Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:02
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #24
Joongki bermaksud menghilangkan
penatnya. Ia menuju galeri mini milik Hami. Joongki menemukan Hami masih
melukis di dalam galeri mini miliknya. Joongki tersenyum manis dan bergegas
menghampiri Hami. Joongki berdiri di dekat Hami dan memperhatikan lukisan Hami.
“Siapa dia?” tanya Joongki
penasaran.
“Rosmary Magi,” jawab Hami tanpa
menghentikan gerak tangannya atau mengalihkan pandangannya dari kanvas
dihadapannya.
“Rosmary Magi?? Bukankah dia
seperti...” Joongki melayangkan pandangan ke seluruh sudut galeri mini milik
Hami untuk mencari lukisan Rosmary Magi yang sebelumnya telah diselesaikan
Hami.
“Inilah wujud asli dari gadis
itu.”
Ungkapan Hami menghentikan gerak
Joongki dari mengamati seluruh sudut galeri. Joongki kembali memperhatikan
lukisan sang adik. “Sangat cantik dan... memainkan sebuah kecapi?”
“Seperti memiliki kepribadian
ganda. Awalnya aku juga berpikir demikian. Di sekolah ia tampak bodoh dengan
penampilannya yang seperti itu, tapi saat berada dalam club itu... beginilah
adanya seorang Rosmary Magi,” Hami tersenyum mengenangnya.
“Club?? Aku benar-benar tak
paham.”
Hami menghentikan gerak
tangannya dan kembali tersenyum. “Rosamary Magi adalah salah satu anggota dari
Snapdragon. Mereka lima gadis yang menyatu dalam band Snapdragon dan selalu
tampil di club Golden Rod setiap Senin dan Kamis malam. Aku sendiri terkejut
melihatnya. Magi bisa memainkan kecapi. Dan harusnya hari ini ia mengikuti
seleksi untuk menjadi pengisi acara Festival Hwaseong nanti, tapi sayang ada
yang bertindak tak adil padanya,” ekspresi Hami meredup. “Aku memberinya tiket
emas, namun seseorang dengan alasan membelaku malah memotong tiga senar kecapi
milik Magi. Karenanya Magi tak bisa tampil dalam audisi hari ini.”
Joongki diam memperhatikan Hami.
“Bagaimana aku menghadapinya
esok? Orang-orang yang mengatasnamakan ingin melindungi aku, terus-menerus
melukai Magi dan teman-temannya.”
“Itu bukan salahmu adikku. Dan
aku yakin Rosmary Magi tak memiliki pikiran dangkal dalam menilaimu. Sadarkah
kah kau jika kau memiliki rasa sedikit berlebihan pada gadis ini?” Joongki
kembali menatap lukisan Hami yang hampir selesai.
Hami tersenyum manis. “Itu benar
Oppa. Aku sendiri tak tahu kenapa aku begitu penasaran padanya. Ingin
mengenalnya lebih jauh, ingin dekat dengannya, ingin melindunginya. Bahkan
Hyerin Onni selalu mengolokku dengan mengatakan aku telah terkena mantra sihir
yang dirapalkan Rosmary Magi. Bukankah itu terdengar konyol? Untuk apa ia
memantraiku? Mengambil alih kekuasaan? Ah.. Hyerin Onni itu...” Hami tersenyum
dan menggeleng pelan.
“Sejak pertama kali
melihatnya... aku menyukainya. Ada getaran di sini,” Hami meletakan tangan
kanannya di dadanya, “tapi aku tak tahu itu apa.”
Joongki terdiam mengamati lukisan
Hami yang masih setengah jadi itu. Hami bangkit dari duduknya dan mengambil
lukisan Rosmary Magi yang ia buat sebelumnya. Hami menyandingkan lukisan yang
ia bawa di samping kanan lukisan setengah jadi miliknya.
“Bagaimana menurut Oppa? Mereka
orang yang sama kan?” Hami berdiri dekat di samping Joongki turut mengamati
kedua lukisannya. Hami tersenyum. “Mata yang indah.” Ia memuji lukisannya
sendiri.
“Hanya rambut dan pakaian yang
ia kenakan yang membedakan. Akan tetapi jika tak jeli, benar menipu,” ungkap
Joongki.
“Itu benar.”
“Kenapa gadis secantik ini
justeru berpenampilan aneh saat ke sekolah? Apa dia sedang menyamar?”
“Itu juga yang menjadi
pertanyaanku. Siapa gadis ini sebenarnya...”
Hami dan Joongki terdiam masih
mengamati dua lukisan Rosmary Magi.
***
“Aku mohon!” Magi menyatukan kedua
tangannya, memelas di depan Hyuri, Suri dan Sungrin yang duduk berjajar di
hadapannya di kantin. “Apa gunanya konsep yang apik dan rapi tanpa perwujudan
nyata? Sudah matang aku menyusunnya, memperbarui ide yang muncul setahun lalu,
merancang model kostum tanpa adanya sosok nyata dari peri empat musim? Aku
mohon bantulah aku... chingu.”
“Karnaval bunga di Festival
Gardenia? Aku mau! Aku mau! Dari dulu hanya menontonnya, sekali saja menjadi
peserta pasti sangat seru.” Suri antusias.
“Aku juga mau. Terima kasih
sudah mengundangku,” Sungrin berbinar langsung menerima tawaran Magi.
Magi, Suri dan Sungrin kompak
menatap Hyuri. Hyuri yang tadinya cuek dan sibuk menghabiskan makanannya risih
juga. Ia menghentikan aktifitasnya, berdehem pelan lalu menatap satu per satu
temannya.
“Kalian tahu sendiri, aku mana
ada sisi feminim dan menariknya. Sosok peri itu haruslah cantik, feminim dan
anggun. Padaku semua itu tak ada,” ungkap Hyuri minder.
“Fawn itu peri yang tomboy,”
jawab Magi.
“Fawn??” Hyuri menatap tak paham
pada Magi.
“Peri hewan dalam Tinker Bell.
Kau pikir aku punya itu semua?” sela Suri.
“Cantik dan anggun itu bisa
diciptakan, bisa dibuat. Asal kalian setuju, selebihnya serahkan padaku.” Magi
meyakinkan.
“Baiklah.” Hyuri akhirnya
setuju. Magi tersenyum lega.
“Tapi Magi, bukankah kau punya
Snapdragon, kenapa kau malah mengajak kami?” tanya Suri.
“Mereka akan sibuk dengan
seniman kampung Lupin yang lain. Setiap tahun juga begitu. Karenanya aku selalu
kesepian saat Festival Gardenia tiba. Tapi kali ini tidak lagi. Akhirnya aku
bisa jadi peserta karnaval juga.” Magi tersenyum berbinar.
“Seniman kampung Lupin?” tanya
Hyuri.
“Em.” Magi mengangguk mantab.
“Bukankah itu kampung...”
“Gisaeng??” potong Magi sebelum
Hyuri selesai bicara. “Kenapa selalu identik dengan itu?” Magi bergumam lirih.
“Iya memang banyak rumah gisaeng terkenal di sana, tapi para seniman
tradisional juga banyak bermukim di sana. Aku mendalami bagaimana memainkan
kecapi juga disana.”
Hyuri tampak terkejut mendengarnya.
Sementara Suri dan Sungrin menatap penasaran pada Magi.
“Di bawah pimpinan Songeun Onni,
bersepuluh kelompok mereka dikenal sebagai ‘Sepuluh Gadis Genderang’.
Sebenarnya nama kelompok mereka itu Geumgang Chorong atau Hanabusaya atau
Diamond Blubell.” Magi melanjutkan penjelasannya.
“Nama yang indah.” Puji Sungrin.
“Mereka selalu tampil saat
Festival Gardenia. Menampilkan tarian Tiga Genderang. Moon Sori Onni akan
memimpin tarian. Aku pertama kali bertemu mereka juga dalam Festival Gardenia
satu setengah tahun yang lalu. Setelah berkenalan aku memperdalam belajar kecapi pada Paman Yoon,
ayah darai Songeun Onni. Enam bulan kemudian Snapdragon dibentuk dan tiga bulan
kemudian kami diterima menjadi pengisi acara di Club Golden Rod dan bertemu
Clovis.” Magi tersenyum mengenangnya.
“Jadi Snapdragon itu masih baru
ya? Wah, tapi kalian unik.” Puji Suri.
“Aku benar-benar pensaran pada
Snapdragon,” sahut Sungrin.
“Nanti malam datang saja ke Club
Golden Rod. Kami juga bekerja paruh waktu di sana.” Suri meminta Sungrin untuk
berkunjung.
“Ingin sekali. Tapi akan sulit
karena aku tinggal di panti asuhan.”
“Wah iya. Maaf aku lupa.”
“Saat Festival Gardenia, apa
Snapdragon juga akan tampil?” tanya Hyuri. “Itu kesempatan bagi Sungrin untuk
bisa melihat kalian.”
“Sayangnya tidak.” Magi menatap
Sungrin dengan tatapan menyesal. “Hanya Diamond Bluebell yang akan tampil.”
“Kau tidak ikut tampil?” tanya
Hyuri.
“Kecapi yang dimainkan Magi
adalah kecapi Cina, bukan alat musik asli Wisteria Land. Saat Festival Gardenia
digelar, hanya alat musik tradisional asli Wisteria Land yang boleh dimainkan.
Ini sebagai wujud penghormatan pada para dewa Sang Penguasa Alam. Juga sebagai
wujud pelestarian budaya. Karena itu alat musik modern atau alat musik non asli
Wisteria Land tak diperbolehkan untuk dimainkan di depan umum saat festival
berlangsung.” Terang Suri.
“Hampir saja melihat Magi
memainkan kecapi ya. Sayang dikacaukan.” Sesal Sungrin.
“Suatu hari nanti, aku yakin kau
akan melihatnya memainkan kecapi.” Suri membesarkan hati Sungrin.
“Semoga,” Sungrin tersenyum
manis.
***
Magi berjalan berdampingan
dengan Sungrin dan dibelakang keduanya berjalan Suri berdampingan dengan Hyuri.
Keempatnya berjalan kembali menuju kelas usai makan siang bersama di kantin. Dari
arah berlawanan Hami berjalan ditemani dua orang bodyguard wanita
dibelakangnya. Semua minggir memberi jalan untuk sang Tuan Putri. Karena asik
bercanda saat berjalan, Magi dan kemlompoknya tak menyadari jika dari arah
berlawanan Hami berjalan semakin dekat dengan mereka. Hami tersenyum melihat
Magi dan teman-temannya.
Tiba-tiba Kwanghee muncul
menghadang membuat Magi dan teman-temannya juga Hami menghentikan langkah.
Kwanghee menghadap pada kelompok Magi dengan kepala tertunduk dalam. Magi dan
teman-temannya menatap heran pada Kwanghee. Hami terlihat tenang menatap
Kwanghee yang berdiri membelakanginya. Ia menahan salah satu bodyguard yang
hendak maju untuk menyingkirkan Kwanghee.
“Apa yang ia lakukan?” bisik
Suri. Hyuri yang berdiri di samping kanannya hanya diam memperhatikan Kwanghee.
Tak hanya Magi dan
teman-temannya yang terkejut, semua yang menyaksikan kejadian itu juga turut
terkejut ketika Kwanghee tiba-tiba berlutut di depan Magi dan teman-temannya.
Masih dengan kepala tertunduk dalam, Kwanghee jatuh berlutut di depan Magi dan
teman-temannya. Hami yang sebelumnya terlihat tenang juga terkejut melihat ulah
Kwanghee.
“Sunbaenim. Apa yang Sunbaenim
lakukan. Tolong berdirilah.” Pinta Magi merasa risih menjadi pusat perhatian.
Kwanghee menyunggingkan senyum
getir di bibirnya. “Sungguh suatu kebetulan yang sempurna. Aku tak akan
melewatkan ini lagi untuk...” Kwanghee terdiam sejenak. Terlihat jika ia
benar-benar terbebani dengan apa yang ia lakukan kini, “...untuk meminta maaf
pada kalian, meminta maaf padamu Rosmary Magi.”
Lagi-lagi Magi dan
teman-temannya dibuat terkejut oleh ulah Kwanghee. Murid-murid lain yang
menyaksikan momen itu segera saling berbisik.
“Aku berlutut di depanmu untuk
meminta maaf. Meminta maaf atas semua ulahku yang tak adil padamu Rosmary Magi
dan juga Song Hyuri juga Han Suri. Semua kekacauan itu... ulahku.” lanjut
Kwanghee terus mengejutkan orang-orang di sekitarnya.
“Jadi benar semua itu ulah
Sunbaenim?” Hyuri yang menahan emosinya selama beberapa waktu tiba-tiba maju ke
depan dan menatap Kwanghee penuh amarah. Sungrin segera menahan Hyuri. “Dasar
manusia picik!” umpat Hyuri memaki Kwanghee. Suri turut maju menenangkan Hyuri.
Jonghwan dan Seungho baru tiba
usai mendengar salah satu murid yang sengaja menyebarkan berita perihal
Kwanghee dan trio Maehwa. Keduanya memilih berdiri agak jauh di belakang Hami
dan dua bodyguarnya.
“Kalian pantas marah. Aku memang
sangat jahat pada kalian. Aku memang keterlaluan.” Kwanghee masih berlutut
dengan kepala tertunduk. “Aku mohon maafkan aku.” Pintanya lirih.
Napas Hyuri terengah-engah
karena ia berusaha keras menahan emosinya. Hyuri berperang dengan dirinya
sendiri di depan Kwanghee. Hyuri mengangkat kepala menatap Hami. “Aku yakin kau
tak tulus melakukan semua ini. Apa ini karena Yang Mulia Tuan Putri yang
meminta?” tanya Hyuri masih menatap tajam pada Hami. “Jikaa benar kau
memperoleh pengampunan dari Yang Mulia hanya dengan persyaratan meminta maaf
pada kami di depan umum seperti ini, itu sangatlah ringan untuk sebuah hukuman
bagi orang tamak dan picik sepertimu.”
Teman-teman Kwanghee—Taemin, Ren
dan Kevin- terkejut mendengar pernyataan Hyuri. Ketiganya menatap keheranan
pada Hyuri.
“Jika aku meminta keadilan
dengan diijinkan menghajarmu di sini saat ini juga, apa itu pun akan
dikabulkan?” Hyuri masih menatap tajam Hami.
Semakin tegang. Semua fokus
memperhatikan. Hami terkejut dan terdiam membalas tatapan Hyuri.
“Sudahlah Hyuri. Hentikan.”
Pinta Magi. “Anggap saja semua ini tak pernah terjadi dan anggap saja kita tak
pernah bertemu sebelumnya. Aku cukup lelah dengan ini semua.” Magi menunduk
sopan lalu berjalan pergi. Magi sama sekali tak menoleh pada Hami ketika
melewati Hami, walau Hami memandangnya.
Seungho segera menyusul Magi.
Sungrin pun buru-buru mengejar Magi. “Kita pergi,” bisik Suri memaksa Hyuri
pergi dari tempat itu. Hyuri akhirnya menurut dan pasrah Suri menuntunya pergi.
Jonghwan pergi bersama Suri dan Hyuri.
Hami mendekati Kwanghee yang
masih berlutut dengan kepala tertunduk. “Aku tahu ini tidak mudah. Kau
mengorbankan harga dirimu untuk melakukan ini semua. Maafkan aku.”
“Tidak Yang Mulia. Hamba pantas
mendapatkan ini semua. Yang Mulia tak perlu meminta maaf.” Bantah Kwanghee.
“Untuk mendapatkan sebuah
ketulusan itu tidak mudah. Semoga kau tidak menyerah sampai di sini.” Hami
kemudian melangkah pergi.
Taemin, Kevin dan Ren segera
menghampiri Kwanghee dan membantu pemuda itu berdiri. Murid-murid yang
berkerumun untuk menonton juga membubarkan diri.
***
“Aku mengintipnya. Semua rencana
yang ia buat telah ia centang. Mungkin beres menurutnya. Rosmary Magi
benar-benar ingin membantuku. Tapi sepertinya masih ada hal lain yang
benar-benar membebani pikirannya.” Lizzy duduk di depan Shin Ae yang sedang
fokus pada buku di tangannya di perpustkaan sekolah jam istirahat itu. “Rosmary
Magi memikirkan bagimana cara untuk membawaku keluar dari sini. Festival
Gardenia, karnaval bunga ah...” Lizzy kembali melayang-layang. “Sukjin Appa
juga sudah mengetahui tentang ini semua.”
Shin Ae bungkam. Bersikap acuh pada
Lizzy yang kini melayang-layang di sekitarnya.
“Kau ini pelit sekali!” Lizzy
tiba-tiba muncul begitu dekat tepat di depan wajah Shin Ae hingga Shin Ae
tersentak kaget dan melempar buku di tangannya hingga jatuh menimpa satu murid
yang duduk tak jauh di depannya.
“Maaf.” Shin Ae tersenyum
sungkan segera meminta maaf pada murid perempuan yang menatapnya kesal sembari
mengembalikan buku milik Shin Ae.
Lizzy tertawa lepas. Ia puas
berhasil mengusili Shin Ae. Lizzy terbang melayang semakin tinggi di udara lalu
menghilang menembus tembok.
Shin Ae menghela napas kesal den
bangkit dari duduknya pergi meninggalkan perpustakaan.
***
Hami menghampiri bangku Magi
ketika jam pelajaran berakhir dan murid-murid sudah meninggalkan kelas.
“Walau itu benar adalah
permintaanku, tapi Hwang Kwanghee terlihat tulus melakukannya. Apa masih sulit
bagimu untuk memaafkannya? Aku tahu ini keterlaluan. Aku terlalu ingin tahu,
terlalu ikut campur. Tapi jika tak mengatakannya benar membuatku merasa tak
enak. Memang kau berhak untuk tidak memaafkan tapi...”
“Aku tak mau membahasnya lagi,”
potong Magi sebelum Hami menyelesaikan kalimatnya.
Hyuri dan Suri terdiam. Menatap
Hami lalu Magi.
“Semua itu tidak hanyaa
membuatku lelah, tapi juga membuatku muak. Berhentilah bersikap seolah-olah
Yang Mulia ini adalah pahlawan.”
“Magi...” Suri merasa sungkan
pada Hami mendengar pernyataan Magi. Ia menatap Hami lalu Magi.
Hami tersenyum kecil. “Aku tak
berniat menjadi pahlawan. Aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan. Mungkin
jika aku benar membencimu dari awal, aku akan melakukan seperti apa yang
dilakukan Hwang Kwanghee padamu. Tapi dari awal begini yang hatiku ingin
lakukan, jika kau melarangku, aku harus bagaimana?”
Magi diam. Bahkan tak mengangkat
kepala untuk menatap Hami.
“Jika kau benar ingin menjadi
pengisi acara saat Festival Hwaseong nanti, aku bisa mengusahakannya untukmu.
Biarkan aku menebus rasa bersalahku padamu.”
Magi bangkit dari duduknya.
“Tempatku bukan di sini. Aku cukup tahu diri tentang itu. Yang Mulia tak perlu
repot-repot untukku.”
“Tempatmu bukan di sini? Kau
adalah murid Hwaseong Academy, di sinilah tempatmu Rosmary Magi. Kau punya hak
yang sama seperti murid yang lain.”
“Permisi,” Magi menunduk sopan
dan berjalan keluar kelas. Hyuri menyusulnya.
“Tolong maafkan teman saya, Yang
Mulia.” Suri meminta maaf.
Hami tersenyum lesu dan
mengangguk pelan. Suri tersenyum lega lalu pamit pergi dan buru-buru menyusul
kedua temannya.
***
Pengunjung mulai berdatangan
memadati club Golden Rod. Hyuri dan Suri sibuk meladeni tamu yang berdatangan.
“Oh. Subaenim.” Sapa Suri saat
berpapasan dengan L.Joe. Suri menatap heran pada L.Joe yang malam itu tak
datang sendiri. Ada Shin Ae di sampingnya.
“Shin Ae ingin melihat
Snapdragon,” L.Joe menjawab tatapan heran Suri.
“Oh.” Suri tersenyum sungkan
seolah kesadarannya baru kembali. “Selamat datang di club Golden Rod. Silahkan
menuju meja favorit Anda.” Suri memberi jalan.
“Dia bekerja di sini?” tanyaShin Ae sembari berjalan mengikuti
L.Joe.
“Trio Maehwa ada di sini,” L.Joe
menarik kursi untuk Shin Ae duduk.
“Dunia ini sempit sekali,” Shin
Ae tersenyum dan duduk.
Hyuri selesai mengantar pesanan
salah satu tamu. Hyuri terkejut karena hampir saja bertabrakan dengan
seseorang. “Maaf.” Hyuri segera membungkuk meminta maaf. Hyuri terbelalak
ketika mengangkat kepala menatap pria tampan di depannya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya
Joongki sopan.
“Oh, nee.” Hyuri tersenyum kaku.
Hyuri menatap satu per satu empat pemuda di depannya. ‘Apa mereka ini F4?’ batin
Hyuri. ‘Tampan-tampan dan bersinar. Siapa mereka?’
“Malam ini... ramai sekali,”
Joongki sembari mengamati sekitarnya.
“Nee. Beginilah setiap Senin dan
Kamis malam. Para pendukung Snapdragon selalu memadati club kami.” Hyuri
membenarkan. “Apa ini pertama kalinya bagi Anda sekalian kemari?”
“Nee. Apa kami masih bisa
mendapatkan meja kosong?” tanya Joongki kali ini sambil tersenyum dan menatap
Hyuri.
“Tung-gu sebentar. Aku akan
menanyakan hal itu,” Hyuri pun pergi.
“Bagaimana jika Hyung tak mendapat
meja? Sepertinya penuh di sana-sini,” bisik Ilwoo yang berdiri di samping kanan
Joongki.
“Sepertinya tak akan mendapat
yang dekat dengan panggung.” Kyuhyun mengamati sekelilingnya.
“Ini terlalu mendadak. Harusnya
pesan tempat dulu,” sahut Donghae.
Hyuri kembali.”Keberuntungan
Anda, Tuan. Seseorang membatalkan pemesanan dan ada satu meja kosong tapi
letaknya cukup jauh dari panggung,” Hyuri menutup catatannya. “Meja nomer 17,
apakah akan mengambilnya?”
“Tentu.” Joongki tanpa ragu.
“Baiklah. Mari.” Hyuri memimpin.
“17? Apa tak terlalu jauh?”
gumam Donghae yang berjalan paling belakang.
“Di sini meja nomer 17. Lumayan
bukan?” Hyuri ketika sampai di meja nomer 17.
Joongki, Ilwoo, Kyuhyun dan
Donghae pun duduk. “Tuan sekalian mau pesan sesuatu?” tanya Hyuri sopan setelah
melihat keempat pemuda tampan itu nyaman dalam duduknya.
“Makanan dan minuman terbaik di
tempat ini untuk kami berempat,” jawab Joongki.
“Baiklah. Mohon di tunggu.”
Hyuri kembali pamit pergi.
“Dari sini lumayan bukan? Panggung
masih bisa terlihat,” Joongki tersenyum pada ketiga pengawalnya.
“Jadi sangat penasaran pada
Snapdragon. Seperti apa wujud mereka hingga membuat club ini jadi begini
penuh,” komentar Donghae.
Joongki tersenyum saja
menanggapi ocehan Donghae.
***
Tirai panggung terbuka. Kelima
member Snapdragon siap dengan alat musik masing-masing. Lampu panggung menyala.
Kelima member Snapdragon pun terlihat jelas. Joongki yang memang penasaran pada
sosok Rosmary Magi dan pernah melihat sebelumnya di lukisan yang dibuat Hami
langsung bisa mengenali yang mana Rosmary Magi diantara lima gadis yang berada
di atas panggung. Tatapan Joongki langsung tertuju pada gadis yang duduk
dibalik kecapi. Joongki menatapnya penuh kekaguman. Joongki terpesona pada
wujud nyata Rosmary Magi. Joongki tersenyum puas menatap gadis yang selama ini
hanya ia lihat dalam lukisan Hami itu.
Minchi mulai menggesek biolanya,
disusul permainan keyboard Songeun dan petikan kecapi Magi juga gitar akustik
Yeonmi dan gebukan drum Sori. Snapdragon memainkan sebuah melodi instrumental
untuk membuka penampilan mereka.
Senyum terus terkembang di wajah
Joongki saat ia menatap panggung. Tatapannya terfokus pada Magi sejak awal
lampu panggung menyala dan tak beralih sedikitpun menatap member Snapdragon
yang lain.
Snapdragon menutup penampilan
mereka dengan membawakan lagu From This Moment-Shania Twain. L.Joe tersenyum
menatap panggung. Shin Ae tersenyum sembari menggeleng pelan melihat L.Joe.
Saat mengedarkan pandangannya ke sekitar, Shin Ae terbelalak. Ia menemukan
Ilwoo, Kyuhyun, Donghae dan Joongki di dalam club Golden Rod. Shin Ae
mengerutkan dahi. Ia penasaran kenapa Raja dan tiga petinggi Reed itu ada di
dalam club Golden Rod malam ini.
***
Magi ngobrol bersama Yonghwa,
Seunghyun, Dongwoo dan Hyoseok di ruang tunggu Snapdragon. Clovis sengaja
datang malam ini untuk memastikan apakah benar Magi menolak tawaran Hami untuk
menjadi pengisi acara Festival Hwaseong nanti. Mereka lega usai Magi menegaskan
jika ia benar-benar menolak tawaran Hami.
Terdengar suara ketukan pintu
dan Jaesuk muncul dari balik pintu yang terbuka. “Kalian di sini?” Jaesuk kaget
menemukan Clovis ada bersama Magi.
“Ekspresi Paman itu berlebihan
sekali. Kami hanya ngobrol,” jawab Dongwoo.
“Hey! Memangnya kau pikir aku
punya pikiran apa pada kalian?” Jaesuk kesal dan Dongwoo terkekeh puas.
“Kebetulan sekali kalian di sini, aku butuh bantuan kalian.”
“Apalagi kini?” tanya Dongwoo.
“Ini demi nama baik club kita.
Ayo ikut aku!” Jaesuk memaksa keempat member Clovis pergi bersamanya.
“Nama baik club? Apa ada
masalah?” tanya Magi.
“Tidak ada. Kau di sini saja.
Sebentar lagi kau harus pulang kan? Aku hanya butuh pria-pria ini. Ayo cepat
ikut aku!” paksa Jaesuk.
Magi tersenyum dan menggeleng
melihat kelima pria itu. Pintu ruang tunggu tertutup dan suasana kembali
hening. Magi menghela napas dan duduk kembali menghadap cermin. Magi mengamati
bayangannya di cermin. Tatapan Magi berubah redup ketika menatap bayangannya
sendiri di dalam cermin. Magi terdiam dengan ekspresi redup menatap bayangannya
di dalam cermin dan itu berlangsung hingga seseorang mengetuk pintu membuat
lamunan Magi buyar.
“Masuk!” seru Magi sembari
membenahi ekspresinya. “Oh. Sunbaenim?” Magi kaget melihat L.Joe masuk sembari
membawa sebuah kardus berwarna putih di tangannya.
“Begitukah caramu memannggil
kekasihmu, Mogi?” olok L.Joe.
“Aku bukan nyamuk!” Magi
mengerucutkan bibirnya.
“Tak adakah panggilan kesayangan
untukku?” L.Joe sembari meletakan kardus yang ia bawa di meja.
“Aku harus memanggil apa?” Magi
dengan polosnya. “Aku tak tahu harus memanggil Sunbaenim apa.”
“Panggil saja Oppa.”
“Nee?? Oppa??”
“Jadi lagu yang kau nyanyikan
tadi saat menutup pertunjukan itu... untukku?”
“Aku menyanyi untuk semua.”
“Baiklah. Untuk semua.”
Magi tersenyum.
“Kau tak ingin tahu apa yang
kubawa untukmu ini? Kenapa tetap berdiri di sana?”
“Apa itu?” Magi mendekati meja.
“Buka saja.”
Magi membuka kardus berwarna
putih itu. “Hanbok??”
“Festival Gardenia sudah di
depan mata. Maukah kau mengenakan hanbok ini saat Festival Gardenia nanti?”
“Tentu saja. Gomawo... Oppa.”
L.Joe tersenyum tersipu
mendengarnya.
***
Hyuri dan Suri saling melempar
senyuman saat kembali memperhatikan bagaimana ekspresi Magi ketika ketiganya
pulang bersama usai bekerja di club Golden Rod.
“Kini berbunga-bunga padahal
dulu menolaknya. Pria pendek itu benar-benar membuatnya luluh,” Suri memecah
kebisuan.
“Hey!” Magi menatap ketus pada
Suri.
“Mian. Aku hanya bosan kita diam
dan kami harus memperhatikan ekspresi berbunga-bungamu itu.”
“Aa... jeosonghaeyo...” Magi
merasa sungkan.
“Tak apa. Seperti itu memang
khas ekspresi orang jatuh cinta. Walau aku belum pernah mengalaminya, tapi aku
banyak mengamati.”
“Dasar pengamat sosial!” olok
Magi lalun keduanya tertawa bersama.
“Sampai detik ini aku heran,
bagaimana L.Joe Sunbaenim bisa jatuh hati ketika melihat wujudmu yang seperti
ini?” Hyuri ikut bicara. “Apa dia rabun?”
“Aku sendiri heran,” respon
Magi.
“Pria sejati mecintai dari hati.
Bukan kecantikan fisik yang mereka cari.” Bela Suri.
“Dia terlalu muda untuk disebut
pria,” bantah Hyuri.
“Sudah, sudah, kalian ini. Oya,
besok sepulang sekolah kita berkumpul di club untuk membahas karnaval bunga
ya.” Magi mengingatkan.
“Paman Jaesuk juga memberi tahu
kami tentang itu,” jawab Suri. “Paman Jaesuk antusias sekali membantumu, aku
jadi penasaran pada konsep yang kau buat.”
“Aku juga,” Hyuri pun sama.
“Aku juga penasaran,” Magi turut
mengungkap hal yang sama.
“Magi?!” Hyuri dan Suri hampir
bersamaan.
“Kaja! Kaja!” Magi menaiki
sepedanya dan mengayuhnya pergi mendahului.
“Anak itu!” Suri segera menyusul
dan paling belakang ada Hyuri.
***
Sesampainya di kastil, Magi,
Hyuri dan Suri disambut Sungjeong yang sepertinya memang tengah menunggu
ketiganya. Jika biasanya Sungjeong terlihat ketus, malam ini ada yang berbeda
dengan ekspresinya. Sungjeong terlihat sumringah menyambut ketiganya.
“Aku tahu kalian pasti sangat
lelah, maafkan aku, aku benar-benar tak bisa menunggu hingga esok.” Sungjeong
dengan nada bersahabat, tak ketus seperti kesehariannya. “Aku telah
mempersiapkan ini semua sejak Nona menyusun rencana daan aku benar-benar
antusias ketika konsep itu akan benar-benar terwujud. Aku butuh pendapat
kalian.”
“Oppa bicaranya berputar-putar,”
Magi memiringkan kepala ke kiri sambil menatap Sungjeong.
“Ia gundah seharian menunggu
kalian pulang,” sahut Nichkhun yang muncul dengan membaca secangkir teh panas
di tangan kanannya. Mendengarnya Hyuri dan Suri tersipu menatap Sungjeong.
“Kami sampai ikut gundah melihatnya.
Mondar-mandir dan berulang menengok keluar jendela. Seperti ayah yang menunggu
kelahiran anak pertamanya,” Baro ikut bicara. Sedang Myungsoo yang berjalan
bersamanya hanya tersenyum kecil menatap Hyuri.
“Apa yang aku lewatkan? Ya! Oppa
kenapa?” Magi menatap Sungjeong lebih jeli.
“Ayo ikut aku sebentar saja,”
pinta Sungjeong memelas namun dengan nada antusias.
Magi mengangkat satu alisnya.
“Chingu, tak mengapa jika kita puaskan Nuna ini sebentar?” tanya Magi ditujukan
padaa Hyuri dan Suri.
“Nuna??” Sungjeong melotot
menatap Magi.
“Aku mau. Aku juga penasaran ada
apa.” Suri langsung setuju.
“Kaja! Kaja!” ajak Sungjeong
berjalan memimpin tanpa menunggu jawaban Hyuri. Semua mengikuti langkah
Sungjeong. “Silahkan!” Sungjeong membuka pintu ruang kerjanya dan masuk lebih
dulu memimpin yang lain.
Magi, Suri, Hyuri masuk disusul
Nichkhun, Baro dan Myungsoo.
“Tada! Ini dia yang ingin aku
tunjukan pada kalian!” Sungjeong berbinar.
“Woa!! Ini keren sekali!” Suri
terkesima melihat empat gaun indah berwarna putih, hijau, coklat dan ungu yang
terpajang pada boneka peraga.
“Bagaimana? Ini sesuai dengan
keinginan Nona?” Sungjeong berbinar menatap Magi yang terdiam menatap empat
gaun rancangannya.
Magi mendekati empat gaun itu
dan tersenyum puas. “Oppa mengerjakannya diam-diam?” ia menoleh kembali menatap
Sungjeong. “Aku sangat suka.” Magi tersenyum manis dan tulus.
Sungjeong menghela napas lega.
“Setahun yang lalu Nonan menceritakan konsep itu padaku dan aku terus
membayangkannya. Otakku tak mau berhenti membayangkannya. Diam-diam aku
mengerjakannya dan entah kenapa hatiku terus berbisik, suatu saat konsep itu
pasti akan benar-benar ditampilkan dalam karnaval bunga. Dan itu terjadi,”
Sungjeong tersenyum mengenang itu semua.
“Pantas Oppa tetap tenang ketika
aku mengatakan akan menyewa kostum peri ke persewaan kostum. Biasanya Oppa
paling cerewet kan.”
“Sedikit lagi sayapnya selesai.
Nona juga telah mendapatkan semua di tambah bantuan Tuan Yoo Jaesuk.
Sempurnalah konsep ini.”
“Iya. Aku merasa benar-benar
beruntung kali ini.”
“Jadi... peri musim panas Han
Suri, musim dingin Song Hyuri, musim semi Park Sungrin dan musim gugur Rosmary
Magi itu positif?” sela Nichkhun.
“Iya, Oppa.” Magi membenarkan.
“Wah, peri empat musim saling
berpasangan, pasti semua suka. Sayang kami tak bisa ikut andil.” Sesal Baro.
“Tapi kami akan tetap membantu,” segera ia tersenyum lebar kembali.
“Sebaiknya kalian istirahat
sekarang. Sepertinya hari ini club cukup ramai,” Myungsoo tiba-tiba angkat
bicara. Suasana berubah hening sejenak.
“Myungsoo benar. Ayo kita
tidur!” Magi merangkul Hyuri dan Suri membawa keduanya keluar dari ruang kerja
Sungjeong.
***
“Jadi... Lee Sungjeong Subaenim
itu tidak hanya pengurus rumah tangga di sini, dia juga desainer pribadi Magi.
Itu keren! Bahkan Magi memintanya untuk membuat hanbok untuk kita. Ini benar
membuatku penasaran,” Suri duduk di tepi ranjangnya.
“Karena kastil ini mirip seperti
dalam film Beauty and The Beast dimana sayap kanan terlarang untuk terjamah dan
semua penghuninya terkutuk? Lalu apakah mereka juga melakukan kesalahan yang
sama seperti yang dilakukan pangeran dalam film itu? Menghina peri?” respon
Hyuri yang sibuk bersiap untuk tidur.
“Wah, kau tahu sekarang?”
“Hampir semua film yang kau
hubung-hubungkan ke dunia nyata kita dalam kehidupan, aku jadi menontonya,”
Hyuri dengan ekspresi kesal.
“Hahaha bukankah itu bagus? Lagi
pula sangat konyol jika penjaga rental DVD tapi taj tahu banyak tentang film.”
“Itu hanya profesi. Pada
dasarnya aku tak suka nonton.”
“Apa kau tak penasaran pada Magi
dan keluarganya ini?”
“Lebih darimu, tapi harus
menahannya. Di sini kita sudah cukup merepotkan hingga kini. Aku tak mau
membuat masalah lagi.”
“Tumben?”
“Yang pasti dia bukan gadis
biasa. Semoga dia bukan pemberontak.”
“Pemberontak?? Ah, kalo pemberontak
pembela rakyat aku sih mendukungnya. Apa mungkin dia anggota Lesovik?”
“Kau berpikiran sama denganku?”
Hyuri menghentikan aktifitasnya dan menatap serius pada Suri.
“Kelompok ini paling populer
dibicaraka belakangan ini. Mereka di puja rakyat, namun dimusuhi para pejabat
korup.”
“Hah. Lupakan obrolan kita.
Istirahatlah. Aku mau ke dapur dulu mengambil air putih.”
“Mengambil air atau berkencan
dengan Kim Myungsoo?” goda Suri.
“Ya! Aku tidak!” Hyuri salah
tingkah sementara Suri terkekeh menertawakannya.
“Lakukan saja apa yang ingin kau
lakukan. Hoam... aku mengantuk,” Suri membaringkan tubuhnya dan membenamkan
diri dalam selimut hangatnya.
“Dasar!” umpat Hyuri lirih
sembari tersenyum sebelum keluar kamar.
***
Hening di atas atap kastil
dimana Myungsoo biasa berjaga. Myungsoo dan Hyuri sama-sama terdiam. Hyuri
merapatkan baju hangatnya dan bertahan duduk menemani Myungsoo.
“Terima kasih untuk tanaman
itu,” Myungsoo memulai obrolan.
“Kau suka?” Hyuri menoleh dengan
tatapan antusias pada Myungsoo.
Myungsoo mengangguk.
“Syukurlah.”
“Song Hyuri tak lelah malam ini?
Kenapa ingin ikut ke atap?”
“Lelah, tapi mataku tak mau
terpejam.”
“Apa yang membebani pikiran Song
Hyuri?”
“Karnaval bunga itu. Aku sangat
gugup.”
Myungsoo tersenyum kecil. “Hanya
karena itu? Semua pasti baik-baik saja. Serahkan pada Lee Sungjeong dan Nona
pasti akan membantumu dengan baik hingga akhir.”
“Aku tahu. Tapi tetap saja
gugup.” Hyuri masih menatap Myungsoo yang duduk di samping kanannya. Ia
tersenyum sendiri. Myungsoo selalu saja berbicara dengan kepala tertunduk
seperti itu. “Sampai kapan kau akan begini? Tak menatap lawan bicaramu setiap
kali mengobrol. Hanya bicara dengan kepala tertunduk.”
“Kenapa kau menatapku seperti
itu?”
“Kau merasa risih? Apa kau tak
ingin melihatku mengenakan gaun itu? Hah... tapi kau tak akan bisa karena pawai
di siang hari, matahari akan menyiksamu.”
Myungsoo masih tertunduk.
Bungkam.
“Hah. Kau tahu, mungkin ini
konyol, tapi kau benar menarik perhatianku. Tapi ini sangat menyiksa. Malamku
adalah siang bagimu, dan siangku adalah malam bagimu.”
“Kau melakukan semua...”
“Iya!” potong Hyuri. “Kau pikir
untuk apa aku rela seperti ini? Malam-malam ke dapur dan menerima minuman darimu
lalu tak jarang menemanimu di atap seperti ini. Itu semua agar aku bisa
melihatmu lebih lama. Aku tetap bertahan walau kau selalu menunduk seperti itu
seolah mengacuhkanku. Tak mengapa dan aku merasa lega.” Hyuri masih menatap
Myungsoo yang bertahan menundukan kepala.
“Hagh! Ini benar-benar!” Hyuri
bangkit dari duduknya.
Myungsoo meraih tangan kanan
Hyuri. Menahan gadis itu agar tak pergi. Myungsoo pun berdiri dekat di depan
Hyuri. Perlahan Myungsoo mengangkat kepala hingga menatap Hyuri sepenuhnya.
Hyuri terkesima. Myungsoo
terlihat benar-benar tampan walau kondisi di atap tak begitu terang. Hyuri
tersenyum lega masih menatap Myungsoo.
Perlahan senyum terkembang di
wajah Myungsoo hingga terlihat senyuman lebar dan tulus ketika ia menatap
Hyuri. Hyuri tersenyum lebih lebar lalu mengelus puncak kepala Myungsoo.
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments