri berada.
“Tuan
Muda ini jari telunjuknya berdarah!” tuding Hyuri pada jari telunjuk tangan
kanan Joongki.
“Ah...
ini tak mengapa,” Joongki berubah kikuk karena ada Magi menghampirinya.
Tanpa
bicara Magi meraih tangan kanan Joongki dan membungkus luka di telunjuk tangan
kanan Joongki dengan sapu tangan miliknya. Joongki terdiam menatap Magi yang
berdiri sedekat itu di hadapannya. Jantungnya berdetub kencang. Mata Joongki
tak berkedip menatap Magi.
“Benang
layang-layang itu cukup tajam, Tuan harus lebih berhati-hati lagi,” kata Magi
usai membungkus luka di tangan Joongki. Magi diam melihat Joongki yang tertegun
menatapnya.
“Tuan!”
Hyuri menyenggol Joongki hingga kesadaran pemuda itu kembali.
“Ah...
gomawo...” Joongki menarik tangannya kembali. “Sapu tangan ini... aku akan
mengembalikannya padamu, Nona Kupu-kupu.”
Magi
tersenyum manis dan melangkah pergi meninggalkan Joongki yang masih berdiri
tertegun menatapnya.
“Yah...
layang-layang kita jatuh, Tuan!” sesal Hyuri.
Joongki
seolah tak mendengar seruan Hyuri. Ia tersenyum dan kembali melihat jari
telunjuk tangan kanannya yang terbungkus sapu tangan milik Magi.
***
Festival
layang-layang telah selesai digelar. Senja tiba bersiap mengantar malam.
Kesibukan berganti di lapangan Ambrosia. Warga mulai menyalakan lampion-lampion
hasta karya mereka. Lampion dari berbagai bentuk dan ukuran mulai di tata di
area yang tealh disediakan di lapangan. Kesemuanya mulai dinyalakan ketika
senja si ufuk Barat berubah warna semakin gelap.
Kesibukan
pun mulai terlihat di atas panggung pertunjukan untuk mempersiapkan pagelaran
seni tradisional Ambrosia. Ketika langit berubah gelop sepenuhnya, gemerlap di
lapangan Ambrosia karena ribuan lampion menampakan kecantikannya. Pengunjung
benar-benar dimanjakan dan dibuat kagum dengan suguhan indahnya
pemandangan malam di lapangan Ambrosia
yang dipenuhi lampion hias.
Magi
dan kelompoknya berhenti di depan panggung utama usai berkeliling di taman
lampion. Mereka menunggu penampilan empat personel Snapdragon yang akan tampil
di atas panggung itu malam ini.
“Kapan
kita kembali ke sekolah?” rengek Shin Ae sembari menggoyang lengan Magi.
“Sebentar
lagi. Setelah Geumgang Chory tampil,” jawab Magi tanpa mengalihkan pandangannya
dari menatap panggung.
“Geumgang
Chory?” tanya Sungrin tak paham.
“Diamond
Bluebell atau Geumgang Chory. Itu nama kelompok dari empat member Snapdragon
yang akan tampil malam ini. Mereka juga dikenal sebagai Sepuluh Gadis Penabuh
Genderang. Mereka sangat terkenal dan akhirnya malam ini aku bisa melihat
penampilan mereka,”jawab Suri. “Mereka para seniman muda berbakat dari Kampung
Lupin.”
“Snapdragon
itu artinya teman-teman Magi kan? Wah, Magi...” Sungrin menatap Magi yang fokus
lurus menatap panggung.
Penonton
bersorak ketika nama ‘Geumgang Chory’ disebut sebagai pengisi panggung
berikutnya yang akan tampil. Magi dan teman-temannya pun turut bertepuk tangan
antusias menyambut penampilan Diamond Bluebell yang di dalamnya berisi empat
rekan Magi dalam Snapdragon yaitu Yeonmi, Sori, Songeun dan Minchi.
Tiga
orang penari muncul di atas panggung. Songeung mengenakan Hanbok perpaduan
warna hijau, merah dan kuning menari dengan membawa Janggu ditemani dua gadis
penari lainnya yang mengenakan Hanbok laki-laki berwarna putih biru yang juga
menggendong Janggu seperti Songeun. Kedua gadis penari itu mengenakan topi
dimana di puncak topi tersebut berhiaskan pita panjang. Geumgang Chory atau
yang juga dikenal sebagai Diamond Bluebell memulai pertunjukan mereka
menampilkan tarian Tiga Genderang.
Berikutnya
Sori muncul dalam balutan Hanbok perpaduan warna putih dan pink ditemani empat
gadis penari yang mengenakan Hanbok perpaduan kuning dan merah. Kelima gadis
ini menari dengan membawa Janggu kecil di tangan mereka.
Minchi
yang mengenakan kostum yang sama dengan Songeun muncul bersama Songeun dan
memainkan tiga genderang yang berada di sisi kanan dan kiri panggung menemani
Sori yang memainkan tarian Tiga Genderang
di tengah panggung bersama empat gadis penari lain yang menemaninya. Secara
kompak ketujuh gadis ini menabuh tiga genderang menampilkan tarian Tiga
Genderang. Penonton bertepuk tangan untuk mereka.
“Keren!”
puji Suri.
“Tahun
ini Geumgang Chory Onni lebih kreatif. Jauh lebih atraktif,” Magi tersenyum
kagum.
Yeonmi muncul dengan mengenakan Hanbok pria berwarna
coklat dan menabuh genderang besar yang berada di atas panggung yang sedikit
lebih tinggi dari panggung utama. Jika tak jeli, orang pastilah menduga
kelompok Geumgang Chory ini terdiri dari tujuh gadis dan tiga pemuda. Padahal
seluruhnya adalah gadis-gadis seniman muda berbakat kampung Lupin. Para seniman
muda kebanggaan rumah seni Snowdrop milik Tuan Yoon, ayah Songeun.
Pertunjukan
yang disajikan Geumgang Chory benar-benar apik dan menyihir para penonton.
Semua dibuat terkagum-kagum oleh kelihaian mereka memainkan tarian Tiga
Genderang. Sesuai janjinya, usai Geumgang Chory tampil, Magi dan teman-temannya
meninggalkan lapangan Ambrosia untuk kembali ke Hwaseong Academy.
***
Di
tengah gelap dan heningnya area Hwaseong Academy, samar-samar terdengar
keceriaan dan canda tawa dari taman belakang sekolah. Taman yang biasanya
hening dan gelap itu terlihat sangat berbeda malam ini. Cahaya lampion
menghiasi taman. Tak hanya itu, keceriaan Magi dan teman-temannya yang
memainkan kembang api menambah hangatnya suasana di taman belakang yang
terkenal angker itu.
Baro
dan Myungsoo yang mengawasi dari atas tembok pagar Hwaseong Academy itu turut
tersenyum menyaksikan keceriaan Magi dan teman-temannya yang menggelar pesta
lampion di taman belakang sekolah. Keduanya ingin mendekat, namun itu tak
mungkin karena pasti teman-teman Magi, Hyuri dan Suri akan ketakutan ketika
melihat Baro. Myungsoo memilih menemani Baro bersembunyi di sisi gelap dari
taman belakang sekolah usai keduanya mempersiapkan pesta lampion untuk Magi dan
teman-temannya.
Senyuman
yang tersungging di wajah Baro terlihat tak tulus. Jelas terlihat jika ia
merasakan getir. Jauh di dasarnya hatinya Baro merutuki nasibnya yang
ditakdirkan dengan kutukan mengerikan itu. Perih. Hati Baro seolah teriris-iris
melihat Suri begitu akrab dengan pemuda lain.
“Ini
pertama kalinya aku melihat pesta lampion. Sangat indah. Itu kita yang
membuatnya,” Myungsoo memecah kebisuan.
“Kau
bisa mendekat ke sana. Mereka tak akan takut padamu. Aku akan menunggu di
sini,’ Baro rela Myungsoo pergi meninggalkannya.
“Susah
senang aku bersamamu, hanya demi godaan ini, aku tak akan meninggalkanmu
teman.”
Baro
tersenyum lebih tulus. “Terima kasih. Rasanya aku benar terharu kini. Untuk
pertama kalinya. Entahlah. Benar-benar terima kasih Myungsoo. Aku pasti akan
membayar semua kebaikanmu ini.”
“Kau
ini bicara apa!”
“Ini
pertama kalinya bagi kita. Selama ini tak pernah ada pesta lampion di kastil
Asphodel, dan malam ini kita membuatnya di sini. Kau bisa saja turun dan
menikmati pesta bersama gadis yang kau cintai, Hyuri. Tapi kau malah memilih
menemaniku di sini. Tahukah kau, baru kali ini aku merasa menyesal dengan
keadaanku ini.”
Myungsoo
menepuk pundak Baro. “Kau pikir aku akan senyaman ini jika berada di sana
bersama Hyuri dan yang lain? Tidak. Aku lebih nyaman di sini bersamamu. Kelak
jika kita terbebas dari kutukan ini, kita lakukan bersama-sama. Pesta lampion
bersama Nona, Hyuri, Suri dan yang lain. Itu baru akan membuatku nyaman seperti
berada di dekatmu.”
“Kapan?
Mungkinkah itu terjadi?”
“Kau
tak percaya pada petunjuk Sang Pengusa Alam?”
“Entahlah,”
Baro mendongak menatap langit malam.
***
Magi
dan L.Joe melarungkan lampion-lampion kecil yang mereka nyalakan ke danau
buatan yang berada di taman belakang sekolah. Jonghwan, Suri, Sungrin, Seungho,
Shin Ae, Sukjin dan Hyuri turut melakukannya. Danau yang tadinya gelap gulita
kini mulai terang dihiasi cahaya-cahaya cantik dari lampion yang dilarungkan
dari tepi danau.
Nichkhun
dan Sungjeong duduk memperhatikan dari bangku taman tempat dimana makanan dan
minuman diletakan. “Sepertinya,,, mereka memiliki hubungan yang tak biasa,”
Nichkhun memulai obrolan. Ia mengamati Magi dan L.Joe.
“Em?”
Sungjeong menoleh menatap Nichkhun usai menyeruput teh di cangkir yang ia bawa
di tangan kanannya.
“Magi
dan pemuda itu. Apa kau tak merabanya?”
“Oh,
itu... iya akun pun merasakannya. Setelah semua ini selesai, aku akan bicara
pada Nona.” Sungjeong menyanggupi.
“Hah...”
Nichkhun menghela napas panjang melihat Magi dan L.Joe.
Sungrin,
Hyuri, Suri dan Jonghwan berkumpul menikmati hidangan yang sengaja disajikan
untuk menemani pesta lampion malam ini. Magi duduk di tepi danau, di bawah
pohon besar dimana ia biasa duduk ketika siang hari di sekolah. Magi tersenyum
menatap ke tengah danau. Menatap indahnya lampion yang menerangi danau. L.Joe
duduk di samping kanan Magi, terus menatap Magi sambil sesekali tersenyum. Bagi
L.Joe, gadis yang duduk di samping kirinya itu lebih menarik untuk ditatap
daripada indahnya gemerlap lampion di danau.
Magi
menoleh usai selama beberapa saat terpesona menatap danau. Magi menemukan L.Joe
sedang tersenyum menatapnya. “Kenapa menatapku seperti itu?” Magi merasa risih.
L.Joe
tersenyum manis. “Terima kasih. Selama tiga hari ini aku benar-benar merasa
sangat bahagia. Terutama hari ini. Melihatmu mengenakan kostum ini...” L.Joe
lagi-lagi tersenyum kagum, “... benar-benar membuatku sangat senang. Tadinya
aku pikir kau tak akan suka. Hari pertama kau memakai Hanbok berwarna merah.
Aku rasa aku telah salah pilih. Yang aku tahu hanyalah kau adalah
Butterfly Bronze Snapdragon yang selalu
menyukai warna oranye,” L.Joe terdengar lebih cerewet dari biasanya. Magi hanya
tersenyum menanggapi ungkapan hati L.Joe.
“Oya,
aku penasaran. Kau kenapa tadi menatap panggung seperti itu? Ketika Diamond
Bluebell tampil. Aku melihat ada suatu hasrat dari sorot matamu. Kenapa tak
meminta untuk turut andil? Bukankah kau juga belajar musik di rumah seni
Snowdrop?”
Magi
kembali tersenyum. “Aku pikir Oppa hanya fokus pada kamera.”
“Oppa...?”
L.Joe tersenyum sendiri mendengar Magi memanggilnya Oppa.
“Aku
ingin menjadi seniman seperti mereka,” tatapan Magi kembali menerawang ke
tengah danau.
“Mm-mwo??”
pekik L.Joe. “Menjadi seniman seperti mereka?? Maksudmu seniman Gisaeng?”
“Bukankah
begitu keren memainkan alat musik dan menari tarian tradisional seperti itu?
Budaya kita.”
“Tapi...
tapi menjadi seniman Gisaeng itu...” L.Joe menggeleng. “Jika menjadi seniman
Gisaeng maka kau harus melewati ritual malam pertama dengan pejabat atau
bangsawan pilihan. Bangsawan yang terpilih. Tidak. Kau tidak boleh. Cukup
menjadi Snapdragon saja dan sekolah dengan baik.” L.Joe berubah panik.
“Di
rumah seni Snowdrop tak begitu,” Magi memiringkan kepala. “Aku rasa,” imbuhnya
ragu. Magi menoleh cepat kembali menatap L.Joe. “Oppa, seandainya Oppa
menemukan aku sebagai seorang Gisaeng apakah Oppa akan tetap memilihku seperti
ini?” tanya Magi dengan mata berbinar menatap L.Joe.
“Aku
tak mau berandai-andai dan membayangkan itu semua. Apa yang aku dapatkan
sebagai kenyataan saat ini adalah hal yang paling aku inginkan dan aku syukuri.
Selain beruntung menajdi anak Lee Byungman, mendapatkanmu adalah sebagai
kekasihku adalah keberuntungan lain yang aku dapatkan dan sangat aku syukuri.
Jadi mohon jangan memintaku untuk membayangkan apa yang kau andai-andaikan itu.
Sungguh itu mengerikan. Itu membuatku takut.
“Tapi
orang beranggapan jika siapapun itu yang berada di kampung Lupin adalah Gisaeng
walau sebenarnya tak semuanya adalah Gisaeng. Cepat atau lambat orang akan tahu
aku berasal dari kampung seniman itu dan bukan tak mungkin mereka pun
beranggapan aku ini Gisaeng. Apa Oppa akan siap menghadapi itu semua?”
L.Joe
meraih tangan kanan Magi dan menggenggamnya erat. “Selama kau yakin dan percaya
padaku, aku akan tetap berdiri tegak di sampingmu, menemanimu menghadapi semua.
Aku berjanji padamu, atas nama cintaku padamu, hanya maut yang bisa memisahkan
kita. Aku telah menyerahkan seluruh hatiku padamu dan meminta Sang Penguasa
Alam mengamininya. Aku percaya inilah takdirku. Berada bersamamu.”
“Oppa...”
Magi menatap haru pada L.Joe.
L.Joe
tersenyum dan meraih Magi lebih dekat padanya, merangkulnya. Magi tersenyum dan
menyandarkan kepala di pundak L.Joe. Nichkhun yang terus mengamati tersedak
ketika meminum teh sembari menatap Magi dan L.Joe. Sungjeong yang juga
menyaksikan hal itu hanya bisa menepuk pelan keningnya.
***
Malu-malu
Seungho menghampiri Shin Ae yang duduk sendirian di salah satu bangku taman
yang menghadap danau. Bangku yang agak jauh dari keramaian teman-teman Magi
yang sedang berpesta. Shin Ae duduk menyendiri di sana dan menatap danau.
Seungho duduk di samping kanan Shin Ae namun tetap bungkam. Beberapa saat
kemudian, ragu-ragu Seungho menoleh dan menatap Shin Ae yang duduk cukup dekat
di samping kanannya. Ada guratan senyum terkembang di wajah Shin Ae membuat
gadis itu terlihat sangat manis. Seungho turut tersenyum melihatnya.
“Walau
kau begitu menyebalkan tiga hari ini, tapi aku sangat senang karena dengan
adanya dirimu di dalam tubuhnya, selama tiga hari ini aku bisa pergi bersamanya
dan bisa menatapnya sedekat ini tanpa harus merasa sungkan dan khawatir atau
risih karena dia akan marah karena ulahku,” Seungho memulai obrolan
mengungkapkan isi hatinya.
Ekpresi
Shin Ae tak berubah mendengar curahan hati Seungho. Ia tetap seperti itu. Diam
dan tersenyum menatap danau. Seungho menghela napas pelan melihatnya.
“Jum’at,
Sabtu dan Mingguku jadi amat menyenangkan karena aku bisa pergi dan berada
begitu dekat dengan gadis yang aku kagumi. Maafkan aku karena selalu merasa
kesal padamu beberapa hari ini. Walau aku tahu itu kau, tetap saja aku cemburu
melihatmu dekat dengan Ji Sukjin Ajushi. Aku hanya ingin berterima kasih
padamu. Karena permintaanmu ini kesempatan indah selama tiga hari ini tercipta
untukku. Terima kasih, Lizzy.”
Shin
Ae menoleh, tersenyum kecil dan mengangguk. Seungho membalas senyum menatap
Shin Ae.
“Sunbaenim!”
Suri datang menyela. “Magi mengatakan sudah saatnya berpisah dan meminta kita
berkumpul.”
“Sunbaenim??”
bisik Seungho. Ia kembali menoleh dan mengamati Shin Ae. Shin Ae tersenyum dan
mengangguk lalu bangkit dari duduknya dan pergi.
“Tunggu!”
Seungho menahan langkah Suri. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri di depan
Suri, menghadang langkah Suri. “Sunbaenim??”
“Nee.”
Suri mengangguk.
“Apa
maksudnya Sunbaenim? Bukankah itu Lizzy??”
“Liizy
telah meninggalkan tubuh Jung Shin Ae Sunbaenim sejak setengah jam yang lalu.
Begitu penjelasan Magi.”
“Mm-mwo...??”
Seungho melotot kaget menatap Suri.
“Iya.
Kenapa kau kaget seperti itu?”
“Aish!
Baboya!” Seungho memukul pelan kepalanya.
Suri
menggeleng pelan dan meninggalkan Seungho sendirian.
***
Sukjin berdiri di tengah-tengah di antara Magi dan
Shin Ae di tepi danau. Ketiganya menghadap danau. Magi dan Shin Ae tersenyum
menatap danau. Sukjin menyeka air matanya yang menetes pelan menuruni pipinya.
“Terima
kasih,” bisik Lizzy yang malam itu terlihat sangat cantik. Rona bahagia
terpancar dari wajah pucat Lizzy. Ia tersenyum pada Magi, Sukjin dan Shin Ae
lalu berjalan di atas danau menuju ke tengah danau dimana dahulu ia tenggelam
dan tewas.
Lizzy
sampai di tengah danau dan berhenti. Ia kembali membalikan badan dan tersenyum
kembali pada Magi, Sukjin dan Shin Ae. Lizzy melambaikan tangan, masih
tersenyum manis menatap ke tepi danau.
Cahaya putih terang itu muncul tepat di atas kepala Lizzy. Lizzy mendongakan
kepala menatap cahaya benderang itu dan tersenyum lega. Sejenak Lizzy kembali
menatap ke tepi danau dan tersenyum. Cahaya terang itu menyinari seluruh tubuh
Lizzy. Perlahan tubuh Lizzy melebur bersama cahaya putih benderang itu. Tubuh
Lizzy berubah menjadi cahaya putih kecil-kecil yang bersinar seperti
kunang-kunang. Butiran cahaya kerlap-kerlip dari tubuh Lizzy yang melebur itu
membentuk sebuah pusaran dan bergerak ke atas menuju pusat cahaya berada.
“Selamat
tinggal, Lizzy,” bisik Magi sembari mengusap air matanya yang meleleh.
Shin
Ae merangkul Sukjin yang tertunduk dan menangis. “Dia bahagia dan tenang
sekarang. Jangan menangisinya lagi. Biarkan dia tenang di alamnya, em?” bisik
Shin Ae menenangkan Sukjin. Shin Ae meraih tangan Sukjin dan memberikan kalung
perak dengan liontin bundar di atas tangan Sukjin yang ia pegang. “Setelah di
telusuri, benda yang tertinggal di dasar danau ini akhirnya ketemu juga. Lizzy
ingin Ajushi menyimpannya. Benda ini yang ia pakai sejak ia kecil.”
Sukjin
menangis tersedu, jatuh berlutut sambil menggenggam erat kalung peninggalan
Lizzy. Magi turut jongkok dan mengelus pundak Sukjin agar pria itu tenang.
“Tugasku
telah selesai. Buku ini harus kembali pada pewarisnya,” Magi mengembalikan buku
agenda milik Lizzy kepada Sukjin.
Sukjin
menangis semakin keras. Menggenggam erat kalung dan memeluk buku agenda
peninggalan Lizzy. “Ucapan maaf dan keinginan terakhir telah terwujud, semoga
Lizzy tenang setelah ini,” Magi kembali mengelus lengan Sukjin.
Sukjin
hanya mengangguk-anggukan kepala di tengah tangisannya. Shin Ae turut jongkok
dan menenangkan Sukjin.
Sungrin
menitikan air mata, terharu melihat Sukjin. Suri pun sama. Ia menangis melihat
bagaimana Sukjin dan Lizzy berpisah usai selama tiga hari menikmati waktu
bersama. Sungjeong yang memiliki perasaan sepeerti perempuan pun turut
menitikan air mata. Seungho, Hyuri, Jonghwan dan Nichkhun terdiam melihat
adegan haru perpisahan Sukjin dan Lizzy.
Tukang
kebun Hwaseong Academy yang sedari awal jalannya pesta terus mengintai itu juga
merasakan haru melihat Sukjin jatuh terduduk dan menangis tersedu di tepi
danau. “Sungguh aku sangat membenci sebuah perpisahan tragis, apa pun
bentuknya,” bisik tukang kebun itu lirih.
***
Festival
Gardenia telah selesai digelar. Bahkan upacara penutupan untuk mengantar para
Dewa dan Dewi kembali ke kayangan pun telah rampung dilaksanakan pada tanggal 7
Mei. Wisatawan mulai meninggalkan Ambrosia. Begitu juga Joongki dan ketiga
pengawalnya.
Dalam
perjalanan pulang kembali ke istana binar bahagia jelas tergambar di wajah
Joongki. Senyum terus terkembang di wajahnya. Joongki kembali melihat luka di
jari telunjuk tangan kanannya yang sudah mengering. Kenangan bagaimana Magi
meraih tangan Joongki dan membalut tangan Joongki dengan sapu tangan miliknya
kembali melintas di benak Joongki. Bagaimana Magi tersenyum usai merawat luka
Joongki pun tergambar jelas dalam ingatan Joongki. Mengingatnya membuat wajah
Joongki bersemu pink ketika ia tersenyum sendiri.
Joongki
meraih sapu tangan milik Magi yang ia lipat rapi dan ia simpan dalam sakunya.
Sapu tangan beerwarna jingga dengan sulaman setangkai bunga snapdragon ungu
pada salah satu sudutnya itu membuat Joongki kembali tersenyum sendiri.
“Tunggulah
aku. Tak lama lagi aku akan datang menjemputmu. Kita akan bertemu kembali. Aku
janji padamu. Saat aku datang kembali, aku harap kau tak akan menolakku ketika
kau tahu siapa aku yang sebenarnya,” gumam Joongki dalam hati masih menatap
sapu tangan jingga yang ia pegang.
Burung
gagak yang terbang mengikuti mobil yang membawa Joongki kembali ke istana itu
merubah arah dan terbang ke arah berlawanan dengan mobil Joongki. Burung gagak
itu terbang tinggi udara menuju Kastil Basil tempat majikannya tinggal yang tak
lain adalah Ratu Maesil.
***
Ratu
Maesil sedang duduk menatap senja di balkon kamarnya ketika burung gagak
kesayaangannya tiba. Ratu Maesil menyambut baik burung gagak yang menjadi
mata-mata baginya itu.
Burung
gagak dalam ukuran yang lumayan besar itu menukik dan mendarat lalu hinggap di
lengan kanan Ratu Maesil. “Kau pasti lelah sayangku,” sapa Ratu Maesil
memanjakan burung kesayangannya.
Ratu
Maesil menatap mata legam burung gagak yang masih hinggap di lengan kirinya itu
selama beberapa saat. Ia mengumpulkan informasi yang berhasil dikumpulkan oleh
mata-mata yang paling ia percayai itu.
“Sebaiknya
kau istirahat sekarang, Sayangku,” Ratu Maesil usai mengorek semua informasi
yang berhasil dikumpulkan burung gagak kesayangannya.
Burung
gagak itu berkoak sekali lalu kembali terbang dan menghilang menuju tempat
dimana ia biasa menghabiskan waktu untuk beristirahat.
“Sempurna!
Tahun ini akan sangat berbeda. Sore ini sayangku kembali dan sore ini pula aku
akan bertemu Acanthus. Bagaimana kerinduan ini bisa terobati di waktu yang
sama? Inilah takdir yang aku ciptakan. Bahkan sampai detik ini alam masih
memihak dan tunduk padaku. Raja muda dungu dan bodoh itu akan segera
menghadapiku dalam perang yanag sebenarnya. Hahaha...” tawa Ratu Maesil pecah.
Terdengar
suara ketukan pintu. Ratu Maesil memerintahkan siapapun itu yang mengetuk pintu
untuk masuk. Seorang pengawal masuk dan menghadap Ratu Maesil. “Yang Mulia,
Tuan Acanthus telah menunggu Yang Mulia di aula utama,” pengawal itu
menyampaikan pesan Acanthus untuk Ratu Maesil.
“Well,
kekasihku yang lain telah datang. Manjakan dia dengan hidangan terbaik kita dan
katakan aku akan segera menemuinya,” perintah Ratu Maesil.
“Baik,
Yang Mulia.”
***
Karena
Kastil Basil dihuni oleh Ratu penganut kegelapan kastil ini pun terkesan seram.
Aura mistis nan hitam menyelimuti Kastil Basil membuat siapa saja yang
menatapnya merasa merinding sendiri. Aura mencekam itu tak hanya terpancar di
luar kastil, di dalam kastil pun semakin jelas terasa. Begitu juga di dalam
aula utama Kastil Basil tempat Acanthus—kekasih Ratu Maesil yang lain itu-
menunggu. Walau aula ini memiliki pencahayaan yang cukup terang namun tetap
saja terasa begitu angker.
Hening,
dingin dan sepi begitulah suasana di dalam aula utama dimana Acanthus berdiri
menunggu. Namun perlahan suasana itu mulai terusik oleh berisik suara derap
kaki yang semakin lama semakin jelas mendekat. Sosok pria tinggi besar dengan
kostum serba hitam itu tetap berdiri tenang walau mendengar suara derap kaki
itu semakin dekat disusul kemudian dengan suara pintu aula utama terbuka.
Ratu
Maesil menyincingkan senyum bengis melihat sosok gagah yang berdiri
membelakanginya itu. “Acanthus. Kau kah itu sayang?” sapa Ratu Maesil.
Pria
bertubuh tegap itu membalikan badan. Park Shi Hoo tersenyum melihat Ratu Maesil
berjalan mendekatinya.”Senang bertemu dengan Anda kembali Yang Mulia,” Shihoo
menunduk sopan di depan Ratu Maesil yang berdiri di hadapannya.
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle