AWAKE "Rigel Story" - Bab XIII

05:06

AWAKE - Rigel Story

 

Bab XIII

 

 


Hongjoon dan Yano tinggal di kelas saat jam istirahat tiba. Esya dan Axton keluar lebih dulu. Keduanya pergi bersama untuk melihat jadwal pembukaan pendaftaran ekstrakurikuler yang ditempel di majalah dinding sekolah.
Yano berpindah duduk ke samping Hongjoon. “Kamu mau ikut ekstra apa?”
“Nggak tau. Mungkin malah nggak ikut sama sekali. Nggak wajib juga, kan?”
“Iya sih. Tapi, masa nggak ada ekskul yang menarik buatmu?”
“Kamu sendiri mau ikut ekskul apa?”
Yano tersenyum, tersipu. “PMR.” Jawabnya lirih.
Kedua mata sipit Hongjoon melebar mendengarnya. “Esya dan Axton juga mau daftar PMR.”
“Karena itu aku nggak ikut liat pengumuman. Kan udah ada mereka.”
Hongjoon diam sejenak. “Apa… karena Rigel?” Ia menebak alasan Yano yang ingin bergabung eksktrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR).
“Lebih tepatnya karena Rue.”
Hongjoon terkejut mendengar pernyataan Yano. Yano sendiri menyadari perubahan ekspresi Hongjoon.
“Hubungan kami nggak seperti yang kamu bayangkan kok. Aku suka Rue, tapi bukan suka seperti… yang…” Yano bingung menjelaskan hubungannya dengan Rue.
“Seperti aku dan Esya?” Hongjoon menebak.
“Ya. Seperti itu lah. Bukan suka dalam artian rasa suka antara cowok dan cewek. Kau paham, kan?”
“Jadi, kalian itu saudara?” Hongjoon melirihkan suaranya.
Yano tersenyum dan mengangguk.
Hongjoon merasa lega. Pertanyaan di benaknya terjawab sudah. Tadinya Hongjoon turut percaya alibi tentang Rue dan Yano adalah pasangan atau mantan pasangan. Hongjoon pun menduga Rue dan Yano pernah menjalin hubungan di masa lalu, kemudian kembali bertemu di SMA Horison. Karenanya, keduanya terlihat canggung, namun saling memperhatikan dalam diam. Seperti alibi yang dibahas kebanyakan murid.
“Kami memang sepakat untuk tidak mengungkap status kami. Hanya Rigel dan sekarang kau yang tahu. Aku harap kau bisa merahasiakannya.” Yano meminta Hongjoon bungkam.
Hongjoon tersenyum dan menganggukkan kepala.
“Kau suka Rue ya?” Yano langsung menebak. Membuat senyum di wajah Hongjoon sirna.
“Lihat! Wajahmu memerah! Benar, kan? Kau suka dia?” Yano menuding wajah Hongjoon.
“Bukan begitu.” Hongjoon membantah. Rasa panas di wajahnya semakin menjadi. “Kak Rue menolongku saat jurit malam. Axton tak cerita padamu?”
“Itu ya? Cerita kok. Dirahasiakan ya? Tapi, bisa jadi masalah besar kalau ada Dewan Senior atau MPK yang buka mulut.”
“Bukan masalah sih. Toh aku selamat karena Rue. Kalau sampai ada masalah timbul karena tragedi itu, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan membela Kak Rue. Aku hutang budi padanya.”
“Wah!” Yano terkagum melihat antusiasme Hongjoon.
“Kalian saudara dekat?”
“Lain kali akan aku ceritakan semuanya. Sepertinya, kau juga punya cerita sendiri tentang Rue.”
“Lain kali akan aku ceritakan semuanya.”
Hongjoon dan Yano saling menatap, lalu tertawa bersama.
***


Rue melipat tangan di dada. Ia menyandarkan punggung pada tembok di belakangnya.
“Sungguh ini bukan main-main. Aku sendiri ketakutan. Kau harus menang lagi dalam pemilihan periode berikutnya.” Goong melayang, mondar-mandir di depan Rue.
“Bahkan, kau sendiri sudah melihatnya, kan? Pasukan setan itu. Kau lihat rajanya?” Goong berhenti tepat di depan Rue.
“Posisimu itu bukan tak ada pengaruhnya Rue. Dengan kau menjadi Ketua Dewan Senior, kau adalah presiden sekolah. Pemimpin para murid. Pemimpin yang punya rakyat. Kedudukanmu sama dengan raja setan itu!”
“Dia bukan setan!” Rue meralat.
“Raksasa, kan?”
“Iya. Lebih tepatnya, buto.”
“Iya apalah itu. Raksasa mengerikan. Pasukannya sudah mengepung sekolah ini. Siap menyerang kapanpun. Kau dan rakyatmu bisa melawannya. Aku yakin itu. Kalian bisa menggelar doa bersama dan sejenisnya untuk mengusirnya.”
“Masalahnya itu bukan hal yang mudah. Bagaimana aku bisa membujuk pihak sekolah? Acara syukuran dan doa bersama rutin dilaksanakan satu tahun sekali. Saat ulang tahun sekolah saja. Tapi, ada ekstrakurikuler metafisik yang rutin menggelar ritual doa. Bukannya itu bekerja dengan baik ya?”
“Nah! Kau juga punya mereka. Jika SMA Horison sebuah negara, sebuah kerajaan, orang-orang berkemampuan itu adalah para menteri di sekitarmu. Kau bisa mengajak mereka bekerja sama, kan? Masa iya mereka tidak bisa meraba aura mengerikan itu.
“Yang dikirim untuk mengusik kami baru bawahannya lho! Termasuk yang merasuki murid laki-laki itu. Kau mengejarnya, kan? Lalu, melihat  raja setan, eh, raksasa dan pasukannya, kan? Penghuni taman belakang beberapa sudah tunduk dan jadi tawanan. Yang berhasil kabur berusaha berkomunikasi dengan kalian.
“Sebenarnya, sebelum siswa itu kesurupan, terjadi perang kecil antara penghuni sekolah yang ingin berkomunikasi dengan kalian dan pasukan yang sengaja diutus untuk masuk dan menggangu area di dalam sekolah. Kau tahu siapa yang menang, kan?”
Rue menghela napas. “Tak bisa kah Doryeonim mencari informasi untukku?”
“Kau sudah paham aturannya, Rue. Yang kuat yang berkuasa. Jika aku bergerak untuk mencari tahu, aku bisa celaka. Caranya adalah kau lawan dan suruh dia mengaku. Dia ke sini karena bermigrasi atau karena sengaja dikirim.”
Kening Rue berkerut. “Doryeonim juga memikirkan kemungkinan itu. Pasti Doryeonim tahu sesuatu. Iya, kan?”
Goong yang melayang bergerak mundur dengan pelan. Ia menggelengkan kepala. Ekspresinya menunjukkan sebuah penyesalan. Ia pun menghilang setelah menembus tembok.
Rue menghela napas. Kepalanya tertunduk. Setelah mengejar Goong selama berhari-hari, hanya sedikit informasi yang berhasil ia dapatkan. Sama seperti penghuni sekolah yang lain, Goong memilih bungkam. Walau sempat bersedia ngobrol sejenak dengan Rue.
Rue terkejut ketika menoleh ke arah kiri. Makhluk buntung—tidak memiliki tangan dan kaki bagian bawah—itu sudah berada dekat di bawahnya. Menatapnya dengan ekspresi sendu. Ia adalah salah satu makhluk astral penghuni sekolah yang menghuni salah satu bilik di toilet kelas XII.
Entah karena alasan apa makhluk itu muncul di lorong menuju toilet kelas XII tempat Rue sebelumnya ngobrol bersama Goong. Rue bergerak pelan, menghindari bersentuhan dengan makhluk buntung yang bergerak dengan cara ngesot itu.
Makhluk berwarna abu-abu itu menatap Rue yang bergerak menghindarinya. Kepalanya plontos tanpa rambut. Ia pun tak mengenakan sehelai pakaian pun. Kedua matanya hitam keseluruhan. Pada wajahnya yang berbentuk oval itu tak terlihat hidung dan mulut. Awal melihatnya, Rue sempat mengira makhluk itu adalah alien. Hanya saja kedua mata makhluk itu tak besar dan lebar seperti gambaran alien pada umumnya.

Rue yang berhasil melarikan diri dari makhluk buntung itu berjalan cepat dengan kepala tertunduk. Ia berusaha mengumpulkan kembali informasi yang ia simpan dalam otaknya. Kumpulan informasi itu sempat buyar karena kemunculan makhluk buntung.
“Hey!”
Rue hampir menabrak sosok yang tiba-tiba muncul menghadang langkahnya itu. Ia mundur selangkah dan mengangkat kepala. Nicky sudah berdiri di depannya. Menatapnya dengan senyum yang terkembang di wajah tampannya.
“Tumben ke toilet kelas XII? Terjadi sesuatu?” Tanya Nicky.
“Eung, anu. Tidak kok. Hanya melihat-lihat saja.” Rue sedikit kacau. Usai dikejutkan makhluk mengerikan, sekarang ia dikejutkan makhluk indah nan tampan bak elf dalam dunia dongeng.
Nicky mengerutkan kening. “Kita masih berstatus ketua. Jika ada masalah, kau bisa membicarakannya denganku. Apa pun itu. Jika memang berhubungan dengan sekolah.”
Rue merasa lega mendengarnya. Ia yakin jika ia berbicara jujur, Nicky akan mempercayainya. “Terima kasih, Kak. Saya merasa sangat senang karena Kakak memberi ruang untuk apa pun itu.”
Nicky tersenyum. “Aku berusaha memahami duniamu, Rue. Lagi pula, di sini kita memang hidup berdampingan dengan mereka yang tak kasat mata, kan? Jadi, jika memang ada masalah dengan mereka, kau bisa membicarakannya denganku. Walau tidak bisa membantu, mungkin saja aku bisa memberi usulan solusi atau sejenisnya.”
Pemuda yang tampan dan baik. Hati Rue merasa hangat mendapatkan perhatian Nicky. “Terima kasih, Kak. Saya pasti akan menghubungi Kak Nicky jika benar membutuhkan bantuan. Kami sedang melakukan penyelidikan. Jika semua sudah jelas, mungkin kami benar akan membutuhkan bantuan Kak Nicky.”
“Penyelidikan? Wah! Pasti seru. Sayang aku tidak bisa terlibat, ya?”
“Rue!” Terdengar suara Byungjae memanggil nama Rue.
Rue pun menengok ke balik punggung Nicky. Dari kejauhan, tampak Byungjae berlari mendekat.
Nicky menggeser posisinya. Ia berdiri di samping kanan Rue. Turut menunggu Byungjae sampai.
“Di sini kau rupanya. Kami kualahan di UKS.” Byungjae sambil mengatur napasnya yang terengah-engah. “Kenapa aku selalu kebagian tugas nyariin kamu sih. Harus lari sana-sini.” Keluhnya sembari mengelap keringat di keningnya.
“Kau kan punya ponsel, kenapa tidak menghubungi Rue lewat ponsel?” Nicky menanggapi keluhan Byungjae.
Byungjae menegakkan badan. Baru menyadari jika ponsel bisa mempermudah tugasnya untuk mencari Rue. Ia merasa bodoh, namun enggan mengakuinya.
“Masalahnya, ponsel kadang tak berfungsi di saat genting. Kami sering mengalaminya.” Byungjae menjawab pertanyaan Nicky.
“Begitu ya?” Nicky tampak ragu.
“Percaya atau tidak, makhluk astral juga bisa mengacaukan jaringan ponsel. Kami sering mengalaminya di saat genting.”
“Oh.” Nicky bergumam dan menganggukkan kepala.
“Lagian, kalian berdua ngapain di sini? Berdua-duaan di tempat sepi.” Byungjae menatap Nicky, lalu Rue.
“Kami—”
“Kualahan kenapa?” Rue memotong ucapan Nicky yang akan memberi penjelasan pada Byungjae.
“Ah iya! Itu tujuanku mencarimu! Ada siswi kelas XII kesurupan. Nggak ada yang bisa warasin dia.”
Rue tercenung sejenak. Tidak paham pada maksud Byungjae.
Karena SMA Horison terkenal angker dan sering ada murid yang kesurupan, setiap angkatan dalam PMR, ada beberapa anggota yang diajari untuk menyembuhkan orang kesurupan. Begitu juga pada angkatan Rue. Selain Rue, ada beberapa anggota yang diajari cara untuk menyembuhkan orang kesurupan.
“Ayo!” Byungjae menarik tangan kanan Rue dan menyeretnya pergi.
Penasaran, Nicky pun mengikuti langkah Rue menuju ruang UKS.
***


Saat sampai di UKS, suasana di depan UKS cukup ramai. Jam pelajaran sekolah memang telah berakhir. Tapi, masih ada beberapa murid yang tinggal di sekolah. Byungjae, Rue, dan Nicky menembus kerumunan murid yang mengintip ke dalam ruang UKS. Ketiganya masuk ke dalam ruang UKS.
Ranjang paling tengah dikerubuti beberapa murid. Siswi yang kesurupan berada di sana. Sedang duduk dikerumuni beberapa anggota PMR, juga murid kelas XII. Hanjoo dan Dio berada di pintu yang menghubungkan ruang rawat dengan ruang jaga. Tak turut mengerumuni siswi kelas XII yang kesurupan.
“Kesurupan?” Nicky menghampiri siswa kelas XII yang turut mengerumuni ranjang. “Gimana ceritanya? Dia anggota ekskul metafisik, kan?”
Rue yang berdiri di belakang Nicky menyimak.
“Iya. Tadi jam terakhir kelas kami kosong. Dia udah biasa main-main kayak gini. Masukin makhluk astral ke tubuh dia buat ditanya-tanya. Nggak tahu kenapa ini tadi dia malah nggak bisa sembuhin dirinya kayak biasanya. Sampai kami panggil rekannya di ekskul. Tetep nggak bisa sembuhin. Satu keluar, satu lagi masuk. Terus kayak gitu. Anak PMR juga nggak bisa bantu.”
Rue mengerutkan kening. Memperhatikan siswi kelas XII yang sedang kesurupan. Ia tak bisa melihat wajah gadis itu karena tertutup rambut panjangnya yang terurai.
“Trus, gimana sekarang?” Nicky kembali bertanya pada teman seangkatannya.
“Nungguin pembina eskul metafisik. Gurunya dia.”
“Oh.” Nicky membalikan badan demi menatap Rue. Tapi, gadis itu menghindar. Berpindah mendekati rekan-rekannya yang tergabung dalam Rigel yang berkumpul di pintu yang menghubungkan ruang rawat dan ruang jaga.
Nicky penasaran pada apa yang sedang di obrolkan Rigel. Tapi, ia menahan diri. Ia tak mendekati Rigel dan memilih keluar dari UKS.
***

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews