Perjalanan Ke Jogja Hari Ketiga 8 Juli 2018 - 9 Juli 2018.

05:40






Perjalanan Ke Jogja Hari Ketiga 8 Juli 2018 - 9 Juli 2018.




Candi Borobudur, Magelang - Jawa Tengah. 180708.



Untuk tur di hari Minggu, kami berangkat lebih pagi. Seingatku pukul lima pagi lebih sedikit. Jalan masih sepi dan di luar masih agak gelap.

Perjalanan kali ini Buk Yah membawa bekal teh hangat, teh, dan es batu. Karena Borobudur jauh. Seperti perjalanan di tahun 2013, kami berencana sarapan di sop ayam di jalan menuju Candi Borobudur.

Perjalanan ke Borobudur ini lumayan jauh. Karena keluar dari Jogja. Sialnya, otak cancerku yang nggak cuman demen ngayal tapi kadang over thinking juga ini malah memutar kenangan perjalanan di tahun 2013. Ada apa dengan perjalanan di tahun 2013? Aku mabok darat, tahu! Akhirnya selesai sarapan ganti aku yang duduk nemenin Mbak Ayu di depan. Buk Yah gantian duduk di kursi tengah.

Aku sebenernya nggak mau nginget bagian itunya, tapi otakku ini malah inget bagian itu juga. Sialan! Dan, efeknya? Aku jadi parno dong. Kalau ntar aku mabok lagi gimana? Aduh ini kepala kok mulai pusing ya? Waduh tadi kan belum sarapan. Aduh tadi minum teh anget.

Ampun dah! Padahal kan sebelumnya, tur hari Sabtu juga berangkat pagi-pagi. Sarapan teh anget juga. Tapi, kenapa giliran perjalanan ke Borobudur malah mikir aneh-aneh. Padahal hari Sabtu fine aja walau hanya sarapan teh anget dan roti sisir di dalam mobil. Tapi.... Ah! Anxiety itu emang kejam.

Karena pikiran parno itu, aku jadi beneran ngalamin pusing. Aku coba acuhin. Berusaha tidur, tapi nggak bisa. Begonya aku malah nyerah dan minum obat mabok. Sialnya lagi setelah minum obat mabok masih aja nggak bisa bobok sampai akhirnya sampai di Candi Borobudur.

Candi Borobudur juga banyak yang berubah. Walau kami datang pagi, tapi sama seperti di Parangtritis, udah rame di lokasi. Kata Mbak Ayu sekarang emang ada wisata menikmati matahari terbit dari Candi Borobudur. Itu kenapa walau kami dateng pukul tujuh, lokasi udah rame.

Di parkiran, masih di dalam mobil kami minum teh hangat dan makan roti sisir. Aku sih yang minum teh hangat. Mbak Ayu minum es teh. Hehehe. Selesai dengan ritual sarapan, kami pun memulai perjalanan menuju lokasi candi berada.

Candi Borobudur juga mengalami banyak perubahan. Sekarang kalau masuk tas diperiksa. Kalau ketahuan bawa makanan, di sita. Tapi, boleh diambil di pintu keluar. Trus, naiknya udah nggak pakek sarung lagi. Aku ketahuan bawa roti sisir dan di sita. Kekeke. Tapi, kalau bawa minum boleh. Ya kali nggak boleh mau bikin orang pingsun apa. Hehehe.

Perjalanan pun dimulai. Dan, sensasi itu pun mulai muncul mengganggu. Ada beberapa spot selfie di sepanjang perjalanan menuju candi. Sebelumnya aku bener-bener baik. Tapi, saat hampir mendekati area candi, tiba-tiba aku merasa tubuhku ringan. Kayak nggak bertenaga. Nggak bisa dipungkiri  parno pun mulai menggerayangi.
         
Waduh! Aku kenapa nih? Kok badanku tiba-tiba ringan gini? Rasanya tuh kayak pas aku dikasih obat penenang. Ringan dan kayak nggak bertenaga, tapi mata tetep melek. Tetep terjaga.

Logika masih bekerja. Ah, mungkin efek minum obat mabok dan nggak bisa bobok tadi. Fokus udah mulai terganggu. Di ajak ngomong mulai nggak nyambung. Aku sibuk mengendalikan diriku sendiri.

Terus berjalan dan menaiki tangga yang akan membawa kami ke area candi. Tangganya lumayan tinggi. Aku yakin jika aku terus bergerak aku akan baik-baik aja. Itu kenapa aku terus bergerak dan bergerak. Oya, sekarang di area candi nggak ada orang jualan. Jadi, yang ada di sana wisatawan dan kru dari candi aja.

Sampai di area candi, aku ngos-ngosan. Wkwkwk. Ketahuan kalau jarang olah raga dah. Tapi, bukan hanya itu. Kepala makin ringan dan badan gemeteran. Akhirnya Mbak Ayu mengajak aku minggir dan duduk untuk menenangkan diri. Aku minum air putih yang kemarin udah di doain dan terus berusaha menenangkan diri. Mbak Ayu, Buk Yah, dan Thata pun dengan sabar menunggu.

Menatap tingginya candi, aku mulai meragu. Bahkan sampai nanya ke Mbak Ayu tingginya candi itu berapa. Dan demi menenangkanku, Mbak Ayu sampai googling nyari informasi berapa tingginya candi.

Nyaliku menciut. Aku pun melakukan panggilan video pada Nyai. Aku merengek minta dispensasi. Aku udah merasa nggak sanggup untuk naik. Pilihanku cuman dua, membujuk Nyai agar diizinkan nggak naik atau tetap naik walau dengan resiko apa pun itu. Seperti aku pingsan mungkin. Bukannya memberi dispensasi, Nyai malah marah-marah. Bukan marah yang ya marah, tapi lebih tepatnya mendorongku untuk terus maju dan nggak ngalah sama keadaan.

Kupikir-pikir rugi juga kalau nggak naik sampai atas. Perjuangan sampai ke candi itu udah luar biasa. Masa iya tinggal perjuangan terakhir nyerah. Sebelum mengakhiri panggilan videoku, Nyai berpesan untuk membeli degan ijo saat turun nanti.

Setelah video call sama Nyai, aku mendapat tambahan energi. Oke. Aku akan naik. Kalau nanti misal di tengah perjalanan pingsan, kan ada Mbak Ayu, Buk Yah, dan Thata. Mereka pasti nolong aku. I'm not alone, lalu kenapa aku takut? Thata aja yang takut ketinggian mau ngalahin rasa takutnya dan bersemangat naik. Masa iya aku mau nyerah di misi terakhir.

Bismillah. Kami pun mulai melangkah.

"Mbak, tangganya ada berapa sih?" Tanyaku pada Mbak Ayu ketika kami mulai berjalan.
"Udah nggak usah dihitung. Jalan aja. Nanti kalau capek ngaso sebentar. Lalu, jalan lagi. Jangan takut. Kami ngikutin kamu kok. Jadi, kalau kami manut kamu."
"Oke. Bismillah."

Menaiki tangga paling bawah. Dalam hati aku terus berdoa memohon kekuatan pada Tuhan. Setelah menaiki dua tangga terbawah, aku minggir dan berhenti untuk istirahat. Mengatur napas dan kembali minum air doa. Setelah yakin kuat, aku kembali berjalan.

Rasanya baru dua tangga, tapi tiba-tiba aku udah nyampek puncak candi.

"Lho, Mbak! Ini udah nyampek puncak?" Tanyaku kebingungan.
"Udah naik aja!" Mbak Ayu tersenyum dan memintaku untuk terus naik.

Subhanallah. Alhamdulillah. Akhirnya nyampek puncak dengan aman. Setelah berkeliling satu putaran, kami segera mencari tempat teduh untuk duduk. Di puncak candi banyak petugas keamanan yang menjaga. Jadi, kalau ada yang duduk di stupa langsung ditegur suruh turun.

Kalau aku aman, tidak dengan Thata. Entah kenapa dengan anak ini. Setelah pergi denganku ke Coban Bidadari yang berujung dia tepar, Thata jadi apa ya 17 18 lah sama aku. Hehehe. Sensinya berlebihan gitu lah.

Nah, pas nyampek puncak ini Thata mengalami mual hebat. Bahkan sampai, kalau bahasa Jawanya plukokan. Buk Yah yang panik sampai mengeluarkan tas plastik. Khawatir Thata muntah kena orang.

Setelah nemuin tempat teduh, kami duduk. Thata masih mual hebat. Aku minta dia duduk dan mengatur napas, lalu minum air doa dari Nyai yang dia bawa dari Malang. Dua hari apa tiga hari sebelum berangkat ke Jogja, Thata kembali main ke Coban Bidadari yang berujung tepar juga. Jadi, sebenernya dia ke Jogja itu kondisinya belum fit beneran. Nyampek puncak Borobudur bereaksi lagi dah.

Sambil membantu Thata, aku pun menenangkan diriku sendiri. Alhamdulillah sepuluh menit kemudian kami udah kembali normal. Thata akhirnya bisa selfie-selfie di atas candi. Aku? Masih duduk bersila di tempat teduh sambil nunggu misi selanjutnya dari Nyai.

Masih nggak percaya aja tiba-tiba udah nyampek puncak padahal perasaan baru naik dua tangga terbawah. Subhanllah. Alhamdulillah. ALLOH memudahkan jalanku.

Misi dari Nyai masuk. Aku tertegun menatap layar ponselku. Harus meditasi sebentar? Di atas candi yang super ramai ini? Bagaimana dan di mana?

Lalu, aku menunjukkan misi dari Nyai pada Mbak Ayu. "Ayo kita turun. Ada tempat sepi di bawah. Kita turun satu tangga lagi." Mbak Ayu memimpin.

Kami mengikuti. Lalu, kami sampai di salah satu sudut candi yang teduh dan sepi. Aku duduk bersila dan mulai bermeditasi. Walau tergolong sepi, masih ada aja yang lalu lalang. Aku berusaha konsentrasi, meditasi tanpa bantuan musik instrumental sama sekali.

Nggak gampang emang. Alhamdulillah bisa meditasi sejenak di tengah hiruk pikuk ramainya pengunjung Borobudur.

Selesai dengan misi, kami pun turun. Tanpa mampir ke museum atau sisi lain dari Candi Borobudur.

Ada perjuangan berat di balik foto penuh senyum ini XD





Thata keturutan foto sama bule :D



Nyai berpesan jika ada yang menawarkan cowek, aku kudu beli tanpa nawar. Sayangnya nggak ada mbah-mbah bawa cowek yang nyamperin kami. Ketika mulai memasuki pasar, ada ibu-ibu jualan cowek. Udah mau beli, tapi kan bukan mbah-mbah. Nggak jadi beli lah.

Ternyata terjadi salah paham antara aku dan Nyai. Aku narik kesimpulannya beli cowek kalau ada mbah-mbah yang nawarin aja. Tapi, kata Nyai misal nggak ada mbah-mbah ya penjual cowek yang pertama aku jumpai itu yang seharusnya coweknya dibeli. Heuheuheu. Gagal beli cowek dah.

Kenapa cowek? Silahkan nanya Mbah Google aja soal filosofi cowek. Hehehe.

Pasar oleh-oleh di Candi Borobudur ini kayak pasar di Makam Bung Karno dan di makam wali limo. Jadi, setelah pintu keluar itu memanjang pasar yang menjual berbagai macam pernak-pernik mulai dari cowek, kaos, dll. Thata yang berburu oleh-oleh. Aku udah nggak konsen karena kebelet pipis. Itu toilet di tengah pasar udah nggak ada. Jadi, kudu jalan sampai pasar kelar baru nemuin toilet. Udah gitu toiletnya ngantri. Mampos dah kura!

Selesai dengan itu semua, ketika melihat degan ijo, Mbak Ayu langsung membelikannya untuk kami. Di kawasan candi, degan ijo sebutir dihargai Rp. 20.000,- Di sini Rp. 10.000,- yang degan ijo biasa. Hehehe. Namanya juga tempat wisata ye kan.

Di mobil, aku dan Thata berbagi air degan ijo. Setelah habis, perjalanan selanjutnya pun dimulai. Tujuan selanjutnya adalah sarapan plus makan siang di Kopi Klotok.

Aku nggak tahu dah lewat mana aja. Beberap saat setelah mobil melaju, mataku berat. Aku terpejam, tapi masih bisa mendengar Mbak Ayu dan Buk Yah ngobrol. Tapi, mata nggak kuat melek. Lama banget kayak gitu. Efek capek kali ya. Atau efek degan ijo. Hehehe. Pokoknya aku merem lama banget. Walau denger obrolan Mbak Ayu dan Buk Yah, mata nggak kuat melek.


Kopi Klotok, Pakem - Kaliurang. Yogyakarta. 180708.


Setelah perjalanan jauh dan sempat terjebak macet itu, sampailah kami di Kopi Klotok, yang berada di Pakem - Kaliurang. Kopi Klotok ini konsepnya sama kayak Kampoeng Mataraman yang kami kunjungi pada hari Sabtu. Cuman karena udah pemes alias terkenal, pengunjungnya aje gile. Apalagi kami datang pas jam makan siang.

Begitu masuk ke dalam bangunan Kopi Klotok, aku jadi keinget rumah salah satu mbah dari keluarga bapak. Klasik banget. Dan, untuk pertama kalinya dalam hidup mau makan aja kudu ngantri. Baris panjang kayak kereta api. Hehehe. Emang luar biasa banget pengunjungnya. Padahal sajian makanannya ya masakan ndeso.

Aku ambil sego megono dikit karena penasaran. Trus ambil nasi putih sama lodeh terong. Saking ramenya ya, nyari tempat duduk buat makan aja susah. Untungnya ada orang selesai dan tempatnya langsung di booking sama Mbak Ayu. Karena full dan pramusajinya kurang, kami bersihin mejanya sendiri. Untung bawa tissu juga dalam tas. Kami nata meja, Mbak Ayu ngantri lauk. Yang terkenal telur krispinya. Itu juga lama banget ngantrinya. Minumnya tetep dong. Milih wedang jahe. Hehehe.

Sego megono itu ternyata macem sego campur kulup krawu. Kalau sayur lodehnya sama kayak lodeh di Malang. Cuman ada irisan cabe ijonya kalau di Kopi Klotok. Trus itu aku juga ambil sayur dari kubis ijo yang dirajang trus dimasak kalau kataku sih di oseng alias di tumis. Tapi, di sana namanya unik. Kubis meringis atau apa gitu. Lupa aku. Hahaha. Maklum ngambilnya aja buru-buru karena belakang udah ngantri.




Di Kopi Klotok semua fresh from kitchen. Telur krispinya aja nunggu digorengin. Lauk lainnya juga. Trus ada pisang goreng juga. Tempat duduk kami tepat di samping kiri tempat penggorengan pisang goreng.

Makan di Kopi Klotok benar-benar pengalaman unik. Hehehe. Berasa makan di rumah mbah aja. Hehehe.



The World Landmark - Merapi Park, Yogyakarta. 180708.


Selesai makan siang di Kopi Klotok, kami melanjutkan perjalanan ke The World Landmark - Merapi Park. Perjalanan naik-naik ke puncak gunung lagi.

Karena hari Minggu, suasana di Merapi Park rame banget. Parkiran full. Untung Mbak Ayu dapet parkir pinggir jalan dan deket sama lokasi.

Harga tiket masuk ke Merapi Park Rp. 20.000,- per orang. Yang namanya park ya pasti lah ya taman. Taman bunga, itu kesan pertama yang aku tangkep setelah masuk.


Di dalam emang ada taman bunga, trus ada kolam renang buat anak-anak. Jadi keinget Lembah Tumpang Resort. Hehehe.

Kenapa disebut The World Landmark? Karena miniatur ikon-ikon dunia ada di sana. Jadi, kalau main ke Merapi Park itu serasa keliling dunia.


Karena aku sibuk motoin bunga, contoh foto World Landmark-nya pakek fotonya Thata. Hehehe. Iya, pas di sana aku lebih tertarik motoin bunga daripada selfie. Hehehe.








Bunga putih ini bikin aku penasaran. Awalnya tak kira cuman replika, kayak bunga wisteria yang banyak menghiasi jalan di taman. Ternyata bunga asli. Di foto pakek lensa makro bagus ya jadinya. Hehehe.






Sayangnya mendung. Jadi, gunung Merapi-nya nggak keliatan. Dan, di Merapi Park ini aku merasakan air dingin kayak air di Malang. Karena di pegunungan itu kali ya. Jadi, dingin. Hawanya juga sejuk. Pas duduk-duduk di gazebo jadi ngantuk. Btw, di gazebonya ada colokan listrik lho! Jadi, bisa cas hape kalau nggak bawa power bank.



Café Brick, Yogyakarta. 180708.


Dalam perjalanan turun dari Merapi Park, kami melewati taman herbal atau apotek hidup. Tapi, nggak mampir. Sekilas sih keren banget tempatnya. Hehehe. Lewat kebun bunga matahari yang lagi berbunga lebat juga.

Tujuan selanjutnya adalah Café Brick. Mbak Ayu pernah ngajakin AWAKE kencan ke kafe kece itu. Aku pun penasaran. Mbak Ayu bilang ntar kalau ke Jogja di ajakin ke Café Brick. Dan, ke sanalah kami.


Pas nyampek lokasi, aku sempet nggak pede lho! Tempatnya kece badai. Na aku, Cindekura Princess of kaos oblong and sandal jepit. Wkwkwk. Tapi, pede bae lah. Masuk.

Tempatnya emang kece. Ala-ala Eropa gitu dah. Pas masuk, ada mas-mas pramusaji yang menyambut ramah. Aku tercenung menatap masnya. Dan, otakku langsung keinget si Gembul Jihoon. Coba tebak kenapa?

Itu mas-mas pramusajinya pakek make up yang ya kentara banget. Lipstick-nya kentara. Tetiba aku keinget Jihoon. Yap, bener! Masnya pakek make up ala-ala cowok Korea gitu. Entah kenapa kok tetiba keinget Mbul. Mungkin karena dia kalau pakek lipstick juga kentara banget itu kali ya.

Saat udah dapet tempat duduk di lantai dua, aku ngomong ke Mbak Ayu kalau rada syok liat masnya. Lalu, aku cerita ke Linda, Rania, sama Va di WhatsApp. Hebohlah mereka. Malah minta difotoin juga karena penasaran.

Ndilalah kersane Gusti ALLOH yang nganter pesanan kok masnya. Langsung dah sama Mbak Ayu diajakin foto. Aku yang maju buat foto bareng masnya. Setelah aku bagi ke Linda, Rania, dan Va. Linda bilang masnya mirip Roy Kiyoshi. Rania setuju. Jadi, mikir apanya yang mirip sih. Hehehe.


Aku pesan smoothie strawberry. Lalu, sepiring berdua mamam salad sama Mbak Ayu. Di sinilah untuk pertama kalinya aku makan ikan salmon. Wkwkwk.




Selesai makan, kami foto-foto di area selfie yang bergaya Eropa.






Lalu, pulang dan ngaso.




XT Square, 3D Museum - De Mata 2, Yogyakarta. XT Square - Taman Pule, Yogyakarta. 180708.

Malam hari terakhir di Jogja. Kami di ajak main ke XT Square yang lokasinya deket sama rumah Mbak Ayu. Sebenernya jalan kaki udah nyampek. Cuman karena belum makan malam dan khawatir kafetaria di XT Square udah tutup, naik mobil lah kami.

Ada banyak wahana di XT Square. Mbak Ayu memilih 3D Museum De Mata 2. Di sini emang khusus buat selfie. De Mata 2 itu museum 3D, 4D, dan ilusi cermin. Ada lebih dari 50 gambar 3D, 4D, mirror illusion, augmented reality & costume booth.

Ini nih foto-foto di De Mata 2. Nggak semuanya sih kami pakek foto. Cuman ngambil yang kami suka aja.























Selesai dengan De Mata 2, lanjut ke Taman Pule yang lokasinya masih di XT Square. Taman Pule ini unik. Lokasi selfie-nya terbuat dari akar semua.







Ada Rumah Penyihir lho! Sebenarnya ada sewa kostum. Cuman aku nggak nyewa. Hehehe.






Warung Musik Kampayo XT Square, Yogyakarta. 180708.


Makan malam terakhir di Jogja di Warung Musik Kampayo. Lokasinya masih di XT Square juga. Ada live music-nya. Ya namanya aja Warung Musik, ye kan. Babo jara! Hahaha.

Karena bingung sama menunya yang aje gile banyaknya, aku minta Mbak Ayu pilihin menu. Akhirnya direkomendasiin nasi bakar. Aku pun setuju. Tetep minumnya wedang jahe. Hehehe.

Nasi bakar ya nasinya dibakar. Dibungkus daun pisang lalu dibakar. Di dalam nasinya ada sambel terinya. Enak.


Usai makan malam, pulang dan istirahat. Kami udah packing usai pulang dari tur siang. Besok ikut kereta pagi. Jadi, udah kudu packing.



Stasiun Tugu, Yogyakarta. 180709.


Tiba saatnya untuk kembali ke Malang. Senin pagi, usai sarapan sama soto ayam home made, masakan Buk Yah. Kami berangkat ke stasiun. Di stasiun Mbak Kris udah nungguin. Beliin gudek dan oleh-oleh lainnya. Mbak Ayu juga beliin bakpia untuk keluarga di Malang. Berangkat cuman bawa dua ransel, pulangnya bawa barang sak bajek. Hehehe.


Kami pun masuk stasiun dan menunggu kereta. Kembali naik Malioboro Ekspress. Kali ini milih angka genap, genap. Gebong 2, nomer 20. Perjalanan kembali ke Malang pun dimulai.

Sore hari kami sampai di Malang dan pulang ke kampung halaman dengan naik taksi.

Ini nih beberapa oleh-oleh yang sempet ke foto.





Terima kasih Mbak Ayu. Karena udah sangat sangat membantu kami saat di Jogja. Semua kebutuhan di Jogja di tanggung Mbak Ayu. Itu yang bikin aku nggak bisa jawab pas ditanya butuh dana berapa liburan ke Jogja. Na aku cuman bayar tiket kereta doang. Hehehe. Subhanallah. Alhamdulillah.

Makasih juga Buk Yah. Yang udah ngerawat kami, anak-anak yang rada bandel ini selama di Jogja. Hehehe. Makasih buat Mbak Kris juga yang walau sakit nyempetin nyamperin kami ke stasiun. Bahkan kasih kami oleh-oleh.

Jogja selalu bikin kangen. Semoga next time bisa berkunjung ke Jogja lagi. Aamiin...

Sekian. Maaf jika ada salah kata. Terima kasih.



Tempurung kura-kura, 01 Agustus 2018.
- shytUrtle -


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews