Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
05:57
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #23
“Apa ini akan berhasil?” tanya
Hyuri entah yang ke berapa kalinya dalam perjalanan pulang ini.
“Ini ketujuh kalinya kau
bertanya!” protes Suri.
“Karena Magi bungkam, aku
benar-benar tak yakin. Tolong buat aku tenang,” Hyuri mengiba. “Kira-kira akan
berhasil tidak?”
“Semoga saja berhasil. Jujur ini
pertama kalinya aku mempraktekan itu semua,” Magi akhirnya angkat bicara.
“Jadi aku kelinci percobaanmu?!”
Hyuri melotot menatap Magi.
“Mantra pembuat onarnya
berhasil,” jawab Magi santai mengabaikan bagaimana Hyuri menatapnya.
“Lalu tentang mantra penyembuhan
tadi?” sela Suri.
“Baru pertama kali juga aku
praktekan.” Jawab Magi enteng.
“Jadi belum tentu berhasil?!!”
Hyuri mendesak Magi untuk memberi kepastian.
“Semoga berhasil juga,” Magi
tersenyum kecil.
“Sabar Hyuri, kita semua sedang
berusaha,” Suri menenangkan.
“Ini gila!” Hyuri menaiki
sepedanya dan mengayuhnya pergi meninggalkan Magi dan Suri.
Magi dan Suri menghentikan
langkah dan sama-sama menatap Hyuri yang menjauh pergi. Kemudian keduanya
saling melempar pandangan. Suri menggeleng pelan dan tersenyum kecil. Magi
membalasnya dengan senyuman lesu.
***
Seluruh
penghuni kastil Asphodel berkumpul di ruang tengah malam ini. Magi duduk
memainkan kecapi sedang Nichkhun, Sungjeong, Baro, Myungsoo, Hyuri dan Suri
duduk menyaksikan. Magi memainkan sebuah melodi sendu dengan kecapinya yang
esok akan ia tampilkan dalam seleksi di sekolah. Magi sengaja meminta seluruh
penghuni kastil Asphodel berkumpul untuk menyaksikan dan mengoreksi permainan
kecapinya. Sambil menikmati teh lotus hangat, keluarga ini berkumpul dan
mengobrol mengulas penampilan Magi.
“Kakek
pasti senang melihatmu dari sana. Sebenarnya ingin kembali menjengukmu saat
pertunjukan di club,” Nichkhun mengulum senyum membayangkan keinginannya untuk
kembali melihat pertunjukan Magi.
“Kalian
benar-benar tak pernah keluar dari kastil ini...?” sela Suri disertai tatapan
penasaran bergantian pada Nichkhun, Baro, Sungjeong dan Myungsoo. Empat pemuda
itu membalas tatapan Suri dengan ekspresi datar. “Maaf. Hanya saja aku menjadi
sangat penasaran bagaimana kalian bertahan hidup tanpa keluar dari area kastil
ini.”
“Apa
bagimu kami benar-benar terlihat terisolasi?” Sungjeong balik bertanya.
“Tidak
juga,” jawab Suri lirih. Ia merasa risih karena sikap keluarga Magi itu.
“Setiap
individu punya tugas masing-masing. Aku rasa kau telah paham akan hal itu. Rasa
penasaran itu harus dibendung sebelum akhirnya akan menimbulkan banjir
bandang.” Sungjeong menegaskan. Suri segera tertunduk mendengarnya.
“Lalu
jika lolos apa itu berarti kau akan tampil solo?” Nichkhun kembali bertanya
pada Magi seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya walau ia pun tahu baru saja
terjadi sedikit ketegangan diantara Sungjeong dan Suri.
“Sebenernya
aku telah meminta bantuan Clovis,” sahut Hyuri menjawab pertanyaan Nichkhun.
“Maaf lancang menjawab pertanyaan Sunbaenim.” Hyuri menundukan kepala menatap
Nichkhun sopan. “Tapi walau aku telah meminta bantuan Clovis Sunbaenim, mereka
belum memberikan kepastian.”
Senyum
kecil terkembang di wajah dingin Myungsoo ketika ia menatap Hyuri yang sedang
angkat bicara memberi penjelasan pada Nichkhun.
“Jadi
ini semua rencanamu? Dan kau ingin Magi menjadi boneka mainanmu?” Nichkhun
beralih menatap Hyuri.
“Buk-bukan
begitu...” menerima perlakukan Nichkhun Hyuri pun berubah gugup. Sepertinya
tindakannya juga tindakan Suri tak ada benarnya di mata keluarga Magi.
“Hyuri
merasa jera Magi dan kami terus diremehkan sedang Magi berbakat. Memikirkan hal
itu Hyuri merasa jika Magi pantas unjuk kebolehan di sekolah.” Bela Suri.
“Aku
harap Anda sekalian tak marah dan berpikir buruk tentang kami. Kami tak ingin
memanfaatkan Magi dan bakatnya. Kami hanya ingin membuat murid-murid lain itu
membuka mata tentang Magi. Maaf jika tindakanku salah. Aku benar berharap Magi
lolos.” Hyuri menyambung pembelaan Suri.
Kembali
hening karena semua terdiam. Magi melirik Hyuri dan Suri lalu melirik Nichkhun
dan Sungjeong.
“Semoga
sukses,” kata Baro memecah keheningan.
“Sebaiknya
kita istirahat,” Magi bangkit dari duduknya. “Maafkan Oppa-oppaku yang gemar
menyiksa orang dengan membuat mereka serba salah,” Magi sembari melirik
Nichkhun. “Tapi dia baik kok.”
Hyuri
dan Suri turut bangkit dari duduknya dan sama-sama tersenyum menatap Magi. Tiga
gadis itu siap meninggalkan ruang tengah.
“Kalian.”
Tahan Nichkhun saat Magi, Hyuri dan Suri mulai beranjak. Magi, Hyuri dan Suri
kompak menghentikan langkah dan berbalik menghadap Nichkhun.
“Good
luck,” kata Nichkhun singkat sembari mengembangkan senyum tipis di bibirnya.
Seperti
angin sejuk di tengah kemarau panjang bagi Hyuri dan Suri. Dukungan singkat
yang baru saja diucapkan Nichkhun itu benar membuat keduanya merasa lega.
Senyum lebar berseri pun terkembang di wajah Hyuri dan Suri. Keduanya tersenyum
dan mengangguk pelan menatap Nichkhun sebelum pergi meninggalkan ruang tengah.
“Mereka
terlihat benar bahagia mendengar dukunganmu Hyung,” komentar Baro turut
tersenyum lega.
“Sebaiknya
kita istirahat,” Nichkhun bangkit dari duduknya,” Myungsoo selamat menikmati
waktumu.”
Akhirnya
semua pun pergi meninggalkan ruang tengah.
***
Hyuri
, Magi dan Suri berada di tempat parkir pagi ini. Magi menyangklet kecapi
miliknya yang ia bungkus dalam kain sutera berwarna biru tua di punggungnya.
Terlihat begitu berat bagi Hyuri dan Suri namun sepertinya Magi telah terbiasa.
“Melihatmu
seperti ini mengingatkan aku pada Hwang Ji Ni. Bedanya hanya pakaian yang
kalian kenakan. Jika kau memakai Hanbok semakin terlihat seperti Ji Ni muda,”
komentar Suri.
“Aku
bukan Gisaeng,” bantah Magi seraya tersenyum kecil.
“Abaikan
saja Suri. Dia terlalu banyak menonton dan terkadang menghubung-hubungkannya
dengan kenyataan. Merepotkan bukan?” sahut Hyuri.
“Tapi
adegan dalam film itu...”
“Ada
karena di dunia nyata pernah terjadi hal serupa,” potong Hyuri ketika Suri
hendak membela diri. Suri mendengus pelan karena kesal sedang Magi tersenyum
sembari menggeleng pelan melihat kedua rekannya.
Ketiganya
kemudian berjalan menuju kelas.
“Chingu,
tahukah kalian jika sebenarnya aku begitu gugup?” ungkap Magi di tengah
perjalanan menuju kelas.
“Gugup??
Kenapa?? Ah, kau ini berlebihan Rosmary Magi. Jangan berkecil hati begitu.
Lihatlah! Sekekeling kita, kita semua sama. Seragam, tas, sepatu, kaos kaki,
apa yang kita kenakan semua sama.” Suri bermaksud menenangkan.
“Jangan
berpikir macam-macam. Anggap saja ini jalan Elder Flower dimana kau biasa
tampil atau aula Panti Jompo Peony.” Hyuri turut menenangkan.
“Selamat
pagi!” Sungrin menyambut trio Maehwa. “Wah, Magi, kau siap untuk hari ini?
Semangat ya! Berjuanglah!” Sungrin memberi semangat.
Magi
tersenyum lesu dan mengangguk pelan.
***
Audisi
digelar di aula utama dimana seluruh murid Hwaseong Academy dan seluruh staf
sekolah bisa melihatnya. Tim penyeleksi sudah duduk di deretan paling depan.
Sebagian besar murid yang hadir dalam aula utama adalah mereka yang ingin
memberikan dukungan pada rekan atau tim kebanggaan masing-masing yang akan
turut andil dalam audisi. Murid tingkat I terlihat paling antusias
karena ini adalah pertama kali bagi mereka melihat audisi untuk calon peserta
yang akan turut andil mengisi acara saat Hwaseong Festival nanti.
Magi
duduk sendiri di ruang tunggu peserta audisi. Walau ia telah memohon, panitia
tak memberi izin Hyuri dan Suri untuk menemani Magi. Magi diam, lebih banyak
menundukan kepala dan sesekali mengamati peserta yang lain. Ada rasa minder
mulai mendera Magi yang benar terasing di ruang tunggu itu.
“Aku
sangat penasaran akan penampilan yang akan kau bawakan hari ini,” suara itu
mengejutkan Magi yang sibuk dengan segala sesuatu yang ia pikirkan. Semua
buyar. Magi mengangkat kepala. Kedua mata bulatnya melebar menemukan Hyerin
sudah berdiri dihadapannya. Hyerin menyincingkan senyum melihat bagaimana
ekspresi Magi.
“Kau
gugup?” tanya Hyerin to the point.
“Iya
sedikit,” jawab Magi jujur tak mau mengingkari apa yang ia rasakan.
“Ingatlah
bagaimana Tuan Putri memberimu tiket emas ini. Jadi lakukan yang terbaik.
Semoga kau melakukannya dengan benar hari ini.”
“Iye,
Sunbaenim.”
Magi
pasrah dan hal itu membuat Hyerin tampak sedikit terkejut. Walau hanya
mengamati saja selama ini namun Hyerin tahu jika Magi tak pernah berbuat
sesuatu yang tidak benar. Semua tindakannya penuh perhitungan. Namun hari ini
tampaknya Magi benar-benar gugup dan tampak ragu.
“Good
luck!” pesan singkat Hyerin sebelum pergi.
“Kamsahamnida,”
teriakan terima kasih Magi seolah diabaikan oleh Hyerin.
“Hah.
Semoga dia baik saja,” gumam Hyerin lirih usai mendengar ucapan terima kasih
Magi.
***
Seungho,
Hyuri, Suri dan Jonghwan duduk di tribun
penonton tak sabar menunggu penampilan Magi. Hyuri terlihat paling
tenang. Sedang Suri paling gugup. Sesekali ia mengoceh pada Jonghwan untuk
mengurangi gugupnya. Para peserta yang tampil cukup membuat Suri gugup hanya
dengan memikirkan Magi.
“Berikutnya
peserta dengan nomer urut 23. Rosmary Magi!” panggil MC.
“Itu
Magi! Itu Magi!” Suri antusias namun begitu hening di sekitarnya. Tak ada tepuk
tangan seperti sebelumnya hingga membuat Suri dan juga teman-temannya risih
sendiri.
Hyuri
mendesah pelan. Seungho menunduk dan menutup muka dengan tangan kanannya.
Jonghwan menggeleng pelan. Yonghwa, Dongwoo, Seunghyun dan Hyoseok yang turut
menyaksikan hanya bisa menghela napas panjang melihat bagaimana reaksi
murid-murid untuk Magi.
Magi
yang juga melihat bagaimana reaksi penonton mendesah pelan lalu berjalan maju
ke tengah panggung. Ia membawa kecapi yang masih terbungkus kain sutera
berwarna biru tua itu kemudian duduk di atas tikar yang telah disediakan di
atas panggung. Sebelum Magi membuka kain yang membungkus kecapi miliknya, MC
meminta Magi memperkenalkan diri di depan tim penilai. Magi diminta menyebutkan
nama dan keahlian apa yang akan ia pertunjukan sebagai pelamar dalam audisi
hari itu.
Magi
mulai membuka kain yang membungkus kecapinya. Kedua mata bulat Magi terbelalak
lebar ketika kain yang membungkus kecapinya terbuka. Magi terkejut duduk
tertunduk menatap kecapi miliknya. Wajahnya berubah pucat.
“Ada
masalah Rosmary Magi?” tanya MC penasaran melihat perubahan ekspresi Magi di
atas panggung.
Penonton
mulai berbisik ribut sembari menatap panggung. Teman-teman Magi pun sama,
penasaran menatap panggung. Apa yang terjadi di sana?
Magi
masih tertunduk. Ekspresinya meredup. Ia tampak berkaca-kaca menatap kecapinya.
“Rosmary
Magi?” panggil MC lagi.
“Mianhada.
Jongmal mianhamnida,” suara Magi bergetar menjawab pertanyaan MC.
“Apa
terjadi sesuatu?” tanya MC lembut.
“Maaf
aku tak bisa melakukan pertunjukan ini.”
Penonton
ribut mendengarnya. Teman-teman Magi benar terkejut mendengarnya.
“Tiga
senar kecapiku putus, aku tak bisa memainkannya. Aku mohon maafkan aku,” Magi
kembali merapikan peralatannya lalu berdiri dan membungkuk hingga 90® menghadap
penonton sebagai tanda minta maaf kemudian bergegas turun panggung.
Aula
utama menjadi sedikit ribut karena insiden itu.
***
Setelah
berkeliling akhirnya Suri, Jonghwan, Hyuri dan Seungho menemukan Magi yang
sedang berjalan menuntun sepedanya menuju gerbang depan sekolah. Kecapi yang
terbungkus rapi dalam kain sutera berwarna biru tua itu sudah bersandar tenang
pada punggung Magi. Keempat teman baik Magi itu pun bergegas berlari mendekati
Magi.
“Kau
mau kemana?” tahan Hyuri.
Magi
yang berjalan dengan melamun terkejut melihat Hyuri tiba-tiba muncul
dihadapannya. Seungho, Suri dan Jonghwan turut muncul menghadang Magi. Magi terdiam
menatap satu per satu teman-temannya.
“Kau
mau kabur?” tanya Hyuri lagi. “Senar putus itu hanyalah kecelakaan. Apa begitu
memalukan hingga ingin kabur dan menghilang dari sekolah ini?”
“Mianhae
Chingu,” Magi lirih. “Mianhae Hyuri,” penuh sesal ia menatap Hyuri.
“Kau
tak perlu meminta maaf. Kau tak salah. Para pecundang itu yang seharusnya minta
maaf. Izinkan aku pergi, jika kau mengatakan iya, akan aku seret Hwang Kwanghee
kemari untuk bertekuk lutut dan meminta maaf padamu,” Hyuri benar-benar geram.
Magi
tersenyum lesu. “Kau benar-benar mengerikan jika seperti itu Song Hyuri.
Kugjungma. Aku baik-baik saja. Hanya saja aku harus segera pergi untuk
memperbaiki kecapiku yang rusak kecil ini. Jika tak segera dibenahi, bagaimana
nasibku bersama Snapdragon besok? Lee Junki Sonsaengnim membantuku mendapatkan
izin jadi aku bisa pulang lebih awal. Tak apa kan aku pergi dahulu?”
“Yakin
ingin pergi sendiri? Benar begitu
adanya?” tanya Suri khawatir. “Tak ingin kami menemanimu?”
“Aku
baik-baik saja sekarang dan walau kalian memaksa, aku benar ingin pergi sendiri
saat ini. Mian.”
“Anak
ini bukan gadis cengeng. Biarkan saja dia pergi,”Seungho yang sebenarnya tak
tega melihat Magi lesu seperti itu menepis rasa khawatir di hatinya.
“Jangan
berkecil hati karena insiden ini Magi. Jangan kalah dengan jajahan orang-orang
kerdil itu,” Jonghwan turut membesarkan hati Magi. “Ini hanya awal. Kita akan
tetap menjaganya setelah ini. Kau paham kan?”
“Nee.”
Magi mengangguk. “Gomapta. Aku sayang kalian.” Magi tersenyum lebih tulus.
Walau
masih mengkhawatirkan Magi, keempat temannya segera memberi jalan dan
membiarkan Magi pergi. Sukjin membuka pintu gerbang untuk Magi. Teman-teman
Magi berdiri di dekat Sukjin masih menatap Magi yang berjalan menuntun
sepedanya meninggalkan sekolah.
“Harusnya
ini menjadi baik untuk kalian, tapi mereka terlalu kuat.” Gumam Sukjin.
“Kami
lebih kuat pada semuanya,” jawab Hyuri.
“Hah...
aku tahu itu. Sebaiknya kalian kembali.” Saran Sukjin.
Suri,
Jonghwan, Hyuri dan Seungho pun patuh. Mereka mulai berjalan meninggalkan
gerbang. Ketika sampai di pintu koridor, L.Joe yang tampak panik menghampiri
mereka.
“Dia...
dimana...??” tanya L.Joe dengan nafas terengah-engah. Sepertinya ia berlari
menuju koridor depan itu.
“Baru
saja pergi,” jawab Suri lirih dengan tatapan heran pada L.Joe.
“Hah!”
L.Joe kembali berlari menuju gerbang depan sekolah. Keempat teman Magi
menatapnya heran.
“Dia
akan pergi menyusul Magi...?” gumam Seungho.
***
Magi
malas menaiki sepedanya. Ia berjalan pelang menuntun sepeda. Masih lesu sambil
sesekali mendesah pelan. Magi kecewa pada dirinya sendiri. Menyesali
keteledorannya. Magi merasa bersalah pada keluarga dan teman-temannya yang
memberinya dukungan dan berharap ia lolos seleksi hari ini. Magi kembali
menundukan kepala dan mendesah pelan.
“Magi!”
Magi
tetap berjalan pelan dengan ekspresi lesu.
“Magi-ya!”
Magi
sama sekali tak menunjukan reaksi pada teriakan yang menyerukan namanya.
“Ya!
Rosmary Magi!”
Langkah
Magi terhenti. Kepalanya yang tertunduk terangkat sejajar lurus menatap ke arah
depan. Ia baru tersadar dari lamunannya. Kemudian Magi membalikan badan dan
terbelalak ketika menemukan L.Joe berhenti tak jauh dari tempat ia berdiri.
L.Joe yang berdiri dengan badan membungkuk dimana kedua tangannya memegang
lutut dan napas terengah-engah.
“Sunbaenim??”
bisik Magi.
L.Joe
kembali menegakan badannya dan berjalan mendekati Magi. “Apa kau berniat
membunuhku?” kata L.Joe sembari berjalan mendekat. “Kenapa tak menerima
panggilanku? Tak membalas pesanku. Kau ingin kabur sendiri?” L.Joe berhenti
tepat di depan Magi. “Apa aku tak berarti sama sekali untukmu?” L.Joe menatap
Magi yang juga menatapnya.
“An-anio...”
bantah Magi sembari menggeleng cepat. Kemudian Magi meraih ponsel di saku
seragamnya. Magi terbelalak melihat jumlah panggilan tak terjawab dari L.Joe.
“Jeosonghamnida Sunbaenim,” Magi sedikit membungkuk di depan L.Joe,”aku tak
tahu Sunbaenim menelfon.”
“Itu
karena tubuhmu ada di sini tapi tidak dengan pikiranmu. Berjalan dengan cara
seperti itu apa kau sadar jika itu sangat berbahaya?”
“Jeosonghamnida...”
Magi kembali tertunduk.
L.Joe
tiba-tiba tersenyum melihatnya. “Hari ini kau banyak sekali mengucap kata maaf,
Magi.”
“Aku
mengecewakan banyak orang. Aku ceroboh. Babo.”
“Memang
disayangkan, tapi dilihat dari bagaimana kau memulai ini semua aku tak heran
jika akhirnya akan begini. Jika hari ini takdirmu memang begini, kau bisa apa?
Lupakan insiden itu. Lagi pula apa untungnya ikut melamar menjadi pengisi acara
Hwaseong Festival. Di sana bukanlah tempatmu. Karena sehebat apa pun adanya
dirimu, mereka tak akan pernah mengakuinya.”
“Karena
aku cacat dari awal?” Magi mengangkat kepala membalas tatapan teduh L.Joe.
“Aku
tak mau membahasnyaa lagi. Lalu sekarang kau akan kabur kemana dengan kecapimu
itu?”
“Aku
tak kabur. Lee Junki Sonsaengnim membantuku mendapat izin pulang lebih awal.
Sunbaenim kabur?”
“Aku
tidak kabur, tapi aku mengejarmu.”
Magi
terbelalak menatap L.Joe.
“Kau
mau pulang?”
“Anee.
Aku harus pergi ke Kampung Lupin.”
“Kampung
Lupin??”
“Nee.
Kampung seniman Ambrosia. Sunbaenim tak tahu?”
“Kampung
Gisaeng??”
“Aigo!
Kenapa semua selalu berpendapat demikian...” Magi menggeleng pelan. “Memang
Gisaeng yang lebih menonjol di sana, tapi banyak pula seniman hebat tinggal di
sana seperti Dokter kecapiku ini.”
“Dokter
kecapi??”
Magi
mendesah kesal.
“Eum,
mian. Tapi bolehkah aku ikut? Aku terlanjur mengejarmu sejauh ini, apa kau akan
mengabaikanku begitu saja?”
“Baiklah.
Ayo kita pergi.”
“Tapi...
aku tak bisa mengemudikan sepeda itu...” L.Joe malu-malu sembari mengusuk
tengkuknya lalu tersenyum kecil pada Magi yang terkejut mendengar pengakuan
L.Joe.
Magi
tersenyum melihat tingkah dan ekspresi L.Joe. Senyum yang lebih tulus, bukan
senyum yang lesu seperti sebelumnya. “Tak mengapa. Aku akan membonceng Sunbaenim.”
“Mwo??
Apa itu tak memalukan??”
“Kalau
begitu silahkan jalan kaki.”
“Magi!”
tahan L.Joe saat Magi hendak membalikan badan. “Baiklah.”
Magi
tersenyum. “Ayo. Naiklah!”
“Biarkan
kecapi itu aku yang membawanya.”
Magi
melepas kecapi di punggungnya dan memberikannya pada L.Joe. Usai menyangklet
kecapi di punggungnya, L.Joe pun duduk di boncengan Magi yang kemudian segera
mengayuh sepedanya.
“Woa!
Sunbaenim ringan sekali!” seru Magi.
“Nee??”
“Anee.
Just enjoy your trip!” Magi semangat mengayuh sepedanya.
***
Elroy
menghadang Seungho, Hyuri, Suri dan Jonghwan. Daehyun kembali menunjukan
ekspresi sengitnya ketika menatap Hyuri dan kawan-kawannya.
“Ada
apa sampai Sunbaenim sekalian menghadang kami seperti ini?” tanya Seungho
sopan.
“Pertanyaan
itu harusnya aku yang bertanya pada kalian bukan? Ada apa sebenarnya? Apa yang
terjadi? Bagaimana aku bisa begitu tergila-gila pada Song Hyuri ini dan
mati-matian mengejarnya?” Daehyun dengan lirikan memicing pada Hyuri.
Mendengarnya
Hyuri tak marah malah tersenyum kecil dan menunjukan ekspresi lega sambil
menatap Daehyun. Hyuri lega melihat Daehyun kembali normal seperti sedia kala.
“Bagaimana
dia bisa tersenyum seperti itu?” gumam Woohyun yang memperhatikan bagaimana
ekspresi Hyuri.
“Tentang
itu... bukankah harusnya Sunbaenim sendiri yang tahu kenapa alasannya,” Seungho
merespon ungkapan Daehyun.
“Beraninya
kau mengatakan hal itu pada kami,” Ilhoon menanggapi pernyataan Seungho. “Apa
kau tak sadar juga jika temanmu itu, Song Hyuri telah mempraktekan sihir dan
membuat teman kami Daehyun kehilangan jati dirinya beberapa waktu lalu?
Memantrai Daehyun hingga Daehyun tergila-gila padanya.”
“Apa
Sunbaenim punya bukti?Sangat tidak sopan sekali Sunbaenim menuduh kami seperti
itu,” Suri ikut bicara meneruskan pembelaan Seungho.
“Bukti??
Apa semua tindakan Daehyun yang diabadikan banyak orang itu tak cukup menjadi
bukti?” Ilhoon menatap sinis pada Suri.
“Beda
antara benci dan cinta itu sangat tipis. Aku khawatir jangan-jangan peristiwa
beberapa hari yang terlewat itu seseungguhnya adalah obsesi terpendam Jung
Daehyun Sunbaenim pada temanku Song Hyuri.” Suri benar terlihat tenang
menghadapi serangan Ilhoon.
“Daehyun
menjadi kacau usai Rosmary Magi menabraknya dan bertingkah aneh di depannya.
Apa analisisku kali ini tak cukup menjadi bukti?” sambung Woohyun membela
Ilhoon.
“Apa
yang kalian katakan itu benar adanya,” sahut Hyuri membuat semua tercengang
menatapnya. “Kalian benar. Kecerobohan kami adalah kurang rapi dalam mengemas
rencana dan mempraktekan sihir cinta itu. Terlalu mencolok dan hasilnya benar
tak memuaskan,” gantian Hyuri memicing menatap Daehyun. “Karena bosan, kami
memutuskan segera menetralkan mantra yang mempengaruhi Jung Daehyun.”
“Jadi
kalian benar mempraktekan sihir??” Yoseob dengan ekspresi tak percaya lalu
menggeleng pelan.
“Jung
Daehyun ternyata adalah sosok yang benar-benar tak menyenangkan.” Balas Hyuri
menghina Daehyun.
“Mwo?!
Beraninya kau mengolokku seperti itu!” Daehyun tak terima menerima olokan
Hyuri. Ia makin naik darah.
“Perasaanku
sedang tak enak saat ini. Insiden di aula utama benar-benar membuatku ingin
membantai orang secara keji. Jangan sampai kekesalanku ini memnuncak karena
ulah kalian.” Tatapan serius dan sinis Hyuri benar-benar membuat Elroy
merinding. “Saat ini aku benar-benar ingin memakan daging kelinci bakar yang
lezat dan lima kelinci pasti akan cukup memuaskanku. Apa kalian setuju
teman-temanku?” imbuh Hyuri masih dengan ekspresi bengis di wajahnya.
“Wah
kelinci bakar. Itu pasti lezat!” Suri antusias turut menatap Elroy.
Melihat
bagaimana ekspresi Hyuri dan Suri, kelima member Elroy merasa ngeri dan
buru-buru pergi. Hyuri segera bernapas lega sesudahnya.
“Kau
hebat, Song Hyuri!” puji Jonghwan. “Akting kalian benar-benar keren!”
“Ya,
Hyuri! Apa benar kalian memantrai Daehyun??” tanya Seungho penasaran.
Hyuri
tak menjawab. Mengabaikan Seungho dan berjalan pergi begitu saja. Suri, Seungho
dan Jonghwan saling melempar pandangan dalam diam.
***
Kwanghee
berkutut di depan Hami. Ketiga member Flower Season Boys berdiri tak jauh di
belakang Kwanghee. Berulang kali Kwanghee memohon ampunan. Meminta maaf atas
tindakannya yang sengaja memotong tiga buah senar kecapi milik Magi ketika Magi
meninggalkan kecapi itu di ruang tunggu peserta audisi.
Hami
yang duduk di depan Kwanghee terlihat benar marah. Ia kecewa pada tindakan
picik Kwanghee yang notabene anak bangsawan terpandang di Wisteria Land. Usai
mengetahui kecapi Magi rusak, Hami langsung meminta Sunggyu dan Junghun mencari
Kwanghee. Tanpa ragu Hami sudah menjatuhkan tuduhannya pada Kwanghee yang sejak
awal memang menentang keberadaan Magi, Hyuri dan Suri di Hwaseong Academy.
“Aku
mencoba memaklumi semua tindakanmu, tapi hari ini aku benar-benar kecewa padamu
Hwang Kwanghee. Toleransi yang aku berikan tak kau indahkan. Apa kau pikir aku
main-main dengan titahku tentang tiga gadis dari SMA Maehwa itu?” Hami yang
telah berhasil menguasai emosinya pada Kwanghee itu akhirnya bicara juga. “Kali
ini kau benar-benar keterlaluan. Aku yang memberi Rosmary Magi tiket emas untuk
ikut audisi sebagai wujud balas budiku pada Magi yang telah menolongku, tapi
inikah balasanmu untuknya? Inikah yang kau sebut sebagai perwujudan rasa
sayangmu padaku? Putri yang benar kau junjung?”
“Hamba
mohon maafkan hamba Yang Mulia,” rengek Kwanghee.
“Kau
mengatakan tindakanku berlebihan? Aku benar-benar tak bisa menjangkau apa yang
ada dalam pemikiranmu Hwang Kwanghee. Bagaimana kau bisa begitu membenci orang
yang sebenarnya tak pernah sekalipun melukaimu sebelumnya. Aku memberimu
kesempatan dan toleransi, tapi hari ini kau benar-benar melukai hatiku. Apa kau
tahu jika aku benar menaruh harapan besar pada Magi agar ia bisa tampil menjadi
pengisi acara saat Hwaseong Festival nanti?”
“Yang
Mulia...”
“Aku
tak akan diam lagi. Inilah kekuasaan yang akan aku gunakan padamu.”
“Yang
Mulia... hamba mohon jangan usir hamba dari sekolah ini. Hamba menyesal
melakukannya.” Kwanghee memohon.
Sejenak
berubah hening dalam kantor Dewan Senior. Hyerin, Junghun, Sungkyu, Taemin,
Ren, dan Kevin terdiam menatap Hami yang terlihat benar-benar marah pada
Kwanghee.
Hami
menghela napas panjang. “Akan kuberikan satu kesempatan lagi padamu dengan
syarat esok kau harus meminta maaf pada Magi dan mengakui semua kesalahanmu
serta berjanji pada Magi untuk tidak berbuat jahat lagi padanya.”
“Yang
Mulia...” Kwanghee kembali merengek. Sepertinya ia keberatan.
“Ini
pilihan terakhir untukmu, Hwang Kwanghee. Melakukannya atau pergi. Kesabaranku
pun memiliki batas.”
Kwanghee
tertunduk masih berlutut di depan Hami.
***
“Sepertinya
anak Wali Kota itu benar tergila-gila padamu. Pastilah sangat menyenangkan
disukai pemuda tenar seperti itu,” Geunsuk sengaja mencegat Shin Ae.
Shin
Ae menghentikan langkahnya namun tetap membelakangi Geunsuk.
“Aku
rasa kau tahu pasti siapa Yoo Seungho itu.”
“Kau
pun sama. Lalu apa tujuanmu mengatakan hal demikian padaku? Walau aku sangat
membencimu tapi aku bukan orang picik yang akan memanfaatkan orang lain untuk
membalas kebencianku pada seseorang. Kalian tumbuh bersama dan dia memanggilmu
Hyung kemudian ketika sampai di sini dia malah mengejarku. Hah! Itu cukup
membuatmu khawatir sepertinya.”
“Yoo
Seungho adalah Tuan Muda yang sangat aku sayangi. Jangan macam-macam padanya.”
“Aku
tak punya alasan untuk berbuat macam-macam padanya. Aku bukan tipe orang yang
suka bermain-main seperti itu. Membuang waktu saja.”
“Sebaiknya
kau bersikap tegas padanya karena sepertinya dia benar-benar jatuh cinta
padamu. Jika tak suka katakan saja. Melukainya di awal itu lebih baik daripada
membiarkan ia berlarut dalam harapan yang ia sendiri tak tahu nantinya akan
membawanya pada akhir yang seperti apa.”
“Apa
ini sama artinya dengan seorang Geunsuk memohon padaku?? Hah! Sejak awal kau
sudah membenci kami. Aku dan kelompokku lalu apa arti semua ini?”
“Aku
tahu kau sangat benci padaku, pada semua apa yang pernah aku lakukan padamu dan
kelompokmu ketika kalian baru bergabung, tapi aku mohon jangan jadikan momen
ini sebagai ajang balas dendam padaku. Yoo Seungho tak tahu apa-apa tentang itu
semua dan...” Geunsuk diam sejenak tak melanjutkan perkataannya. Shin Ae yang
berdiri membelakanginya diam menunggu. “...dan jika kau mempermainkannya,
membuatnya terluka maka kau akan menghadapi kemarahan dari luka yang sama yang
aku rasakan atas tindakanmu padanya. Aku sangat menyanyangi Keluaga Yoo
terlebih Yoo Seungho.”
“Sangat
memalukan sekali. Lagipula itu bukan urusanku. Kau dan pemuda bernama Yoo
Seungho itu.”
“Jung
Shin Ae!” Geunsuk beralih ke hadapan
Shin Ae. Menatap tajam gadis itu.
“Kau
baru menyadarinya? Jika kita semua hanya menunggu giliran dan secepat ini semua
berbalik. Kau menjadi ketakutan?”
“Jung
Shin Ae!”
“Kau
tahu, kau itu terlalu berlebihan. Bagaimana awalnya kau meremehkan kami Birch
dan tak jarang melakukan bullying pada kami namun perlahan bagaimana Birch
mulai mengungguli Alder, itu sudah cukup menyiksamu bukan? Dan karena itu kau
dipenuhi pikiran negatif ketika tahu Yoo Seungho memberiku perhatian. Tahukah
kau jika itu semua sangat kekanak-kanakan? Sempit sekali pemikiranmu itu Jang
Geunsuk. Kau semakin jauh dari apa yang aku duga.”
“Mwo??”
“Sejujurnya
aku sangat tak peduli. Tapi beginilah adanya jadi nikmati saja permainannya.”
“Ya!
Jung Shin Ae!”
“Permisi.
Aku ada urusan lain.” Shin Ae pamit pergi dari hadapan Seungho.
“Hah!
Anak itu benar-benar!” Geunsuk berkacak pinggang kesal menatap Shin Ae yang
berjalan menjauhinya.
***
Magi
tersenyum lebar melihat kecapinya selesai dibenahi. Pria tua itu memberikan
kecapi Magi dan meminta Magi mencoba memainkannya. Magi antusias menerima
kecapinya dan mulai memainkannya.
“Bagaimana?”
tanya Tuan Yoon ayah dari Songeun.
“Ini
sempurna. Paman Yoon yang terbaik.” Magi tersenyum lebar menatap Tuan Yoon.
“Siapa
yang tega berbuat ini padamu? Picik sekali.” sela Songeun.
“Entahlah,
Onni. Mungkin aku terlalu kriminal hingga semua benci dan tak ingin melihat aku
senang. Tapi aku lega mereka hanya memotong tiga senarnya tak menghancurkan
kecapi peninggalan kakek ini. Paman Yoon, terima kasih telah mengobati kecapi
kesayanganku ini.”
Tuan
Yoon tersenyum tulus sembari mengangguk pelan. Sementara itu Songeun yang duduk
di sampingnya beralih menatapa L.Joe yang datang bersama Magi kemudian turut
duduk dalam ruangan itu.
“Jujur
sangat mengejutkan melihat Anda datang bersama Magi hari ini. Aku sering
melihat Anda di meja nomer 8 di Club Golden Rod. Rupanya sudah sejauh ini dari
hanya sekedar duduk diam menonton dan mengirimkan bunga.” Sapa Songeun pada
L.Joe.
“Itu
karena aku yang mengajaknya kemari Onni. Maafkan aku membawa orang asing masuk.
L.Joe Sunbaenim orang baik. Onni tak perlu khawatir tentang kami,” bela Magi.
“Membelanya?”
Songeun membalas pernyataan Magi namun tatapannya tak beralih dari menatap
L.Joe.
“Ini
karena aku memaksa ikut. Karena aku mengejarnya keluar sekolah,” kata L.Joe.
“Apa
Anda tahu apa itu kampung Lupin? Anda tak merasa risih datang bersama gadis
ini? Gadis yang sering datang ke kampung Lupin ini? Walau kampung Lupin dikenal
sebagai kampung seniman Ambrosia namun di sisi lain kampung ini juga dikenal
sebagai kampung Gisaeng. Beberapa rumah gisaeng ternama berdiri di sini.
Sebelumnya Anda tak pernah kemari dan bagi bangsawan berkelas seperti Anda
apakah hal ini tak akan menjadi hal yang memalukan?”
“Magi
datang kemari untuk menimba ilmu. Belajar musik tradisional yang perlahan mulai
dilupakan oleh kaum muda. Untuk apa aku merasa risih dan malu? Pemikiranku tak
setradisional itu dan aku tak peduli pada pendapat orang. Apa yang aku lakukan
hanya aku yang tahu. Selama itu bukan kesalahan sama sekali tak akan memalukan
bagiku.”
Songeun
menyincingkan senyum mendengar pernyataan L.Joe.
“Magi
adalah seniman musik dan dia adalah gadisku kini.” Imbuh L.Joe penuh keyakinan.
“Anda
terdengar begitu yakin sekali Tuan Muda. Aku salut akan hal itu. Tapi aku
sedikit ragu pada jiwa muda yang terkadang labil. Apakah Anda bisa mempertanggungjawabkannya
dengan mengatakan Magi adalah gadis Anda?”
“Salah
satu yang aku suka dari seorang seniman adalah kepandaiannya meracik kata,
seperti Anda,” L.Joe tersenyum kecil masih membalas tatapan Songeun. “Sejak
pertama kali melihatnya, aku tak bisa kepas lagi darinya dan untuk membuatnya
mau tinggal dekat di sisiku seperti ini bukanlah hal mudah. Aku tak tahu apa
yang akan terjadi nanti walau aku sangat menginginkan ini sebagai selamanya
bersamanya. Aku akan mempertanggungjawabkannya mulai sekarang. Jika aku lalai,
Nona kuberi hak untuk memberi hukuman.”
“Salah
satu yang aku suka dari kaum bangsawan adalah kemampuan mereka merangkai kata
seperti Anda,” Songeun kembali tersenyum kecil saat menatap L.Joe. “Maafkan
karena aku telah meremehkan jiwa Tuan yang terlalu muda ini. Seperti Anda, aku
juga sangat menyanyagi gadis ini, karena itu aku memegang janji Anda dan akan
menagihnya jika Anda ketahuan lalai Tuan.”
“Dengan
senang hati,” L.Joe tersenyum lebih tulus.
“Aku
harap Tuan Muda menepati janji. Satu pesanku, karena kalian telah memutuskan
untuk bersama selanjutnya tidaklah akan mudah bagi kalian. Aku harap kalian
kuat menghadapinya karena jalan yang akan kalian lalui tidaklah mudah. Maafkan
racauanku ini, tapi aku merasa sangat terbebani jika tak menyampaikannya.”
“Onni...”
Magi berbisik.
“Kami
akan melewatinya bersama,” L.Joe meraih tangan Magi dan menggenggamnya erat
seraya tersenyum menatap Songeun sembari mengucapkan ikrarnya.
Songeun
tersenyum lesu. “Jika kalian bisa melewatinya, aku bisa menjamin kalian akan
bahagia selamanya.”
“Hah,
ini menjadi terlalu serius. Bagaimana kalau kita makan siang sekarang?” sela
Tuan Yoon yang sedari tadi hanya menyimak.
***
Tak
banyak obrolan selama perjalanan pulang. Magi tak begitu banyak bicara hanya
semangat mengayuh sepedanya. L.Joe yang duduk dalam boncengan Magi pun lebih
banyak diam.
“Sampai!”
seru Magi membuat L.Joe tersadar dari lamunannya.
L.Joe
turun dari boncengan Magi dan memperhatikan sekitar. Ia dan Magi telah berada
di sebuah jalan perempatan.
“Kecapiku,”
pinta Magi.
L.Joe
memberikan kecapi milik Magi. “Kita berpisah di sini?”
“Nee.
Sunbaenim tak keberatan karena aku tak bisa mengantar Sunbaenim kembali ke
sekolah?”
“Tentu
saja tidak. Ini sangat memalukan. Kau pasti sangat lelah karena harus
memboncengku.”
“Tidak.
Tubuh Sunbaenim sangat ringan. Seperti tak membonceng siapa-siapa, sungguh.”
“Ish!
Kau ini.”
“Lain
kali kita pergi bersama-sama lagi ke Kampung Lupin. Subaenim masih berminat?
Sayang sekali kan hari ini pergi tanpa kamera di tangan.”
“Kau
bisa membaca pikiranku?”
“Mungkin
karena Sunbaenim mengirim sinyal padaku.”
“Ah...”
L.Joe tersenyum tersipu. “Kau masih mau pergi denganku? Lain kali biarkan aku
yang memboncengmu.”
“Jika
Sunbaenim sudah sangat ahli aku tak akan keberatan di bonceng.”
“Kalau
begitu aku akan berlatih keras.”
“Dan
aku akan menunggu.”
Sepasang
kekasih ini tertawa bersama lalu kembali saling terdiam selama beberapa detik.
“Arah
ke sek0lah ke sana. Setengah jam berjalan kaki akan sampai,” Magi kembali
bicara.
L.Joe
mengangguk. “Pergilah lebih dulu.”
“Sunbaenim
saja pergi lebih dulu.”
“Kau
saja. Aku ingin mengantarmu tapi sepertinya kau tak akan mau jadi pergilah
lebih dulu.”
“Jangan
khawatir. Ini wilayah kami. Sunbaenim saja pergi lebih dahulu dan izinkan aku
menatap dari sini karena tak bisa menemani Sunbaenim kembali ke sekolah.”
“Kau
saja yang...”
Magi
mengecup cepat pipi kiri L.Joe dan tersenyum manis menatap pemuda tampan itu.
L.Joe terkejut hingga tak bisa melanjutkan ucapannya dan wajahnya bersemu
merah. Ia terdiam menatap Magi yang berdiri dekat dihadapannya.
“Pergilah
lebih dulu dan izinkan aku menatap Sunbaenim dari sini,” Magi lirih.
Senyum
manis dan tulus terkembang di wajah L.Joe. Ia mengangguk dan berbalik
membelakangi Magi lalu berjalan pergi.
Magi
tersenyum lega masih berdiri menatap L.Joe yang berjalan menjauhinya.
Sambil
berjalan L.Joe senyum-senyum sendiri sambil mengelus pipi dimana Magi tadi
menciumnya. Penasaran L.Joe pun menghentikan langkahnya dan kembali menoleh.
Hening di belakang L.Joe. Jalan perempatan itu sepi dan sosok Magi tak terlihat
lagi di seberang sana. L.Joe tersenyum lesu dan kembali melanjutkan
perjalanannya ke sekolah.
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments