Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:32
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #22
Magi terlihat berseri-seri
selama perjalanan pulang. Suri lega melihat Magi dengan ekspresi seperti itu.
Ia mengurungkan niatnya untuk menemui L.Joe esok di sekolah.
Sesampainya di kastil, Magi
buru-buru menuju kamarnya. Penuh semangat Magi membuka kardus berisi lampu
tidur pemberian L.Joe, menatanya di meja lalu menyalakannya dan mematikan lampu
utama di kamarnya. Magi tersenyum puas menatap indahnya cahaya yang dibentuk
lampu tidur pemberian L.Joe memenuhi dinding kamarnya.
Melihat kamar Magi gelap,
Sungjeong langsung menerobos masuk. “Nona baik-baik saja?” kata Sungjeong
sambil membuka pintu kamar Magi saat menerobos masuk. “Omo! Apa ini?” gumam
Sungjeong menatap cahaya berbentuk bintang-bintang dan satu bulan sabit
berputar memenuhi tembok kamar Magi.
“Bukankah ini indah?” Magi
tersenyum masih menatap cahaya yang berputar di tembok kamarnya.
“Baru membelinya? Sangat indah.”
“Ini pemberian L.Joe Sunbaenim.”
“L.Joe Sunbaenim...?” Sungjeong
menoleh, menatap Magi. Sungjeong menemukan Magi tersenyum berseri-seri menatap
cahaya berbentuk bintang-bintang dan satu bulan sabit yang memenuhi kamarnya.
Ekspresi bahagia di wajah Magi itu dapat
dilihat jelas oleh Sungjeong dalam kamar bercahaya minim itu. “Omo! Jangan
katakan jika Nona sedang jatuh cinta!” Sungjeong berubah panik.
“Hah... cinta...” Magi menangkup
pipi dengan kedua tangannya.
“Nona!” Sungjeong sedikit
membentak.
Magi tersentak kaget dan menoleh
ke arah kanan. Ia terbelalak menemukan Sungjeong sudah berdiri di samping
kanannya lengkap dengan tatapan kesalnya. “Sejak kapan berdiri di sana...?”
“L.Joe Sunbaenim itu siapa?”
“Kau tahu...?”
“Siapa dia?”
“Senior di sekolah,” Magi
mengalihkan pandangan, berjalan kembali menyalakan lampu utama dan mematikan
lampu tidur pemberian L.Joe.
“Ini pertama kalinya Nona
menyebut nama lelaki, baik itu sejak Nona bekerja di Club Golden Rod dan apa
arti ekspresi berseri-seri itu jika Nona tak sedang jatuh cinta pada pemuda
bernama L.Joe itu?”
Magi menghentikan aktifitasnya.
Ia mendesah pelan. “Entahlah. Ini mengejutkan. Seperti badai, datangnya
tiba-tiba dan tak terduga. Aku berusaha membatasi diri, tapi pertahananku
runtuh juga. Aku berusaha menolaknya, rasa itu, tapi tak bisa. Semakin menolak
semakin aku tersiksa. Ketika aku menyambutnya, mempersilahkannya untuk masuk,
tanah kering itu seperti disiram air sejuk lalu benih-benih bunga yang dulu aku
tanam mulai tumbuh subur dan perlahan berkembang.”
Sungjeong mendesah pelan. “Lalu
siapakah L,Joe itu? Apa dia pria baik-baik?”
“Entahlah. Dia baik padaku.”
“Nona!”
“Dia... Lee Byunghun, putra
bungsu dari Lee Byungman.”
Sungjeong terkejut mendengarnya.
“Pasti aku sudah gila sekarang.
Aku tak ingin jauh darinya kini...”
Sungjeong merangkul Magi dan
mengusuk lengan Magi. Magi menyandarkan kepala di bahu Sungjeong. Meredam
keresahannya.
***
Sungjoeng terlambat bangun. Ia
buru-buru menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Sungjeong terkejut ketika
sampai di dapur dan menemukan Suri tengah sibuk di sana.
“Selamat pagi Sunbaenim. Mulai
hari ini bolehkan aku membantu Sunbaenim menyiapkan sarapan?” sapa Suri ramah
lengkap dengan senyum manisnya.
“Kenapa baru sekarang?”
Sungjeong menyinsingkan lengan dan bergegas menyiapkan sarapan.
“Aku takut tertolak.”
“Mwo...? Haish! “
“Jadi mulai hari ini boleh?”
“Tentu saja. Aku terlalu kejam?”
“Aku rasa.”
“Tak bisakah kau sedikit
menghiburku yang bangun kesiangan ini?”
“Hehehe maaf.”
“Hanya terbiasa melakukan
semuanya sendiri sebelumnya.”
“Maaf sampai detik ini masih
merepotkan kalian.”
“Aku tahu di luar sana tidaklah
mudah hidup sendirian. Jika kami memaksa kalian untuk angkat kaki, Nona pasti
akan marah. Asal kalian tak melanggar aturan, aku bisa memberi toleransi. Lagi
pula aku lihat ada untungnya juga bagi Baro dan Myungsoo. Mereka banyak
berubah.”
“Kalian semua orang baik, tapi
kenapa menutup diri? Saat sampai dan masuk ke kastil ini, aku merasa sedang
berada dalam film Beauty and the Beast.
Kastil dan...” Suri tak melanjutkan bicara.
“Para penghuninya yang terkena
kutukan? Kau baru sadar ini nyata?”
“Bukan, bukan begitu maksudku
Sunbaenim...”
“Tapi inilah kenyataannya.
Bahkan kami tak memungkirinya dari kalian sejak awal kalian masuk ke dalam
kastil ini.”
Suri terdiam.
“Kau pikir untuk apa aku
berdandan seperti ini? Layaknya seorang gadis. Baro dengan bulu mirip serigala
yang tumbuh di sekujur tubuhnya dan Myungsoo yang sangat takut pada sinar
matahari yang membuatnya merasa terbakar. Menurutmu ini semua kelainan
genetik?”
Suri bungkam. Ia tak berani
berkomentar.
“Ini semua bukan kelainan. Dan
orang asing memasuki kastil ini adalah hal yang sebenarnya paling aku tentang,”
Sungjeong mengangkat panci hendak
menaruh sup di meja makan. Ia terkejut ketika membalikan badan karena Magi
sudah duduk di kursinya. Suri pun turut terkejut.
“Cukup untuk pagi ini. Jangan
rusak selera makan yang lain,” tegur Magi.
“Jeosonghamnida,” bisik
Sungjeong sembari menaruh panci berisi sup di atas meja makan.
“Yang lain segera turun. Tolong
bersikaplah wajar.” Pinta Magi menatap Sungjeong lalu Suri.
Sungjeong dan Suri mengangguk
paham.
***
Shin Ae piket di kantin. Ia
bertugas membantu pelayanan siswa di kantin pagi ini. Shin Ae mengantar kopi
yang dipesan Daehyun dan teman-temannya. Kening Shin Ae berkerut usai ia
meletakan secangkir kopi di depan Daehyun. Shin Ae tak melihat bayangan Daehyun
terpantul di dalam kopi yang tersaji di depannya.
“Kenapa menatapnya seperti itu?
Menyelidiki sesuatu?” Lizzy yang duduk di atas meja menyambut kembalinya Shin
Ae. “Kenapa keningmu berkerut? Apa yang kau lihat dalam kopi itu? Tak ada
bayangan Jung Daehyun? Kali ini bukan ulahku.”
“Kenapa sepagi ini kau sudah
mengacau?” Shin Ae dengan mulut hampir tak terbuka. Shin Ae tak mau dipandang
aneh karena ketahuan berbicara sendiri.
“I can’t hear you.”
Shin Ae menatap tajam pada
Lizzy.
“Belakangan Rosmary Magi jarang
muncul menemaniku. Aku bosan. Selain dia ada kau.”
Shin Ae mendesah pelan. “Sukjin
Ajooshi.”
“Tak bisa melihatku seperti
kalian.”
“Tapi ini bukan waktunya untuk
main-main!”
Salah satu petugas kantin
terkejut menatap Shin Ae. Seperti itu pula Shin Ae terkejut menyadari bagaimana
salah satu petugas kantin itu menatapnya.
“Hehehe. Aku sedang menghafal
dialog drama. Tugas pelajaran seni,” Shin Ae memberi penjelasan palsu pada
petugas kantin yang segera menggeleng sebelum pergi itu.
Lizzy terkikik geli melihat
tingkah Shin Ae. Shin Ae melirik tajam Lizzy sembari melepas celemeknya. Shin
Ae meninggalkan kantin. Lizzy buru-buru menyusulnya.
“Pemarah. Pemarah. Nona sensitif.
Nona pemarah.” Olok Lizzy yang melayang-layang di sekitar Shin Ae.
“Aku harus memperingatkannya
sebelum yang lain tahu,” kata Shin Ae.
“Tak mungkin itu ulah Rosmary
Magi. Memangnya benar dia penyihir? Kau yakin?”
Shin Ae menghentikan langkahnya.
“Kau ini di pihak mana? Jika bukan Magi, siapa lagi?”
“Ada alasan di setiap tindakan.
Pikirkan lagi. Jangan seperti yang lain
berpikiran dangkal tentang mereka. Bukankah mereka yang keterlaluan?
Bukan trio Maehwa itu.”
“Karena itu aku ingin bicara
langsung padanya. Tindakan yang ia lakukan lebih dangkal dari yang aku duga,”
Shin Ae kembali mendesah pelan. Menyesalkan tindakan Magi.
“Bunga Gloxinia artinya cinta
pada pandangan pertama,” kata Lizzy melencong dari bahasan sebelumnya.
Shin Ae kembali menatap tajam
pada Lizzy.
“Cinta pada pandangan pertama...
merah... begitu berkobar-kobar. Berapi-api...” Lizzy melayang tinggi lalu
hilang menembus tembok.
Shin Ae mengehembuskan napas
cepat lalu kembali berjalan.
***
Hyuri melemparkan seikat mawar
merah di tangannya ke pangkuan Daehyun. Daehyun yang sedang duduk bersama empat
member Elroy yang lain terkejut. Namun ia tak marah melihat Hyuri. Daehyun
malah berbinar melihat Hyuri datang padanya.
“Kau kemari? Lihat! Song Hyuri
kemari menemuiku!” Daehyun bangkit dari duduknya. Tersenyum lebar dan terlihat
amat senang menyambut Hyuri.
“Bisakah Sunbaenim hentikan itu
semua?” kata Hyuri dengan ekspresi kesal.
“Mm-mwo...?” Daehyun menarik
senyumnya perlahan.
“Mengirim bunga padaku. Apa
maksud dari semua itu Sunbaenim?”
“Simpel. Setelah memberi isyarat
bahwa aku ingin mengenalmu lebih dalam, kini giliran isyarat bahwa aku mencintaimu. Setangkai mawar merah, cintaku
hanya untukmu. Enam tangkai mawar merah, aku cinta kamu. Dan ini,” Daehyun
menunjukan seikat mawar merah yang dilemparkan Hyuri ke pangkuannya, “dua belas
tangkai mawar merah, aku sangat mencintaimu. Aku tak akan menghentikannya
karena aku tak bisa menghentikannya. Rasa inginku untuk menunjukan betapa aku
mencintaimu Song Hyuri. Aku akan terus mengirim mawar merah padamu hingga
mencapai angka 365 tangkai yang berarti aku memikirkanmu dan mencintaimu setiap
hari sepanjang tahun.” Daehyun tersenyum lebar.
“Mwo...?Ya! Jung Daehyun! Apa
kau gila?”
“Ssh!” Daehyun meletakan jari
telunjuk tangan kanannya pada bibir Hyuri. Meminta gadis itu diam.
Hyuri mengibaskan jari tangan
Daehyun, menyingkirkan dari bibirnya.“Dasar gila!” umpatnya sebelum pergi dari
hadapan Daehyun.
“Hyuri! Song Hyuri tunggu!
Bungamu ketinggalan!” Daehyun mengejar Hyuri.
Empat member Elroy kompak
mendesah dan menggelengkan kepala.
“Drama yang begitu buruk untuk
seorang Jung Daehyun,” gumam Woohyun. “Tak ada kah skenario yang lebih baik
dari ini?” imbuhnya sembari menatap langit.
***
“Berani taruhan, aku yakin ada
yang tak beres pada Daehyun,” Kwanghee mengamati Daehyun yang mengejar Hyuri
untuk memberikan bunga mawar darinya kembali pada Hyuri.
“Sebaiknya diam. Ingat ancaman
Taemin,” Ren mengingatkan.
“Bukankah sebelumnya Daehyun
sangat membenci trio Maehwa? Kenapa tiba-tiba ia jatuh hati dan tergila-gila
pada Song Hyuri? Apa ini masih tergolong wajar? Bukan hanya itu. L.Joe
Sunbaenim, Jo Jonghwan, Yoo Seungho dan juga Taemin. Ada apa dengan mereka? Aku
yakin salah satu dari trio Maehwa itu telah memantrai mereka. Dan aku yakin itu
adalah Rosmary Magi. Aku yakin dia penyihir.”
“Aigo... pemuda ini. Hey anak
muda. Sebaiknya jangan bicara sembarangan. Penyihir... siapa penyihir?” sahut
tukang kebun dengan kostum serba hitam itu. Baju, celana dan topi hitam yang
membalut tubuh tegapnya. Tukang kebun yang kebetulan sedang merapikan tanaman
tak jauh dari tempat Kwanghee dan teman-temannya berdiri berkumpul.
“Lihat siapa yang bicara?”
Kwanghee dengan tatapan memicing pada tukang kebun yang menegurnya itu.
“Aigo... lihat bagaimana kau
bersikap. Ckckck. Kalian hanya menilai dari apa yang kalian lihat, namun kalian
merasa apa yang kalian ungkap adalah benar. Begini calon petinggi negara ini?
Mengerikan.”
“Ya, Ajooshi! Ini bukan urusan
Ajooshi juga negara jadi sebaiknya Ajooshi diam.”
“Aigo! Kau bicara dekat di sini
dan aku tak bisa diam mendengar penilaianmu itu. Sangat menggelikan bocah!”
“Tugas Ajooshi hanyalah mengurus
tanaman-tanaman itu, bukan kami. Perlu Ajooshi jadikan catatan, selama ini
dugaan Hwang Kwanghee selalu benar adanya. Naluri detektifku ini sangat
sempurna.”
“Sombong sekali kau bocah. Perlu
kau jadikan catatan juga, jangan sampai lidahmu terpotong hanya karena kau
salah bicara,” balas tukang kebun itu sembari menggunting tanaman di depannya.
Kwanghee menelan ludah lalu
buru-buru mengajak Kevin dan Ren pergi. Tukang kebun itu menyincingkan senyum
melihatnya.
***
Magi duduk di bawah pohon besar
di tepi danau buatan di taman belakang sekolah. Ia memangku agenda coklat
kesayangannya yang ia biarkan terbuka. Tangan kanannya memegang pena dengan
hiasan bulu, tatapan Magi menerawang jauh ke tengah danau sedang mulutnya
bergerak tanpa suara.
“Hah...” Magi menghembuskan
napas panjang.
“Jadi benar ini ulahmu?”
“Aa!
Kapchagi!” suara Shin Ae mengejutkan
Magi. “Sunbaenim! Kenapa tiba-tiba bersuara seperti itu? Aku benar-benar
terkejut,” protes Magi yang benar-benar dibuat kaget oleh Shin Ae.
Shin
Ae berdiri melipat tangan menatap kesal pada Magi.
“Ulahku?
Ulah apa yang aku buat?” tanya Magi tak paham.
“Dia
duduk di sini untuk menimbang ulang konsep yang akan ia buat untuk karnaval
bunga saat Festival Gardenia nanti. Dari tadi aku menemaninya,” bela Lizzy yang
melayang-layang di sekitar Magi.
“Ada
apa sebenarnya? Sunbaenim curiga apa padaku?” tanya Magi.
Shin
Ae menurunkan kedua tangannya. “Anee,” ia menggeleng pelan.
“Bohong.
Apa yang ingin Sunbaenim tanyakan?”
“Magi
memberi kesempatan, bukankah sebaiknya kau bertanya langsung daripada
menduga-duga,” sela Lizzy.
“Ada
apa Sunbaenim?” Magi menatap penasaran pada Shin Ae.
“Tidak.
Tidak ada. Lupakan saja.”
“Dia
penasaran pada apa yang terjadi pada Jung Daehyun. Pagi ini Shin Ae tak melihat
bayangan Daehyun memantul pada secangkir kopi yang ia sajikan. Shin Ae curiga
kau memantrai Daehyun hingga pemuda itu tergila-gila pada temanmu Song Hyuri,”
terang Lizzy.
“Ya!
Lizzy!” bentak Shin Ae.
“Aku
hanya membantumu bicara.” Lizzy membela diri.
Magi
diam menatap Shin Ae dengan polosnya. Menerima perlakuan itu Shin Ae merasa
bersalah telah mencurigai Magi.
“Mianhae,
Magi-ya...” Shin Ae lirih.
“Itu
memang ulahku,” jawab Magi santai masih dengan wajah polosnya.
Shin
Ae terkejut mendengar pengakuan Magi. Begitu juga Lizzy yang kini melayang
tenang usai mendengar pengakuan Magi.
“Kau
benar penyihir?” Lizzy berbisik.
“Benar
aku yang membuat Jung Daehyun jadi begitu tergila-gila pada Hyuri. Sunbaenim
marah akan hal itu?” Magi masih menatap Shin Ae tanpa ragu.
“Untuk
apa kau lakukan itu?” Shin Ae balik bertanya.
“Tidak
ada. Menemukan sebuah mantra dari artikel yang tak sengaja aku temukan di
internet lalu mempraktekannya. Itu saja.”
“Kau
yakin hanya itu?”
“Sunbaenim
curiga aku juga melakukannya pada L.Joe Sunbaenim?”
“Aku
membicarakan tentang Daehyun sekarang. Baboya? Walau kau sangat kesal padanya,
tapi ini terlalu mencolok. Dengan kasat mata pun kalian akan ketahuan. Siapapun
kau dan apa pun tujuanmu, sebaiknya hentikan sekarang juga. Tindakan gegabah
dan ceroboh ini tidak hanya berdampak pada Daehyun, tapi juga temanmu Song
Hyuri.”
Magi
terdiam. Lizzy menatap Magi lalu Shin Ae bergantian.
“Aku
peduli padamu karena sahabatku, Byunghun, L.Joe sangat menyukaimu. Dia
menyanyangimu sepenuh hatinya. Tolong jaga kepercayaan dan kasihnya untukmu
itu. Jika kau buat masalah, tak bisa dipungkiri dia pun akan ikut sakit
karenanya.”
Mendengar
nama L.Joe ekspresi Magi tak lagi datar dan polos seperti anak kecil tanpa
dosa. Terlihat sedikit kecemasan di wajahnya.
“Pikirkan
lagi tentang ini semua. Terlebih pada akibatnya jika kau nantinya ketahuan.
Kwanghee masih mengamatimu, begitu juga teman-teman Daehyun.” Kata Shin Ae lalu
pergi meninggalkan Magi.
Mendadak
hening. Yang terdengar hanyalah hembusan angin di sekitar Magi. Lizzy memilih
pergi. Melayang kemudian menghilang di tengah danau. Magi masih terdiam duduk
sendiri di bawah pohon besar di tepi danau buatan di taman belakang sekolah.
***
“Hah!
Aku harap dia memahami perasaanku.” Seungho tersenyum lega usai bercerita pada
Geunsuk.
“Memberikan
bunga pada Jung Shin Ae dan terlihat begini senang. Aigo... adikku ini bukan
anak kecil lagi rupanya.”
“Aku
sudah sebesar ini Hyung. Bahkan melebihimu Hyung.”
“Tapi
kenapa bunga Gloxinia? Bukan mawar atau yang lain yang lebih umum.”
“Sebenarnya
itu pilihan Magi, menurutnya bunga
Gloxinia memiliki arti cinta pada pandangan pertama. Benar-benar mewakili
perasaanku kan Hyung? Magi memang bisa diandalkan dan sepertinya Jung Shin Ae
Sunbaenim senang menerimanya.”
Geunsuk
terlihat tak senang mendengar penjelasan Seungho.
“Aku
benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama pada Jung Shin Ae Sunbaenim.”
“Kau
ini masih kelas satu SMA tapi bicaramu seperti orang dewasa saja. Tentang cinta
cinta dan cinta.”
“Hyung...”
“Yakin
sekali tentang cinta pada pandangan pertama itu. Jangan-jangan hanya penasaran
saja karena kau melihat seorang gadis begitu mahir melompat gerbang sekolah.
Cinta dan penasaran itu bedanya tipis sekali.”
Seungho
diam sejenak merenungi ucapan Geunsuk. “Dari penasaran nantinya juga bisa
tumbuh cinta. Sama artinya demikian kan Hyung?”
“Bagaimana
jika penasaranmu telah terjawab dan kau menjadi membencinya?”
Seungho
lagi-lagi diam sejenak. “Akan aku pikirkan nanti. Itu semua memusingkan.”
“Hah...
dasar Yoo Seungho!”
“Hehehe.”
Seungho meringis.
***
“Mwo...?
40 hari...? Ya!” Hyuri menarik baju seragam Magi. Meremasnya sembari menatap
tajam dan mendorong Magi hingga menabrak pohon besar yang berdiri kokoh di
pinggir danau buatan di taman belakang sekolah.
“Hyuri!
Hentikan!” Suri berusaha melerai. Ia menarik tangan Hyuri agar Hyuri melepas
cengekeramannya pada seragam Magi. “Kenapa kalian jadi bersitegang hanya karena
Jung Daehyun? Bicarakan secara baik-baik. Kita ini kan teman!”
Hyuri
melepas cengkeramannya pada seragam Magi. Ia mendesah kesal dan bergerak pelan
mundur dari hadapan Magi. Magi terdiam masih bersandar pada pohon besar di
belakangnya.
“Kau
baik-baik saja?” Suri menghampiri Magi. “Kalian! Huh!” Suri benar kesal melihat
Magi dan Hyuri hampir berkelahi.
“Bukankah
ini yang kau inginkan? Jung Daehyun bertekuk lutut padamu,” Magi kembali
bersuara lirih.
“Aku
memang sangat marah pada Daehyun dan ingin balas dendam, tapi bukan seperti ini
caranya. Kau tahu dari awal aku keberatan kan?”
“Tapi
kau suka padanya.”
“Itu...”
Hyuri diam sejenak menatap Magi.
“Normal.
Siapa yang tak tergoda melihat pria tampan seperti Jung Daehyun,” Suri
melanjutkan kalimat Hyuri. Ia merasa begitulah yang ingin Hyuri sampaikan.
“Aku
mohon padamu, hentikan ini semua, Magi...” Hyuri memohon. “Aku tak tahan dengan
sikap-sikap Daehyun Sunbaenim padaku. Benar-benar mengganggu.”
Magi
bungkam.
“Atau
ini menyenangkan bagimu? Melihat Daehyun Sunbaenim mengejarku dan semua
tingkahnya itu. Jangan-jangan ini semua obsesimu sendiri. Balas dendam pada
Daehyun Sunbaenim. Dia pernah menyakitimu?” lanjut Hyuri.
Suri
terdiam. Menatap Magi lalu Hyuri. Ia benar-benar tak tahu harus bagaimana di
tengah kedua temannya yang sedang bersitegang itu.
“Setiap
mantra yang terucap akan luntur setelah 40 hari. Begitu aturannya. Lagi pula
mantra itu aku temukan dari sebuah web. Aku sendiri tak menduga jika akan
bereaksi. Manjur.” Magi dengan ekpresi tanpa dosanya.
“Mwo...?”
Hyuri kembali emosi. Suri segera menghadangnya. Khawatir Hyuri akan menyerang
Magi lagi.
“Apakah
tak ada cara lain? Magi...” tanya Suri yang masih menahan Hyuri. “Aku sendiri
tak sanggup membayangkan apa selanjutnya yang akan terjadi menimpa Hyuri oleh
ulah nekat Daehyun Sunbaenim hingga 40 hari itu genap dilalui. Itu akan
benar-benar menyiksa Hyuri. Kau berhasil merapalkan mantranya dan bereaksi
dengan baik, itu artinya kau punya bakat. Ayolah pikirkan cara untuk mengatasi
ini semua.”
Magi
masih terdiam dan kini menundukan kepala. Hyuri mendesah kesal melihatnya.
***
Hyerin
fokus menatap TAB di tangannya. Kening Hyerin berkerut disertai hembusan napas
panjang dan gelengan kepala pelan. “Ada apa sebenarnya?” gumamnya kemudian.
“Nee?”
tanya Jonghun yang duduk di depannya.
“Jung
Daehyun. Terus bermain-main dengan salah satu gadis Maehwa itu. Apa mungkin ia
melupakan seleksi besok? Sibuk mengejar Song Hyuri dan sepertinya hanya
terfokus pada gadis itu. Member Elroy benar kesal dibuatnya.”
“Oh
rumor itu.”
“Oppa!
Ini bukan sekedar rumor atau gosip belaka, tapi sudah benar terjadi.”
“Hanya
rumor. Trio Maehwa memantrai Daehyun apa memiliki bukti?”
“Hal
berhubungan dengan sihir bagaimana bisa dibuktikan?”
“Bagaimana
mereka bisa begitu percaya pada rumor murahan seperti itu?” sela Hami.
“Bukankah
sihir memang diakui ada di Wisteria Land. Kenapa Yang Mulia justeru
meragukannya?” tanya Hyerin.
“Pemikiran
yang tak berkembang menurutku. Dan jika benar Daehyun Sunbaenim dimantrai
tujuannya untuk apa?”
“Bukankah
Yang Mulia juga diduga terkena mantra sihir mereka?”
“Onni
percaya?”
Sunggyu
dan Jonghun saling melempar pandangan.
“Kalau
begitu aku butuh bukti dari dugaan itu. Ada kah?” tanya Hami.
“Andai
aku bisa membuktikannya,” Hyerin kembali menatap TAB di tangannya.
Hami
tersenyum dan menggeleng pelan.
***
Magi
meletakan kepala di atas meja kantin. Ekspresinya lesu dan terlihat sedih
benar.
“Ada
apa lagi?” tanya Sungrin yang duduk berhadapan dengan Magi.
“Hanya
kekacauan yang bisa aku ciptakan. Bagaimana mengatasi semua? Aku selalu
menyulitkan siapapun yang ada di dekatku. Pembuat onar.” Magi masih dengan
kepala bersandar di atas meja.
“Padahal
besok seleksi. Sia-sia sekali jika kau membuang energi untuk merutuki nasibmu
seperti ini. Bagaimana persiapanmu?”
“Kepalaku
seolah mau meledak.”
“Yasudah
pilih salah satu. Menjinakannya atau meledakannya.”
Magi
kembali menegakan badannya, masih dengan wajah lesunya menatap Sungrin yang
sedang menikmati makan siang.
“Menjinakannya
berarti mencabut akar masalah atau meledakannya berarti membiarkan semua ini
berlarut-larut semakin parah. Mungkin kau memang seorang perencana hebat, tapi
tak selamanya kau bisa menggenggam semua. Kuasamu hanya sebatas berencana, tapi
Sang Penguasa Alam yang mutlak menentukan semua.”
“Hah...
kau benar. Gomawo.” Magi tersenyum lesu.
“Ngomong-ngomong
apa benar kau memantrai Jung Daehyun Sunbaenim? Atau Song Hyuri yang
melakukannya?”
“Kau
percaya?”
“Karena
ragu aku bertanya langsung padamu daripada aku tersesat dalam rasa penasaran
seperti yang lain.”
“Hanya
mencoba apa yang tak sengaja aku temukan.”
“Mwo...?”
“Mantra
di dunia maya,” Magi membungkuk dan berbisik.
“Benarkah...?”
“Aku
harus pergi sekarang!” Magi bangkit dari duduknya dan bergegas pergi.
“Mantra
di dunia maya...?” gumam Sungrin penasaran.
***
Bel
tanda jam sekolah berakhir berdering. Murid-murid berhamburan keluar kelas.
Hyuri, Magi dan Suri memilih tetap tinggal di dalam kelas hingga di kelas itu
hanya menyisakan mereka bertiga. Hening di dalam kelas. Magi masih duduk di
bangkunya. Suri duduk di bangku yang ia putar menghadap ke belakang, menghadap
Magi sedang Hyuri duduk di atas meja di sebelah kanan Magi.
“Secepat
itu kau menemukan solusi? Aku ragu,” Hyuri meragukan ulasan Magi.
“Iya
benar. Walau kau memang selalu penuh kejutan, tapi apa kau yakin ini akan
berhasil?” sambung Suri.
“Aigo.
Kalian meragukan aku? Aku tak pernah setengah-setengah dalam mempelajari
sesuatu. Menurut yang aku baca begitulah cara menangguhkan mantranya.” Magi
meyakinkan.
“Benar
juga. Apa salahnya di coba, Hyuri.” Suri menatap Hyuri.
Hyuri
diam dan berpikir selama beberapa detik. “Baiklah aku setuju. Aku akan
mencarinya dan membawa Jung Daehyun Sunbaenim pada kalian.”
“Kau
yakin akan melakukannya sendiri? Aku temani ya,” Suri menawarkan bantuan.
“Tidak
perlu. Kau temani Magi saja. Tunggu aku di sana.”
“Baiklah.
Semoga berhasil. Kalau mereka mencoba melukaimu, teriak saja. Maka aku akan
segera datang,” kata Magi dengan wajah polosnya.
“Ish!
Kau pikir kita sedang perang dengan preman? Kita berpisah di sini. Aku pergi
dulu.” Pamit Hyuri kemudian lebih dulu meninggalkan kelas.
“Magi.
Kau yakin ini akan berhasil? Benar caranya seperti itu?” Suri masih ragu.
“Aku
berhasil merapalkan mantra itu dan ternyata manjur, aku rasa kemungkinannya
untuk menetralkan kembali mantra itu adalah sama.”
“Tapi
seringnya melukai itu lebih mudah namun memulihkan lebih sulit. Bagaimana jika
itu yang kita temui?”
“Kita
pikirkan lagi nanti. Ayo kita bersiap,” Magi menyangklet tasnya dan berjalan
keluar kelas.
Suri
mendesah pelan lalu turut berjalan menyusul Magi.
***
Daehyun
yang asik ngobrol dengan salah seorang temannya dibuat terkejut ketika
tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang dan tak lain itu adalah
Hyuri.
“Song
Hyuri...?” Daehyun berbinar. Berseri melihat Hyuri kembali menemuinya.
Hyuri
memaksakan sebuah senyum di wajahnya.
“Ada
apa?” tanya Daehyun lembut.
“Aku
ingin bicara. Bisa kah?”
“Tentu
bisa! Bisa!” Daehyun antusias.
“Hanya
berdua saja dan tidak di sini.”
“Tidak
di sini? Wae...?”
“Mau
kah? Atau...”
“Mau!
Mau!” potong Daehyun penuh semangat.
Hyuri
tersenyum lega. “Ayo kita pergi.”
Daehyun
mengikuti langkah Hyuri tanpa rasa curiga sedikitpun. Hyuri membawa Daehyun
jauh pergi ke salah satu sudut sekolah. Sudut paling sepi dan sepertinya jarang
sekali di jamah murid-murid Hwaseong Academy. Sudut dimana di sana telah
menunggu Magi dan Suri.
Ketika
sampai di tempat yang diinginkan Hyuri untuk pergi bersama Daehyun sangat sepi
di sana. Tak ada siapapun kecuali Daehyun dan Hyuri. Hyuri terlihat gugup. Ia
celingukan mengamati sekitarnya. Hyuri tersenyum lega ketika menemukan Magi dan
Suri yang sedang bersembunyi.
“Kenapa
kita kemari?” tanya Daehyun mengejutkan Hyuri.
Hyuri
membalikan badan menghadap Daehyun. Daehyun menatap heran pada Hyuri apalagi
ketika Hyuri tiba-tiba membungkuk di depannya.
“Jongmal
mianhamnida, Sunbaenim!” kata Hyuri masih dengan badan membungkuk di depan
Daehyun.
“Mm-mwo..?
Wae, wae? Kenapa meminta maaf?” Daehyun bingung.
Hyuri
menegakan kembali badannya. “Maaf karena membuat semua ini terjadi padamu.”
“Kau
ini bicara apa? Tak perlu meminta maaf padaku.”
‘Saat
tahu apa yang sebenarnya terjadi, saat kesadaranmu telah kembali apa kau akan
bersikap begini manis padaku?’ gumam Hyuri dalam hati masih menatap Daehyun.
“Kau
membawaku pergi sejauh ini hanya untuk itu?” tanya Daehyun.
“Sebenarnya
ada hal lain.”
“Benarkah?
Apa itu?” Daehyun melangkah lebih dekat pada Hyuri. Berhenti begitu dekat di depan
Hyuri. Daehyun tersenyum lembut dengan tatapan penuh kasih menatap Hyuri.
Daehyun merendahkan kepalanya dan bergerak pelan semakin mendekati Hyuri,
“Mianhae,
Sunbaenim!” sadar Daehyun akan menciumnya Hyuri pun bergerak cepat. Mundur
selangkah dari hadapan Daehyun.
“Wae?”
“Aku
tidak bisa.”
“Apa
perlu aku menyatakannya kembali padamu? Tentang perasaanku padamu?”
“Aku
mengajak Sunbaenim kemari bukan untuk itu semua.”
“Lalu...?”
“Benarkah
Sunbaenim menyukaiku?”
“Tentu
saja.”
“Kalau
begitu jika aku meminta Sunbaenim melakukan sesuatu untukku, apa Sunbaenim
bersedia?”
Daehyun
diam sejenak. “Jika aku mampu, aku bersedia melakukannya. Apa yang kau ingin
akun lakukan untukmu sekarang?”
“Aku
ingin Sunbaenim bercermin di pada genangan air di selokan itu,” Hyuri menuding
selokan di belakang Daehyun.
“Mm-mwo...?”
“Hanya
bercermin di selokan. Tak bisa kah?”
“Itu...
konyol.”
“Tapi
aku ingin kau melakukannya. Untukku...” Hyuri memasang ekpresi memelas.
“Permintaanmu
aneh.”
“Aku
mohon lakukan saja.”
Daehyun
mendesah pelan lalu melangkah malas mendekati selokan. Daehyun berlutut dan
menengok ke dalam selokan yang lumayan bau itu. Benar ada genangan air kotor di
sana.
“Beginikah?”
tanya Daehyun.
Hyuri
mendekat. Ia melihat ke dalam selokan, melihat genangan air kotor di dalamnya.
“Bayangan Sunbaenim belum terlihat. Sunbaenim harus bercermin pada air selokan
itu.”
“Tapi
ini bau sekali.”
“Jebal...”
Hyuri menyatukan kedua tangannya.
Daehyun
kembali mendesah. Namun ia menuruti permintaan Hyuri. Merendahkan badannya agar
lebih dekat pada genangan air dalam selokan. Perlahan bayangan Daehyun mulai
terlihat di dalam air di selokan.
Hyuri
memberi kode. Magi dan Suri bergerak pelan mendekat. Hyuri dan Suri mundur,
sedang Magi berada dekat di belakang Daehyun. Berlutut dekat di belakang
Daehyun.
Daehyun
fokus menatap bayangannya di dalam genangan air selokan. Magi menyeringai,
berada dekat di telinga Daehyun. Magi bergumam, membisikan sesuatu di telinga
Daehyun.
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments