Nuna Saranghae! Would You Be My Girl?
03:58
Nuna Saranghae! Would You Be My
Girl?
Cinta
yang datang karena terbiasa. Kekaguman yang terpendam, menumbuhkan cinta yang
semakin dalam. Akankah kau berani mengungkapkan dan meraihnya?
Sering ia
memperhatikannya. Pemuda di rumah seberang yang resmi bertetangga dengannya
setahun ini. Harusnya kedua anak manusia ini menjadi dekat. Rumah
berseberangan, sama-sama anak tunggal dengan kondisi orang tua jarang di rumah
karena alasan kesibukan. Bahkan kamar tidur keduanya pun sama. Sama-sama di
lantai dua dengan balkon saling berhadapan. Namun semua ini tak membuat Lee
Byung Hee dan Jung Da Yon menjadi dekat. Lee Byung Hee, pemuda tampan berhidung
mancung yang supel dan pandai memainkan gitar dan Jung Da Yon, gadis pendiam
cenderung pemalu yang terkesan menutup diri dari lingkungan sekitar, asik
dengan dunianya sendiri. Andai saja Byung Hee dan Da Yon berteman baik,
keduanya akan jadi kombinasi yang sempurna.
***
Da Yon menyusuri
minimarket untuk mencari barang-barang kebutuhannya. Satu-satunya minimarket
yang ada di komplek perumahan ini. Da Yon berhenti di depan rak yang memajang
berbagai macam parfum. Da Yon mencium beberapa aroma wewangian yang berjajar
rapi di rak. Saat asik mencumbu aroma dari salah satu botol parfum di
tangannya, tiba-tiba muncul pemuda, Byung Hee, dari balik rak, tepat berhadapan
dengan Da Yon. Da Yon diam, terkejut menatap Byung Hee, begitu sebaliknya.
Tatapan keduanya bertemu dan bertahan selama beberapa detik. Byung Hee
tersenyum kemudian berlalu pergi. Da Yon masih tertegun di tempat ia berdiri.
Kesadaran Da Yon kembali ketika seseorang tak sengaja menyenggolnya. Da Yon
menghela nafas dan segera menuju kasir.
Hujan. Byung Hee
berdecak kesal. Ia tak membawa payung dan sepertinya hujan kali ini akan
berlangsung lama. Ia bosan menunggu tapi tak mungkin juga nekat untuk berlari
pulang. Itu akan membuatnya basah kuyup dan tentu saja bisa merusak
barang-barang belanjaan Byung Hee karena guyuran air hujan.
Da Yon keluar. Ia
bersiap pulang. Da Yon menangkap sosok Byung Hee yang berdiri di depan minimarket.
Wajah pemuda itu terlihat kesal sambil sesekali menengok langit yang masih
terus menumpahkan air hujan. Da Yon menggenggam erat payung di tangannya. Ia
ragu. Beberapa detik kemudian, Da Yon memantabkan langkahnya mendekati Byung
Hee.
“Kita bisa pulang
bersama.” Suara gadis itu membuyarkan semua yang ada dalam otak Byung Hee. Apa
yang sedang dipikirkan Byung Hee seketika itu berhamburan. Mata sipitnya
melebar. Ia tak menyangka jika Da Yon yang terkenal angkuh dan cuek itu
menghampirinya. Byung Hee menatap heran pada Da Yon.
Da Yon memberanikan
diri untuk membentuk lengkungan di bibirnya, tersenyum. “Sepertinya hujan akan
berlangsung lama.” Kata Da Yon sambil membuka payung di tangannya.
Benar
kata gadis ini. Jika tetap bertahan untuk menunggu, Byung Hee tak akan tahu
kapan hujan ini reda. Sementara Da Yon menunggu, masih memberikan kesempatan
Byung Hee untuk pulang bersama. Byung Hee tersenyum lebar segera berdiri di
samping kanan Da Yon.
“Biarkan
aku yang membawa payungnya.” Pinta Byung Hee.
“Kalau
begitu, sini, aku bantu membawa barang-barangmu.”
“Sudahlah.
Begini tak mengapa. Ayo kita pulang!”
Jantung
Da Yon berdetub tak karuan berada sedekat ini dengan Byung Hee. Ia hanya bisa
menundukan kepala dan diam. Selama ini ia hanya memperhatikan Byung Hee dari
kejauhan, tapi sekarang? Bahkan lengan kanan Da Yon bergesekan dengan lengan
kiri Byung Hee yang memegang payung. 15 menit yang terasa sangat panjang hingga
akhirnya keduanya sampai. Da Yon mengantar Byung Hee sampai ke depan pintu.
“Tunggu!”
Tahan Byung Hee. Da Yon menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Byung Hee.
“Terima kasih.”
Da
Yon kembali tersenyum. Kali ini terlihat lebih alami dan tulus. Manis. Tidak.
Tapi cantik. Byung Hee senang melihatnya. Senang setiap kali melihatnya, senyum
Da Yon yang selalu menampakan satu lesung pipi di pipi kanan Da Yon. Da Yon
mengangguk.
“Tunggu!”
Tahan Byung Hee lagi. “Kita belum pernah berkenalan sebelumnya. Halo, aku Lee
Byung Hee.” Ia mengulurkan tangan.
Da
Yon kembali menampakan ekspresi itu. Terkejut. Ia menatap Byung Hee dengan
tatapan, tak percaya. Tak percaya jika Byung Hee mengajaknya berkenalan. “Da
Yon, Jung Da Yon.” Da Yon akhirnya menjabat tangan Byung Hee.
“Lotus?
Sangat cocok dengan Nuna.” Puji Byung Hee membuat Da Yon tersipu. Sangat cocok sekali. Putih dan cantik,
seperti bunga lotus sesungguhnya.
Batin Byung Hee masih menggenggam tangan Da Yon. Byung Hee kembali pada
kesadarannya ketika Da Yon kembali menarik tangannya.
Kaku.
Keduanya terlihat sama-sama canggung, salah tingkah. Da Yon kemudian pamit
pergi. Byung Hee masih berdiri di depan rumahnya menatap punggung Da Yon yang
berjalan semakin menjauh. Byung Hee tetap bertahan hingga Da Yon memasuki
rumahnya. Byung Hee kemudian tersenyum sendiri, mengusuk tengkuknya dan
memasuki rumahnya.
***
Pagi
yang sedikit lembab dan basah sisa hujan semalam. Da Yon bersiap untuk
jalan-jalan pagi. Mata bulat Da Yon melebar ketika ia keluar gerbang. Byung Hee
sudah berdiri di depan gerbang kediamannya. Pemuda itu tersenyum lalu berjalan
mendekati Da Yon.
“Boleh
aku ikut jalan-jalan pagi?” Tanya Byung Hee saat sampai di hadapan Da Yon.
Gadis ini, Jung Da Yon masih berdiri diam, tertegun menatap Byung Hee. “Beberapa
kali aku sempat melihat Nuna jalan-jalan pagi, tapi baru kali ini aku berhasil
bangun pagi. Jadi bolehkah aku ikut?”
“Tentu
saja.” Da Yon mengangguk. Suaranya sedikit bergetar karena gugup. Byung Hee
tersenyum lebar lalu berdiri di samping kanan Da Yon.
“Tunggu
apa lagi? Ayo kita berangkat!” Ucapnya penuh semangat.
Hujan
malam itu dan keberanian Da Yon untuk menawarkan tumpangan pada Byung Hee
membuka jalan untuk kedekatan keduanya. Byung Hee dan Da Yon jalan-jalan pagi
bersama. Da Yon terlihat canggung. Maklum ia tak begitu pandai bergaul. Apalagi
dengan makhluk bernama laki-laki. Byung Hee sedikit banyak tahu tentang Da Yon.
Pribadi Byung Hee yang supel dan pandai mencari bahan obrolan membuat suasana
mencair. Jalan-jalan pagi ini terasa berbeda dan menyenangkan bagi Da Yon.
Walau awalnya ia merasa sedikit risih karena selama ini terbiasa jalan-jalan pagi
sendiri. Hanya di temani mp3 shuffle kesayangannya. Sejenak saja,
Byung Hee berhasil membuat Da Yon merasa nyaman di sampingnya.
“Nuna,
apa Nuna membawa ponsel?” Tanya Byung Hee saat keduanya duduk di taman.
“Iya.”
“Boleh
aku pinjam?”
“Silahkan.”
Da Yon menyerahkan ponselnya.
Byung
Hee tersenyum lalu mulai mengotak-atik ponsel Da Yon. Beberapa detik kemudian
terdengar dering ponsel lain. Byung Hee tersenyum lebar dan merogoh saku
jaketnya. Ia tersenyum puas menatap layar ponselnya kemudian mengembalikan
ponsel Da Yon. “Jika aku minta secara langsung, belum tentu Nuna akan memberiku
nomer ponsel Nuna.” Da Yon terbelalak mendengar pengakuan Byung Hee membuat
pemuda itu terkekeh. “Maaf. Aku perhatikan, lampu kamar Nuna sering menyala
hingga tengah malam, apa Nuna suka begadang?”
“Insomnia.
Aku sering mengalami itu.”
“Oh.”
Byung Hee mengangguk seolah ia sudah paham. “Apa saja yang Nuna lakukan saat
tidak bisa tidur dan terjaga seperti itu?”
“Bekerja
dan jika semua sudah selesai, biasanya aku berselancar di dunia maya. Begitu
saja.”
Byung
Hee menatap Da Yon sejenak. “Ah, mulai malam ini aku akan menemani Nuna.”
“Ap-apa?”
“Hehehe…
aku sudah mendapatkan nomer ponsel Nuna, jadi mulai malam ini aku menemani
Nuna, lewat ini.” Byung Hee menggoyang ponsel di tangannya.
Byung
Hee menepati ucapannya. Saat malam tiba dan hujan yang kembali mengguyur, ia
mengirim pesan singkat pada Da Yon. Da Yon menyambutnya ramah. Dan obrolan
diantara Byung Hee dan Da Yon berjalan mulus via sms.
Hari-hari
berikutnya, Byung Hee dan Da Yon menjadi semakin dekat. Setiap pagi Byung Hee
menemani Da Yon jalan-jalan. Kemudian Da Yon akan mengundang Byung Hee untuk
sarapan bersama. Keduanya mulai mengenal
lebih dalam pribadi satu sama lain. Byung Hee yang periang dan ceria sering
kali memberikan kejutan Da Yon. Byung Hee membuat hidup Da Yon lebih berwarna.
Tak jarang keduanya pergi bersama. Byung Hee yang tiga tahun lebih muda dari Da
Yon, juga tak sungkan bersikap manja pada Da Yon.
***
“Apa
mungkin aku mulai menyukainya?” Da Yon seolah bertanya pada dirinya sendiri
ketika ia ngobrol bersama sahabatnya, Kim Jae In. “Ah, itu tidak mungkin!
Bagaimana bisa?”
“Kau
mengagumi pemuda itu dari awal kau tahu jika dia adalah tetangga barumu. Apa
kau tidak menyadarinya?” Tanya Jae In. “Dan nasib berpihak pada kalian.”
“Nasib
berpihak pada kami? Tapi dia itu…”
“Lebih
muda darimu?” Potong Jae In yang disetujui anggukan kepala Da Yon. “Apa benar
jadi masalah? Aku perhatikan, dari ceritamu tempo hari, kau merasa aman dan
nyaman berada disisi Byung Hee. Lalu apa perbedaan usia itu akan benar jadi
masalah? Wajahmu itu cute. Itu menyamarkan usiamu yang sebenarnya. Sungguh
kalian tampak baik dan serasi.”
“Kau
hanya ingin menghiburku kan? Byung Hee, dia punya begitu banyak teman, yang
seumuran bahkan lebih muda darinya dan… cantik.” Tatapan Da Yon kembali
menerawang keluar dinding kaca. “Baginya, mungkin aku hanya sosok kakak, tempat
ia bermanja-manja. Kami sama-sama anak tunggal dan sering merasa kesepian di
rumah.” Da Yon tersenyum mengenangnya. “Itu saja.”
“Bagaimana
jika Tuhan berkehendak lain? Hari ini dan esok akan menjadi hari yang berbeda.
Mungkin lebih indah atau sebaliknya. Aku rasa akan ada hal baik di balik
pertemuan kalian ini. Rencana Tuhan yang mungkin kalian sendiri tak menduganya.
Tapi ini hanya keyakinanku saja. Semoga saja benar adanya.” Jae In tersenyum
manis membuat Da Yon tersipu. “Ayo kita pulang!” Jae In merapikan kertas dan
buku-buku di depannya lalu keluar lebih dulu.
Da
Yon masih duduk dan diam, merenungi kata-kata Jae In. Kemudian ia tersenyum dan
menggelengkan kepala sambil merapikan barang-barangnya.
***
Da
Yon tiba di rumahnya. Ia kaget melihat Byung Hee sudah duduk di teras sambil
memainkan gitar akustiknya. Melihat Da Yon pulang, Byung Hee tersenyum lebar,
meletakan gitarnya dan berdiri menyambut Da Yon. Byung Hee terlihat berbeda
malam ini. Dandanannya sedikit formal dan rapi. Hal itu membuat Byung Hee
semakin terlihat tampan di mata Da Yon.
Byung
Hee tersenyum. Rasa gugup itu tersirat dari sikap Byung Hee. Tak biasanya Byung
Hee seperti ini. “Nuna pasti sangat lelah dan aku sangat mengganggu.”
“Hari
ini tak begitu melelahkan. Ada apa sampai menungguku?”
Byung
Hee terlihat semakin salah tingkah. Ia kembali memegang tengkuknya. Kebiasaan
jika ia merasa gugup atau salah tingkah di depan seseorang. Da Yon duduk dan
meletakan buku-buku di tangannya di meja.
“Duduklah.
Kau ingin minum?”
“Tidak.”
Byung Hee dengan cepat beralih duduk di depan Da Yon. Ia kemudian meraih gitar
akustiknya yang terletak di kursi, di samping Byung Hee. “Aku ingin Nuna mendengarnya.
Lagu ini, aku mempelajarinya selama berhari-hari. Dan setelah berhasil, aku tak
bisa menahannya lagi. Aku ingin Nuna segera mendengarnya. Tapi jika Nuna lelah
malam ini, aku bisa memainkannya lain kali. Tak mengapa.”
“Aku
ingin mendengarnya. Jadi mainkan saja sekarang.” Da Yon tersenyum tulus.
Byung
Hee bernafas lega dan tersenyum lebar. “Nuna, aku tak tahu kau suka lagu ini
atau tidak, tapi lagu ini… untukmu.”
Byung
Hee mulai memetik gitarnya. Ia memainkan instrument lagu Loving You-Minnie Riperton.
Da Yon menikmatinya. Alunan romantis petikan gitar Byung Hee. Mendengarnya,
membawa ingatan Da Yon pada hari-hari indah yang ia lalui bersama Byung Hee.
Dalam hatinya, Da Yon membenarkan ucapan Jae In. Da Yon mengagumi pemuda ini
dari awal ia melihat Byung Hee memainkan gitarnya di balkon kamar Byung Hee. Da
Yon tersenyum mengenang itu semua. Ia segera bertepuk tangan saat Byung Hee
menyelesaikan pertunjukannya.
“Nuna,
saranghae! Would you be my girl?” Ungkap Byung Hee tiba-tiba membuat Da Yon
tertegun. Tangan Da Yon masih bertahan seperti itu, dalam posisi bertepuk
tangan. “Maaf. Nuna boleh marah padaku, tapi aku menyukai Nuna dan benar
menginginkan Nuna menjadi kekasihku. Sekali lagi maafkan aku Nuna. Nuna boleh
marah padaku, tapi tolong jangan membenciku dan menghindari aku setelah ini.”
Melihat sikap diam Da Yon, Byung Hee merasa tertolak. Ia tersenyum getir dan
bangkit dari duduknya. Merapikan gitarnya dan hendak pergi.
“Tunggu!”
Tahan Da Yon memegang lengan kiri Byung Hee. Byung Hee berbalik menghadap Da
Yon dan menatap gadis itu. Perasaan Byung Hee bergejolak tak karuan. Ia pasrah
jika Da Yon menahannya untuk menyatakan penolakannya.
“Bodoh!
Bagaimana bisa aku marah dan membencimu?” Giliran Byung Hee yang dibuat
terkejut mendengar pernyataan Da Yon. “Kau meramaikan hidupku yang sepi dan
mewarnainya dengan indah. Bagaimana bisa aku marah dan membencimu? Mungkin ini
terdengar konyol atau entah apa, tapi aku juga menyukaimu, Lee Byung Hee. Aku
menyukaimu.” Da Yon tertunduk di depan Byung Hee.
Senang.
Byung Hee sangat senang mendengarnya. Lagi-lagi ia memegang tengkuknya. Byung
Hee kemudian maju lebih dekat pada Da Yon. Di pegangnya dua lengan Da Yon lalu
Byung Hee mengecup lembut kening Da Yon selama beberapa detik. Byung Hee
kembali menatap Da Yon dan tersenyum bahagia. Da Yon juga merasa demikian,
bahagia. Byung Hee memeluk Da Yon. Mendekap tubuh gadis itu.
“Saranghae…”
Bisik Byung Hee dekat di telinga Da Yon.
-------THE END--------
.shytUrle.
0 comments