My 4D Seonbae - Episode #2 "Kehidupan di Sekolah"
06:47
My 4D Seonbae -
Episode #2 "Kehidupan di Sekolah"
Saat aku datang ke SMA Hak Kun, aku hanyalah murid biasa.
Aku merasa lega. Aku bisa memulainya dari awal. Tiba-tiba menjadi terkenal di
sekolah tidak hanya memberiku keuntungan positif, tapi juga berdampak negatif.
Aku merasakan selama satu tahun enam bulan di SMP. Bahkan, aku masih meyakini
jika kehilangan teman terbaikku tak lain adalah dampak negatif dari mendadak
tenar.
Harapanku pupus. Karena beberapa teman SMP ku juga
bersekolah di SMA Hak Kun, beberapa dari mereka mulai menyebarkan kisah
tentangku semasa SMP. Hal itu bermula ketika aku dipilih oleh kakak senior
untuk membacakan tata tertib bagi murid baru saat kami mengikuti Masa Orientasi
Siswa. Aku yang seorang murid asing pun segera mendapat perhatian. Dan,
teman-teman SMP ku mulai menceritakan kisahku semasa SMP. "4D Princess
From Country of a Thousand Islands" pun menggema ke seluruh penjuru
sekolah. Orang-orang mulai penasaran padaku.
Entah kebetulan atau memang Tuhan sengaja menulis kisahku sedemikian
rupa, di kelas X aku kembali mendapatkan wali kelas seorang guru Matematika.
Sama seperti ketika aku di kelas VII. Dan, lagi-lagi aku mendapatkan nilai 98
untuk mata pelajaran Matematika. Walau bukan menjadi nilai tertinggi—karena ada
murid yang mendapat nilai 100—sejarah yang terulang itu membuatku semakin tenar
di sekolah.
Jangan tanya apakah olokan tentang Indonesia masih ada atau
tidak. Tentu saja masih ada. Negara berkembang yang miskin. Miskin, kepalamu?
Indonesia kaya tahu! Hanya saja sumber daya manusianya memang belum memadai.
Bahkan, ada yang berkomentar, “Ternyata masih ada ya orang Indonesia yang
pintar.”
Hey!!! Harusnya kau lebih banyak mencari tahu tentang
Indonesia! Banyak orang pintar dari Indonesia. Kalau aku sih, bukan apa-apa. Nilai
yang aku dapat hanya buah dari kerja kerasku saja. Dan, tak lebih dari sebuah
keajaiban.
Tahun pertama boleh dikatakan berjalan dengan baik. Aku
tidak pernah bermasalah dengan sesama teman atau senior. Walau kadang
orang-orang yang penasaran itu membuatku merasa geram. Tingkat ke-kepo-an
mereka benar-benar mengerikan. Selain detail fisikku yang menjadi bahan
pengamatan mereka, latar belakang, dan keluargaku yang di Indonesia pun tak luput
menjadi obyek pengamatan.
Orang Indonesia memang seperti ini ya?
Kenapa rambutmu ikal?
Kulitmu berwarna kuning, itu lucu. Matamu juga bulat dan
lebar. Tapi, hidungmu tidak mancung. Padahal aku lihat artis-artis Indonesia
berhidung mancung.
Bla bla bla...
Ya ampun! Aku rasa kalian harus aku kenalkan pada Yati
Pesek. Tidak semua artis Indonesia berhidung mancung, tau! Orang Indonesia
memang seperti ini? Seperti apa? Kami punya banyak suku. Kebetulan aku berasal
dari suku Jawa. Ayah dan bundaku orang Jawa, Jawa Timur. Kulitku memang kuning
langsat, mataku bulat dan lebar, hidungku tak mancung alias pesek, dan rambutku
ikal. Entah kenapa rambutku ikal pada bagian bawah. Jika bagian ikal itu
dipotong, bagian terbawah rambutku akan menjadi ikal seperti bagian yang
dipotong. Aneh bukan?
Ah! Sudah! Jangan bahas tentang ini lagi! Fisikku dan bagaimana
aku tidak penting, kan?
Di SMA Hak Kun jumlah murid perempuan lebih sedikit daripada
murid lelaki. Itu pula yang menjadi alasan kenapa murid perempuan lebih cepat
menonjol dan terkenal dibanding murid laki-laki. Sama halnya pada kasusku.
Setelah terulangnya sejarah nilai pelajaran Matematika yang terulang, aku
kembali menjadi murid asing yang menonjol. Seperti sebelumnya, guru dan sesama
murid menjadi menaruh perhatian padaku.
Awalnya aku biasa saja dengan itu semua. Sampai pada
kejadian hari itu. Aku rasa hidupku tak akan tenang lagi sekarang. Dua bulan
berjalan setelah tahun ajaran baru dimulai. Bagaimana aku menyebutnya? Bencana?
Atau rejeki durian runtuh?
Hidup seorang wanita tidak akan tenang lagi ketika ada satu
pria istimewa yang memasuki kehidupannya. Itu fakta!
***
Sungwoon,
Jisung, Seongwoo, dan Woojin duduk mengitari meja yang sama. Sedang menikmati
menu makan siang di kantin sekolah. Mereka duduk di bangku yang berada paling
tengah.
“Rasanya
akan lebih menyenangkan jika Luna bergabung bersama kita. Makan bersama adalah
satu cara untuk menjadi akrab, kan?” Sungwoon memulai obrolan.
“Kemarin
aku makan siang dengannya. Dengan Jihoon juga.” Woojin merespon. “Mereka itu
pacaran beneran? Aku masih nggak percaya.” Ia menatap Jisung.
“Memangnya
apa yang mereka lakukan di basecamp
klub teater?” Sungwoon turut menatap Jisung.
“Nggak
ada sih! Saat kami datang ke basecamp,
mereka sudah ada di sana. Duduk berdua.” Jawab Jisung disela acara makannya.
“Kalau
cuman duduk aja kan wajar? Nggak berarti pacaran.” Buru Sungwoon.
Seongwoo
hanya diam dan menyimak. Sambil menyantap makanan di hadapannya.
“Melihat
Putri dari Negeri Kepulauan dan Pangeran Wink berduaan, anak-anak teater heboh.
Mereka terus menggoda Luna dan Jihoon. Luna diam saja. Kalian tahu kan dia itu
gimana? Kalau udah cuek ya cuek aja. Tapi, Jihoon tiba-tiba mengatakan kalau
dia sedang melakukan pendekatan pada Luna. Dia tertarik pada Luna dan Luna
memberinya kesempatan. Lalu berita itu tersebar ke seluruh sekolah. Aku sendiri
nggak percaya kalau Luna mau kasih kesempatan buat Jihoon. Luna selalu ramah
dan akrab pada siapa saja. Aku sekelas dengannya sejak kelas X. Jadi, sedikit
banyak aku tahu bagaimana dia. Dulu di kelas juga banyak yang salah paham sama
keramahan dan kebaikannya.”
“Kamu
salah satunya ya?” Sungwoon tersenyum usil.
“Nggak.
Nggak. Aku nggak sedekat itu sama Luna. Tempat duduk kami berjauhan. Dia dulu
lumayan dekat sama Kim Jaehwan.”
“Kim
Jaehwan anak teater juga, kan?” Woojin menyela. “Anak XI-B.”
“Iya.
Luna lebih banyak berteman dengan anak laki-laki. Satu-satunya murid perempuan
yang dekat dengannya adalah Song Hami.”
“Ah
ya. Aku tahu dia. Anak XI-A kan? Anak PMR juga.” Seongwoo akhirnya bersuara.
“Iya.
Dia. Mereka dekat sekali.” Jisung membenarkan. “Luna itu gadis yang baik dan
menyenangkan. Hanya saja kadang dia memang tidak bisa ditebak.”
“Aku
harap dia akan benar-benar membantuku. Bukan hanya dalam pelajaran Matematika,
tapi juga pelajaran Biologi dan lainnya.” Seongwoo mengungkap harapannya.
“Dia
pasti membantumu.” Jisung tersenyum dan menepuk pundak Seongwoo.
“Itu
dia! Luna!” Sungwoon melihat Luna yang baru masuk ke kantin bersama Jihoon.
Jisung,
Woojin, dan Seongwoo mengikuti arah pandangan Sungwoon. Melihat Luna dan Jihoon
yang berjalan bersama menuju meja tempat menu makan siang tersaji.
“Seminggu
setelah berita mereka dipublikasikan, mereka selalu bersama.” Keluh Sungwoon.
“Aku
baru melihatnya dua hari ini.” Woojin meralat.
“Aku
rasa Jihoon ingin menunjukkan kalau Luna akan segera menjadi miliknya.” Jisung
ikut mengomentari.
“Dan,
Luna sepertinya merasa baik-baik saja dengan sikap Jihoon.” Seongwoo yang juga
masih mengamati Luna dan Jihoon yang sedang memilih makanan ikut berkomentar.
“Lihat!
Para seonbae itu!” Woojin menuding kumpulan gadis yang duduk mengitari satu
meja dengan sumpit di tangannya. Lima gadis yang bergelar senior itu sedang
mengamati Luna dan Jihoon sambil saling berbisik.
“Leader mereka tergila-gila pada Jihoon
usai melihat aksi cute Jihoon saat MOS. Dia pantas saja patah hati dan membenci
Luna.” Jisung menggeleng pelan.
“Aku
rasa dia sedang merencanakan sesuatu. Penyerangan pada Luna, mungkin? Anak
perempuan kalau sedang cemburu itu mengerikan. Lihat saja di film-film.”
Sungwoon bergidik ngeri.
“Kamu
kebanyakan nonton drama!” Olok Jisung.
“Drama
dibuat karena terinspirasi dari kejadian nyata. Jadi, apa yang terjadi di drama,
bisa saja terjadi di sini.”
“Jangan
khawatir. Aku akan melindungi Luna.” Sahut Woojin santai. Membuat Sungwoon,
Jisung, dan Seongwoo kompak menatap ke arahnya.
“Aku
adalah pria bebas, sebebas burung camar. Aku akan selalu mengawasi Luna dan
menjaganya. Dia teman kita yang paling berharga, kan? Dia anggota kelompok
kita. Jadi, dia bagian dari kita. Aku akan menjaganya, untuk kita.” Woojin
tersenyum lebar. Menunjukkan gigi gingsulnya.
Jisung,
Sungwoon, dan Seongwoo kompak menggelengkan kepala lalu kembali melanjutkan
makan siang.
***
Murid-murid
kelas XII-E digiring ke laboratorium Bahasa Inggris. Luna mengambil tempat
duduk paling pojok di barisan paling depan. Ia sangat menyukai pelajaran Bahasa
Inggris, terutama sesi listening.
Karenanya, ia tak mau duduk di barisan tengah atau belakang.
Luna
yang sedang sibuk mempersiapkan peralatan di mejanya dibuat terkejut oleh
kehadiran Woojin di sisinya. Pemuda itu tiba-tiba duduk di sampingnya. Mata
bulat Luna melebar saat ia memperhatikan ke arah kanan. Seongwoo, Jisung, dan
Sungwoon duduk secara urut di samping kanan Woojin hingga empat kursi kosong di
balik meja panjang yang berisi lima komputer itu terisi. Keempat pemuda itu
tersenyun lebar pada Luna yang menatap mereka dengan heran
“Kita
satu kelompok, kan?” Woojin menjawab tatapan Luna. “Jadi, begini lebih baik.” Imbuhnya
masih dengan wajah dihiasi senyum.
“Jangan
katakan kalian juga—“
“Tentu
saja!” Sahut Sungwoon memotong ucapan Luna. “Matematika, Biologi, lalu Bahasa
Inggris. Bukankah itu bagus? Kita nggak perlu susah-susah beradaptasi lagi
karena sudah terbiasa dengan anggota ini. Hehehe.”
Luna
melongo menatap Sungwoon.
“Luna
tidak hanya pandai Matematika. Tapi, hampir seluruh mata pelajaran nilaimu
bagus. Kami sangat senang bisa satu kelompok denganmu.” Seongwoo tersenyum
malu-malu.
“Benar
sekali! Walau kamu bilang kamu payah dipelajaran Fisika dan Kimia, tapi nilaimu
stabil. Jadi, kita bisa jadi kelompok di semua mata pelajaran.” Jisung
mendukung pendapat Seongwoo membuat Luna semakin terbengong.
“Kami
bisa membantumu untuk pelajaran Bahasa Korea. Jadi, kita kelompok yang saling
menguntungkan.” Sungwoon menambahkan. Lengkap dengan senyuman cerah cerianya.
“Tapi,
nilai pelajaran Bahasa Korea Luna juga bagus.” Woojin menyela. “Tapi, walau
begitu nggak ada salahnya kan belajar bersama? Saling membantu. Hehehe.”
Luna
mendesah pelan. Lalu, kembali sibuk mempersiapkan peralatan di mejanya. “Baiklah!
Asal kalian tahan denganku.”
“Pasti
tahan!”
“Tahan!
Tahan!”
“Pasti!”
“Tentu
saja tahan!”
Jawab
Seongwoo, Woojin, Jisung, dan Sungwoon hampir bersamaan.
“Oke!”
Luna pun menaruh perhatian ke depan kelas karena Mr. Song sudah berdiri di sana
dan siap memulai pelajaran.
Aku tidak mengerti. Kenapa mereka begitu antusias menjadi
satu kelompok denganku. Tapi, dilihat-lihat mereka lucu juga. Luna tersenyum. Ia berjalan sendirian menyusuri koridor
yang kosong.
Aku jadi sedikit besar kepala karena ulah mereka. Padahal
kan bukan aku murid yang paling pintar di kelas. Yerin paling pintar di kelas.
Dia juga cantik. Kenapa mereka tidak berebut menjadi kelompok Yerin saja?
Mereka benar-benar ingin jadi kelompokku atau??
Luna
memiringkan kepalanya. Masih terus berjalan.
Tapi, di sekolah selalu seperti itu. Tidak hanya ada
gadis-gadis yang cantik, pemuda-pemuda tampan yang terkenal dan menjadi idola.
Murid-murid pintar yang dikagumi, tapi tak bisa didekati. Orang-orang biasa
yang menyenangkan dan...
“Uh!”
Pekik Luna saat tubuhnya menabrak sesuatu. Bersamaan dengan pekikan itu,
terdengar bunyi benda jatuh.
Luna
menunduk, melihat buku-buku yang sudah berserakan di lantai. Karena berjalan
sambil sibuk menganalisis teman-temannya, ia tak memperhatikan jalan dan
menabrak seseorang yang sedang membawa buku-buku yang tengah berserakan di
lantai itu.
Luna
mengangkat kepala. Di hadapannya berdiri pemuda berwajah kecil, berambut hitam
lurus dengan poni menutupi kening yang sebagian sudah memanjang sampai ke mata.
Pemuda itu menatapnya dengan kedua mata sipitnya yang dihiasi lingkar hitam di
sekitar mata yang pekat. Pemuda itu memancarkan aura suram yang sempat membuat
Luna merinding.
Dan ada golongan orang-orang yang tak tersentuh karena aura
suram mereka. Eh!
Luna
mengerjapkan kedua matanya. Pemuda di hadapannya itu berjongkok dan memungut
buku-buku yang berserakan. Luna ikut berjongkok, membantu mengumpulkan
buku-buku yang berserakan.
“Membawa
buku sebanyak ini kenapa tidak ada yang membantu?” Tanya Luna sembari membantu
mengumpulkan buku-buku yang berserakan di lantai. Ia tahu pemuda di hadapannya
itu adalah Bae Jinyoung. Kebanyakan murid perempuan akan menghindar jika
bertemu pemuda itu, tapi Luna malah membantunya. Bagaimanapun ia bersalah
karena menabrak Bae Jinyoung dan membuat buku-buku yang dibawa pemuda itu
berantakan.
“Mau
dikembalikan ke perpus, ya? Aku bantu!” Luna berdiri. Beberapa buku sudah ada
dalam pelukannya.
“Nggak
usah!” Jawab Bae Jinyoung singkat dan terdengar ketus.
“Aku
minta maaf, karena menabrakmu. Lagian, kamu juga jalan sambil nunduk.” Luna
meminta maaf. Ada suara dalam dirinya yang menghasutnya untuk segera pergi.
Tapi, ia merasa penasaran dan terus mengajak Bae Jinyoung ngobrol.
Luna
tidak tahu Bae Jinyoung berjalan sambil menunduk atau tidak. Tapi, menggunakan
alasan itu mungkin bisa membuat Bae Jinyoung bicara dan berakhir ngobrol
dengannya.
“Mian...”
Bae Jinyoung juga meminta maaf. Ia kembali menundukkan kepalanya.
Luna
terkejut mendengar permintaan maaf itu. Ia berpikir Bae Jinyoung akan bersikap
cuek atau marah. Tapi, pemuda itu juga minta maaf padanya.
“Yakin
nggak mau dibantu?” Luna mengamati wajah Bae Jinyoung yang tertunduk.
Bae
Jinyoung menggeleng dan ragu-ragu mengangkat kepala untuk menatap Luna. “Itu...
kembalikan padaku.”
Luna
menaruh buku-buku yang ia kumpulkan dan meletakannya di atas tumpukan buku yang
dibawa Bae Jinyoung.
Bae
Jinyoung kembali menundukkan kepala dan berjalan meninggalkan Luna.
Luna
memperhatikan punggung Bae Jinyoung yang berjalan semakin menjauh darinya. Padahal dia itu cakep. Kelihatannya juga
baik. Masa iya masa lalunya kayak gitu?
Luna
memiringkan kepala, lalu menggeleng cepat. Kenapa
aku jadi kepo sih! Ia membalikan badan dan berjalan dengan langkah cepat ke
arah yang berlawanan dengan Bae Jinyoung.
Bae
Jinyoung menghentikan langkah. Ia merubah posisinya menghadap ke arah kanan,
lalu menoleh dan menatap punggung Luna yang berjalan dengan langkah cepat.
Tatapan matanya yang tajam fokus pada Luna yang akhirnya menghilang di
perempatan koridor. Ia terdiam selama beberapa detik, lalu kembali berjalan
menuju gedung perpustakaan.
***
Squad
baru gue
Luna
mengirimkan fotonya bersama Woojin, Seongwoo, Jisung, dan Sungwoon di grup chat
yang bernama Pretty Soldier.
Siput:
Wah... ganteng-gantengnya... Kayak member boyband.
Onyet:
Pantesan lu betah tinggal di Korea, classmate
mu bening-bening gini. Envy gue.
Wirog: Busyet! Laki loe semua tuh, Cing? Edun!
Poliandri. Napa nggak sekalian tujuh? Enak tho sehari satu :v :v :v
Me:
Dasar tikus rabies!
Onyet: Btw, yang paling ujung sapa tuh namanya?
Bening euy! Kenalin ke gue. Gue jomblo lho!
Me: Ha Sungwoon. Ketua kelas di kelasku. Bening
emang, tapi dia tuh kayak beo tahu. Hobinya ngoceh. Heran aku. Cowok lho!
Wirog:
Hahaha. Itu tandanya dia produktif, Cing!
Siput:
Keliatannya dia baik.
Me:
Yes, Put. Baik emang. Tapi, iseng juga kadang. Dia duduk tepat di depanku.
Onyet:
Enak dong? Depan lu cowok bening.
Me: Urutannya tuh ya Park Woojin, Ong Seongwoo,
Yoon Jisung, Ha Sungwoon. Gilanya, sekarang mereka pada duduk deketan bangkuku.
Karena kita kelompok biar bisa lebih dekat dan mengenal satu sama lain katanya.
Pada sarap tuh mereka. Aku jadi satu kelompok di tiga mata pelajaran sama
mereka. Matematika, Biologi, Bahasa Inggris. Edan, kan?
Siput: Itu namanya rejeki. Syukuri aja Itu beneran marganya Ong? Kok baru
denger ya?
Onyet: Iya, baru denger.
Me: Iya, marganya Ong. Marga langka dia. Di
sekolah cuman dia yang punya marga itu.
Siput: Ganteng ya
Me: Yuhu. Unik juga dia. Ahli lawaknya di kelasku.
Tapi, dia rada lemah di beberapa pelajaran. Masa kapan hari dia bilang mau mati
aja cuman gara-gara Matematika. Lebe banget, kan?
Wirog: Matematika itu emang pelajaran laknat,
tau!
Me: Hahaha. Kamu cucok deh sama Ong. Aku jodohin
mau?
Wirog: Edun!
Siput: Kalau squad
mu kece-kece gini, kamu pasti udah bisa move
on dari Prince dong?
Onyet: Yelah! Siput malah bahas Prince. Dia mah
masa lalu doang buat Kucing. Ya kan, Cing?
Siput: Sorry.
Langsung keinget Prince. Sorry ya,
Cing.
Me: It's OK. Prince temen pertamaku, jadi masih
keinget lah sama dia. Empat cowok gaje ini nggak ada apa-apanya dibanding
Prince.
Wirog: Cieee yang gagal mup on! Bilang aja lu
demen sama Prince. Patah hati kan lu aslinya!
Onyet: Gue juga mikirnya gitu. Setuju ma lu dah!
Me: Hahaha. Nggak lah. Btw, si Cue ke mana ya?
Tumben nggak ngimbrung?
Siput: Sibuk dia. Prepare buat pindahan. Japri aja kalau ada perlu.
Me: Nggak kok. Aku bobok dulu ya. Capek habis
ngerjain tugas.
Onyet: Mending lu balik ke Indo deh. Kita ngumpul
lagi. Sekolah di sana serem gitu aku baca di internet.
Siput: Iya. Aku merasa beruntung sekolah di Indo.
Wirog: Kucing kan seterong. Biarin aja, di sana
dia dah femes. Tapi, setelah lulus loe balik Indo kan, Cing? Kangen tahu!
Kangen hajar cowok-cowok sialan itu sama lu!
Me: Hahaha. Masih demen berantem? Hari gini hobi
tawuran itu ndeso! Btw, nggak seserem itu kok. Sekolahku sistimnya hampir sama
ma di Indo. Jadi, aku fine aja di
sini. Jelas pengen balik ke Indo lagi dong. Aku juga kangen sama kalian.
Siput: Aku pikir kamu bakal balik, ternyata kamu
malah tinggal. Dan sekarang, Cue mau pergi juga
Me: Kita pasti ngumpul lagi. Kita kan harus
ngawal Sailormoon demi perdamaian dunia Dah, ya. Aku bobok dulu. Good night, girls. Sleep tight and have a
nice dream. Miss and love you all
Luna
meletakkan ponselnya pada nakas yang berada di dekat ranjangnya. Ia tersenyum sambil
menatap langit-langit kamarnya.
“Prince??
Hah... Siput ingetnya Prince doang.” Luna kembali tersenyum. “Prince... hah...”
Luna menghela napas dan membetulkan letak bantalnya. Lalu memejamkan mata.
Berusaha untuk tidur.
***
0 comments