Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
05:54
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #26
Geunsuk yang sengaja menunggu
Shin Ae segera menegakan badannya yang bersandar pada salah satu pilar di teras
kuil istana. Shin Ae yang baru saja selesai mengikuti ritual sembahyang pagi
itu tak terlihat terkejut menemukan Geunsuk di depan kuil. Seperti biasa Shin
Ae terlihat datar dan terkesan cuek. Hari ini pun sama ketika Geunsuk
menghampirinya.
“Aku sengaja menunggumu. Kita
harus bicara.” Geunsuk yang berdiri menghadang Shin Ae tak mau berbasa-basi.
“Hal penting apa yang membuatmu
menginjakan kaki di sini? Menghadangku seperti ini.” respon Shin Ae datar.
“Ini darurat.”
Mendengarnya Shin Ae menaruh
sedikit perhatian lebih ketika menatap Geunsuk.
“Bukan masalah pribadi kita,
tapi bukan hanya antara kau dan aku.”
Shin Ae mengerutkan kening masih
menatap Geunsuk.
“Ini... menyangkut orang-orang
yang kita sayangi, teman-teman kita dan... Yang Mulia Raja,” Geunsuk lirih
ketika menyebut ‘Yang Mulia Raja’ di depan Shin Ae. “Semalam aku...”
“Ikut aku!” potong Shin Ae yang
segera membelakangi Geunsuk dan berjalan memimpin.
Shin
Ae membawa Geunsuk ke sisi kanan kuil istana. Ia berhenti di bawah pohon buah
Thoo (Ndaru) besar yang tumbuh rindang di samping kuil. Geunsuk mengamati pohon
buah Thoo nan rindang itu. Ia kemudian tersenyum.
“Jika
kita duduk di bawah pohon buah Thoo ini dan ada satu buah yang jatuh menimpa
kita, maka dikatakan kita akan selalu beruntung jika kita memakan buah itu dan
menyimpan bijinya. Benarkah itu?” Geunsuk masih menatap pohon buah Thoo.
“Kau
datang kemari untuk hal itu?” Shin Ae balik bertanya.
“Ah.
Di sini nyaman juga.” Geunsuk duduk pada batu-batu yang tertata melingkar rapi
mengelilingi buah Thoo. “Siapa tahu aku beruntung.”
“Sebenarnya
apa yang ingin kau sampaikan? Hari ini aku sangat sibuk, jadi tolong jangan
berbasa-basi.”
“Aku
tahu. Duduklah lebih dekat padaku.” Pinta Geunsuk. Shin Ae menatapnya tajam. “Aigo!
Ekspresimu itu! Jangan berpikir macam-macam. Ini hanya karena obrolan kita
sangatlah rahasia dan akan berlangsung cukup lama. Jadi jangan berpikir aneh
tentangku. Lagi pula jika kau tetap bertahan berdiri, leherku ini akan sangat
sakit karena terlalu lama mendongak hanya untuk bicara padamu.”
Shin
Ae mendesah kesal dan duduk lumayan jauh dari Geunsuk. Geunsuk menggeleng pelan
lalu menggeser duduknya lebih dekat pada Shin Ae. Menyadari hal itu Shin Ae
turut menggeser duduknya sedikit menjauh dari Geunsuk.
“Ya!
Kalau kau begini kekanak-kanakan, kapan obrolan kita selesai?!” protes Geunsuk
kesal.
“Dalam
jarak ini aku masih bisa mendengarmu dengan jelas tanpa harus kau berteriak
padaku.” Shin Ae tak mengalihkan pandangannya yang lurus ke depan.
Geunsuk
mendesah dan menggeleng pelan. “Jangan menggeser posisi dudukmu lagi!” Geunsuk
menggeser duduknya cepat seraya memegang erat tangan kanan Shin Ae, menahan
agar gadis itu tak bergerak.
“Kau
hanya ingin main-main saja?!” ancam Shin Ae.
“Kau
yang memulai! Sudahlah. Duduk saja jadi masalah. Aku akan mulai. Tolong
dengarkan baik-baik karena ini sangat rahasia.”
“Kalau
tidak serius, aku pergi!” ancam Shin Ae lagi dan kali ini dia kembali berdiri.
“Ketus
begini, pantas tak ada lelaki yang berani mendekati.”
Shin
Ae tak membalikan badan. Ia mendesah pelan dan mulai berjalan.
“Ini
menyangkut sahabatmu. Lee Byunghun.”
Ucapan
Geunsuk berhasil menghentikan langkah Shin Ae. Masih dalam posisi membelakangi
Geunsuk, Shin Ae berdiri terdiam.
“Jika
kau benar peduli padanya, duduklah. Akan aku katakan semua. Dan ini memang
sengaja aku meminta bantuanmu.”
Shin
Ae tak mau membuang waktu. Ia berbalik dan kembali duduk di dekat Geunsuk. “Ada
apa? Kenapa menyangkut L.Joe?” tanya Shin Ae to the point.
Geunsuk
menghembuskan napas panjang seolah. Tersirat jika desahan itu adalah cara
Geunsuk membuang sedikit beban pikirannya. “Seperti yang tahu, sejak kecil aku
diasuh keluarga Yoo, Walikota Poinsettia Yoo Donggeun. Aku pun sangat dekat
dengan putra semata wayangnya Yoo Seungho. Bahkan baginya aku adalah kakak. Kau
juga dekat dengan putra bungsu saudagar kaya raya Lee Byungman, Lee Byunghun
yang lebih sering kau panggil L.Joe itu. Dan saat ini teman-teman yang kita
sayangi ini begitu dekat dengan tro Maehwa.”
“Kau
berputar-putar. Intinya apa?”
“Apa
kau tak paham dengan isu politik yang belakangan beredar dan sedang ramai
dibicarakan?”
“Tentang
titik terang keberadaan Putri Lee Ah Reum?”
“Iya
tentang itu. SMA Maehwa dibubarkan bukan hanya karena statusnya sebagai sekolah
terburuk di Wisteria Land, tapi juga karena adanya dugaan jika Putri Lee Ah
Reum masih hidup dan menempuh pendidikan di sana.”
“Lalu
apakah saat ini rumor berkembang dan kuat dugaan jika Putri Ahreum adalah salah
satu dari trio Maehwa yang ada di sekolah kita?”
“Belum
pasti. Tapi semua siswi SMA Maehwa yang di transfer diawasi secara ketat dan
diam-diam oleh istana. Baik oleh pihak pro dan pihak kontra. Trio Maehwa di
sekolah kita pun sama.”
“Apa
ini artinya teman-teman kita masuk daftar hitam juga? Ini tak adil. Mereka
hanya berteman tanpa tahu siapa sebenarnya trio Maehwa itu.”
“Aku
meminta Seungho menjauh, namun sepertinya ia enggan.”
Shin
Ae diam. Saat Geunsuk menyebut nama Seungho, ingatannya tiba-tiba kembali pada
momen dimana Seungho memberinya bunga Gloxinia merah kala itu.
“Siapa
Putri Ahreum yang masih misteri, namun
melihat adikku dekat dengan trio Maehwa itu benar-benar membuatku khawatir.
Terlebih status adikku adalah anak Walikota Poinsettia. Ini terlalu menonjol.
Begitu juga Jo Jonghwan. Walau belum tentu masuk daftar hitam, tapi jelaslah
mereka turut diawasi.”
Shin
Ae terdiam merenungi kata-kata Geunsuk. Rasa khawatir itu kembali muncul. Rasa
khawatirnya pada kedekatannya L.Joe dan Magi yang besar kemungkinan akan
membawa L.Joe pada kesulitan.
“Yang
lebih mengejutkan adalah apa yang aku dengar semalam.” Geunsuk kembali bicara.
Shin Ae diam menunggu Geunsuk melanjutkan perkataannya. Geunsuk menoleh ke arah
kiri dan menatap Shin Ae yang duduk tak jauh di sampingnya. “Maaf sebelumnya,
tapi bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Shin
Ae menoleh ke arah kanan. Tatapannya bertemu dengan tatapan Geunsuk. Sejenak
ketika tatapan keduanya bertemu, Shin Ae merasa getaran di dalam jantungnya.
Getaran cepat yang hanya ia rasakan
sepersekian detik saja. Shin Ae segera menunduk. Mengalihkan pandanganya dari
menatap Geunsuk.
“Silahkan
kau mau tanya apa,” kata Shin Ae lirih.
“Apa
benar rumor yang aku dengar jika Lee Byunghun dan gadis itu, Rosmary Magi,
mereka berpacaran? Sepasang kekasih?” tanya Geunsuk dengan sangat hati-hati
menuturkannya.
Shin
Ae tersenyum kecil dan mengangguk. “Iya. Temanku, L.Joe sangat tergila-gila
pada gadis itu. Dan menurut pengakuannya, mereka resmi berpacaran saat cluyb
Foxglove menggelar kegiatan di Juniper Botanical Garden. Itu terdengar
menggelikan bagiku, tapi begitulah kenyataannya. Aku tak bisa menghalaunya
lagi.”
“Hah...
ini lebih rumit dari yang aku duga.” Keluh Geunsuk.
“Lebih
rumit??” Shin Ae kembali menatap Geunsuk dengan tatapan tak paham.
Lagi-lagi
Geunsuk mendesah. Ia kemudian fokus menatap Shin Ae dengan tatapan mengiba.
“Bisakah kau minta Lee Byunghun menjauhi gadis itu?”
“Mwo??”
Shin Ae benar terkejut mendengar permintaan Geunsuk.
***
Shin
Ae menghentikan langkahnya di dekat pohon besar nan rindang di dalam hutan itu.
Shin Ae menatap jam di tangan kanannya yang kini menunjukan pukul sembilan
tepat di Minggu pagi ini. Dengan hati-hati Shin Ae menggerakan badannya,
mengintip dari balik pohon tempat ia bersembunyi. Shin Ae melihat L.Joe yang
sedang berlatih pedang sendirian di depan sebuah rumah sederhana yang
seluruhnya terbuat dari kayu dan berwarna hitam di tengah hutan itu.
L.Joe
tetap fokus berlatih pedang kayu. Sepertinya ia tak menyadari kehadiran Shin Ae
yang bersembunyi di balin pohon dan diam-diam memantaunya. Shin Ae terus
memantau L.Joe. Mengamati setiap gerak tubuh pemuda itu.
L.Joe
menghentikan gerakannya. Ia menghela napas dan tersenyum lalu berbalik
menghadap arah lurus dengan pohon tempat Shin Ae bersembunyi. L.Joe mengangkat
kepala sedikit mendongak dan berkacak pinggang. “Kau terlambat lagi Jung Shin
Ae! Dan kenapa kau bertingkah seperti penguntit seperti itu?” serunya lantang.
“Itu tak akan berguna.”
Shin
Ae keluar dari tempat persembunyiannya. “Jangan merasa hebat hanya karena hari
ini kau datang lebih awal dariku.” Shin Ae sambil berjalan turun menuju L.Joe.
“Menjadi
anggota Reed apa benar-benar membuatmu sibuk? Kau mengirim pesan dan mengatakan
tak akan datang hari ini. Tapi tiba-tiba kau berdiri di sana mengintai. Apa
tugasmu untuk mengawasi aku yang sangat dekat dengan trio Maehwa ini?”
Tuduhan
L.Joe hanya ditanggapi senyum menyincing di wajah manis Shin Ae. “Sejak resmi
berkencan dengan Rosmary Magi... kau berubah sensitif Lee Byunghun.” Shin Ae
telah sampai di depan L.Joe.
“Hanya
karena kau adalah anggota Reed yang dipercaya istana dan Magi mantan siswi SMA
Maehwa. Aku tahu di sini aku berada dalam posisi sulit. Tapi aku berdiri untuk
melindunginya.” L.Joe mengangkat pedang kayunya. “Kekasihku, Rosmary Magi,”
imbuhnya sembari menghunuskan ujung pedang kayunya tepat di depan Shin Ae.
Sejajar dengan wajah Shin Ae.
Lagi-lagi
Shin Ae menyincingkan senyum. “Kau merasa hebat sekarang, Lee Byunghun?”
“Jangan
merasa hebat hanya karena kau seorang Reed, Jung Shin Ae. Selama ini aku tak
pernah kalah darimu. Ambil pedangmu!”
Shin
Ae meraih pedang kayu yang tertancap di tanah di samping kanannya. “Bagaimana
kalau hari ini kita bertarung dengan satu taruhan?”
“Aku
sudah menduganya. Jika aku kalah, kau pasti akan memintaku menjauhi Magi kan?
Itu tak akan aku lakukan. Sampai kapanpun.”
“Bicaramu
seperti orang tua saja Lee Byunghun.” Shin Ae mengangkat pedang kayu di
tangannya. Siap menerima tantangan duet L.Joe.
“Untuk
Rosmary Magi, aku tak akan pernah mundur. Walau nyawaku taruhannya.”
“Itu
omong kosong Lee Byunghun.”
Keduanya
saling beradu pandang dengan tatapan tajam, lalu sama-sama menyeringai dan
kemudian saling menyerang. Duel pun dimulai antara L.Joe dan Shin Ae.
“Kau
benar-benar resmi berpacaran dengan Rosmary Magi?” tanya Shin Ae di
tengah-tengah duel.
“Kami
sepasang kekasih sekarang.” Jawab L.Joe sembari menghalau serangan Shin Ae.
“Sebesar
apa cintamu padanya?”
“Seumur
hidupku hanya aku ingin bersamanya. Untuknya.”
“Bagaimana
jika itu semua hanyalah sihir?”
“Aku
rela menerimanya.”
“Tak
bisakah kau meninggalkannya?”
L.Joe
dan Shin Ae sama-sama terpental. Bergerak saling menjauh. Napas keduanya
terengah-engah dan saling menatap satu sama lain saat duel terhenti sejenak.
L.Joe bergerak cepat kembali menyerang Shin Ae. Shin Ae sedikit kelabakan
menghalau serangan L.Joe yang bertubi-tubi lebih dari sebelumnya.
Shin
Ae terbelalak ketika L.Joe berhasil membuatnya kehilangan pedang kayu dari
tangannya dan ujung pedang kayu L.Joe sudah terhunus tepat di depan wajahnya
sejajar dititik tengah diantara kedua mata Shin Ae.
“Ada
apa sebenarnya?” tanya L.Joe dengan nada berat dan tatapan tajam pada Shin Ae.
Shin
Ae diam terpaku. Seolah benar ditodong oleh pedang asli Shin Ae tak berani
bergerak. Ia diam dan menatap ujung pedang kayu yag dihunuskan L.Joe padanya.
Shin Ae kemudian beralih menatap L.Joe yang menatapnya dengan tatapan tajam
menelisik. Kedua mata elang itu benar menghujam Shin Ae. Mengadili Shin Ae.
Ekspresi Shin Ae meredup. Ia teringat obrolannya bersama Geunsuk pagi ini.
Itu benar mengejutkanku. Semua yang diceritakan
Kyuhyun Hyung padaku semalam. Aku tak menyangka jika Yang Mulia Raja bisa jatuh
hati pada gadis itu hanya karena mendengar cerita tentang Rosmary Magi dari
Yang Tuan Putri. Hanya dengan mendengar
cerita dan melihat lukisan Rosmary Magi yang dibuat oleh Yang Mulia Tuan Putri,
Baginda Raja bisa jatuh cinta? Katakan padaku jika ini hanya lelucon Jung Shin
Ae. Terlebih setelah melihat pertunjukan Snapdragon di Club Golden Rod, Yang
Mulia Raja merasa yakin akan perasaannya. Beliau benar-benar jatuh hati pada
Rosmary Magi. Baginda mencurahkan isi hantinya pada Kyuhyun Hyung. Beliau juga
Kyuhyun Hyung merasa khawatir ini akn terendus. Hah... bagaimana Yang Mulia
Raja bisa jatuh hati pada mantan siswi SMA Maehwa itu? Terlebih image yang ia
sandang bertambah karena ia belajar seni di kampung Lupin. Ia pun dicurigai
sebagai gisaeng. Semua dugaan itu benar-benar memberatkan cinta Baginda bukan?
Lalu kau membenarkan jika Rosmary Magi dan Lee Byunghun adalah sepasang
kekasih. Bisa kau bayangkan bagimana jika kisah ini terendus pihak istana?
Terlebih pihak anti Raja. Kubu pendukung Ratu Maesil. Pasti akan sangat
mengerikan. Akan sangat membahayakan temanmu Lee Byunghun juga Rosmary Magi itu
sendiri. Segala kemungkinan bisa saja terjadi dan Kyuhyun Hyung benar dibuat
pusing olehnya. Sikap tidak tegas Yang Mulia dan perasaan cinta yang pertama
kali tumbuh pada seorang gadis di tengah kekacauan politik negara. Aku rasa kau
bisa meraba sendiri tentang semua kemungkinan terburuknya. Desakan agar Yang
Mulia segera menikah dan... bagaimana kekacauan ini benar menjadi begini
sempurna? Apakah benar kita telah terkutuk selamanya oleh kekejaman Ratu Maesil?
Memikirkan ini semua semalaman kemudian aku teringat padamu. Walau selama ini
aku terkesan jahat dan seolah membencimu, tapi dalam urusan istana tak ada
alasan bagiku untuk tidak mempercayaimu Jung Shin Ae. Kyuhyun Hyung bertanya
padaku, apa kau punya solusi? Dan kini pertanyaan itu pula yang aku tujukan
padamu, apa kau punya solusi Jung Shin Ae? Aku perhatikan belakangan kau juga
terlihat akrab dengan Rosmary Magi. Aku harap kita bisa sama-sama menjaga
rahasia ini dan sambil berjalan mencari solusi.
L.Joe
menurunkan pedangnya. Masih menatap Shin Ae yang berdiri mematung dihadapannya.
***
Hening
diantara L.Joe dan Shin Ae yang duduk berdampingan di atas rerumputan hijau di
depan rumah kayu di tengah hutan itu. Yang terdengar hanya desiran angin musim
semi yang berhembus di sekitar mereka dan nyanyian burung-burung di pepohonan.
Rumah kayu milik mereka yang lama tak mereka kunjungi itu turut membisu. Sejak
berumur tujuh tahun L.Joe dan Shin Ae selalu berlatih pedang bersama di sini.
Di bawah ajaran mendiang kakek L.Joe keduanya selalu berlatih bersama-sama
hingga keduanya beranjak remaja. Shin Ae semakin jarang mengunjungi rumah kayu
itu sejak ia tergabung dalam Reed dua tahun yang lalu. Hanya L.Joe yang
sesekali datang untuk berlatih sendirian.
Sabtu
kemarin L.Joe meminta Shin Ae datang hari ini. Ia merasa rindu susana berlatih
bersama seperti dulu. Namun Shin Ae mengatakan tak bisa datang memenuhi
permintaan L.Joe. L.Joe tetap pergi dan seperti apa yang ia yakini sebelumnya
jika Shin Ae pasti datang, kenyataan pun mengamini keyakinan L.Joe. Shin Ae
benar-benar datang hari ini. Namun reuni hari ini membuat suasana diantara
keduanya menjadi kaku.
Shin
Ae tak mau menyembunyikan apa yang ia tahu dari L.Joe. Seperti selama ini ia
selalu menceritakan apa saja yang ia tahu tentang istana pada L.Joe walau
terkadang L.Joe terkesan malas-malasan mendengarnya. Hari ini pun Shin Ae
mengungkap semua tentang obrolannya bersama Geunsuk pagi tadi.
“Kau
sama sekali tak terkejut mendengarnya?” Shin Ae menatap keheranan pada L.Joe.
L.Joe
menghela napas dan merebahkan tubuh lelahnya di atas rerumputan hijau. Ia diam
dan berbaring menatap langit. L.Joe kemudian tersenyum. “Dulu selesai latihan
kita selalu berbaring seperti ini... di sini. Coba lakukan dan lihatlah. Apakah
langit itu tetap sama?”
“Apa
arti ekspresimu itu? Dan kenapa kau malah mengatakan hal yang lain seperti itu?
Menatap langit seperti itu bagiku tetaplah sama. Ia akan tetap berwarna biru
dengan sedikit semburan awan di sana-sini. Kecuali jika mendung dan akan turun
hujan. Tapi pada intinya tetap saja sama. Seperti kita bukan? Tetap sama
menjadi sahabat. Kau selalu mengatakan itu. Ingin kita seperti langit yang
selalu sama.”
“Untuk
menjadi seperti langit yang selalu sama adalah keinginan yang terlalu mustahil
bagiku kini. Ia begitu setia menaungi bumi, sedang aku tidak. Terkadang aku
berpikir telah berkhianat padamu karena hatiku lumpuh karena pesona Magi.”
“Jatuh
cinta bukanlah suatu kesalahan, sahabatku. Hanya saja... orang kau cintai kini
itu... cukup menonjol. Kau tahu maksudku kan?”
“Bukan
hanya kau yang menentang. Seseorang mengatakan padaku jika aku tetap
bersamanya, jalan yang akan kami lewati tidaklah mudah. Tapi jika kami bisa
melewatinya, maka hidup kami akan berakhir bahagia selamanya. Magi begitu terkenal
di Club Golden Rod. Tak sedikit bangsawan yang mencoba mendekatinya. Sosoknya
yang misterius, sepertinya menjadi daya tarik tersendiri. Aku tak heran jika
Yang Mulia juga menaruh hati padanya. Bukannya tak terkejut mendengar Yang
Mulia menjadi salah satu dari pemuja rahasia Magi. Itu benar diluar dugaanku.
Tapi di sisi lain aku bangga. Akulah pemilik dari gadis yang diperebutkan itu.
Entah perasaan apa ini.”
“Itu
manusiawi. Tapi berurusan dengan Raja, dengan istana, akan lain lagi
ceritanya.”
“Aku
tahu. Aku yakin Yang Mulia Raja adalah orang yang baik. Mana mungkin Beliau
tega memisahkan sepasang kekasih yang saling mencintai ini?”
“Yang
Mulia memang baik, tapi apa kau yakin dengan orang-orang istana?”
“Apa
ini awal dari ujian itu?”
“Mungkin.
Kau tahu, aku menjadi begitu ketakutan usai mendengar itu semua. Aku sangat
mengkhawatirkanmu, sahabatku.”
L.Joe
kembali duduk. “Terima kasih untuk mengkhawatirkan aku. Kau memang pantas
menjadi langit yang tetap sama itu. Langit yang selalu setia menaungi bumi yang
terkadang acuh bahkan tak jarang menyakitinya.”
“Aku
bukan langit. Aku hanya seorang sahabat, temanmu sejak kecil itu saja.”
L.Joe
tersenyum dan mengangguk pelan.
“Tapi...
bagaimana jika setelah mengetahui ini nantinya Magi memilih untuk pergi
darimu?”
“Apa
menurutmu Magiku akan bersikap demikian?”
Shin
Ae terdiam.
“Hah...
daripada aku harus melihatnya dengan pria lain, lebih baik kami mati bersama.”
“Byunghun-ya!”
Shin Ae memukul lengan kiri L.Joe.
L.Joe
tersenyum. Kembali merebahkan badannya di atas rerumputan dan memejamkan mata.
***
Joongki
duduk bersama keluarga Raja menyaksikan pertunjukan musik tradisional yang
disajikan kelompok musik istana. Hami dan Ratu Kyeongmi yang turut menemani
duduk di samping kiri dan kanan Joongki itu terlihat begitu menikmati
pertunjukan.
Joongki
terkejut. Ia melihat Magi duduk diantara para musisi istana yang sedang
memainkan alat musik masing-masing. Magi yang anggun dalam balutan hanbok dan
memetik senar kecapinya. Joongki mengerjapkan kedua matanya dan kembali menatap
para musisi istana. Ia tersenyum malu. Magi tak ada di sana.
Kyuhyun
yang berdiri diantara barisan Reed yang berjaga mengerutkan dahi. Sejak berdiri
di sini tatapan Kyuhyun hanya terfokus pada Joongki. Sejak mendengar pengakuan
Joongki semalam Kyuhyun terus dirundung dilema. Ia menyesalkan situasi ini.
Kenapa Joongki harus jatuh hati pada seorang Rosmary Magi?
Seusai
pertunjukan Kyuhyun menemani Joongki berjalan-jalan. Ia berjalan tak jauh
dibelakang Joongki. Hanya ada mereka yang berjalan menyusuri jembatan yang
menghubungkan daratan ke gazebo di tengah kolam lotus itu. Joongki menghentikan
langkahnya tepat di tengah-tengah jembatan.
“Semalam,
aku kembali mengunjungi galeri hanya untuk melihat wajahnya sejenak. Bagaimana
jika aku meminta lukisan itu saja?” kata Joongki yang berdiri menyamping di
depan Kyuhyun.
“Hamba
rasa Yang Mulia Tuan Putri akan bertanya banyak hal tentang itu Yang Mulia.”
“Hah...
kau benar. Kenapa jatuh cinta itu... begini menyiksa? Aku iri padamu dan
kekasihmu. Hah... bahkan hari ini aku melihatnya dalam barisan para musisi
istana, namun ketika mata ini mengerjap dan terbuka kembali, dia tak ada di
sana.” Joongki tersenyum yang terkesan menertawakan dirinya sendiri itu.
“Kyuhyun-aa, menurutmu apa yang harus aku lakukan? Ini pertama kalinya aku
merasa demikian pada seorang gadis. Tolong katakan padaku, aku harus
bagaimana.”
“Yang
Mulia benar-benar ingin mendengar pendapat hamba?”
“Nee.”
“Mohon
maafkan hamba Yang Mulia, sebelumnya bolehkah hamba bertanya sesuatu pada Yang
Mulia?”
“Tentu
saja.”
“Apakah
Yang Mulia benar-benar yakin pada perasaan Yang Mulia ini sebagai cinta? Bukan
hanya sekedar rasa penasaran saja?”
Joongki
diam sejenak. “Aku sendiri meragu, tapi jantungku selalu saja berdetub kencang
setiap kali menatap lukisan Rosmary Magi. Menurutmu apa itu?”
“Hal
sepele seperti ini bisa jadi sangat rumit karena Yang Mulia yang mengalaminya.”
Joongki
terkekeh mendengar candaan Kyuhyun.
“Lalu,
apakah Yang Mulia benar-benar ingin bersamanya?”
“Nee.”
Joongki tampak ragu. “Jika dia bersedia hidup bersamaku, mendampingiku di
istana ini.” ralatnya.
“Semalam
suntuk hamba memikirkan hal ini dan karena Yang Mulia meminta pendapat hamba,
maka hamba tak akan sungkan mengungkapnya kini.”
“Itu
yang aku tunggu. Kita bicarakan dengan duduk di gazebo.”
Joongki
dan Kyuhyun duduk di dalam gazebo di tengah kolam lotus. Joongki siap mendengar
apa pun itu yang akan dikatakan Kyuhyun padanya.
“Informasi
tentang gadis ini sangat minim Yang Mulia. Bahkan kami belum menemukan informasi
dimana ia tinggal dan apa latar belakang keluarganya. Karena ia termasuk mantan
siswi Maehwa, banyak pihak yang turut mengawasinya. Ini mempermudah sekaligus
mempersulit kami. Beberapa mengatakan ia tinggal di kampung Lupin, namun
beberapa menyangkalnya.” Kyuhyun memulai obrolan.
“Kampung
Lupin? Kampung Gisaeng? Gadis itu tinggal di sana?”
“Kami
belum bisa memastikannya. Akan tetapi ia sering terlihat di salah satu rumah
seni di kampung Lupin. Ia pun sering terlihat kerap kali menginap di Panti Jompo
Peony.”
Joongki
diam mencerna penjelasan Kyuhyun. “Apa mungkin dia seorang gadis yatim piatu
dan tuna wisma?”
“Dengan
kenyataan yang begitu misterius dan kondisi politik negara saat ini, menurut
informasi yang saya kumpulkan, untuk sementara ia dikategorikan dalam
pengawasan tingkat satu. Itu artinya dia termasuk golongan yang harus
diwaspadai. Termasuk dalam golongan yang dicurigai terlibat dalam
pemberontakan.”
Joongki
menghembuskan napas berat mendengarnya.
“Mengesampingkan
semua kemungkinan buruk tersebut, sebenarnya gadis ini tak memiliki catatan
buruk sepanjang ia hidup. Di SMA Maehwa ia termasuk deretan siswi berprestasi.
Beberapa skandal yang melibatkannya sejak masuk ke dalam Hwaseong Academy hamba
rasa hanya pengaruh tekanan karena penolakan akan keberadaan mereka dari murid
lain.”
Joongki
tersenyum lega sembari mengangguk-angguk pelan.
“Beberapa
mengatakan gadis ini anaka dari salah satu seniman di kampung Lupin. Hamba
sendiri menjadi sangat penasaran padanya. Kenapa dia harus tampil seperti itu
ketika bersekolah? Sedang jika di atas panggung ia terlihat begitu sempurna.”
“Aku
pun sama.”
“Hamba
sama sekali tak memiliki niat untuk menghalangi Yang Mulia atau mendorong maju
Yang Mulia dalam urusan gadis ini. Masalah hati dan wanita sangatlah sensitif.”
“Iya.
Aku paham akan hal itu. Ini yang pertama dan aku sangat mempercayaimu, karena
itulah aku berani bicara jujur padamu.”
“Lalu
apakah Yang Mulia benar-benar ingin berjuang untuk gadis ini?”
“Nee.
Setidaknya jika benar menururt dugaanmu ini hanya penasaran, maka biarkanlah
rasa penasaran itu hilang dengan aku mengenalnya. Bolehkah?”
“Tak
ada larangan untuk itu Yang Mulia.”
“Lalu
apa yang harus aku lakukan?”
“Menurut
penilaian hamba, gadis ini sangat mencintai kebebasan. Proses alami sangatlah
bagus untuknya. Jadi Yang Mulia harus mendekatinya secara perlahan tanpa harus
menunjukan siapa sebenarnya jati diri Yang Mulia. Apa Yang Mulia sanggup?
Wanita itu sulit ditebak, namun pada dasarnya semuanya sama. Mereka mendambakan
ketulusan. Gelar sebagai Raja, orang nomer satu di Wisteria Land yang Baginda
sandang bisa saja membuatnya tunduk, tapi apakah cinta yang seperti ini yang
Baginda inginkan?”
“Aku
tak mau. Semua kisah bahagia selamanya antara pangeran dan putri dalam dongeng
diukir dengan indah secara alami. Ketulusan yang tumbuh di dalam hati kedua
anak manusia itu aku pun menginginkan kisah yang seperti itu. Aku ingin ia juga
merasakan rasa suka yang aku rasakan padanya sebagai rasa suka yang ia rasakan
padaku dengan alami dan tulus bukan paksaan. Aku ingin memupuknya bersama-sama
dengannya.”
Kyuhyun
tersenyum mendengar impian Joongki akan Magi. “Kalau begitu Yang Mulia harus
berjanji ini akan menjadi rahasia kita. Kita akan bergerak diam-diam dan
membuatnya jatuh hati.”
“Apa
itu mungkin?”
“Jika
tak mengambil resiko untuk mencoba, bagaimana kita tahu itu mungkin atau tak
mungkin?”
“Hah...
kau benar. Membayangkannya saja aku sudah begini gugup.”
Kyuhyun
kembali tersenyum melihat bagaimana tingkah Joongki yang sedang jatuh cinta
itu. “Aku tak tahu ini benar atau salah. Magi adalah teman baik Sungrin, dan
Yang Mulia adalah langitku. Wahai Sang Penguasa Alam, tentang hasil akhir, aku
pasrahkan pada-Mu,” gumam Kyuhyun dalam hati.
***
Magi
duduk memainkan kecapi di salah satu gazebo di rumah seni Snowdrop milik Tuan
Yoon, ayah Songeun, tempat dimana Snapdragon biasa berlatih untuk permainan
alat musik tradisional mereka.
L.
Joe duduk di depan Magi. Menyaksikan Magi memainkan kecapi dan menikmati
alunannya. Masih sama seperti sebelumnya, L.Joe selalu menatap Magi dengan
tatapan teduh berbinar penuh kekaguman. L.Joe bertepuk tangan ketika Magi
menyelesaikan permainan kecapinya.
“Hah...
aku benar-benar tampak seperti gisaeng seperti ini. Dibalut hanbok duduk
memainkan kecapi menemani seorang Tuan Muda dengan berbagai hidagan mewah di
gazebo seperti ini. Aku periksa hanya arak yang kurang di sini,” kata Magi
setelah menyelesaikan permainan kecapinya.
“Gisaeng
selalu bertutur kata lembut, bukan kasar dan tak beraturan seperti yang kau
lakukan baru saja.” Sanggah L.Joe. “Tutur kata para gisaeng itu selalu lembut
dan terdengar merdu di telinga hingga membuat siapa saja merasa nyaman duduk
bersama mereka.”
“Ey...”
Magi menyipitkan kedua matanya menatap skeptis pada L.Joe.
“Aniya!”
bantah L.Joe yang menyadari arti tatapan mengadili Magi padanya. “Aku tak
pernah pergi ke rumah hiburan gisaeng. Sungguh.”
“Tapi
Sunbaenim tahu detailnya.”
“Ya!
Itu... itu hanya... hanya yang aku dengar. Lagi pula banyak film tentang
gisaeng, kau bisa tahu dari sana juga kan.”
Magi
masih menatap L.Joe dengan tatapan skeptis. Membuat L.Joe makin dibuat serba
salah.
“Ya.
Aku sungguh-sungguh. Apa kau tak percaya? Alasan yang membuatku rajin datang ke
Club Golden Rod adalah kau. Aku hanya datang ke sana di Senin dan Kamis malam.
Untuk melihatmu.”
Tiba-tiba
Magi terkikik geli melihat tingkah L.Joe. “Sunbaenim, penjelasan itu sangatlah
kacau,” ungkap Magi ditengah tawanya.
“Ish!
Kau ini!” L.Joe kesal dibuatnya.
“Aku
rela menjadi gisaeng yang melayani Tuan.”
L.Joe
tertegun mendengarnya. Sedang Magi tiba-tiba bertingkah anggun ketika
menuangkan teh ke cawan L.Joe. Magi tersenyum melihat ekspresi kaget L.Joe.
“Selama
ini hidupku hanya aku abdikan untuk keluarga yang membesarkan aku dan pada seni
musik yang aku cintai. Aku hanya ingin menjadi gadis yang mereka inginkan
dengan sedikit pemberontakan yaitu bersikeras belajar musik. Membacakan sebuah
cerita dan bermusik di jalanan adalah hidupku dan dengan itu semua aku merasa
benar bahagia. Sampai pada waktu engkau datang menunjukan diri. Aku sama sekali
tak pernah menduga kita akan sampai sejauh ini. Awalnya bagiku Sunbaenim adalah
sama dengan bangsawan-bangsawan itu. Hanya membutuhkan kesenangan. Tapi aku
salah. Mungkin benar apa yang mereka katakan, aku sudah gila kini. Aku sendiri
tak tahu mengapa. Awalnya aku tak pernah memikirkan tentang semua ini. Menjalin
hubungan dengan seorang pria. Sunbaenim datang mengusikku dan tanpa lelah
mengetuk lembut pintu hatiku yang tanpa aku sadari sebelumnya telah tertutup
rapat untuk siapapun tanpa alasan yang jelas. Pernah berusaha menolaknya, namun
aku tak kuasa. Aku tak bisa. Aku pun luluh dan menyerah pada Sunbaenim.
Bagaimana kita bisa sampai di titik ini, proses itu sesungguhnya hingga kini
jika aku memikirkannya, aku masih merasa tak paham dan tak seolah tak percaya
jika ini benar terjadi dalam hidupku.”
L.Joe
tersenyum mendengar ungkapan hati Magi. “Tapi itu terjadi dan itulah
kenyataannya. Berhentilah berpikir dan menganggap semua ini seolah mimpi dalam
hidupmu.”
“Aku
tak main-main. Tanpa ragu aku katakan, aku rela meninggalkan segala yang aku
miliki asal aku bisa selalu bersama Sunbaenim. Aku yakin pada pilihan dan
keputusanku ini.”
L.Joe
terdiam menatap Magi. Ia tak menyangka Magi mengatakan itu semua.
“Kenapa
menatapku seperti itu? Apakah itu konyol?” tanya Magi dengan wajah bersemu
merah.
L.Joe
tersenyum lalu mendekati Magi dan berbaring menyandarkan kepala di pangkuan
Magi. Magi terkejut ketika L.Joe tiba-tiba menjatuhkan kepala dalam
pangkuannya.
“Aku
pun merasakan hal yang sama. Ingin memilikimu, merengkuhmu dekat dipelukku dan
hidup bersamamu. Untuk itu semua aku pun rela meninggalkan semua yang aku
miliki, untuk bisa bersamamu. Selamanya.” Kata L.Joe yang telah terbaring
dengan menjadikan pangkuan Magi sebagai bantal untuk sandaran kepalanya.
“Apa
kita ini keterlaluan? Terlalu melankolis? Masih ada begitu banyak tanggung
jawab yang harus kita penuhi selain hanya memikirkan persaan egois kita yang
ingin saling memiliki ini kan?” logika Magi kembali mendominasi. “Segala perhatian
dan cinta kasih Sunbaenum sejenak membuatku melayang dan serakah hingga
mengabaikan yang lain.”
L.Joe
tersenyum, meraih kedua tangan Magi dan melingkarkannya di lehernya. “Tapi aku
memang serakah dan egois jika itu menyangkut dirimu. Maaf jika pilihan ini
terlalu kejam, bagiku lebih baik kita mati bersama daripada aku harus hidup dan
melihatmu bersama pria lain.”
“Aigo!
Itu kejam sekali. Tapi untuk alasan apa aku memilih hidup dengan pria lain
selain Sunbaenim?”
“Bagaimana
jika pesaingku, pria yang lain yang mencoba merebut hatimu adalah seorang
pangeran. Pangeran yang sebenarnya. Pangeran yang akan menjadi raja di negeri
ini. Apakah kau akan tetap memilih tinggal disisiku dan mengabaikan uluran
tangan pengeran itu?”
Tangan
kanan Magi bisa merasakan dengan jelas detak jantung L.Joe. Meraba dari detak
jantung itu Magi yakin jika L.Joe tak main-main dengan pertanyaanya. Magi
tersenyum lembut. “Apa yang aku miliki melebihi apa yang dimiliki Raja negeri
ini. Aku tak membutuhkannya untuk mendampingi hidupku. Aku telah memiliki
segalanya dan semakin lengkap dengan hadirnya Sunbaenim di hidupku. Jika
pangeran itu benar-benar datang untuk menjadi pesaing Sunbaenim, aku akan
mengatakan padanya jika hatiku hanya satu dan telah aku serahkan sepenuhnya
kepada seorang pemuda yang sangat aku cintai bernama Lee Byunghun.”
L.Joe
tersenyum lega dan menyamankan posisi kepalanya di dalam pangkuan Magi.
“Lalu
bagaimana jika pesaingku adalah putri negeri ini? Apa Sunbaenim masih akan
setia padaku?”
“Kenapa
kau bertanya begitu?”
“Aku
hanya menanyakan hal yang sama seperti yang Sunbaenim tanyakan padaku.”
“Hah...
aku sangat lelah dan mengantuk.” L.Joe meraih kedua tangan Magi yang
merangkulnya, memegangnya erat dan memejamkan kedua matanya. “Saranghae. Nomu,
nomu saranghae Magi...” kata L.Joe dengan kedua mata terpejam dan senyum
terkembang di wajahnya.
Magi
tersenyum dan membiarkan L.Joe terlelap dalam pangkuannya.
***
Suri
menikmati waktunya bersama Baro di ruang kerja Baro. Baro tak keberatan ketika
Suri meminta izin untuk ikut membantu. Dengan telaten Baro mengajari Suri
bagaimana meramu adonan dan membuat botol keramik.
“Woa!
Lihat! Aku berhasil!” seru Suri riang ketika ia berhasil membuat botol keramik
pertamanya. “Bagaimana? Bagus tidak?”
“Untuk
ukuran pemula... yah lumayan.”
“Bentuknya
masih tak sempurna.”
“Nanti
juga bisa semakin baik jika kau mau terus belajar.”
“Asal
kau tak merasa kerepotan olehku, aku mau saja terus belajar di sini,
bersamamu.” Suri tersenyum lebar.
“Han
Suri.”
“Nee?”
“Aku
ingin menunjukan sesuatu padamu, tapi berjanjilah padaku kau tak akan marah
padaku.”
“Kenapa
aku harus marah padamu? Apa yang ingin kaub tunjukan padaku?”
“Aku
takut kau akan marah karena aku tak meminta izin dahulu kepadamu.”
Suri
menetap Baro dengan ekspresi tak paham. “Tunjukan saja. Aku janji aku tak akan
marah.” Suri menyanggupi.
Baro
segera tersenyum lebar. “Ikut aku!” ajaknya pada Suri dan segera berjalan
memimpin menuju salah satu sudut dari ruang kerjanya.
“Berjanjilah
kau tak akan marah padaku.” Baro mengulurkan jari kelingking tangan kanannya.
“Kau
ini seperti anak kecil saja.”
“Kalau
kau tak mau berjanji, aku tak akan menunjukannya padamu.”
“Hah...
baiklah...” Suri mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Baro. “Aku
berjanji aku tak akan marah ketika melihat apa pun itu yang ingin kau tunjukan
padaku.”
“Hehehe
gomawo.”
Suri
menarik jari kelingkingnya kembali. “Sekarang tunjukan apa itu yang ingin kau
tunjukan padaku.”
Baro
menunjuk sesuatu di atas meja yang tertutup kalin cokelat. Suri mengerutkan
dahi menatap sesuatu itu. Ia penasaran pada apa yang berada dibalik kain
berwarna cokelat itu. Baro tersenyum lebar melihat ekspresi penasaran Suri. Ia
kemudian menarik kain cokelat yang menutupi benda yang ingin ia tunjukan pada
Suri itu.
“Woa...”
Suri terpesona melihat sebuah patung dari tanah liat berbentuk kepala seorang
gadis. “Ini... aku??” tanya Suri sembari menuding patung di atas meja itu.
“Nee.
Dulu aku selalu berkhayal tentang putri cantik yang datang ke kastil ini dan
membebaskan aku dari kutukan ini. Berulang kali aku mencoba membuat patung ini
namun selalu gagal ketika harus melukis bagaimana wajahnya. Aku
menghancurkannya kembali. Tapi ketika kau datang, inilah hasilnya. Aku berhasil
membuatnya setelah kau datang bersama kaktus lucu malam itu. Aku
menyelesaikannya dalam waktu semalam.”
“Woa!
Kau keren.” Puji Suri. “Tapi... Baro-ssi, aku bukanlah putri dan...”
“Aku
tahu.” Potong Baro sebelum Suri menyelesaikan kalimatnya. “Aku hanya ingin
menunjukan hasta karyaku ini padamu. Akhirnya berkat bantuanmu, patung impianku
ini selesai. Setelah sekian lama akhirnya aku bisa membuatnya. Terima kasih Han
Suri dan maaf karena aku tak meminta izin dahulu untuk melukis wajahmu dalam
patung buatanku ini.”
Suri
tersenyum sungkan.
“Kutukan
ini tak akan hilang hanya dengan datangnya seorang gadis cantik yang kemudian
rela menciumku seperti dalam dongeng. Kau tak perlu merasa sungkan atau iba
padaku. Ini takdir yang harus aku jalani, walau kadang aku merasa terpuruk juga
karenanya tapi bukankah itu manusiawi?”
“Mianhae...
Baro-ssi.”
“Lalu
bagaimana menurutmu? Apakah ini sempurna? Katakan jika ada yang kurang. Aku
akan memperbaikinya.”
“Ini
sempurna.”
“Kau
yakin?”
Suri
tersenyum dan mengangguk.
“Ah,
syukurlah. Berarti daya imajinasiku sangat bagus kan? Hehehe.”
“Baro-ssi,
jika bukan gadis yang bisa melepasmu dari kutukan ini lalu apakah tak ada cara
lain untuk melepaskan kalian dari kutukan ini?”
“Willow
yang merawat kami mengatakan kutukan ini akan hilang jikaa kami berhasil
membunuh si pembuat kutukan. Karena mantra kutukannya terlalu kuat.”
“Membunuh
si pembuat kutukan? Lalu siapakah si pembuat kutukan itu?”
“Kau
pasti mengenalnya. Orang yang paling ditakuti dan terkenal kejam di Wisteria
Land ini.”
“Rat...
Ratu Maesil??” Suri terbata.
“Nee...
dia terlalu kuat untuk ditakhlukan bukan?”
“Tapi
menurut ramalan Putri Ah Reum lah yang bisa mengalahkannya dan aku yakin Putri
Ahreum masih hidup di luar sana. Ia pasti kembali untuk menyelamatkan
rakyatnya.”
“Jika
benar ia masih hidup, bagiku ia begitu pengecut karena membiarkan masalah yang
menimpa rakyatnya berlarut-larut. Ah... sebaiknya aku melanjutkan pekerjaanku.”
Baro sembari berjalan pergi meninggalkan Suri yang berdiri mematung menatapnya.
Suri
kembali menatap patung kepala yang dibuat Baro. Suri menyentuhnya pelan lalu
tertunduk dengan wajah menyesal.
0 comments