AWAKE "Rigel Story" - Bab XV

03:55

AWAKE - Rigel Story

 




Bab XV



Pengumuman seleksi untuk anggota Dewan Senior telah dipasang di majalah dinding sekolah. Kesempatan itu tidak hanya diberikan kepada murid kelas X, tapi juga murid kelas XI. Karena, setiap pergantian pengurus Dewan Senior tidak hanya ditinggalkan oleh murid kelas XII. Tak jarang ada murid kelas XI yang mengundurkan diri dari kepengurusan Dewan Senior. Sebelumnya jadwal pendaftaran ekstrakurikuler juga sudah di pasang. Karenanya, basecamp-basecamp ekstrakurikuler mulai melayani pengambilan dan penyerahan formulir pendaftaran.
Karena Axton, Esya, dan Yano mendaftar ekstrakurikuler PMR, Hongjoon pun akhirnya ikut mendaftar. Baginya, itu bisa menjadi ajang untuk lebih dekat pada Rue. Terlebih ada Yano. Hongjoon berharap pemuda itu mau membantunya.
Basecamp PMR berada di bagian belakang ruang UKS. Akan sulit bagi murid yang ingin mendaftar jika membuka pelayanan di basecamp. Karenanya, anggota PMR meletakan sebuah meja di depan ruang UKS untuk melayani murid yang akan mengambil atau mengembalikan formulir. Mereka membuka pendaftaran saat jam istirahat dan pulang sekolah.
Saat Axton, Esya, Hongjoon, dan Yano mengembalikan formulir, Byungjae dan Dio sedang bertugas di loket pendaftaran.
“Wah, Yano mendaftar PMR. Sengaja atau kebetulan?” Goda Byungjae saat Yano maju untuk menyerahkan formulir.
Yano hanya tersenyum. Sedang Esya dan Axton kompak meliriknya.
Dio memeriksa formulir yang diserahkan Yano. “Di SMP kamu pernah jadi ketua OSIS?” Dio mendongak demi menatap Yano yang berdiri di seberang meja.
“Iya, Kak. Tahun pertama menjadi ketua I. Tahun berikutnya jadi ketua umum.” Yano membenarkan.
“Wah! Gen pemimpin mengalir kuat di darah kalian ya. Kita tahu yang dominan siapa.” Dio menyikut Byungjae.
“Iya. Nanti kamu daftar jadi anggota Dewan Senior juga? Kalau udah diterima di sini, bisa mewakili ekskul. Tapi, bisa juga daftar secara personal.” Byungjae menanggapi data Yano yang disampaikan Dio.
“Belum tahu, Kak. Belum ada rencana.” Yano tak memberi jawaban pasti.
“Dengan riwayat organisasi yang kamu ikuti, aku yakin kamu bakalan lolos jadi calon ketua Dewan Senior.” Dio sembari kembali membaca data Yano pada formulir pendaftaran.
“Jadi saingan Rue dong?” Komentar Byungjae.
“Kak Rue dicalonkan sebagai ketua lagi?” Tanya Yano.
“Mm.” Byungjae menganggukkan kepala. “Walau situasi agak kacau, kau tahu kan kesurupan-kesurupan itu, termasuk yang kau alami. Tapi, sebagian besar anggota Dewan Senior dan MPK masih mendukungnya untuk maju. Setiap tahun selalu ada calon dari kelas X juga. Kalau kamu mau maju, pasti ada kesempatan.”
“Tapi, saya nggak mau jadi pesaing Kak Rue.” Yano tidak mau menjadi saingan bagi Rue.
“Kalau kamu dapat suara banyak, kamu bisa jadi wakilnya. Dewan Senior nggak ada ketua I dan II. Hanya ada ketua umum dan wakilnya. Periode ini kebetulan Rue dan Kevin yang terpilih. Pasti keren kalau kau dan Rue yang memimpin periode berikutnya.”
Yano tersenyum tersipu. “Terima kasih, Kak. Terima kasih atas dukungannya.”

Esya yang menyimak obrolan Yano dengan Byungjae dan Dio merasa penasaran. Ketiganya terlihat akrab. Seperti sudah lama saling mengenal. Axton pun merasakan hal yang sama seperti Esya.
“Kamu akrab banget sama Kak Dio dan Kak Byungjae.” Axton buka suara. Langsung mengomentari keakraban Yano dengan dua member Rigel.
Esya tersenyum samar. Ia senang karena Axton mewakili dirinya yang juga penasaran pada interaksi Yano dengan dua member Rigel.
Hongjoon tersenyum mendengarnya. Namun tetap bungkam. Ia tahu jika Yano adalah saudara Rue. Wajar jika Yano akrab dengan Byungjae dan Dio.
“Padahal kalian nggak dari sekolah yang sama, kan? SD dan SMP kamu beda sama Rigel.” Axton menambahkan.
“Woo… Kau tahu banyak tentang Rigel?” Yano terkesima pada pengetahuan Axton tentang Rigel. Keempatnya sudah kembali ke dalam kelas. Hanya ada mereka di sana.
“Aku, Orion sejati!” Axton membusungkan dada.
Yano menghentikan tawanya dan berdehem. “Suatu saat nanti, aku pasti akan cerita pada kalian. Tapi, nggak di sekolah. Aku takut dinding sekolah ini punya banyak mata dan telinga. Tapi, yang pasti hubunganku dengan Kak Rue dan Rigel, tidak seperti yang kalian bayangkan.”
“Nggak seperti yang kami bayangkan gimana?” Esya tak paham.
“Bukan hubungan saling menyukai layaknya laki-laki dan perempuan pada umumnya. Paham?”
Axton dan Esya kompak tercenung menatap Yano.
“Bayangkan seperti kau dan aku.” Hongjoon membantu memberi penjelasan.
Axton dan Esya kompak beralih menatap Hongjoon.
“Maksudku, seperti aku dan Esya. Hubungan seperti itu.” Hongjoon meralat.
“Oh seperti itu.” Axton paham. “Pantas akrab.”
“Jadi, kamu sering interaksi sama Rue? Rigel?” Buru Esya.
“Nggak sering juga. Tapi, dasarnya sifat Kak Byungjae dan Kak Dio emang mudah akrab, kan? Jadi, keliatannya aja begitu.”
“Ini rahasia. Tolong dijaga. Di sekolah, hanya Rigel yang tahu status Yano dan Kak Rue.” Hongjoon memperingatkan.
“Beres! Kau ada di komunitas yang tepat!” Axton membuat gerakan mengunci mulutnya sendiri. Membuat Yano tertawa melihatnya.
“Kamu udah tahu tapi nggak ngasih tahu aku. Curang!” Esya memprotes Hongjoon.
“Aku udah janji buat tutup mulut.” Hongjoon membela diri.
Keempatnya kemudian tertawa bersama. Mereka merasa telah menemukan kelompok yang pas.
***

Rue tercenung melihat formulir yang diserahkan Byungjae. Ia membukanua dan mulai membaca datanya. Data Yano.
“Sepertinya dia jauh-jauh ke sini demi mengejarmu. Sampai mendaftar PMR. Pasti dia sangat mengidolakanmu. Ruta Way.” Byungjae yang duduk di atas meja tersenyum lebar. Menerima formulir Yano menjadi kebanggaan tersendiri baginya.
Hanjoo dan Dio kompak tersenyum melihat tingkah Rue dan Byungjae.
“Terima aja. Apa salahnya sih adik mengidolakan kakaknya?” Goda Dio.
Rue menyimpan kembali formulir milik Yano dan mengembalikannya pada Byungjae. “Masalahnya bukan padaku, tapi pada keluarganya. Kalian tahu, kan?”
“Itu masalah orang tua. Pada kalian beda lagi. Anak tak seharusnya ikut-ikutan pada masalah orang tua. Iya, kan?” Byungjae meminta persetujuan Dio. Dio segera mengangguk.
“Masalahnya tidak sesimpel itu, Kawan!” Hanjoo angkat bicara. “Kalian tahu kan jika hidup leader kita, Ruta Way ini sangat rumit?”
“Banget. Kalau Pearl tahu tentang kamu yang sebenarnya, apa dia masih berani semena-mena padamu? Aku penasaran. Atau, jangan-jangan dia udah tahu? Makanya sirik banget ke kamu?” Dio memiringkan kepala.
“Pearl hanya tahu Rue adalah anak malang yang ditinggal begitu saja oleh kedua orang tuanya dan dirawat kakeknya. Aku tahu karena aku dan Rue tumbuh bersama. Karena ibu kami adalah sahabat baik. Sedang Nath tahu karena Rue sengaja memberitahunya. Seperti kalian.” Hanjoo menjawab pertanyaan Dio.
“Untung kamu nggak ngasih tahu Pearl ya. Bisa gawat kalau dia tahu. Lagian, kenapa Pearl bisa jadi benci banget ke Rue. Padahal waktu SD kalian satu geng.” Dio heran.
“Kami juga heran.” Hanjoo mengangkat kedua bahunya. “Padahal waktu SMP juga masih daftar banget. Cuman pisah kelas doang.”
“Jangan-jangan…” Dio tak melanjutkan ucapannya karena ada ribut-ribut di ruang UKS.
Keempatnya yang berkumpul di ruang jaga pun beranjak untuk menengok ruang rawat. Tiga orang siswa menggendong seorang siswi dan menidurkannya di salah satu ranjang.
“Kenapa?” Tanya Byungjae.
“Pingsan di kelas, Kak.” Jawab salah satu siswa.
“Kelas berapa?”
“X-5.”
Serta merta Byungjae menoleh dan menatap Rue dengan ekspresi khawatir. Kelas X-5 adalah kelas yang terkenal paling angker di SMA Horison. Konon katanya, tanah tempat bangunan kelas X-5 berdiri adalah tanah bekas pemakaman. Karenanya, kelas itu terkenal paling angker di antara bangunan lain di SMA Horison.
***

Nath sedang duduk sendirian di salah meja food court. Sembari menikmati makanan, ia sibuk membaca. Pearl yang kebetulan berada di lokasi yang sama melihat Nath. Ia pun mengajak Ruby dan Linde untuk menghampiri Nath usai ketiganya memesan makanan.
“Hai, Nath! Sendirian?” Sapa Pearl.
Nath mengangkat kepala dan menatap Pearl, lalu mengangguk.
“Boleh kami bergabung?” Pearl meminta izin.
Nath langsung menganggukkan kepala. Pearl, Ruby, dan Linde pun duduk. Bergabung di meja Nath.
“Sendirian di tempat umum gini apa nggak risih?” Tanya Ruby.
Nath tersenyum. “Udah biasa.”
“Nath ini alien yang hidup di dunianya sendiri. Sendirian di tengah keramaian udah biasa buat dia. Nggak kayak aku yang kemana-mana harus ditemenin.” Pearl menyambung penjelasan Nath.
Nath hanya tersenyum menanggapinya. Lalu, kembali fokus pada buku yang ia baca sembari melanjutkan makan.
“Kebiasaanmu tetep sama ya. Makan sambil baca. Kalau ada Rue, kamu pasti diomelin. Selesaiin makannya dulu! Baru baca!” Pearl lanjut mengoceh.
Nath menghentikan gerak mulutnya yang mengunyah makanan. Ia pun segera menelan makanan di dalam mulutnya. “Pasti seru ya kalau ada Rue dan Hanjoo di sini. Aku kaget aja denger Pearl ngoceh tentang Rue.”
“Bagaimanapun juga, kita adalah teman yang tumbuh bersama.” Pearl tersenyum singkat pada Nath di sela makan.
“Kupikir Pearl benar-benar membenci Rue.”
“Aku? Benci Rue?” Pearl tergelak. “Nggak lah! Aku hanya nggak suka pada apa yang dia lakuin sekarang. Berburu penampakan dan apalah itu demi popularitas.”
“Setiap orang punya kegemaran masing-masing. Seperti Pearl dengan dunia modeling, aku baca, dan Rue berburu penampakan bersama Rigel.”
“Nath anggota bayangan Rigel, kan?” Linde menyela. “Kalau jadi diri sendiri bisa bersinar, kenapa harus jadi bayangan?”
Nath hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Linde.
“Sebenernya aku kangen kita bisa ngumpul kayak dulu.” Pearl mengungkap keinginannya. Membuat Nath menaruh perhatian penuh padanya.
Nath merasa salah dengar. Tapi, ia melihat ekspresi Pearl yang tak dihiasi kepura-puraan. “Aku juga kangen.” Ia pun berkata jujur. “Hanya saja, kalian terlalu sibuk. Kau, Rue, dan Hanjoo.”
“Kenapa ngga atur pertemuan sekarang aja?” Ruby memberi usulan.
“Aku udah hubungi Rue. Dia nggak bisa. Itu kenapa aku di sini sendirian.” Jawab Nath lesu.
“Dia pasti capek. Tadi kan ada anak kesurupan lagi. Anak kelas X-5. Belakangan makin sering ya kesurupan.” Linde merasa ngeri.
“Bagus juga tuh ide Ruby. Rue dan Hanjoo pasti stres dan butuh refreshing. Gimana kalau akhir pekan ini kita jalan? Aku, kamu, Rue, dan Hanjoo?” Pearl menawarkan reuni untuk gengnya di masa kecil dulu.
Wajah putih Nath merona. Ia senang mendengar tawaran Pearl. “Boleh. Tapi, apa Rue dan Hanjoo bisa? Akhir pekan biasanya mereka pergi berburu. Itu wisata penghilang stres ala Rigel.”
“Kalau gitu, kita ikut wisata penghilang stres ala Rigel.” Jawab Pearl enteng.
“Eh?” Nath menatap Pearl dengan ekspresi tak percaya. Begitu juga Ruby dan Linde.
“Ya emang aku nggak suka sama apa yang Rigel lakuin. Tapi, aku hanya remaja biasa yang kadang penasaran sama gimana sih di belakang layar sebelum video Rigel disajikan di Youtube.”
Nath tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Ia senang mendengar pengakuan Pearl. Ia senang Pearl masih memperhatikan Rue dan Hanjoo. “Akhir pekan ini ya? Nanti aku tanya Rue jadwal dia kemana.” Nath tiba-tiba merasa antusias.
“Nggak. Nggak. Biar aku aja yang atur. Kami kan sering ketemu di pertemuan Dewan Senior. Jadi, biar aku yang urus. Oke?”
Nath diam selama beberapa detik. “Oke.” Ia pun setuju dengan usulan Pearl.
Good!” Pearl tersenyum lebar.
“Pearl jadi calon ketua Dewan Senior juga ya?”
“He’em. Aku mencalonkan diri lagi. Kesannya kayak nggak tau diri nggak sih?”
“Nggak lah. Kan semua berhak. Apalagi kamu juga anggota Dewan Senior. Itu wajar.”
“Saingan sama Rue lagi dia.” Sahut Ruby.
“Iya.” Nath setengah tertawa. Menyadari Rue dan Pearl akan kembali bersaing. “Tadinya Rue enggan nyalon lagi. Tapi, nggak tahu kenapa kok maju lagi.”
“Kadang, berkuasa itu emang bikin nagih.” Pearl sedikit berbisik. “Pamor dan disegani. Semua orang pasti pernah menginginkan hal itu. Termasuk aku.”
Lagi-lagi Nath tersenyum menanggapi ungkapan ceplas-ceplos Pearl. “Jadi, calonnya hanya kamu dan Rue?”
“Nggak. Kevin juga maju. Dan, nanti pasti ada perwakilan dari kelas X. Oh ya, kalian tahu Yano nggak sih?”
Nath terkejut karena tiba-tiba Pearl menyebut nama Yano.
“Siswa kelas X-8 yang sempat bikin heboh karena terlihat akrab sama Rue itu? Lalu, karena dia kesurupan juga?” Linde menebak
“Iya. Dia. Ternyata dia anggota klub sepak bola kenamaan di kota kita lho! Dan, dia tuh…” Pearl menatap satu per satu gadis yang duduk satu meja dengannya.
“Dia kenapa?” Ruby tak sabar ingin tahu.
“Dia itu anak dari wakil wali kota.” Pearl berbisik.
What??” Linde tak percaya.
“Masa??” Ruby pun sama. Merasa tak percaya.
Nath menghela napas. Merasa lega. Sebelumnya ia takut Pearl akan mengatakan jika Yano adalah adik tiri Rue.
“Bapaknya nyalon jadi wali kota tahun ini. Kalau kepilih, Yano naik status jadi anak wali kota. Keren kan! Atlit, anak wali kota pula.” Pearl berbinar.
Nath tersenyum dan menundukan kepala. Baginya kebetulan itu sangat lucu. Pearl sepertinya jatuh hati pada adik tiri Rue.
“Tapi, kenapa dia bisa kayak akrab sama Rue gitu ya?” Linde penasaran.
“Rue kan sok akrab sama siapa aja. Nurut aku, Rue yang coba akrabin Yano. Bukan sebaliknya!” Pearl tak terima.
“Bisa jadi gitu sih. Sindrom sok tenar. Caper ke adek kelas.” Linde membenarkan pendapat Pearl.
“Nah, kan.”
“Trus, kamu mau pedekate gitu ke Yano?” Tanya Ruby.
Pearl diam sejenak, lalu tersenyum malu-malu dan menganggukkan kepala.
“Kupikir kamu naksir Kak Nicky. Ternyata naksir berondong!”
“Kak Nicky biar buat Rue aja. Mereka makin akrab kan belakangan? Aku mau fokus ke Yano.”
“Ciee. Ada yang lagi jatuh hati nih?” Linde menggoda Pearl. Kemudian tertawa bersama Pearl dan Ruby.
Nath tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah ketiga temannya.
***

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews