Istri Untuk Anakku
04:45
Istri
Untuk Anakku
Ketika hati mencintai seseorang,
namun tak akan pernah memiliki kemurnian cinta dari hati orang yang terpilih.
“Kenapa aku dinikahi? Aku seperti boneka kayu
yang ditumbangkan dari status lajang menjadi menikah. Dari belum kawin menjadi kawin. Aku
memandangnya sebagai sosok yang terhormat. Seorang ayah impian dari semua anak
gadis. Figur yang bersahaja dan bijaksana. Beliau adalah raja yang welas asih
pada seluruh rakyat. Tegas, penuh wibawa dan selalu terkembang senyum di
wajahnya yang teduh. Menatap semua sama rata tanpa ada kesombongan dan
keangkuhan membanggakan harta benda yang berlimpah miliknya. Tuan Tanah ini
amat disegani. Waktu bagiku pun berhenti di sini. Ketika Tuan Tanah ini menjadi
suamiku.”
***
NB: Bab ini seharusnya di posting setelah bab Pelarian, Perjuangan
Cinta. Tapi, karena kecerobohan saya, bab ini jadi terlambat diterbitkan. Mohon
maaf atas kekhilfan saya.
Kisah Dalam Pelarian
Untuk menghilangkan penat, Galih, Galuh, Ima, dan
Anjar pergi jalan-jalan di Sabtu malam. Berkeliling tanpa tujuan, lalu berhenti
di taman kota. Galih dan Galuh duduk berdampingan, namun saling diam.
Galuh tersenyum saat memperhatikan sepasang
kekasih yang sedang bercanda. Sejenak ia merasa iri. Pasangan itu terlihat
bahagia. Galuh yakin, mereka tak memiliki masalah pelik seperti dirinya. Galuh
menoleh ke arah kanan dan menemukan Galih sedang menatapnya.
“Kenapa kamu senyum-senyum gitu?” Galih
penasaran.
“Iri aja liat mereka.” Galuh kembali menatap
sepasang kekasih yang membuatnya iri.
“Apanya yang bikin iri?”
“Mereka… terlihat bahagia. Mereka nggak punya
masalah pelik kayak kita.”
“Apa yang kita lihat nggak sepenuhnya bener. Tiap
orang punya masalah sendiri-sendiri. Tiap pasangan pun gitu.”
“Iya.” Galuh mengangguk.
“Oya, kamu serius mau kerja?”
“Aku bosan ngganggur di rumah terus. Senin besok,
aku mulai kerja.”
“Ya udah. Kerja yang bener! Jangan terlalu baik
sama orang. Terutama sama cowok! Ntar mereka naksir kamu lagi!”
“Idih! Gitu amat sih!”
Galih tak mengucap apa-apa. Hanya merangkul Galuh
dan menarik gadis itu agar duduk lebih dekat dengannya.
***
Semua tak berjalan sesuai rencana. Harto
merencanakan pembagian kerja untuk memenuhi kebutuhan mereka selama berada
dalam pelarian. Tapi, kenyataannya hanya dirinya yang tak mendapat pekerjaan
dan menganggur di rumah. Galih diterima bekerja di sebuah warnet. Anjar kerja
serabutan. Ima bekerja di sebuah rumah makan. Sedang Galuh, baru saja diterima
menjadi penjahit di sebuah konveksi rumahan yang letaknya tak jauh dari rumah
sewaan mereka.
Perjuangan untuk bertahan hidup di kota mulai
teratasi. Harto merasa bersalah karena belum bisa membantu untuk menopang
perekonomian mereka. Namun, ia tak berhenti untuk terus mencari pekerjaan.
“Galuh?”
“Mas Andra.” Galuh tersenyum manis pada pemilik
bisnis konveksi rumahan tempatnya bekerja.
“Nunggu jemputan ya?”
“Iya, Mas.”
“Cowok yang sering jemput kamu itu pacar kamu?”
“Dia saudara saya.”
“Oh.”
Sejak hari pertama bekerja, Anjar selalu
menjemput Galuh saat pulang. Karena Galih terus jaga sif malam.di warnet.
Andra mengagumi Galuh sejak pertama kali ia
bertemu gadis itu. Alasan itu pula yang membuatnya menerima Galuh ketika salah
satu karyawannya membawa gadis itu untuk mencari pekerjaan. Andra selalu
bersikap baik pada Galuh sejak gadis itu bergabung dalam home industry miliknya. Ia menyukai gadis itu.
“Galuh, sebenernya saya pengen minta tolong sama
kamu.”
“Minta tolong apa Mas? Kalau saya mampu, inshaa
ALLOH saya bantu.”
Galih baru sampai di tempat kerja Galuh. Ia
menemukan Galuh sedang ngobrol berdua saja dengan seorang pria. Hal itu
membuatnya kesal. “Galuh!” Ia pun memanggil Galuh.
“Galih??” Galuh kaget melihat Galih datang
menjemputnya.
“Ayo pulang!” Tanpa menyapa Andra, Galih menarik
tangan Galuh dan membawanya pergi.
“Mas Andra, saya permisi pulang dulu!” Galuh yang
berjalan diseret Galih berpamitan pada Andra.
Galuh memperhatikan Galih yang cemberut. Ia hanya
bisa tersenyum karena tahu Galih sedang cemburu.
***
Karyo menemui para petinggi desa yang sudah
menunggunya di ruang tamu. Mereka bermaksud menyampaikan pendapat rakyat
tentang Galih dan Galuh. Karyo yang sudah paham dengan maksud kedatangan para
petinggi desa itu terlihat tenang. Sebagai pesohor di desanya, sudah pasti
segala sesuatu tentang keluarganya akan menjadi pusat perhatian publik. Dan,
tak jarang beberapa dari mereka berusaha ikut campur dalam urusan keluarganya.
Berita kaburnya Galih dan Galuh sudah pasti
menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Karyo bukannya menutup mata dan
telinga, tak peduli akan keributan di luar sana. Ia hanya menunggu waktu yang
tepat untuk bertindak.
“Ini urusan keluargaku!” Suara berat Karyo
sedikit meninggi. “Aku pasti akan membawa mereka kembali dan menyelesaikan
konflik dalam keluargaku! Aku akan membawa kebenaran pada Anda semua. Dan, juga
pada rakyat. Itu janjiku!”
Karyo tak ingin Lasmi mendengarnya. Tapi, ia pun
tak bisa menghalau ibunya untuk tidak mendengarkan gosipan di luar sana. Juga
tentang kedatangan para petinggi desa ke rumahnya.
“Menuduh cucuku berzina dengan anak mantuku?
Orang-orang picik itu!” Lasmi geram.
“Eyang sebaiknya istirahat. Ya?” Puspita membujuk
Lasmi untuk kembali berbaring di ranjangnya.
“Nduk, apa baiknya kita panggil mereka kembali?” Lasmi
bertanya pada Puspita.
“Eyang??” Puspita merasa salah dengar.
“Aku merasa seperti boneka kayu tua yang nggak
berguna. Melihat semua ini… aku nggak bisa menyelesaikannya. Aku nggak mau mati
dengan membawa semua kebodohan ini.”
“Eyang…” Puspita memeluk Lasmi. “Tolong jangan
ngomong kayak gitu lagi ya. Eyang membuatku takut.”
Lasmi membalas pelukan Puspita. Ia pun menangis
dalam dekapan cucu yang selalu menemani dan merawatnya itu.
Karyo mendengar percakapan Lasmi dan Puspita dari
dekat pintu kamar Lasmi yang terbuka. Ia menundukkan kepala, menghela napas
panjang, kemudian berjalan pergi. Urung masuk ke kamar Lasmi.
***
Genap sebulan sudah. Hidup dalam pelarian
mengajarkan mereka banyak hal. Tak jarang perbedaan pendapat memunculkan krisis
di antara mereka. Namun, ikatan mereka pun semakin kuat karena saling
membutuhkan satu sama lain.
“Terima kasih ya. Kamu udah mau bantu. Acara
ulang tahun adikku jadi sukses. Karena kamu. Aku nggak nyangka kamu juga jago
main keyboard.” Andra berterima kasih
dengan tulus.
“Alhamdulillah. Saya senang kalau Mas Andra puas
sama pestanya.” Galuh tersenyum tulus.
Andra dan Galuh jadi dekat setelah keduanya
menyadari jika mereka memiliki banyak kesamaan. Sama-sama yatim piatu,
sama-sama menyukai film romantis, sama-sama menyukai musik instrumental. Tapi,
nasib Andra lebih beruntung dibanding Galuh. Andra seorang wirausahawan sukses
yang hidup berdua dengan adik perempuannya yang kini duduk di kelas VII.
“Aku senang, bahkan merasa beruntung bisa ketemu
dan kenal kamu, Luh.”
“Saya juga senang bisa mengenal Mas Andra. Maaf,
saya sering ngrepotin Mas Andra.”
“Nyindir nih? Bukannya aku yang sering ngrepotin
kamu?”
Andra dan Galuh pun kompak tertawa.
***
Jam kerja Galih berakhir. Sialnya, hujan turun
dengan deras hingga membuatnya tertahan di warnet. Tidak bisa buru-buru pulang.
Sambil menunggu hujan reda, Galih duduk di bangku yang berada di teras warnet
dan memainkan gitar milik temannya yang bekerja sebagai juru parkir di warnet.
“Mainkan sebuah lagu untukku!” Seorang gadis
tiba-tiba duduk di samping kiri Galih.
Galih menatap gadis itu, ekspresinya bingung.
Gadis dengan dandanan glamor itu sedikit basah karena hujan. Dari sikapnya,
Galih menyimpulkan jika gadis itu gadis kaya yang manja.
“Kok malah bengong?!” Gadis itu menoleh dan
menatap Galih dengan ekspresi kesal. “Kamu bisa mainin gitar itu nggak sih?!
Ayo, mainkan! Hibur aku! Jangan khawatir. Aku bakalan bayar mahal kamu!”
Galih kesal. “Heh! Lu pikir lu siapa? Seenaknya
main perintah. Sorry ya. Gue bukan pengamen!”
“Huaaa!!!” Gadis itu tiba-tiba menangis
keras-keras. Menarik perhatian orang-orang yang sedang berteduh di teras
warnet. “Ternyata bener. Dunia ini kejam banget! Nggak ada yang mau peduli dan
ngertiin aku. Huaaa!!!”
Melihat gadis itu tiba-tiba menangis dan meracau,
Galih yang turut menjadi pusat perhatian pun panik. Ia seolah menjadi tersangka
yang sedang diadili khalayak. Tersangka yang membuat gadis cantik itu menangis
keras-keras di ruang publik.
Setelah berusaha keras dan menahan rasa malu,
Galih pun berhasil membuat gadis asing itu berhenti menangis. Ia membelikan teh
hangat untuk gadis itu.
“Kamu itu makhluk dari planet mana sih?
Dateng-dateng narget lagu, trus nangis keras-keras. Bikin malu gue aja!” Galih
meluapkan kekesalannya.
“Livia. Namaku, Livia. Hari ini aku putus. Putus
lagi. Dua bulan lalu, kami sempet balikan.” Livia menghapus air mata yang meluncur
menuruni pipi mulusnya. “Aku cinta banget ke dia. Aku nggak bisa hidup tanpa
dia.”
“Trus, ngapain kamu ke sini? Nangis-nangis dan… cerita
ke aku kayak gini?” Galih tak lagi menggunakan bahasa elu-gue.
Livia kembali menyeka kedua pipinya dengan
tangan. “Nggak tahu. Kakiku terhenti di sini.” Ia menoleh, menatap, memperhatikan
detail wajah Galih. “Kamu bukan pengamen?”
“Bukan!”
“Lalu?”
“Bukan hakmu untuk tahu!”
Livia tergelak. “Kamu lagi PMS ya? Ketusnya
ngalah-ngalahin cewek!”
Melihat hujan mulai reda, Galih pun pamit pada
ibu yang menjaga kafetaria warnet. Tentu saja usai membayar teh hangat untuk
Livia. Galih pergi meninggalkan Livia begitu saja.
Livia baru menyadari beberapa menit kemudian jika
Galih meninggalkannya begitu saja di kafetaria warnet. Bahkan, pemuda itu pun
tak berpamitan padanya. Kesal pada ulah Galih, ia pun mengorek informasi
tentang Galih lewat ibu penjaga kafetaria. Ia memberikan beberapa lembar uang
pada wanita paruh baya itu demi mendapat informasi tentang Galih.
Galih. Kesehariannya bekerja sebagai penjaga
warnet. Livia merasa pertemuannya dengan Galih adalah takdir unik yang ditulis
Tuhan untuknya. Kenapa ia tiba-tiba melangkahkan kakinya dan berhenti di dekat
Galih. Ia yakin jika ada sesuatu di balik itu semua. Ia yakin, Tuhan telah
menulis takdir itu untuk menyembuhkan luka hatinya.
Sejak saat itu, Livia jadi rajin berkunjung ke
warnet tempat Galih bekerja. Seringnya ia berpura-pura mengerjakan tugas
kuliahnya. Galih yang sering bersikap acuh, tak bisa menolak ketika Livia
mengeluh ada masalah di komputernya dan meminta bantuan. Bagaimanapun gadis itu
adalah pelanggan warnetnya. Jika ia tak bersikap baik pada Livia, ia bisa
ditegur bosnya. Perlahan Galih pun bisa menerima kehadiran Livia. Bahkan, ia
setuju berteman dengan gadis itu. Gadis yang malang dan butuh perhatian.
***
Tempurung kura-kura, 07 November 2018.
. shytUrtle .
0 comments