Perjuangan Melawan Sakit Di Awal Tahun 2019.
03:56
Perjuangan
Melawan Sakit Di Awal Tahun 2019.
Beberapa hari yang
lalu memfotokopi daftar kunjungan BPJS bulan Januari, eh ada nama saya dalam
daftar. Jadi teringat sama sakit pas di awal tahun. Subhanallah. Alhamdulillah
awal tahun dikasih rezeki sakit.
Saya mau berbagi
pengalaman tentang perjuangan melawan sakit di awal tahun 2019 ini. Kali aja
bermanfaat buat yang baca. Hehehe.
Bulan Desember 2018
masuk musim liburan sekolah semester pertama. Yang namanya musim liburan, udah
saya nggak terlalu ketat soal makan. Cheating hampir setiap hari. Diajakin
makan A, ayo! Diajakin makan B, ayo! Puas-puasin deh makan ngawur. Mumpung
liburan. Selain makan ngawur, puas-puasin main juga. Diajak main ke sana, ayo!
Ke sini, ayo!
Perjalanan terakhir
di tahun 2018 ke Blitar pada tanggal 30 Desember 2018. Dalam perjalanan cuman
inget bawa sendal—ini sejak dua kali ngalamin sepatu jebol karena hujan, jadi
selalu bawa sendal kalau pergi-pergi pakek sepatu—tapi ndak bawa payung dan
baju serepan. Padahal tahu lagi musim hujan. Hasilnya kehujanan waktu jalan
dari Candi Penataran menuju area parkir. Baju basah, jaket basah, sepatu basah.
Di mobil langsung lepas sepatu dan ganti sendal. Tapi, ndak bisa ganti baju dan
nggak bisa pakek jaket karena jaket dijadiin payung, jadilah basah kuyup. Di
dalam mobil ber-AC. Ajib bener. Hehehe.
Nggak ada pikiran
aneh-aneh. Walau sebelumnya sempat mabok darat. Sepanjang perjalanan pun masih
bisa toleransi sama AC walau baju dan celana basah. Alhamdulillah perjalanan
pun lancar, pulang dengan selamat. Hari Senin, hari terakhir di tahun 2018 pun
bisa kerja dengan baik.
Selasa, 1 Januari
2019 setelah sarapan pagi, saya merasakan sakit kepala yang tak tertahankan.
Selasa pagi buta sempat ngepel lantai karena hari Minggu absen bersih-bersih rumah.
Karena sakit kepalanya kebangetan, saya pun memilih tidur. Saya mikirnya,
kayaknya kecapean. Setelah dibuat tidur, bangun udah agak reda. Besoknya di
tempat kerja terasa lagi. Bahkan, saya sampai kerja hanya setengah hari saja.
Karena saya orangnya sering
over thinking dan ada anxiety, jadilah parno. Waduh,
jangan-jangan tipes kambuh nih. Awal tahun 2018 tipes kambuh dengan gejala
sakit kepala yang tidak kunjung reda. Daripada parno, Kamis tanggal 3 Januari
2019 saya pergi ke puskesmas. Sayangnya tidak bertemu dokter. Saya diberi obat
dengan diagnosis sementara migrain.
Tiga hari minum obat,
sakit kepala berkurang hanya ketika reaksi obat. Ketika efek obat habis,
sakitnya datang lagi. Balik lagi ke puskesmas, dan belum jodoh ketemu dokter
lagi. Dikasih obat lagi. Kali ini dengan diagnosis vertigo. Sama seperti
sebelumnya, sakit kepala hilang saat reaksi obat masih ada. Ketika efek obat
sudah habis, sakitnya datang lagi.
Karena jatuh sakit
bertepatan sama nikahan salah satu adek sepupu, sampai ada gosip yang tersebar
saya sakit karena stres. Stres melihat dua adik sepupu saya sudah menikah, tapi
saya tidak kunjung menikah. Salah satu adik sepupu menikah di bulan Desember
2018 dan satu lagi Januari 2019. Nah, sepertinya ada orang yang menghubungkan momen
itu dengan sakit saya. Jadilah gosip saya sakit karena stres liat dua adik
nikah sedang saya belum nikah pun tersebar. Ketawa aja sih dengernya. Do amat
dah sama kata orang.
Minum obat udah, tapi
sakit kepala masih nemplok. Parno makin menjadi. Jangan-jangan tipes kambuh,
jangan-jangan dari mata nih. Curhat di grup Pelakor segala. Karena belum ketemu
dokter, jadi belum tahu pasti sakitnya apa. Tapi, karena parno saya udah tarak
makanan. Pantangan tipes dihindari. Makan makanan yang bagus dimakan saat sakit
tipes. Untuk mata, saya melakukan terapi bunga kitolod. Bisa dibaca di sini
Saat usaha medis
sudah, tapi belum membuahkan hasil. Maka, langkah selanjutnya adalah usaha
alternatif. Nenek dari Ibu berinisiatif nyuwukno—berobat
ke orang pinter. Sebelumnya pernah mengalamai juga. Setelah main ke Gunung Kawi
mengalami migrain yang tak kunjung hilang. Ternyata almarhum Kakek dari Bapak
protes. Saya jauh-jauh nyekar ke Gunung Kawi, tapi malah mengabaikan beliau.
Sebelumnya saya emang kirim doa dari rumah saja. Tidak pernah mengunjungi makam
Kakek. Setelah berkunjung ke makam Kakek, migrainnya hilang. Antara percaya dan
nggak percaya jadinya. Ketika Nenek berinisiatif untuk nyuwukno, saya manut
saja. Siapa tahu nemu tombo.
Sepulang dari nyuwukno, Nenek langsung ke rumah. Kata
orang pinternya, Kakek dari Ibu pulang. Diulihi
mbahe, begitu istilah Jawanya. Katanya, Kakek minta disandingi nasi pulen,
sayur lodeh, pelas/pepes tongkol, dan wedang legi pahit. Wedang legi pahit itu
kopi hitam murni. Sedang untuk sayur lodeh minta isinya buncis yang besar.
Selain itu, saya harus diboboki (dibaluri ramuan) kencur, jeruk nipis, dan daun
beluntas.
Penghuni Sarang
Clover pun bergerak cepat untuk mencari bahan bobok. Malam harinya, Ibu membuat
ramuan boboknya dan dibalurkan ke kening dan tengkuk saya. Rasanya hangat
sekali. Saya pun bisa tidur nyenyak.
Baluran bobok
Keesokan harinya, Ibu
memasak sayur lodeh dan pepes tongkol. Tersajilah nasi pulen, sayur lodeh,
pepes ikan tongkol, dan kopi pahit sebagai menu makan siang saya. Walau setiap
habis minum kopi perut saya sebah/bengah, saya nekat minum kopi hitamnya. Demi
sembuh, minum aja. Kalau sebah diglontor sama air putih aja.
Sandingan
Alhamdulillah,
keesokan harinya badan saya enakan. Sakit kepala juga berkurang drastis padahal
sudah tidak minum obat. Tapi, balik lagi karena saya over thinking dan ada anxiety,
saya merasa belum puas kalau belum bertemu dan konsultasi ke dokter. Over
thinking dan anxiety menyebabkan rasa sakit kepala kembali timbul pada jam-jam
tertentu. Saya pun memutuskan untuk kembali ke puskesmas untuk bertemu dokter.
Rela menunggu
berjam-jam demi bisa bertemu dokter. Alhamdulillah usaha ketiga ke puskesmas
berhasil mempertemukan saya dengan Dokter Anik. Beliau yang menangani saya
sejak tipes saya kambuh. Cerita tentang tipes kambuh di tahun 2018 bisa dibaca di sini
Saya langsung curhat
panjang lebar ke Dokter Anik. Menceritakan kronologi dari awal sebelum
merasakan sakit kepala, sampai pada kekhawatiran saya tentang tipes dan mata.
Dokter Anik pun mulai memeriksa.
Tipes? Bukan!
Alhamdulillah. Saya lega. Udah parno aja sama tipes.
Mata? Bukan.
Alhamdulillah. Kata Dokter Anik, kondisi mata masih bagus dan tidak perlu
kontrol.
Sinusitis? Nah, ini
bisa jadi. Karena, tahun 2014 ketika divonis GERD, Dokter William mengatakan
sinusitis saya ada lagi.
“Saya memang ada
riwayat sinusitis, Dok.” Ujar saya saat Dokter Anik memeriksa.
“Gini sakit nggak?” Dokter
Anik memijat daerah T di wajah saya. Tapi, saya tidak merasakan sakit sama
sekali.
“Tidak, Dok. Dulu
banget, kelas 2 SMP, saya operasi sinusitis, Dok.”
“Lho! Udah pernah
operasi sinusitis?”
“Udah, Dok.”
“Kalau udah dioperasi
ya udah.” Dokter Anik memukul pelan lengan saya. Bermaksud bercanda. “Berarti
nggak papa.” Beliau balik duduk.
“Jadi, saya ini
kenapa Dok?”
“Ranitis
kemungkinannya. Jadi, kalau dingin pasti kerasa itu sakit kepalanya.”
Saya mikir, Ranitis
itu apa ya. Tapi, tetep diem. Kesimpulan saya, hubungannya masih THT (telinga,
hidung, tenggorokan).
“Kalau kamu masih
khawatir, cek lab aja nggak papa. Kamu puasa nggak hari ini?”
“Mboten, Dok.”
“Ya udah. Nanti balik
sini setelah obat habis, cek lab. Kalau masih pusing. Siapa tahu kolesterol
kamu tinggi.”
Tiba-tiba teringat
makan ngawur selama bulan Desember. Mengingat faktor usia juga, bener banget
deh saran dokter.
Akhirnya saya dikasih
resep obat. Nunggunya berjam-jam, ketemu dokter dan ngobrol palingan 10 menit.
Tapi, hatiku lega tiada tara. Hehehe.
Obat dari Dokter Anik
Lagi-lagi dapet obat
yang bikin ngantuk. Kata Mbak Di, “Karena dokternya tahu kamu butuh itu. Kamu
jarang deep sleep soalnya.” Bener banget. Waktu tipes kambuh juga sampai
diresepin diazepam karena aku susah tidur. Sekalinya tidur, mimpi buruk.
Begini enaknya
konsultasi ke dokter yang sama. Karena udah tahu riwayat sakitnya apa dan
kebiasaan kayak gimana, jadi bisa pas. Setelah tiga hari minum obat (dua obat,
satu vitamin) dari Dokter Anik, alhamdulillah saya sembuh dan bisa kembali
beraktifitas normal.
Sekarang balik hidup
sehat lagi. Walau belum ketat banget kayak pas penyembuhan dari GERD, tapi jus
sayuran dan makan banyak buah+sayur udah mulai jalan lagi. Makan pun dijaga
lagi. Oya, saya sempet browsing, Ranitis itu ternyata sejenis alergi.
Salam sehat. Maaf
jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Tempurung
kura-kura, 13 Februari 2019.
-
shytUrtle -
0 comments