My 4D Seonbae - Episode #3 "Teman dan Musuh"
06:28
My
4D Seonbae - Episode #3 "Teman dan Musuh"
Aku merasa aku tidak punya musuh. Bagiku semua adalah teman.
Karena kita berbagi kehidupan di tempat yang sama. Hanya saja tak semuanya bisa
menjadi teman yang benar-benar teman. Karena tidak semua yang kita anggap teman
itu menyukai kita. Pun demikian kita yang telah menanamkan motto "bagiku
semua adalah teman" dalam diri kita. Sebaik-baiknya kita berusaha untuk
bersikap baik, pasti kita pernah merasakan paling tidak satu kebencian pada
seseorang.
Di Indonesia temanku pun didominasi laki-laki. Kenapa?
Karena menurutku laki-laki lebih asik dan lebih tulus dalam berteman. Jarang
dari mereka yang menggunakan topeng. Tapi, geng yang aku pertahankan hingga
sekarang justeru beranggotakan para gadis. Karena terpisah jarak, kami tetap
menjalin hubungan lewat dunia maya. Aku menamainya "Pretty Soldier"
yang diambil dari anime Sailor Moon.
Aku tumbuh bersama dua pemuda generasi 90-an. Mereka berdua
mencekoki aku dengan segala sesuatu yang berbau Sailor Moon. Mulai dari komik,
hingga serial anime-nya. Menurut mereka, itu cocok untukku yang seorang anak
gadis. Aku menularkan virus Sailor Moon itu pada empat teman gadis yang dekat
denganku di sekolah. Hingga mereka setuju geng kami bernama Pretty Soldier.
Sebenarnya hanya satu yang menolak. Dia lebih suka nama Srikandi karena lebih
Indonesia. Tapi, dia kalah vote suara. Hahaha. Kasian, kan?
Dalam gengku tidak ada yang memegang posisi Sailor Moon.
Karena namaku Mezzaluna, aku lebih suka menjadi Luna daripada menjadi Usagi yang
menurutku karakternya justeru tak menarik sama sekali. Oh! Maafkan aku para
pecinta Sailor Moon. Ya, aku lebih suka menjadi Luna Si Kucing Hitam daripada
menjadi si tokoh utama yaitu Usagi yang tak lain adalah Sailor Moon. Keempat
temanku memegang posisi Sailor Mercury, Sailor Mars, Sailor Jupiter, dan Sailor
Venus.
Tapi, nama panggilan kami bukanlah Luna, Ami Mizuno, Rei
Hino, Makoto Kino, dan Aino Minako. Melainkan Kucing, Siput, Cue, Wirog, dan
Onyet. Yap! Semua nama hewan. Itu kenapa kakakku selalu menyebut gengku sebagai
geng kebun binatang. Ah, aku sangat merindukan mereka.
Di Korea... di Korea aku tak punya geng. Walau semalam aku
memamerkan "squad" baruku pada member Pretty Soldier. Tapi, terlalu
dini untuk menyebut mereka geng. Kalian tahu "squad" baruku menyebut
kami apa? Geng Boy Before Flowers. Ya, mereka F4 dan aku? Geum Jandi? Hah!
Mereka memang konyol! Nggak ada yang lebih baik, apa?
Teman dekat? Mmm, aku rasa aku tak punya. Teman dekat bagiku
adalah geng Pretty Soldier. Di Korea, aku belum menemukan teman seperti mereka.
Walau aku sering dikatakan dekat dengan si A atau si B. Kalau teman baik...
teman baik? Selama di Korea, aku baru menemukan satu saja teman baik. Dia adalah...
dia adalah... Prince.
Ya, aku memanggilnya Prince. Dia teman pertamaku di Korea.
Orang yang memberiku penilaian secara adil di hari pertama pertemuan kami.
Orang yang—jujur saja sebelumnya aku pikir —bisa menerimaku apa adanya. Darinya
aku banyak belajar tentang Korea. Darinya aku belajar mempercayai orang asing selain
keluargaku. Dan pada akhirnya, dari dia pula aku belajar untuk tidak dengan
mudah percaya pada kesan yang ditampilkan oleh seseorang. Kita bisa memandang
seseorang sebagai sosok yang sempurna karena tampilan dan pembawaan dirinya.
Tapi, jangan pernah lalai dan lupa jika setiap orang pun punya rahasia. Rahasia
yang ketika terungkap bisa membuatku merasakan sakit dan membuat penilaian 180°
berbeda dari sebelumnya.
Teman bisa menjadi musuh, dan musuh bisa menjadi teman
bagimu. Paham "bagiku semua adalah teman" memang baik untuk
diterapkan. Setidaknya dengan paham itu kamu bisa mempelajari dan menemukan
mana yang benar teman dan mana yang musuh.
***
Luna
berdiri diam di hadapan lima orang gadis yang berstatus sebagai seniornya. Saat
ia hendak menuju taman, lima orang senior itu tiba-tiba menghadangnya. Luna
tahu siapa mereka. Mereka adalah sebagian kecil dari siswi-siswi kelas XII yang
mengagumi Park Jihoon secara berlebihan. Gadis yang berada paling tengah
melipat tangan di dada dan menatap Luna dengan angkuh.
Luna
bisa saja mengatakan permisi dan meminta jalan untuk pergi. Tapi, ia hanya diam
dan menunggu. Ia penasaran pada apa yang akan dilakukan oleh senior-seniornya
itu. Jika sebelumnya mereka hanya menatap sinis dan saling berbisik ketika Luna
lewat, sepertinya hari ini mereka mengalami kemajuan—dengan aksi mencegat Luna.
“Ya,
Luna-ya! Aku ingin tanya sesuatu padamu!” Gadis yang berada di tengah-tengah
dan berhadapan dengan Luna akhirnya bicara.
“Silahkan,
Sunbaenim.” Luna dengan kepala tertunduk. Bukan karena takut, tapi sebagai
tanda hormat pada senior.
“Kau
dan Park Jihoon...”
“Luna?”
Suara seorang pemuda memotong pertanyaan gadis cantik ber-make up rada menor yang sedang memulai aksi introgasinya.
Luna
dan kelima senior yang mencegatnya kompak menoleh ke arah kanan—arah suara
berasal. Seorang siswa dan seorang siswi berjalan mendekati Luna.
“Kim
Myungsoo? Song Hyuri? Aish!” Gerutu gadis yang berhadapan dengan Luna.
“Ada
apa?” Tanya Kim Myungsoo. Siswa kelas XII
“Kenapa
berkumpul di sini? Luna?” Sambung Song Hyuri sambil menatap Luna dengan
ekspresi khawatir. Ia juga siswi kelas XII.
“Para
Seonbae menyapaku.” Jawab Luna sambil tersenyum manis.
“Ah!
Benar sekali! Kami hanya menyapanya. Hahaha.” Jawab gadis yang berada di tengah
seraya memegang pundak kiri Luna. Tawanya lantang namun kentara tawa itu
dibuat-buat. Sedang keempat temannya mengangguk-anggukan kepala sebagai
dukungan dan pembenaran.
“Pasti
kalian penasaran soal hubungan Luna dan Park Jihoon ya?” Hyuri menebak. Membuat
kelima senior yang mencegat Luna terbengong. “Ya ampun! Kalau kalian
mengidolakan Park Jihoon, harusnya kalian dukung dia dong. Kalau dia bahagia
sama Luna, bukankah itu yang terpenting? Fans sejati tidak akan tega melihat
idolanya menderita.”
Suasana
berubah hening sejenak. Gadis yang berada di tengah menatap Hyuri, Myungsoo,
lalu Luna. “Aku hanya ingin bilang, jika gosip itu benar, tolong jaga Jihoon
baik-baik. Dia itu bunga yang baru mekar. Tapi, kenapa harus sama Luna?”
“Kamu
maunya sama kamu?” Hyuri menekankan. “Bagaimana ya? Rasa suka itu seringnya
datang secara tiba-tiba ke hati seseorang. Bukan kita yang memilih, tapi rasa
suka itulah yang memilih kita. Dan kalau rasa itu tidak diungkapkan, bisa
sangat menyiksa lho! Seperti yang kalian rasakan. Itu kenapa kalian berusaha
menunjukkan pada Jihoon, kan? Termasuk dengan cara yang menurutku salah seperti
ini.”
Gadis
itu diam sejenak. Lalu mengangkat wajahnya dan mengembangkan senyum yang masih
terlihat dipaksakan. “Baiklah! Akan aku ikhlaskan. Tapi, kalau dia membuat
Jihoon terluka. Dia akan berhadapan dengan kami!”
Usai
mengucapkan kalimat itu, kelima senior itu pun pergi. Meninggalkan Luna bersama
Hyuri dan Myungsoo.
“Luna-ya,
mereka sering memperlakukanmu seperti itu?” Tanya Myungsoo.
“Nggak
kok. Ini baru pertama kalinya. Padahal aku tadi penasaran mereka mau berbuat
apa. Eh, seonbae berdua datang dan menyela.” Luna mengerucutkan bibir.
“Anak
ini!” Hyuri gemas. “Sudah kubilang, kalau ada masalah bilang pada kami. Atau
pada Hami.”
“Ini
bukan masalah, Eonni.”
“Lama-lama
bisa jadi masalah!”
Myungsoo
tersenyum melihat tingkah kekasihnya yang mengkhawatirkan Luna. “Aku yakin Luna
bisa mengatasinya. Tapi, jika kau benar butuh bantuan, jangan sungkan untuk
mengatakannya pada kami. Em?”
Luna
tersenyum dan mengangguk. “Terima kasih,” ia pun membungkukkan badan. “Saya
permisi dulu. Teman-teman menunggu di taman.”
Hyuri
dan Myungsoo mempersilahkan. Luna pun berlari kecil menyusuri koridor. Berusaha
secepat mungkin sampai di taman sekolah.
***
Saat Masa Orientasi Siswa aku terpilih untuk membacakan tata
tertib sekolah di depan murid baru. Song Hyuri Seonbae lah yang memilihku. Aku
tak tahu alasan pastinya, sejak ia memilihku, ia sering berinteraksi denganku.
Kekasihnya, Kim Myungsoo Seonbae pun sama. Dan, baru aku tahu jika Song Hyuri
Seonbae adalah saudari sepupu Song Hami ketika Hami mulai mendekatiku dengan
alasan Hyuri Seonbae yang memintanya. Hyuri Seonbae dan Myungsoo Seonbae adalah
pasangan yang disegani di sekolah. Murid nakal sekalipun tak berani menyentuh mereka.
Mendapat perhatian khusus dari mereka berdua, aku pun memperoleh keuntungan.
Walau jujur saja aku tak meminta dan tak ingin menggunakan keuntungan itu.
Keuntungan secara otomatis yang aku tak bisa menolaknya.
Dan squad baruku, mereka tak hanya lucu dan konyol. Mereka
baik, sejauh ini aku memberi nilai itu. Saat aku terlambat tadi, mereka
menegurku. Tapi, ketika aku berkata jujur tentang kenapa aku terlambat. Mereka
jadi heboh sendiri. Terutama Park Woojin. Untuk urusan kerja kelompok, aku
suka. Walau mereka semua cowok, mereka nggak menggantungkan diri padaku dengan
berkata, terserah kamu deh. Tapi, mereka mau membantu, urun pendapat. Aku suka
itu! Aku rasa kami akan jadi tim yang baik.
“Luna!
Kenapa kamu senyum-senyum gitu?” Tegur Jisung.
“Eh?
Iya? Kenapa?” Luna kaget. Mengerjapkan kedua matanya dan menatap satu per satu anggota
kelompoknya; Jisung, Seongwoo, Woojin, dan Sungwoon.
“Sepertinya
Luna lapar. Karena itu dia nggak bisa konsentrasi. Gimana kalau kita makan
dulu?.” Usul Sungwoon.
“Kalian
belum makan siang?” Tanya Luna.
“Belum.”
Jawab Woojin.
“Kita
sepakat nungguin kamu.” Sambung Seongwoo.
“Ya
udah. Kita makan dulu.” Luna merapikan bindernya. Lalu, bersama keempat
temannya berjalan bersama menuju kantin.
Usai
mengambil makanan, Luna dan "squad baru" nya duduk berkumpul
mengitari meja yang berada di pojok—meja favorit Luna. Usai saling mengucap
selamat makan, mereka pun menikmati hidangan tanpa bersuara.
“Luna!”
Jisung memecah kebisuan. “Kenapa kamu pakek jam tangan di tangan kanan? Aku
penasaran dari kita sekelas di kelas X. Tapi, aku takut mau nanya.”
“Ini?”
Luna menunjukkan tangan kanannya yang memegang sendok. Di pergelangannya melingkar
jam tangan warna hitam. “Kata oppaku, waktu itu sangat berharga jadi harus di
letakkan di tangan kanan.”
“Apa
itu tradisi di Indonesia?” Tanya Woojin.
“Nggak.
Orang pada umumnya pakai jam tangan di tangan kiri. Tapi, di Indonesia
melakukan apa-apa baiknya dengan tangan kanan. Karena, itu termasuk dalam norma
kesopanan.”
“Wah,
bagaimana kalau terbiasa dengan tangan kiri?” Sambung Sungwoon.
“Kidal
ya? Itu pengecualian. Rata-rata orang tua akan mengajarkan anaknya lebih banyak
menggunakan tangan kanan. Jadi, aku jarang melihat orang kidal di Indonesia.
Tangan kiri lebih bagus dihiasi gelang.” Luna nyengir dan menunjukkan tangan
kirinya. Ada sebuah gelang melingkar di sana. Gelang kayu berbentuk seperti
tasbih berukuran kecil.
“Gelangmu
bagus.” Puji Seongwoo.
“Asli
buatan Indonesia. Pemberian oppaku. Katanya bagus untuk melindungiku.”
Keempat
pemuda yang sedang makan siang bersama Luna kompak menghentikan aktifitas dan
menatap Luna.
“Jadi,
kau dan hal-hal mistis itu benar adanya? Kau... bisa melihat sesuatu yang tak
bisa dilihat oleh manusia normal seperti kami?” Tanya Woojin tanpa ragu. “Aku
menerjemahkan tulisanmu. Sebenarnya karena kau juga menulisnya dalam bahasa
Inggris, aku sedikit saja paham. Selebihnya aku menggunakan mesin penerjemah.
Aku sangat penasaran akan hal itu.”
Keempat
pemuda masih menatap Luna yang tetap fokus makan.
“Woojin
tahu banyak tentang Luna.” Sungwoon mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba
canggung.
“Aku
menyukai hal-hal yang berbau mistis. Seperti punya daya tarik tersendiri.
Berulang kali aku mengatakan aku tidak bisa melihat hantu, tapi pembaca tetap
aja nggak percaya.” Jawab Luna santai. Sedang ekspresi keempat temannya berubah
kaku.
“Tapi,
aku punya teman yang katakanlah punya kelebihan seperti itu. Yang aku tulis
adalah kisah yang benar-benar dia alami. Aku sudah memberi keterangan di bagian
akhir tulisan. Tetap saja ada yang nggak percaya.” Luna melanjutkan.
Selanjutnya
kembali hening di meja tempat Luna dan empat squad barunya berkumpul.
“Kakakmu
yang kedua jadi idol ya di Indonesia?” Woojin kembali bicara. Memecah kebisuan.
“Wah,
Woojin benar-benar tahu banyak tentang Luna.” Jisung menggelengkan kepala.
“Dia
mah kepo ya orangnya.” Olok Luna menggunakan bahasa Indonesia.
“Ya!
Kamu ngejek aku lagi ya?” Protes Woojin.
“Nggak
kok.”
“Itu
tadi apa artinya?”
“Hmmm,
kepo itu apa ya? Rasa ingin tahunya tinggi. Semacam itu.”
“Oh...”
Woojin tersenyum tersipu.
“Dih!
Gitu banget ekspresinya!” Lagi-lagi Luna menggunakan bahasa Indonesia. “Iya,
Oppaku yang kedua jadi artis di Indonesia,” Luna buru-buru melanjutkan sebelum
Woojin protes. “Di Indonesia nggak ada
istilah idol. Orang yang bekerja di dunia hiburan umumnya disebut artis. Walau
beberapa dari mereka ada yang latar belakangnya model lalu terjun ke dunia
akting. Untuk penyanyi ya disebut penyanyi. Walau belakangan ada girl band dan boy band di Indonesia, sebenarnya dunia musik di Indonesia yang
lebih dikenal adalah band. Dan, yang memasyarakat sekali adalah musik dangdut.
Ada tuh orang Korea yang kena virus dangdut. Aku nonton di Youtube.”
“Kamu
pasti seneng banget bisa satu kelompok sama Luna.” Sungwoon mengomentari
Woojin.
“Iya.
Akhirnya bisa wawancara langsung sama Luna.” Woojin membenarkan.
“Lain
kali, permisi dulu sama Luna kalau mau tanya-tanya. Jangan langsung nyerocos
nanya kayak tadi. Pasti ada beberapa hal yang Luna nggak ingin bagi dengan
orang lain. Ya, kan?” Jisung mengingatkan.
“Iya
ya. Maaf ya Luna.” Woojin tersenyum lebar menunjukkan gigi gingsulnya.
“It's
OK! Kalau privasi dan aku nggak mau jawab, aku pasti bilang kok.” Luna membalas
senyum.
“Ternyata
Luna memang benar-benar baik ya orangnya.” Puji Seongwoo.
“Nggak
kok. Aku ini aslinya jahat. Kayak penyihir yang suka nyulik anak kecil.” Bantah
Luna.
“Mezzaluna!”
Suara seorang pria menyela obrolan. Luna dan teman-temannya kompak menoleh ke
arah kanan. Di sana dua orang pemuda sedang berdiri di dekat meja dengan tangan
membawa nampan berisi menu makan siang.
Kim
Jaehwan, pemuda yang menyebut nama Luna tersenyum lebar. “Jangan lupa! Besok
kita ngumpul!” Ujarnya.
“Luna
kan bukan tipe orang pelupa!” Sahut Jisung.
“Tapi,
bisa saja dia lupa kan?” Jaehwan membela diri. “Minhyun, bagaimana kalau kita
makan siang di sini?” Jaehwan kemudian bertanya pada pemuda yang berdiri di
samping kirinya.
Hwang
Minhyun tampak terkejut. Tapi, buru-buru ia merubah ekspresi wajahnya. “Apa
kita tidak mengganggu jika bergabung di sini?” Ia balik bertanya. Sedang
tatapannya tertuju pada satu per satu orang yang sedang duduk untuk makan siang
bersama. Saat tatapannya bertemu dengan pandangan Luna, ia segera mengalihkan.
“Benar.
Makan di meja lain saja. Ini khusus kelompokku!” Sungwoon mengusir tanpa
basa-basi.
“Pelit
sekali!” Jaehwan menatap Sungwoon dengan kesal.
“Sudah
pergi sana!” Sungwoon sembari menggerakkan tangan kanannya sebagai tanda
pengusiran.
“Luna!
Jangan lupa besok ya! Kita ngumpul!” Ujar Jaehwan yang kemudian pergi bersama
Minhyun.
Kelompok
Luna pun melanjutkan makan siang.
“Kudengar
kau dan Hwang Minhyun dulu adalah teman baik semasa SMP. Tapi, kalian kemudian
bertengkar karena suatu hal dan saling tidak menyapa.” Sungwoon kembali memulai
obrolan yang sempat terjeda. “Aku yakin pasti tidak akan nyaman jika mereka
bergabung di meja kita. Jadi, aku usir saja mereka. Maaf ya Luna.”
Luna
tersenyum manis. “Makasih ya.”
“Itu
Luna bilang terima kasih dalam bahasa Indonesia.” Sahut Woojin.
“Woa!
Kau tahu?” Seongwoo terkesima.
“Hasil
dari stalker akun Luna. Hehehe.”
“Park
Woojin sasaeng fans-nya Luna.” Seongwoo menggeleng heran. Mengundang tawa
rekannya yang lain.
“Sebenarnya
kamu berantem karena apa sih Luna? Kalau boleh tahu sih.” Tanya Jisung. “Apa benar
karena sebuah tugas yang kamu hilangkan?”
“Iya.
Kalian tahu kan Minhyun itu orangnya gimana. Dia nggak cuman suka kebersihan
dan kerapian. Tapi, juga sangat disiplin. Dia pantas kesal karena aku
menghilangkan tugas bersama milik kami. Walau aku udah menggantinya, tentu itu
tak tampak sempurna bagi Minhyun. Karena aku mengerjakannya sendiri dan hanya
satu malam. Dia pantas marah padaku.”
“Masa
iya hanya gara-gara itu dia marah?” Sungwoon yang juga penasaran turut
bertanya. “Kamu kan udah mengganti tugasnya.”
“Orang
perfeksionis kadang susah dipahami. Sebenarnya kami nggak jauh beda. Mungkin
karena itu ketika kami bentrok, begini jadinya.”
“Kamu
nggak coba jelasin dan minta maaf?” Jisung melanjutkan sesi tanya pada Luna.
“Udah.
Tapi, seperti kalian tahu. Hubungan kami belum membaik juga. Setidaknya aku
udah berusaha.”
“Iya.
Itu benar. Asal udah minta maaf dan berusaha memperbaiki hubungan. Sabar ya
Luna.” Jisung memberikan senyuman manis untuk Luna.
“Makasih.”
Luna membalas senyum.
“Sekarang
ada kami. Jadi, kamu jangan sedih lagi.” Sambung Sungwoon.
“Kau
tahu julukanku ahli melawak, kan? Aku akan berusaha buat kamu tertawa. Setiap
hari.” Seongwoo menyanggupi.
“Betul.
Ada kami. Kamu nggak perlu sedih lagi.” Jisung mendukung kedua temannya.
“Bukannya
Luna nggak pernah kelihatan sedih ya?” Woojin menatap ketiga rekan prianya.
“Nggak
pernah kelihatan sedih bukan berarti nggak sedih kan Park Woojin!” Jisung merasa
gemas sembari menatap Woojin.
Luna
tersenyum, mengamati keempat temannya. Ya,
benar. Pria-pria ini sangat lucu. Aku rasa akan dimulai dari sini. Kisah masa
SMA ku. Bersama empat pria unik ini.
***
0 comments