Fan Fiction FF

Fan Fiction "Mate - Accidentally In Love" Part #1 - Part #3

19:16



Fan Fiction "Mate - Accidentally In Love"

Ok, call me crazy, call me blind. Ah, I really dunno why I'm going mad to Keyoung Couple lately. After write "Mate - Loving You", now I'm writing "Mate - Accidentally In Love". Key is everywhere and I can't deny him (?). So let me write my imagination here. Thank you. Happy reading ^^v

"Mate - Accidentally In Love"

God have own way to bring you to your love.

. Main cast:
- Kim Kibum (Key SHINee)
- Lee Youngie (reader)
- SHINee member: Lee Jinki, Kim Jonghyun, Choi Minho, Lee Taemin.
. Genre: Straight/Romance
. Author: shytUrtle

Tuhan selalu punya cara sendiri untuk menautkan dua hati dalam satu ikatan cinta.

Part #1

"Mwo??" gadis berambut ikal itu melongo menatap wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya. "Ajumma, aku sudah membayar sewanya lebih dulu. Harusnya Ajumma memberi tahuku jika ingin menambahkan seorang penyewa baru."
Wanita paruh baya itu berdecak dan menatap gadis berambut ikal yang berdiri di depannya dengan tatapan merendahkan. "Berapa banyak kau membayar sewanya? Tidak ada separuhnya. Dan dari awal aku katakan rooftop ini biasa dihuni oleh dua orang. Ada dua kamar di sana. Lagi pula seharusnya kau membayarnya paling tidak separuh harga atau tigaperempet harga, bukan seperempatnya. Karena hanya tinggal bangunan ini yang kosong maka kau harus rela berbagi dengan sesama penyewa yang sudah membayar tiga perempat dari kekuranganmu."
"Mwo?? Dia... melunasinya?"
"Nee. Kalau kau tak suka aku bisa mengembalikan uangmu dan akan kuberikan tempat ini sepenuhnya padanya."
"Ajumma..."
"Dia bersedia berbagi denganmu walau aku katakan tempat ini sudah ada yang membayar seperempatnya jadi tak apa kan kalian berbagi."

Youngie--Lee Youngie- diam dengan kepala sedikit tertunduk. Ia menyesal kenapa tak membayar penuh uang sewa setelah ia negosiasi dengan Ajumma pemilik rooftop itu tiga hari yang lalu. Ia ingin membayar penuh tapi waktu itu uangnya hanya cukup untuk membayar seperempat uang sewa saja. Youngie mendesah pelan. Andai Jonghyun mengembalikan uangnya tepat waktu pasti ia tak akan sesial ini.

"Ya! Youngie! Bagaimana?" suara Ajumma membuyarkan lamunan Youngie.
"Tidak ada pilihan lain. Aku sudah membawa barangku kemari jadi aku akan tinggal."
Ajumma pemilik rooftop tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi menyerah Youngie. "Tempatku selalu menjadi primadona karenanya aku selalu mengatakan padamu siapa cepat dia dapat. Tempat yang aku bangun ini tak pernah sepi penyewa."
"Ara." Youngie dengan nada lesu. "Ajumma, karena aku membayar sewa lebih sedikit dari calon patnerku, apa untuk izin tinggal aku harus menunggunya? Bagaimanapun juga aku merasa tak enak karena dia melunasi sisa uang sewa."
"Kau bisa bayar padanya sisa hutang seperempat itu. Kau tidak perlu menunggunya. Dia mengatakan yang datang lebih dulu boleh masuk lebih dulu juga."
"Benarkah?" Youngie menatap tak percaya dan si Ajumma mengangguk. "Zaman begini masih ada orang baik seperti itu? Semoga dia memang patner yang baik," gumam Youngie dalam hati.
"Tapi dia berpesan, kamar dengan jendela besar adalah miliknya," imbuh Ajumma.
"Nee? Oh, nee." Youngie tersenyum dan mengangguk. Sebenarnya kamar itu adalah kamar yang ia inginkan juga saat pertama melihat isi rooftop yang akan ia sewa. Tapi mau bagaimana lagi. Seseorang telah membayar penuh uang sewa rooftop itu dan memberinya kesempatan untuk tinggal. Youngie tak punya pilihan.
"Selamat menempati rumah barumu," Ajumma pemilik rooftop memberikan kunci rooftop pada Youngie. "Semoga kau betah tinggal di sini," imbuhnya dengan senyuman yang lebih tulus.
"Kamsahamnida, Ajumma," Youngie membungkukan badan di depan Ajumma pemilik rooftop yang kemudian pergi meninggalkannya.

Youngie menghela napas panjang dan berbalik menghadap pintu rooftop. Ia tersenyum menatap rooftop yang berdiri indah di hadapannya.

"Selamat datang di rumah baru, Youngie!" Youngie kembali tersenyum dan kemudian masuk ke dalam rumah--sewa- barunya.
***

Youngie duduk di atas lantai usai menata barang-barangnya dan juga membersihkan rooftop. Ia duduk di dekat dinding kaca di ruang depan. Dari sana ia bisa menatap pemandangan di luar. Ada ruang kosong berukuran setengah meter di luar jendela. Setelah ruang kosong itu ada dinding setinggi setengah meter. Youngie diam menatap ruang kosong itu kemudian tersenyum sendiri. Ia berniat membuat kebun mini dalam ruang kosong itu. Menanam sayuran dalam polibek sepertinya menyenangkan. Selain itu ia juga ingin menanam beberapa bunga dalam pot dalam ruang kosong itu. Brilian! Youngie tersenyum puas dan meneguk air putih dalam mug kesayangannya.

Pandangan Youngie beralih pada ruangan di mana ia berada. Ia telah membersihkan dan menatanya sedemikian rupa, tapi tiba-tiba muncul keraguan di hatinya. Apakah calon patnernya akan menyukai tatanan seperti ini? Walau Youngie juga punya hak, tapi untuk saat ini hak yang ia miliki sangat kecil karena jika calon patnernya itu datang ia belum bisa melunasi sisa uang sewa karena Jonghyun belum mengembalikan uang miliknya. Youngie kembali mendesah. Rasa kesal pada Jonghyun kembali memenuhi dadanya.

Senja telah berganti malam. Langit yang sebelumnya berwarna jingga berubah menjadi gelap. Youngie tersenyum, kembali menatap keluar dinding kaca. Ia menggeliat kemudian merebahkan tubuhnya yang lelah di lantai. Youngie memasang headset di kedua telinga, mendengarkan mp3 dalam ponselnya. Youngie berbaring menatap langit-langit. Kedua matanya mulai sayu. Tak lama kemudian ia pun terlelap.
***

Youngie tidur di atas rumput hijau di taman yang dipenuhi warna-warni bunga bermekaran. Gerombolan kupu-kupu menari, terbang indah di atasnya. Youngie tersenyum dengan mata terpejam. Seseorang datang menghampirinya. Seorang pemuda yang tak dapat terlihat wajahnya karena terkena silau sinar matahari yang berada tepat di belakang pemuda itu berdiri. Pemuda itu menghampiri Youngie dan menyelimuti tubuh Youngie. Perlahan mata Youngie mulai terbuka dan samar-samar melihat sosok pemuda yang masih berdiri di dekatnya usai menyelimuti tubuhnya. Walau Youngie tak bisa melihat wajah pemuda itu, tapi ia bisa melihat bibir pemuda itu yang sedang tersenyum padanya. Kedua mata Youngie terbuka lebar dan ia duduk terbangun.

Hening. Pemandangan taman yang indah itu lenyap dan berganti dengan suasana di ruang depan rooftop. Youngie menghembuskan napas panjang. Rupanya ia bermimpi. Youngie mengusap peluh di keningnya kemudian melepas headset di kedua telinganya. Kedua mata bulatnya melebar melihat selimut pink itu telah menyelimuti sebagian tubuh dan kakinya. Selimut pink?

Youngie menarik selimut pink yang menyelimuti sebagian tubuh dan kakinya. Harum. Walau tak terlalu dekat dengan hidungnya namun semerbak harum selimut pink itu menusuk indera penciumannya. Youngie mengamati sekitarnya. Hening dan tetap seperti sedia kala. Kemudian segera ia raih ponselnya dan melihat jam digital dalam ponselnya yang menunjukan pukul 00.15 AM.

"Ya Tuhan, aku ketiduran dan terbangun di tengah malam karena mimpi aneh," gumam Youngie lirih. "Tapi... selimut pink ini..." ia mengamati selimut yang masih meringkuk di atas pangkuannya, "milik siapa? Bagaimana mungkin mimpi itu langsung menjadi kenyataan?"

Youngie bergidik. Ia meninggalkan selimut itu di lantai dan bergegas menuju kamarnya dan menutup rapat pintu, bahkan menguncinya. Ia kembali bergidik. Merinding mengingat mimpi dan juga selimut pink yang tiba-tiba sudah menyelimuti tubuhnya ketika ia terbangun lewat tengah malam. Youngie merebahkan tubuhnya di ranjang, terdiam menatap langit-langit di kamarnya. Youngie menggelengkan kepala dengan cepat kemudian segera memejamkan mata.
***

Tanpa bantuan alarm, secara otomatis Youngie terbangun pada pukul 5 pagi. Ia menggeliat kemudian duduk di tepi ranjang selama 33 detik lalu berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi Youngie kembali menemukan selimut pink yang semalam ia tinggalkan. Ia diam sejenak, berdiri mengamati selimut pink yang tetap tergurai di lantai seperti semalam ketika ia meninggalkannya. Youngie berjalan mendekati selimut pink itu dan memungutnya. Arome segar green apple menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Ia tersenyum.

"Primadona? Ajumma itu. Sekarang aku tahu kenapa tempat ini menjadi primadona," Youngie kembali tersenyum sembari melipat selimut pink beraroma apel hijau itu dan membawanya masuk ke dalam kamar.

Lima menit kemudian Youngie kembali keluar dari kamar. Ia telah berganti kostum dan siap untuk jalan-jalan pagi. Rutinitas yang selalu ia lakukan setiap pagi.

"Lingkungan baru. Lee Youngie, hwaiting!" Youngie menyemangati dirinya sendiri lalu bergegas keluar untuk jogging.

Penuh semangat Youngie berjalan menuruni tangga. Rumah sewa ini hanya bertingkat tiga. Ia merasa beruntung walau ia tinggal di rooftop pada bangunan yang tak terlalu tinggi itu. Rumah sewa itu juga tak terlalu besar. Hanya ada empat rumah sewa di masing-masing lantai. Jika di hitung lebih jeli, Youngie berada di lantai empat dan rumah ke 13 dari rumah sewa milik Nyonya Lee itu.

Youngie tiba di lantai dasar dan bertemu dengan sepasang kakek-nenek yang hendak jalan pagi juga. Ia menyapa keduanya dengan ramah dan memperkenalkan diri. Kakek-nenek itu menyambut hangat Youngie membuat gadis itu semakin merasa nyaman di hari pertamanya di rumah sewa itu. Setelah ngobrol sejenak dengan tetangga barunya, Youngie pun pamit untuk jalan pagi sendiri. Di lingkungan itu cukup ramai orang berolah raga di pagi hari. Youngie senang melihatnya. Sebagai warga baru Youngie terus mengembangkan senyum di wajahnya terutama pada orang-orang yang menatapnya.

Saat kembali ke rumah sewa, Youngie melihat Nyonya Lee-ajumma pemilik rumah sewa- keluar dari kediamannya. Youngie tersenyum lebar dan menghampiri wanita itu.

"Selamat pagi, Ajumma!" sapa Youngie ramah.
"Selamat pagi. Oh, kau. Dari mana kau sepagi ini?"
"Hanya berkeliling. Ajumma akan ke mana sepagi ini?"
"Apa yang biasa di lakukan ibu-ibu jika persediaan di dapur mulai menipis? Tentu saja ke pasar."
"Pasar?"
"Nee, pasar. Wae?"
"Ada pasar di dekat sini?"
"Jika kau ingin ke supermarket ada di dekat sini. Kau perlu ke arah sana," Nyonya Lee menunjuk arah yang ada di belakangnya, "sedang pasar berada agak jauh ke arah sini," kemudian menunjuk arah di depannya.
"Ajumma, boleh aku ikut ke pasar?"
"Nee? Oh, tentu. Kau bisa mengendarai motor?" tanya Nyonya Lee dan Youngie mengangguk. "Mobil?" imbuhnya dan Youngie kembali mengangguk. "Baiklah. Kau jadi sopirku pagi ini."
"Kamsahamnida, Ajumma. Tunggu sebentar. Aku akan mengambil dompetku."
"Nanti saja. Kau bisa pakai uangku lebih dulu."
"Mwo??"
"Lekas keluarkan mobilnya dari garasi dan kita ke pasar!"
"Oh, nee!" Youngie tersenyum lebar dan bergegas melaksanakan perintah Nyonya Lee.

Wajah Nyonya Lee terlihat berseri dalam perjalanan pulang usai berbelanja bersama Youngie.

"Kau tahu, aku merasa senang sekali pagi ini," Nyonya Lee kembali memulai obrolan.
"Itu terlihat jelas dari binar di wajah Anda, Ajumma."
"Kau yang membuatku senang."
"Nee?? Aku??"
"Pertama karena kau menyetir dengan sangat baik. Kau tahu, biasanya aku suka mabuk darat, itu alasan kenapa aku malas memakai mobil. Tapi pagi ini aku merasa sangat baik."
"Ajumma juga mabuk saat menyetir?"
"Aku tidak bisa menyetir. Anakku yang melakukannya."
"Oh..."
"Kedua, karena pagi ini aku belanja ditemani anak gadis yaitu kau. Selama ini aku satu-satunya wanita dalam keluargaku dan rata-rata orang yang menyewa tempatku sudah berkeluarga, kau bujangan pertama yang tinggal di rumah sewaku dan sangat ramah. Walau semalam kita sempat cek-cok, pagi ini aku merasa kita sangat baik bersama."

Youngie hanya tersenyum menanggapi ungkapan Nyonya Lee. Selanjutnya Nyonya Led menceritakan tentang dirinya dan keluarganya. Ajumma itu memiliki dua putra, namun yang tinggal bersamanya kini hanya putra bungsunya. Suaminya meninggal tiga tahun yang lalu karena sakit dan mewariskan rumah sewa itu kepadanya. Nyonya Led terus bercerita hingga mobilnya kembali sampai di depan rumahnya. Youngie memarkirkan mobil di dalam garasi dan membantu Nyonya Lee membawa belanjaannya masuk.

"Omma sudah ke pasar?" seorang pemuda menyambut dan terkejut ketika melihat Youngie berdiri di belakang ibunya dengan membawa belanjaan di kedua tangannya.
"Iya. Youngie yang membantuku. Jika menunggumu bangun aku bisa kesiangan ke pasar dan tak mendapatkan buah dan sayuran serta ikan yang bagus!" Nyonya Lee mengomeli anaknya sedang pemuda yang diomeli diam sambil sesekali menatap Youngie. "Kenapa kau diam saja?! Cepat bantu Youngie!"
"Nee, Omma!" pemuda itu segera menghampiri Youngie dan mengambil alih barang di kedua tangan Youngie kemudian bergegas membawanya ke dapur. Pemuda itu kembali beberapa detik kemudian.
"Dia ini Lee Jinki, putra bungsuku. Jinki, dia Lee Youngie penyewa rooftop kita yang baru," Nyonya Lee mengenalkan putra bungsunya pada Youngie dan sebaliknya.
"Annyeong, Lee Youngie imnida," Youngie memperkenalkan diri dengan sopan pada Jinki.
"Annyeong," balas Jinki singkat.
"Ajumma, aku pamit."
"Jinki, bantu Youngie membawa barang-barangnya," pinta Nyonya Lee.
"Ajumma, tidak perlu," tolak Youngie. "Aku bisa membawanya sendiri."
"Dia sudah banyak membantuku, jadi sekarang bantu dia!" Nyonya Lee mendorong Jinki maju hingga dekat dengan Youngie.

Jinki membantu Youngie membawa barang belanjaan Youngie. Sejak keluar dari kediaman Nyonya Led, Youngie diam, begitu juga Jinki yang berjalan di belakangnya.

"Kamsahamnida," Youngie membungkuk di depan Jinki usai pemuda itu membantu membawakan barang belanjaan miliknya.
"Uang ini apa tak sebaiknya kau berikan sendiri pada Ommaku?"
"Padamu sama saja. Terima kasih sudah membantuku."
"Terima kasih juga sudah membantu ommaku."
"Sebenarnya ini sama-sama menguntungkan." Youngie dan Jinki tersenyum bersama.
"Semoga kau betah di sini."
"Karena tempat ini adalah primadona, aku rasa aku akan betah."
Jinki tersemyum mendengarnya. "Baiklah. Aku pergi."
"Jinki-ssi!" tahan Youngie membuat Jinki kembali menghadap padanya. "Di mana aku bisa belanja benih sayuran dan bunga serta perlengkapan berkebun di daerah sini?"
"Aku bisa mengantarmu. Ada satu di daerah sini."
"Benarkah? Kapan kau luang?"
"Hari ini aku luang seharian."
"Aku pun sama. Bagaimana jika usai bersih-bersih dan sarapan?"
"Baiklah. Aku akan menunggumu."
"Ok. Gomawo!" Youngie tersenyum lebar. Jinki membalas senyum lalu berjalan pergi.

Youngie kembali tersenyum kemudian masuk ke dalam rooftop primadona yang dibanggakan Nyonya Lee.
***

Youngie telah selesai mandi dan kini mempersiapkan sarapan di dapur. Ponselnya bergetar dan ia mendesah kesal melihat nama yang muncul dalam layar ponselnya. Dengan malas ia menerima panggilan dari Kim Jonghyun itu.

"Ya! Youngie, kau di mana sekarang? Kau pindah tanpa memberi tahu aku dan hari ini kau izin tak masuk kerja! Apa kau baik-baik saja di sana?" cerocos Jonghyun di seberang telefon.
"Aku baik saja," jawab Youngie datar dan singkat.
"Apa kau serius akan resign?"
"Resign??" Youngie diam dan melamun.
"Youngie! Ya! Lee Youngie!" panggil Jonghyun.
"Aku dengar. Tak usah teriak. Apa Tae..." Youngie tak melanjutkan pertanyaannya.
"Apa?"
"Anee. Nanti aku akan menghubungimu lagi," Youngie mengakhiri panggilan sebelum Jonghyun sempat berkata sesuatu lagi. "Hah..." ia kembali mendesah. Youngie menangkup ponsel di antara telapak tangannya dan menahan kening dengan kedua tangan yang menangkup ponsel itu. "Resign..." bisiknya. Dan sejenak suasana berubah hening di dapur kecil itu.

"Telur ini terlalu matang. Kau terlalu lama merebusnya." Suara pemuda yang sangat asing di telinga Youngie itu membuyarkan lamunannya. Serta merta Youngie membalikan badan. Kedua mata bulat Youngie terbelalak melihat pemuda yang mengenakan piyama berwarna biru gelap itu sudah berdiri di dekat kompor yang menyala.

"Kak... kau... siapa??" tanya Youngie terbata dengan mimik muka terkejut.

Part #2

Youngie bangkit dari duduknya dan mengamati pemuda berpiyama biru gelap yang masih bertahan berdiri di dekat kompor.

"Aku tahu siapa kau! Kau... Kim Kibum kan? Pemilik brand Almighty Key! Iya, itu kau! Kim Kibum dari Almighty Key. Apa yang kau lakukan di sini?" Youngie dengan sikap waspada.
"Yap. Kau benar! Aku Kim Kibum pemilik brand Almighty Key!" Kibum membenarkan apa yang dikatakan Youngie sembari mematikan kompor. "Kenapa kau begitu was-was? Tenang. Tak ada kamera tersembunyi di sini," Kibum kembali menatap Youngie.
"Apa yang kau lakukan di tempat tinggalku sepagi ini?"
"Aku juga tinggal di sini," jawab Kibum santai.
"Mwo?!!!" Youngie terkejut mendengarnya. "Patner serumahku adalah... kau?!!" Youngie menuding Kibum.
"Nee!" Kibum melipat kedua tangannya di dada. "Saat aku datang, kau tertidur di lantai ruang tamu."
"Jadi... selimut itu... kau?!!"
"Nee," Kibum menganggukan kepala. "Ya, tidur di lantai tanpa alas itu tidak baik untuk kesehatan. Kau tahu itu kan?"
"Ara! Aku ketiduran karena terlalu lelah semalam dan untuk selimut itu... terima kasih," suara Youngie lirih pada kata 'terima kasih'.
"Telurnya terlalu matang," Kibum menuding telur yang masih berada dalam panci di atas kompor. "Bagusnya yang setengah matang atau mentah sekalian."
"Kau tinggal di sini dan membawa kebiasaanmu di televisi kemari," Youngie berjalan mendekati kompor dan mengambil panci untuk mendinginkan telur dengan air. "Terima kasih juga soal uang sewa. Aku akan membayar sisanya padamu," imbuh Youngie sembari meniriskan telur rebus miliknya.
"Kau langsung tahu siapa aku, apa kau ini fansku?"
"Mwo? Ish!" Youngie merasa geli mendengarnya. Ia menoleh dan menatap Kibum yang berada cukup dekat dengannya. "Maaf, aku bukan fansmu walau aku tahu siapa kau!" Youngie membawa telur rebus yang sudah ia letakan di dalam mangkok kecil ke meja.
"Kau bukan fansku, it's ok. Kita housemate sekarang," Kibum duduk di kursi kosong di depan Youngie. "Annyeong, jonun Kim Kibum imnida," Kibum memperkenalkan diri.
"Nan, Lee Youngie," balas Youngie singkat dengan nada sedikit ketus. "Apa yang kau lakukan di sini? Memilih tinggal di lingkungan ini? Mencari inspirasi?"
"Hanya lelah dengan rutinitas dan ingin mencoba hidup seperti ini. Itu saja."
Youngie selesai memotong sebuah apel merah di hadapannya. Kibum mengambil sepotong dan memakannya. "Pilihan yang bagus untuk sarapan," kata Kibum sembari mengunyah apel di dalam mulutnya. "Ya, kau tak perlu membayar sisa uangnya," lanjut Kibum membuat Youngie berhenti dari memotong apel merah kedua. "Maaf, aku mendengar apa yang kau katakan pada entah siapalah itu yang tadi menelfonmu. Kau menyebut kata resign, aku rasa kau sedang dalam masalah dan mungkin masalah keuangan yang serius juga jadi lupakan soal sisa uang sewa itu. Aku telah membayarnya dan kau masih berhak tinggal di sini," Kibum tersenyum manis sembari mengambil potongan apel merah lagi dan memakannya.
Youngie tersenyum geli mendengarnya. "Kim Kibum-ssi, apa yang Anda dengar tadi tak separah seperti apa yang Anda ungkap barusan. Iya, aku ingin resign dari tempat kerjaku yang sekarang, tapi aku tak seburuk itu dalam masalah keuangan. Jadi aku akan bayar kekurangannya nanti."
"Tidak, tidak, tidak! Kita ini housemate kan? Sesama teman harus saling menolong bukan?" lagi-lagi Kibum tersenyum lebar dan kembali memasukan potongan apel merah--entah yang ke berapa- ke dalam mulutnya. "Aku tak ingin kau membayarnya dan jangan merasa sungkan, teman."

Youngie tersenyum kecil dan selesai menata menu sarapannya. Kibum memerhatikan menu sarapan dalam piring di hadapan Youngie.

"Kau diet Mayo?" tanya Kibum.
"Anee. Aku masih mengkonsumsi garam dan yah hanya makan apa yang ingin aku makan. Oya, Key diet menu bagus juga untuk ditiru."
"Kau bukan fansku tapi kau tahu juga tentang tips diet itu. Apa ini?"
"Itu..." Youngie kembali diam, "itu karena temanku sangat mengidolakanmu. Dia bahkan rela mendownload semua video tips darimu di Youtube dan menontonnya berulang-ulang. Pernah sekali ia mengajakku nonton tips diet dan fashion darimu."
"Oh." Kibum tersipu. "Sampaikan salamku pada temanmu. Semoga tips yang aku bagi bermanfaat untuknya," lagi-lagi Kibum menunjukan senyum cerahnya.
Youngie tersenyum simpul menanggapinya. "Oya, aku belum sempat keluar untuk belanja, bolehkah aku makan buah dan sayur milikmu?" tanya Kibum.
"Kau hampir menghabiskan apel merahku dan baru meminta izin untuk itu?" Youngie menatap piring berisi irisan apel merah yang hampir kosong. Begitu juga Kibum.
Kibum meringis. "Mian. Itu refleks."
"Refleks? Hagh! Kau ini. Makan saja. Terima kasih untuk kebaikan hatimu membayar uang sewa rooftop ini. Apa aku benar-benar tak harus membayarnya?" Youngie ingin memastikan apakah Kibum benar tak menginginkan uang itu dan Kibum mengangguk sembari kembali memasukan potongan apel merah ke dalam mulutnya. "Hah... ini membuatku merasa tak enak. Begini saja, jika kau butuh sesuatu atau bantuanku, katakan saja. Em? Aku akan berusaha membantumu, sebatas yang aku mampu."
"Benarkah?" giliran Kibum memastikan dan Youngie mengangguk mengiyakan. "Baiklah. Housemate!" Kibum mengulurkan tangan kanannya. Youngie tersenyum dan menjabat tangan Kibum. Keduanya tersenyum bersama.
***

"Mimpi apa aku semalam? Oh, aku mimpi seorang pria menyelimutiku dan tada! Langsung menjadi nyata. Teman serumahku laki-laki? Dan dia laki-laki itu! Aish! The Almighty Key Kim Kibum! Demi langit dan bumi! Apakah aku kena kutuk?"

Youngie berjalan cepat menuruni tangga sembari terus menggerutu dalam hati. Youngie menuju rumah Nyonya Lee dan mengetuk pintunya dengan terburu-buru.

"Ajumma!" serang Youngie lengkap dengan ekspresi kesal di wajahnya saat Nyonya Lee membuka pintu. "Ajumma, kenapa Ajumma tidak bilang jika orang yang akan tinggal satu atap denganku adalah laki-laki?!" protes Youngie kemudian.
"Nee??" Nyonya Lee tampak bingung. "Masa iya aku tak mengatakannya padamu?"
"Animnida. Ajumma hanya mengatakan jika ada seseorang yang sudah membayar sisa uang sewa dari rooftop primadona milik Ajumma itu."
"Oh, mianhae..." Nyonya Lee dengan entengnya.
"Mianhae?? Ajumma..." Youngie kesal tapi ia merasa tak enak juga memarahi wanita yang seumuran dengan bibinya itu. "Ajumma tahu siapa dia?"
"Nee. Dia Kim Kibum kan? Ya, namanya Kim Kibum dan tampaknya dia pemuda yang baik," kali ini Nyonya Lee tersenyum penuh kagum ketika menggambarkan sosok Kibum.
"Nee. Dia Kim Kibum dan tampaknya dia memang pemuda yang baik. Tapi apa Ajumma tak merasa... khawatir dua orang bujang, laki-laku dan perempuan tinggal dalam satu atap?"
"Kenapa aku khawatir? Ada dua kamar di sana dan seperti yang aku bilang pemuda itu sangat manis dan tampak baik. Dan kau juga gadis baik. Jadi tak ada yang perlu di khawatirkan."
"Banyak psikopat yang terlihat manis dan tampak baik juga. Ajumma bagaimana bisa sepolos ini. Apa Ajumma tahu siapa dia?"
"Nee, ara! Dia Kim Kibum!"
Youngie menepuk keningnya sendiri. Sepertinya Nyonya Lee benar-benar tak tahu siapa Kim Kibum itu. "Ajumma punya televisi di rumah?"
"Nee! Waeyo?!"
"Anee. Kapan-kapan aku ingin numpang nonton." Youngie meredam rasa geramnya.
"Oh. Hahaha. Tentu saja kau boleh menonton tivi di sini," Nyonya Lee mengelus-elus lengan kanan Youngie membuat gadis itu memaksakan diri membentuk lengkungan di wajahnya. Senyum terpaksa.
"Oh, kau sudah di sini," Jinki muncul menyela. "Kebetulan aku sudah selesai bersiap. Kita berangkat sekarang?"
"Berangkat sekarang?" tanya Youngie dengan ekspresi bingung.
"Aigo! Tadi Jinki berjanji akan mengantarmu membeli bibit sayuran. Apa kau lupa?" Nyonya Lee menepuk-nepuk lengan Youngie.
"Astaga! Mianhae Jinki-ssi. Aku lupa. Tunggu sebentar. Aku akan mengambil dompetku."
"Kita pergi saja dulu. Kau bisa capek naik turun tangga terus. Nanti pakai uangku lebih dulu," Jinki menahan Youngie.
"Maafkan aku. Pagi ini aku merepotkan Ajumma dan kau Jinki-ssi," Youngie merasa sungkan.
"Kau sudah mengembalikan uangku, kali ini urusanmu dengan Jinki. Oya, jangan terlalu formal pada Jinki. Em?"
Youngie tersenyum, "Kamsahamnida."
"Kaja!" Jinki menuntun Youngie pergi dan Nyonya Lee tersenyum senang melihatnya.

"Naik mobil?" tanya Youngie.
"Nee. Sepertinya kau akan membeli banyak perlengkapan. Ayo masuk," Jinki membukakan pintu mobil untuk Youngie.

Ragu-ragu Youngie masuk ke dalam mobil. Ia teringat cerita Nyonya Lee yang suka mabuk darat ketika anaknya--yang mungkin saja itu Jinki- menyetir mobil. Youngie juga suka mabuk darat. Itulah alasan kenapa ia memilih kursus menyetir mobil walau ia tak punya mobil. Jika ia menyetir, Youngie tak mabuk darat. Resep dari Jonghyun itu cukup manjur untuk Youngie.

Jinki mulai melajukan mobilnya dan Youngie terus berdoa dalam hati agar ia tak mabuk. Akan sangat memalukan sekali jika ia mabuk di depan orang yang baru ia kenal. Youngie tersenyum lega karena Jinki menyetir dengan baik.

"Wae?" tanya Jinki ketika Youngie tiba-tiba tersenyum sendiri.
"Kau begini baik dalam menyetir mobil, bagaimana Ajumma bisa mabuk saat kau membawa mobil?"
"Mwo?? Omma mengatakan itu padamu?"
"Nee. Aku tahu sekarang. Ajumma hanya bercanda," Youngie tersenyum--yang lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri- dan menggeleng pelan. "Ajumma itu tak sepolos penampilannya. Jangan-jangan dia tahu siapa Kim Kibum dan membiarkan pemuda itu tinggal di rooftop yang sama denganku," gerutu Youngie dalam hati. Lagi-lagi ia menggeleng pelan.

Setengah jam perjalanan, mobil Jinki sampai di tempat yang ia janjikan. Jinki memarkirkan mobilnya kemudian memimpin Youngie masuk ke toko yang menjual segala benih sayuran, buah dan bunga serta peralatan berkebun. Dengan sabar Jinki menunggu Youngie berbelanja perlengkapan berkebun yang ia butuhkan. Setelah selesai Jinki pun membayar tagihan Youngie dan membantu Youngie membawa perlengkapan berkebun yang sudah di beli.

Jinki juga membantu membawa barang ke rooftop tempat Youngie tinggal.

"Ada banyak rumah sewa di sini, kenapa kau memilih rooftop kami?" tanya Jinki saat menaiki tangga di belakang Youngie.
"Karena tempat ini adalah primadona. Begitu kata Ajumma."
"Hagh! Kau ini percaya sekali pada apa yang dikatakan Ommaku. Apa karena tren? Kau tahu kan banyak drama dengan setting tempat tinggal si pemeran utama di rooftop."
"Kau penikmat drama?"
"Anee. Tapi Omma iya."
"Aku lebih pada... suka saja. Rasanya lebih privasi."

Youngie dan Jinki sampai di rooftop. Keduanya menemukan Kibum sedang duduk di atas kursi santai di depan rooftop. Kibum yang duduk setengah berbaring di atas kursi santai lengkap dengan memakai kacamata hitam sepertinya tak menyadari kehadiran Youngie dan Jinki. Youngie menghela napas melihat Kibum, sedang Jinki mengerutkan dahi.

"Siapa dia?" tanya Jinki.
"My housemate," jawab Youngie dengan nada malas dan berjalan mendekati rooftop.
"Housemate?? Kau tinggal seatap dengan pria??"
"Itulah yang aku ributkan dengan Ajumma sebelum kau datang."
"Om... omma??"
"Kugjungma. Aku akan baik-baik saja," Youngie tersenyum manis pada Jinki. "Tunggu sebentar. Aku ambilkan uang untuk mengganti uangmu," Youngie bergegas masuk ke dalam rooftop.

Jinki meletakan barang-barang yang ia bawa di dekat pintu sambil terus mengawasi Kibum yang bergeming dalam posisinya. Jinki mengamati Kibum dari ujung kepala sampai ujung kaki. Saat Jinki sedang serius mengamati Kibum, tiba-tiba pemuda itu menggeliat dan menguap. Jinki masih menatap Kibum yang belum menyadari keberadaannya. Kibum kembali menggeliat dan menegakan badannya.

"Oh! Kau siapa?" tanya Kibum saat menoleh dan menyadari keberadaan Jinki. Kibum sedikit menurunkan kacamata hitamnya dan mengamati Jinki dari atas ke bawah. Kibum menemukan barang yang tergeletak di atas lantai di dekat pintu. "Oh, kau pengantar barang? Untuk Youngie? Sepertinya dia belum kembali. Apa yang bisa aku bantu untukmu?" Kibum bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat Jinki.
"Nah, ini dia uangnya!" Youngie keluar. Ia dibuat sedikit terkejut melihat Jinki dan Kibum sama-sama berdiri menatap satu sama lain.
"Oh, kau sudah datang rupanya," Kibum tersenyum pada Youngie.
"Terima kasih," Youngie memberikan uang di tangannya pada Jinki.
Jinki tersenyum menatap Youngie. "Kalau kau perlu sesuatu lagi kau bisa panggil aku. Aku pergi," pamit Jinki pada Youngie. Ia pergi tanpa menatap Kibum.
"Ramah sekali pada pelanggan. Apa dia juga bersikap begitu padaku jika aku butuh bantuannya?" gumam Kibum.
"Ya! Apa yang kau katakan?" tanya Youngie.
"Pemuda pengantar barang itu ramah sekali padamu. Apa karena kau seorang gadis yang..." Kibum mengamati Youngie, "lumayan cantik?"
"Mwo?? Pengantar barang?? Aish! Dia itu putra bungsu Nyonya Lee, pemilik rooftop ini. Dia memang bekerja di kantor pos, tapi bukan bagian pengantar barang. Dan ia membantuku belanja perlengkapan berkebun."
"Wah, wah. Belum genap sehari kau di sini, kau sudah mengenal orang dengan baik." Youngie mengabaikan ocehan Kibum. "Dan perlengkapan berkebun? Kau mau berkebun di sini?" tanya Kibum dan Youngie mengangguk. "Wah! Ide bagus! Izinkan aku membantumu!" Kibum mengerjapkan kedua matanya bertingkah cute di depan Youngie. "Kita lakukan sekarang??"
"Mwo?? Ini hampir tengah hari dan kau mau berkebun? Itu bukan ide baik teman. Jika kau mau dan kau luang, kita lakukan sore nanti."
"Baiklah! Baiklah! Aku luang. Sangat luang!" Kibum dengan wajah berbinar.
Youngie tersenyum kecil. "Kau berjemur menjelang tengah hari begini, apa benar-benar ingin menghitamkan kulit? Bukankah sinar matahari terbaik hanya sampai jam sembilan?"
"Setidaknya ini belum lewat pukul duabelas," Kibum membetulkan letak kacamatanya dan kembali duduk di kursi santai miliknya. "Aigo! Ini hangat sekali!"
Youngie menggelengkan kepala melihat Kibum dan kembali masuk ke dalam rooftop.
***

Sesuai rencana sore harinya Youngie dan Kibum bekerja sama membuat kebun mini untuk tempat tinggal mereka. Keduanya membuat tempat dari kayu yang menyerupai tangga yang nantinya akan di gunakan sebagai tempat untuk meletakan sayuran dalam polibek.

Youngie menertawakan Kibum karena pemuda itu tak bisa menggunakan palu dengan benar. Ia mengambil alih tugas Kibum dan dengan cepat memaku papan dan kayu yang sudah ia bentuk menyerupai tangga. Tiga tingkat dengan panjang satu meter dari tempat yang baru saja jadi itu Youngie rasa cukup untuk menaruh tanaman dalam polibek yang akan ia tanam. Kibum duduk dan menatap kagum pada Youngie yang cukup cekatan dalam menyelesaikan tugasnya. Keduanya meletakan papan bertingkat tiga itu menempel pada tembok dan selanjutnya mulai menanam benih sayuran dalam polibek dan benih bunga dalam pot. Youngie mengajari Kibum bagaimana cara menanam dengan benar. Keduanya bekerja sama sambil sesekali bercanda.

"Kau ini wanita serba bisa ya. Bisa jadi tukang kayu dan petani juga," Kibum memulai obrolan kembali setelah sempat saling diam selama beberapa detik.
"Aboji mengajariku ini semua. Walaupun aku seorang gadis, Aboji mengajari aku banyak hal agar aku mandiri. Saat tinggal jauh dari Aboji, baru aku sadari pentingnya hal itu," Youngie tersenyum mengenangnya.
"Ah, aku malu karena kalah darimu."
"Tak perlu merasa seperti itu teman. Beda orang tua beda pula cara mendidiknya. Dan kau bisa lihat nasibmu, kau lebih beruntung dari aku kan?"
"Kita sama-sama beruntung karena kita sama-sama ada di sini sekarang."
Youngie tersenyum dan mengangguk. "Kibum-ssi, sebelumnya apa Ajumma pemilik rooftop ini tak mengatakan jika penyewa yang telah membayar seperempat uang sewa adalah seorang gadis?"
"Em? Emmm... anee."
Youngie mendesah pelan. "Pantas saja. Ajumma itu apa sih tujuannya? Apa hanya karena uang Ajumma melakukan ini?" batin Youngie.
"Tapi Ajumma itu mengatakan, Lee Youngie sudah membayar seperempat uang sewa rooftop ini."
"Mwo?? Jadi kau tahu jika penyewa rooftop ini perempuan??"
"Nee." jawab Kibum enteng.
"Lalu kenapa kau tetap membayar sisa uang sewa dan mengambil tempat ini??"
"Itu karena hatiku ingin melakukannya. Dan aku tak salah memilih housemate. Aku benar-benar pria yang beruntung kan?"

Youngie melongo mendengar alasan Kibum.

Part #3

Youngie masih melongo menatap Kibum, membuat Kibum tersenyum melihatnya.

"Ekspresimu itu berlebihan sekali," Kibum berucap sembari mencipratakan tanah di tangannya pada Youngie.
"Orang kaya memang selalu bersikap aneh," Youngie menggeleng heran dan kembali sibuk menanam benih sayuran dalam polibek. "Apa kau yakin housemate-mu ini orang yang tepat? Belum tentu kau seberuntung itu."
"Benarkah? Tidak ada tampang kriminal pada dirimu."
"Kebanyakan psikopat seperti itu."
"Hah! Jadi aku tinggal seatap dengan seorang psikopat sekarang? Wah, ini akan jadi pengalaman baru untukku. Lihat! Aku sangat beruntung kan?" Kibum dengan senyum lebarnya. Youngie tersenyum kecil menanggapinya.
"Kau kenapa ingin resign dari tempatmu bekerja?" Kibum memulai obrolan dengan topik baru. Walau ia tak yakin Youngie akan menyukainya tapi tetap saja Kibum menyingung tentang rencana Youngie yang tak sengaja ia dengar.
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Lebih pada tak ada bahan obrolan sih. Kau, walau bukan fansku, tapi mungkin saja kau tahu banyak tentangku. Dan aku yakin kau tak akan tanya-tanya lagi tentangku karena apa yang membuatmu penasaran sudah kau tanyakan padaku."
"Dan kau memberikan alasan yang menurutku cukup konyol hingga aku bengong menatapmu. Kesimpulannya orang kaya memang aneh. Terlebih saat kau jadi ingin tahu tentang rencanaku untuk resign. Bukankah itu terlalu dini?"
"Semalam kita tidur bersama, bukankah itu terlalu dini?"
Youngie mendelik pada Kibum membuat pemuda itu terkekeh. "Karena bosku menyukaiku," kata Youngie tiba-tiba membuat Kibum menghentikan tawanya.
"Bosmu menyukaimu? Kau yakin akan hal itu? Jangan-jangan kau hanya ke-GR-an atas sikap baik bosmu."
"Dia mengutarakan perasaannya padaku dan bersedia menunggu. Dia pria tampan yang gila."
"Tampan? Jika dia tampan kenapa kau tak suka?"
"Dia memang figur Oppa impian para gadis. Tidak hanya tampan, dia juga memiliki postur tubuh yang sangat bagus. Di tambah dia seorang bos. Makin sempurnalah dia. Tapi rasa suka itu tidak bisa dipaksa, kan? Aku tersanjung atas itu semua, tapi hatiku benar-benar tidak bisa menyukainya. Karena semua sikap baiknya itu aku menjadi tak nyaman. Itu kenapa aku berpikir untuk resign."
"Itu juga yang menjadi alasanmu pindah kemari? Hah... anak gadis itu memang selalu aneh."
"Aneh??" Youngie kembali menatap Kibum.
"Em!" Kibum mengangguk. "Kenapa kau sampai pindah bahkan ingin resign? Lari dari kenyataan?"
"Dia menemukan tempat kosku dan..." Youngie tak melanjutkan perkataannya. Dia bangkit dari duduknya dan mulai menata polibek berisi benih-benih sayuran pada papan menyerupai tangga yang tadi ia buat bersama Kibum dan ia letakan di dekat tembok.
"Mian," Kibum yang juga menata polibek berisi benih sayuran yang ia buat minta maaf. "Tentang rasa itu memang sulit dipahami. Saat kita menyukai si A ternyata si A suka pada B, dan C yang kita tak suka malah mengejar-ngejar kita."
Youngie tersenyum. "Kau dalam situasi itu sekarang?"
"Anee," Kibum menggeleng cepat. "Hanya karena bosan pada rutinitasku saja. Menjadi kaya dan terkenal tak selamanya enak."
"Ara. Selalu ada sisi yang kosong atau menjadi korban. Begitulah hidup." Youngie selesai menata polibek berisi benih sayuran. "Kata Aboji menanam pun butuh bakat. Kita akan lihat siapakah yang berbakat di sini."
"Mwo??" Kibum menoleh ke arah kanan, menatap heran Youngie.
"Jika orang itu tak berbakat, maka apa yang ia tanam tak akan tumbuh. Kita akan lihat benih siapa yang akan tumbuh. Tapi jangan curang dengan menukar polibek kita!" Youngie memperingatkan.
"Hih! Curang soal tanaman apa untungnya? Lagi pula bisa dilihat bakatku itu di mana. Dunia fashion!" Kibum membanggakan dirinya sendiri.
Youngie tersenyum dibuatnya. "Kenapa kau tidak bersyukur karena hari ini kau mempelajari hal baru?" Youngie menggeleng dan pergi meninggalkan Kibum.

Kibum berdiri diam menatap polibek-polibek yang tertata rapi. Ia tersenyum. Benar yang dikatakan Youngie. Hari ini ia mempelajari hal baru yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Kibum membalikan badan dan menatap Youngie yang kini sibuk menata bunga-bunga dalam pot di ruang kosong di antara rooftop dan tembok pembatas. Kibum kembali tersenyum kemudian menghampiri Youngie dan membantu gadis itu.
***

Senja tiba. Youngie dan Kibum duduk di dekat dinding kaca, melihat bunga-bunga dalam pot yang sore tadi mereka tata bersama. Kibum tiba-tiba tersenyum.

"Aku yakin benih yang aku tanam akan tumbuh dengan baik karena aku adalah orang yang multitalenta," kata Kibum memecah kebisuan. "Aku yakin aku juga punya bakat dalam urusan tanam menanam."
"Baiklah. Kita akan lihat hasilnya nanti," Youngie mengiyakan.
"Oya, kau belanja buah dan sayuran itu di supermarket? Aku dengar ada satu di daerah ini."
"Nee. Kata Ajumma ada, tapi kami membelinya di pasar. Ajumma berjanji akan mengajakku lagi. Belanja di pasar lebih murah jadi aku akan ke pasar lagi bersama Ajumma. Mungkin tiga hari lagi."

Kibum menoleh dan menatap Youngie. Ia ingin meminta bantuan Youngie untuk menemaninya ke supermarket, tapi sepertinya Youngie cukup lelah. Sore tadi sembari membereskan peralatan berkebun Kibum bertanya apakah Youngie punya rencana untuk keluar setelah ini. Youngie menjawab ingin di rumah saja. Karena alasan itu Kibum memilih tak mengungkapkan keinginannya.

"Kalau boleh tahu kau bekerja di mana dan di bidang apa?" Kibum kembali menatap keluar dinding kaca dengan memulai topik baru obrolan.
"Aku desainer."
"Oya??" Kibum kembali menoleh menatap Youngie dengan tatapan tak percaya.
"Hanya saja bukan pada rumah mode dengan brand terkenal seperti yang kau punya. Aku bekerja pada sebuah distro. Aku berada dalam tim kreatif distro itu. Kami mendesain sablon untuk T-shirt dan asesoris."
"Wah, itu keren. Tampaknya kau menyukai pekerjaanmu. Masa iya hanya gara-gara bosmu jatuh hati padamu kau mau resign?"
"Itu juga membebaniku. Tiga tahun aku bekerja di sana dan belakangan malah terpikir untuk resign hanya karena alasan itu. Kalau big boss tahu... aku rasa ia tak akan menyetujui permintaanku."
"Big boss?" kali ini Kibum menggeser posisi duduknya menjadi lurus menghadap Youngie.
"Nee. Pemilik distro itu. Begini, bosku yang sekarang adalah adik dari big boss, bosku terdahulu yang juga pemilik distro. Big boss membuka cabang baru dan di distro pusat ia percayakan pada adiknya. Baru tiga bulan dan itu cukup membuatku tak nyaman hingga terpikir untuk resign."
"Kau sudah punya pilihan tempat kerja baru?"
Youngie menggeleng. "Tak ada yang tak aku sukai dari tempatku bekerja. Masalahnya hanya karena... yah itu. Kau sudah tahu kan?"
Kibum menganggukan kepala. "Bisa jadi dia memang benar-benar jatuh hati padamu. Begitulah pria kalau sedang jatuh cinta. Bisa jadi tak waras."
Youngie tersenyum geli. "Kau tahu apa yang dia katakan padaku? Dia merasa yakin punya kesempatan bahwa aku akan jatuh hati padanya karena hingga kini cowok yang dekat denganku hanya kakaknya, dia sendiri, Jonghyun dan Taemin," nada suara Youngie berubah rendah saat menyebut nama 'Taemin'. "Bukankah itu konyol?"
"Jonghyun dan Taemin, mereka timmu?"
"Nee. Big boss juga baik padaku. Itu karena dia ingin memiliki adik perempuan. Mereka benar-benar konyol. Menurutku sih."
"Jika dia tahu kau punya pria lain, mungkin dia akan berhenti mengganggumu dengan ungkapan-ungkapan cintanya."
"Dia bukan tipe pria yang suka menebar kata rayuan seperti itu."
"Ara."

Suasana kembali hening. Youngie dan Kibum kembali saling diam.

"Mian. Aku jadi mencurahkan isi hatiku padamu," gantian Youngie memecah kebisuan.
"It's ok. Aku tahu kau tak akan nyaman berbagi tentang ini dengan timmu. Dan sepertinya kau tak punya teman lagi."
"Aku ada teman cewek," bantah Youngie. "Hanya saja... yah, kau pasti tahu. Aku tak bisa membagi hal ini dengannya."
"Khawatir dia cemburu ya? Karena kau ditaksir bosmu. Apa dia juga bekerja di distro yang sama denganmu?"
"Anee. Dia desainer juga tapi bukan di distro kami," Youngie berubah sedikit canggung. Ia pun mengalihkan perhatian dengan mengambil ponsel miliknya yang sebelumnya ia biarkan tergeletak begitu saja di atas lantai. "Omo!" Youngie terkejut saat melihat layar ponselnya. Ia tiba-tiba bangkit dari duduknya dan bergegas menuju kamarnya membuat Kibum kebingungan menatapnya.

Beberapa detik kemudian Youngie keluar kamar dan sudah berganti kostum. Ia yang sebelumnya memakai T-shirt dan celana selutut, kini keluar dengan memakai celana jeans dan di bagian atas Youngie menambahkan kemeja flanel berwarna merah-hitam untuk menutup T-shirt putih yang ia kenakan sebelumnya. Terburu-buru Youngie mengenakan sepatu conserve hitam-putih kesayangannya.

"Aku pergi!" pamit Youngie sambil berlari kecil keluar pintu.
"Katanya capek tapi tiba-tiba keluar dengan terburu-buru. Dasar perempuan! Selalu saja bersikap aneh!" gerutu Kibum.
***

Youngie berhenti berlari. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah dan berjalan mendekati seorang pemuda yang sedang duduk di atas bangku yang menghadap sungai.

"Maaf membuatmu menunggu," Youngie berdiri di dekat bangku dan mengejutkan pemuda yang sudah duduk di bangku itu.
Lee Taemin yang tadinya menunjukan ekspresi kaget tersenyum melihat Youngie sudah berdiri di hadapannya. "Kau punya ilmu flash ya? Cepat sekali sampai di sini," respon Taemin setelah tahu gadis yang membuyarkan lamunannya adalah Youngie.
"Aku berlari sekencang yang aku bisa," Youngie duduk di samping kanan Taemin. "Kau memilih tempat ini untuk bertemu, apa kau tahu di mana aku tinggal sekarang?"
"Tepatnya sih tidak. Tapi tempat ini, sungai, aku tahu kau suka itu. Pasti tadi pagi kau jogging di sini. Dan kalau kau tinggal di dekat sini, itu artinya masih sama seperti sebelumnya. Kau hanya perlu jalan kaki untuk mencapai distro. Walau aku tak yakin butuh berapa lama untuk jalan kaki ke distro."
Youngie tersenyum lebar mendengarnya. "Tiga tahun berada dalam satu tim membuatmu hafal tentang hal itu? Gomawo."
Taemin ikut tersenyum. "Kenapa kau pindah?"
"Bagaimana kau bisa pergi tanpa Jonghyun?" bukannya menjawab pertanyaan Taemin, Youngie malah mengajukan pertanyaan pada Taemin. "Apa dia sengaja tak mau bertemu denganku gara-gara janjinya untuk melunasi hutang padaku meleset? Hah! Anak itu! Tetap saja tak berubah!"
Taemin kembali tersenyum melihat ekspresi kesal Youngie. "Kenapa kau pindah?" Taemin mengulangi pertanyaannya. "Ini sedikit lebih jauh dari sebelumnya."
"Masa kontrakku habis."
"Tapi teman sekamarmu masih tinggal di sana."
"Aku bosan. Itu saja."

Taemin diam tak bertanya lagi. Ia tahu Youngie tak ingin dikorek lebih dalam lagi tentang kenapa ia pindah dari rumah sewa sebelumnya. Taemin memberikan satu kantung plastik berisi jeruk segar pada Youngie. Youngie terkejut menerimanya.

"Kau membelikan ini untukku? Wah, terima kasih. Jeruk sangat bagus untuk menjaga stamina kita. Terima kasih," Youngie tersenyum riang.
"Minho Hyung yang membelinya untukmu."
Senyum di wajah Youngie sirna mendengar ucapan Taemin. Ia menjadi tak bersemangat dan memindahkan kantung plastik berisi jeruk dalam pangkuannya ke atas bangku.
"Kau tiba-tiba izin tidak masuk hari ini, Minho Hyung khawatir kau sakit. Hyung membeli jeruk ini tapi tak menemukanmu di rumah sewa tempat kau tinggal sebelumnya. Karena Jonghyun harus buru-buru pulang, maka aku yang menawarkan diri untuk membawa jeruk ini padamu. Aku heran kenapa Minho Hyung tak langsung menghubungimu saja dan memintamu untuk bertemu dengannya langsung."
Youngie diam. Sedikit menundukan kepala. Kedua tangannya meremas-remas ujung kemeja flanel yang ia kenakan.
"Youngie-ya, aku rasakan kau dan Minho Hyung, ada yang aneh di antara kalian. Belakangan ini sepertinya kau menghindar dari Minho Hyung. Kenapa? Atau itu hanya perasaanku saja?"
"Diam-diam kau perhatian juga padaku. Kenapa? Apa kau menyukaiku?"
Taemin terkejut mendengarnya. "Youngie... aku..."
Youngie tertawa geli melihat ekspresi Taemin. "Terima kasih sudah membawa jeruk ini padaku. Aku akan berterima kasih juga pada Minho. Aku belum selesai beres-beres rumah, apa aku bisa pergi sekarang?"

Taemin menatap Youngie sejenak lalu mengangguk. Youngie tersenyum dan bangkit dari duduknya tak lupa membawa plastik berisi jeruk yang di bawa Taemin untuknya. Youngie pun pamit dan pergi meninggalkan Taemin yang masih betah bertahan di tempat ia duduk.
***

Youngie berjalan dengan kedua tangan ia sembunyikan di balik punggungnya. Langkahnya cukup pelan dan terlihat wajahnya sedang cemberut. Dari arah berlawanan Kibum berjalan dengan menenteng tas plastik di tangan kirinya. Wajah Kibum berseri. Ia merasa puas karena semua barang yang ia butuhkan telah ia dapatkan. Youngie berhenti dan menatap kaleng bekas minuman yang tergeletak di jalan. Youngie mendesah lalu menendang kaleng bekas minuman itu.

"Kenapa orang gemar sekali membuang sampah sembarangan!" umpat Youngie seraya menendang kaleng bekas minuman yang sudah kosong dan tergeletak di jalan.

Kaleng bekas minuman itu berhenti tepat di depan kaki Kibum. Kibum sedikit kaget dan menghentikan langkahnya. Ia mengangkat kepala dan menemukan Youngie sedang berjalan menuju padanya. Kibum menyipitkan mata melihat Youngie yang berjalan dengan raut muka cemberut.

"Ya!" panggil Kibum.
Youngie menghentikan langkah dan mendongakan kepala. Bahasa tubuhnya mengatakan, 'Oh itu kau!'
"Kenapa malah menendangnya? Bukan memungutnya?" Kibum memungut kaleng bekas minuman yang di tendang Youngie dan berhenti tepat di kakinya lalu membuangnya ke dalam tempat sampah yang berada di dekat pintu masuk rumah sewa milik Nyonya Lee.
"Kau sudah melalukannya. Gomawo," Youngie berjalan dan berhenti di depan Kibum. "Kau dari mana?"
"Kau sendiri dari mana? Katanya capek tapi malah tiba-tiba keluar. Kau tahu, supermarket yang kau bilang cukup dekat itu ternyata lumayan jauh dan kau membiarkan aku sendirian ke sana. Tega sekali kau ini. Aku kan tidak pernah hidup di luar sendiri seperti ini dan aku mengandalkanmu di sini, tapi kau malah mengabaikan aku." Kibum mengomeli Youngie.
"Mian," jawab Youngie singkat.
"Kali ini aku maafkan. Tapi lain kali kau harus benar-benar membantuku seperti yang kau janjikan."
Youngie ternyum dan mengangguk lalu berjalan melewati Kibum. "Ya! Kau mau kemana?" tanya Kibum.
"Memberikan ini pada Ajumma," Youngie mengangkat plastik berisi jeruk di tangan kanannya.
"Wah, kau buru-buru keluar untuk membeli jeruk itu? Untuk Nyonya Lee?"
"Anee. Bosku mengirimkan ini padaku."
"Dan karena itu dari bosmu, kau jadi malas memakannya? Sini! Buatku saja!" Kibum menyahut tas plastik di tangan kanan Youngie dan berlari kecil menaiki tangga.
"Ya! Kibum-a!" Youngie mengejar Kibum.
***

Kibum dan Youngie duduk bersama di atas bangku yang berada di halaman rooftop. Youngie tampak melamun sedang Kibum asik menikmati buah jeruk yang berhasil ia rebut dari Youngie. Kibum melirik Youngie yang duduk melamun.

"Ya!" Kibum menyikut Youngie membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. "Kau benar tak mau ini?" Kibum menunjukan jeruk di tangannya. Youngie menggeleng dan kembali bengong. "Padahal ini bagus untuk kesehatan. Lagi pula jeruk ini kan tidak salah, kenapa kau malah mengutuknya?"
"Mengutuk??" Youngie menatap Kibum.
"Kau tidak suka pada siapa yang memberi jeruk ini hingga kau tak mau memakannya. Apa namanya jika tak mengutuk?"
Youngie tersenyum kecil. "Dari semua buah, hanya jeruk yang tidak bisa aman masuk ke dalam perutku. Sebenarnya aku suka sekali buah jeruk, tapi setiap kali makan buah jeruk, sesudahnya perutku akan sakit melilit. Karenanya aku menghindari buah jeruk."
"Oh," Kibum mengeluarkan biji jeruk dalam mulutnya. "Jadi bosmu membelinya untukmu?"
"Em," Youngie mengangguk.
"Dia sendiri yang mengantarnya padamu? Kau tadi buru-buru pergi untuk menemuinya?"
"Taemin. Taemin yang datang mengantarnya. Walau tahu aku tak bisa memakan jeruk, dia tetap pergi untuk menemuiku dan mengantar jeruk ini."
"Ooo..." Kibum mengangguk-anggukan kepala. "Kau suka Taemin, tapi bosmu suka kau dan entah Taemin itu suka padamu atau tidak. Aku paham sekarang!"
"Mwoya!!!" Youngie menatap Kibum dengan kesal.
"Nah! Benar kan? Tebakanku selalu benar. Kau suka Taemin kan?" goda Kibum.
"Iya. Kau benar. Aku memang menyukai Taemin! Kau puas?" Youngie mengakui perasaannya untuk Taemin pada Kibum.
Kibum tertegun sejenak mendengar pengakuan Youngie. "Woa! Daebak! Kau mengakuinya padaku?"
"Nee." Youngie lirih.
"Kenapa kau mengakui hal itu padaku?"
"Tak mungkin selamanya kita tinggal bersama. Setelah rasa bosanmu hilang, kau akan pergi dari sini. Lalu kau akan sibuk dengan pekerjaan itu. Saat itu tiba, semua tentang apa yang terjadi di sini akan menguap dari ingatanmu. Aku lega karena telah membagi rasa yang aku pendam dan sering kali membuatku sesak sendiri, tapi aku tak perlu khawatir orang yang aku sukai tahu akan hal itu. Aku rasa kau paham akan hal ini. Sebagai idola pasti banyak fans yang melakukan hal seperti itu padamu kan? Oppa... hari aku bla bla bla..."
Kibum tersenyum tersipu dibuatnya. "Iya begitulah. Tapi rata-rata mereka bercerita atau mengeluh tentang fashion. Tidak ada yang mengeluh masalah perasaan sepertimu."
"Karena aku berbeda. Aku istimewa. Lihat saja, bahkan aku berkesempatan tinggal satu atap denganmu. Apa itu bukan istimewa?"
"Jangan-jangan kau memang mengidolakan aku. Jika tidak kenapa sehari saja kau sudah begini percaya padaku?"
"Aboji mengatakan orang baik itu punya aura tersendiri yang memancar dari tubuhnya. Jika kau menggunakan hatimu dengan baik, maka kau akan bisa merasakannya."
"Eummm... jadi kau main hati denganku?"
"Ish!"
"Ara... ara. Di hatimu hanya ada pria bernama Taemin itu. Terima kasih sudah percaya padaku my housemate. Aku akan menghabiskan jeruk-jeruk ini agar tak menyiksamu secara fisik maupun batin."
"Mwo?? Hagh!!" Youngie tersenyum geli mendengarnya.
"Karena kau fansku yang istimewa, maka aku pun akan memperlakukanmu dengan istimewa."
Youngie bangkit dari duduknya. "Mian. Aku bukan fansmu. Ah! Hari ini cukup melelahkan." Youngie menggeliat.
Kibum turut bangkit dan berdiri di hadapan Youngie. "Kalau begitu, aku yang akan jadi menjadi fansmu."
"Mwo??" Youngie terbelalak mendengar ucapan Kibum.


------- TBC --------


.shytUrtle.

Fan Fiction FF

Fan Fiction "Mate - Loving You"

05:49



Fan Fiction "Mate - Loving You"

This fan fiction dedicated for Keyoung Couple whom ever got many fans. Because I miss them so this fan fiction is celebration for Keyoung Couple. Welcome... Keyoung couple is back.

Mate - Loving You

God have own way to bring you to your love.

. Main cast:
- Kim Kibum (Key SHINee)
- Lee Youngie (reader)
. Genre: Straight/Romance
. Author: shytUrtle

Tuhan selalu punya cara sendiri untuk menautkan dua hati dalam satu ikatan cinta.

Part #1
Matchmaking. Iya, perjodohan. Apa yang ada di benakmu ketika kau mendengar kata itu? Senang? Atau benci? Yah, mungkin reaksi setiap orang berbeda ketika mendengar kata perjodohan. Lalu apa reaksimu ketika di hari ulang tahunmu kau mendengar hal ini, "Cucuku, mendiang Ayah dan Ibumu telah menjodohkanmu dengan anak perempuan dari sahabat mereka. Saat ini usiamu genap 25 tahun, nenek dan kakek ingin kau berhenti bermain-main dengan para gadis dan mulai memikirkan pernikahanmu dengan gadis pilihan mendiang orang tuamu. Bersiaplah. Kita akan bersama-sama menyambut hari bahagia itu."

Sial! Bersiaplah ? Kita akan bersama-sama menyambut hari bahagia itu? Oh, ayolah nenek! Ini tahun 2015 dan nenek masih membicarakan perjodohan? Ini gila! Ini tidak masuk akal! Masa iya laki-laki kaya dan terkenal seperti aku berakhir ke pelaminan dengan jalan perjodohan yang diatur orang tua? Tidak... tidak... tidak! Aku tidak akan menerima perjodohan itu! Tidak akan!
***

Aku mendesah pelan. Iya sekarang aku sudah 25 tahun dan sukses dalam mengelola bisnis keluarga yang diwariskan dari Ayahku. Ayah dan Ibuku meninggal dalam kecelakaan pesawat lima tahun yang lalu. Sejak saat itu aku hidup bersama Kakek dan Nenek. Aku anak tunggal dalam keluargaku. Karena alasan itulah kadang teman-temanku menjulukiku 'Pangeran si Pewaris Tahta'. Hah... itu sangat mengganggu. Tidak hanya mengganggu telingaku, tapi juga otakku! Sebenarnya aku ingin memulai bisnisku sendiri, tapi aku tak punya pilihan.

"Kibum!" suara Kakek membuyarkan lamunanku. Aku mengangkat kepala, kembali menatapnya.
"Aku dengar. Haraboji tak perlu teriak," dengan malas aku menjawab bentakan Kakek.
"Syukurlah. Jadi kau harus bersiap. Kau akan bertemu dengan gadis itu tiga bulan lagi, jadi aku harap kau bisa merubah sikapmu dari sekarang."
Ah, tiga bulan. Dan siapa nama gadis itu? Bagaimana ciri-cirinya? Apa dia cantik dan seksi seperti kebanyakan gadis yang selalu mengerubutiku selama ini? Apa menurut Kakek dia tipeku? Ah, sial! Aku hanya bisa menggerutu dalam hati.
"Nenek yakin kau pasti suka dengan gadis pilihan mendiang ayah dan ibumu," Nenek menimpali dengan senyumnya yang... yang selalu aku kagumi itu. Oh, ayolah nenek... bantu cucumu ini. Bukankah aku cucu kesayanganmu?
"Haraboji..." kataku setelah cukup lama menimbang-nimbang apakah aku akan berhasil jika aku mengajukan permintaan ini. "Bolehkah aku melakukan sesuatu?"
"Apa kau ingin kabur?"
"Anee... bukan begitu Haraboji. Begini, rasanya janggal sekali jika di tahun 2015 seperti ini kita masih melakukan perjodohan dan teman-temanku selalu menjuluki aku pangeran..."
"Bukankah pangeran juga menikah dengan jalan perjodohan?" potong kakek.
"Iya... tapi... ah intinya yang ingin aku lakukan bukanlah untuk lari dari pertemuan tiga bulan lagi. Bukan. Yang aku ingin lakukan adalah..."
"Sudahlah!" potong kakek lagi. "Perbaiki kebiasaan burukmu dan bersiaplah untuk tiga bulan lagi!" Kakek tak mau mendengar apa permintaanku dan seperti biasa menutup obrolan sesuka hatinya kemudian meniggalkan aku dalam kekesalan.
***

Mencari informasi tentang seseorang yang aku ingin tahu tentang dia bukanlah hal sulit bagiku. Aku punya kemampuan detektif dan berkat kemampuanku itu aku bisa memperoleh informasi tentang gadis yang akan dipertemukan denganku dalam perjodohan tiga bulan lagi dengan mencuri informasi milik Kakek. Yah lumayan, tidak ketahuan jadi aku ada bakat detektif kan? Aku mempelajarinya dan tidak ada yang menarik. Menurutku sih. Dia hanyalah gadis biasa.

"Aku akan melakukan perjalanan lagi," ungkap Jonghyun, sahabatku saat kami bertemu untuk membuang kepenatan usai seharian bekerja. Malam ini club cukup ramai dan baru saja Jonghyun mengusir gadis-gadis yang menawarkan diri untuk menemani kami.
"Perjalanan?" tanyaku basa-basi walau aku tahu perjalanan yang ia maksud adalah menjadi relawan untuk membantu di yayasan atau panti asuhan.
"Iya. Kali ini keluar kota dan cukup jauh di pinggiran tempatnya. Boleh dibilang sih di desa. Sudah lama aku tertarik pada tempat itu, tapi baru kali ini dapat kesempatan mengabdi di sana." Jonghyun berseri-seri. Bagaimana dia bisa begitu antusias untuk tugas yang buang-buang waktu seperti itu?
"Kamu mau ikut? Informasi yang aku terima satu relawan mundur jadi kalau kau mau ikut masih ada tempat." Jonghyun tak biasanya menawari untuk pergi bersama.
"Aku? Ah, tidak terima kasih."

Dan sebut saja aku sedang ketiban sial. Pulang dari club Jonghyun mampir ke rumah dan bertemu kakek. Lalu mereka ngobrol dan Jonghyun menceritakan perihal rencana perjalanannya. Dan aku yakin kalian sudah tahu bagaimana selanjutnya. Yap, benar! Kakek memaksaku untuj ikut dalam perjalanan Jonghyun. Mengambil cuti sebulan untuk menjadi relawan di panti asuhan. Bye~ dunia!
***

Kita akan ke panti asuhan atau yayasan atau apalah itu nama tempatnya atau akan ke pengasingan? Untuk sampai di tempat itu kami harus menghabiskan perjalanan selama lima jam dari Seoul. Benar-benar selamat jalan dunia! Anehnya Jonghyun justeru sangat antusias dengan perjalanan ini. Aku heran dan akhirnya tertidur membiarkan Jonghyun menyetir sendirian.

Ah... akhirnya sampai juga. Walau ini musim panas tapi suasana di desa setengah kota ini cukup sejuk. Jonghyun membangunkanku ketika kami akan memasuki desa jadi aku bisa menikmati bagaimana pemandangan desa itu dari kami pertama masuk. Para penduduk ramah memberikan senyuman pada kami yang berada di dalam mobil yang melaju pelan. Pemandangan seperti ini tak akan kita temui di Seoul.

"Nah, kita sampai!" kata Jonghyun sambil menuding papan--yang menurutku terlalu kecil untuk disebut papan penunjuk arah- bertuliskan "Bluebell's Summer Camp
2 KM". Jonghyun membelokan mobilnya dan pemandangan yang aku lihat adalah area parkir yang luas dengan satu bangunan yang cukup besar--yang aku rasa adalah kantor sekaligus rumah. Seperti itulah- dan tampak beberapa mobil terparkir. Aku juga melihat satu bangunan besar di samping satu bangunan yang menyerupai rumah dan kantor juga satu deret bangunan toilet dan kamar mandi. Jonghyun memasukan mobil ke dalam bangunan super besar yang hanya memiliki tembok dan atap. Di dalamnya ada beberapa mobil lagi terparkir. Kenapa Jonghyun parkir di dalam sini?

"Nah, dari sini kita akan berjalan menuju Camp Bluebell," kata Jonghyun usai memarkirkan mobil dan mematikan mesin.
"Mwo?! Jalan kaki 2 KM?! Ya! Jonghyun~aa!! Kau tidak bercanda kan?!"
"Sayang begitulah peraturannya. Ayo, turun. Jangan lupa barang-barangmu!" Jonghyun mengumpulkan barang-barangnya dan turun meninggalkan aku yang masih mengerutu kesal.

Ok! Berjalan 2 KM sambil menyangklet tas punggung super besarku--sebut saja tas carrier- karena Jonghyun melarangku membawa koper. Sumpah, ini berat! Ok, kita hiking! Mendaki gunung lewati lembah. Katakan hore!

Seorang pemuda menghampiri kami saat aku sibuk menyangklet tas carrier berwarna merah-hitamku. Ramah sekali pemuda itu menyapa kami. Dia penanggung jawab area parkir ini dan kemudian ia mempimpin kami berjalan masuk ke rumah singgah--yang setelah kami masuk benar dugaanku itu adalah kantor dan juga sekaligus rumah bagi para petugas- bertingkat dua. Jonghyun memintaku untuk duduk istirahat dan menunggu sedang ia sepertinya sedang mengisi formulir atau apalah di meja resepsionis. Petugas yang duduk di balik meja resepsionis juga seorang pemuda, bukan perempuan. Benar-benar bye world!

Limabelas menit kemudian aku dan Jonghyun keluar. Kita akan berangkat menuju Bluebell Fairy Camp, begitu katanya. Tunggu! Bluebell Fairy Camp? Sepertinya tidak asing, tapi di mana aku pernah membacanya?

Oh, terima kasih Tuhan! Ada kereta untuk mengantar kami ke lokasi Bluebell Fairy Camp. Jadi tidak perlu jalan kaki sepanjang 2 KM. Fiuh~ syukurlah. Fasilitas yang diberikan untuk pengunjung untuk bisa meraih lokasi Bluebell Fairy Camp ada kereta dan sepeda gunung. Jadi itu alasan kenapa aku melihat banyak sepeda gunung terparkir di dalam gedung di mana Jonghyun memarkir mobilnya. Kereta... aku membayangkan kereta kuda nan mewah seperti dalam dongeng. Ah, ini menyenangkan. Tiba-tiba aku menjadi antusias.

Jonghyun tak hentinya menertawakan aku. Melihat ekspresi masam dan kesalku sepertinya dia sangat senang. Iya, aku kesal! Mereka menyebutnya kereta, tapi apa yang kami dapat? Gerobak dengan cat warna-warni yang ditarik kerbau. Oh, Tuhan. Rasa antusiasku tenggelam dalam kekecewaan dan kesalku. Puas menertawai aku, Jonghyun beralih duduk di samping kusir dan mengobrol meninggalkan aku sendiri dalam kekesalan. Beruntung masih bisa memainkan ponselku.
***

2 KM ditempuh dengan kereta--yang ternyata adalah gerobak warna-warni ditarik kerbau- ternyata cukup lama.Tapi pemandangan di kanan kiri jalan membuatku tak merasa bosan. Pepohonan rindang kemudian ladang membentang hijau, sungguh indah. Ini tak akan aku jumpai di Seoul. Tak mau melewatkan momen langka ini aku pun mengambil beberapa gambar dengan kamera ponselku. Ah, kenapa aku tak membawa kameraku?

Apa ini? Apa kita sedang kembali ke Dinasti Joseon? Kami sampai di area parkir--lagi- tapi yang terparkir di sana adalah kereta--gerobak warna-warni yang ditarik kerbau- dan kuda. Ada deretan beberapa sepeda gunung tapi tak sebanyak seperti di tempat parkir sebelumnya. Jonghyun memintaku untuk turun. Lagi-lagi ia tersenyum lebar--yang bagiku adalah senyum kemenangan baginya karena berhasil membawaku ke tempat terpencil ini- dan kali ini sambil merangkulku.

"Selamat datang di Bluebell Fairy Camp," kata Jonghyun dengan tangan kiri merangkulku dan tangan kanan merentang. "Dari sini kita jalan. Ayo!" Jonghyun menarikku untuk mulai berjalan.

Dari area parkir kami di sambut oleh jembatan kayu di cat warna biru ceria lengkap dengan lukisan-lukisan khas untuk menghibur anak-anak. Oh, aku melihat Peterpan dan Tinkerbell juga di sana. Dan banyak tokoh-tokoh kartun lain yang menghiasi jembatan dengan panjang 7 meter itu. Di bawah jembatan mengalir sungai dengan air yang jernih. Sungguh suasana pegunungan yang tak akan aku jumpai di Seoul.

Setelah menyeberangi jembatan lagi-lagi hamparan tanah luas menyambut kami. Tapi kali bukan tanah--setengah gersang dengan sedikit rumput di sana-sini- melainkan sebuah hamparan karpet hijau alami. Dan tak jauh di sebereng sana terlihat bangunan-bangunan kuno. Ya Tuhan, apa benar aku telah kembali ke masa lalu? Aku berada di Dinasti Joseon?

Semakin mendekati bangunan itu semakin jelas terdengar suara canda ria anak-anak. Baiklah, aku berada di Dinasti Joseon dan tepatnya di tempat pelatihan para prajurit junior. Mungkin.

Aku berjalan saja mengikuti Jonghyun sambil memerhatikan suasana disekitarku. Bersih. Damai. Asri. Tenang. Sejuk. Ya Tuhan... aku mulai menyukai tempat ini. Dan di tengah semua itu terdengar suara anak-anak sedang ramai... belajar bersama. Benarkah ini kamp peri?

Seseorang menghampiri kami, menjabat tangan Jonghyun lalu tanganku dan memperkenalkan diri. Namanya Lee Jaejin. Masih muda. Tampaknya seumuran denganku. Dan ia mengatakan jabatannya di sini adalah sebagai panglima. Mwoya? Panglima Huarang?! Ish!

Jaejin mengantarkan kami ke bangunan yang menurutnya adalah asrama para petugas camp. Kalian tahu asrama para dayang di drama Dongyi? Nah, bentuknya mirip seperti itu karena di sini pun suasananya tradisional. Dan aku harus berbagi kamar dengan Jonghyun. Tak ada ranjang empuk seperti di Seoul dan kami harus berbagi kamar mandi dengan para penghuni asrama yang lain. Di asrama khusus petugas laki-laki ini ada tujuh kamar dan menurut Jaejin seluruh penghuninya ada sepuluh orang--bisa lebih ketika semua sedang berkumpul- di tambah kami menjadi duabelas orang. Dan hanya ada dua kamar mandi di asrama ini. Kenapa tak satu kamar satu kamar mandi saja? Bye world!
***

Aku tak bisa istirahat. Jonghyun--yang mungkin kelelahan usai menyetir sendiri selama lima jam tanpa aku gantikan- terlelap dalam tidurnya. Aku terbaring dengan mata terbuka, diam menatap langit-langit kamar. Kenapa kakek tiba-tiba ingin aku pergi ke tempat ini? Ini bukan pertama kalinya kakek mendengar rencana perjalanan menjadi relawan yang dilakukan Jonghyun. Biasanya kakek hanya akan menyarankan Jonghyun untuk mengajakku agar aku bisa menjadi pribadi yang lebih rendah hati dan berempati tinggi, tak pernah memaksa aku untuk ikut pergi. Tapi kali ini kakek benar-benar memaksa agar aku pergi.

"Kau ingin melakukan sesuatu sebelum kau bertemu dengan gadis yang dijodohkan denganmu bukan? Maka pergilah bersama Jonghyun dan lakukan pengabdian secara sukarela. Kakek yakin kau akan belajar banyak dan menemukan sesuatu yang berharga di sana."

Bagaimana kakek menasehati aku untuk pergi bersama Jonghyun kembali muncul dalam ingatanku. Senyum kakek teduh dan menyejukan. Tak garang seperti biasa ketika aku bandel. Ah, kenapa aku jadi merindukan kakek? Padahal setengah jam yang lalu aku baru saja menelfonnya untuk mengabarkan bahwa aku sampai dengan selamat di Bluebell Fairy Camp.

Kakek, sebenarnya yang ingin aku lakukan sebelum bertemu dengan gadis yang dijodohan denganku bukanlah untuk bersenang-senang dengan gadis-gadis yang selalu mengejarku. Aku tidak suka itu. Mereka mendekatiku hanya karena aku kaya. Bukankah membosankan? Yang ingin aku lakukan adalah berlibur ke London. Bukankah itu kompensasi yang sedikit pantas aku dapatkan untuk mau bertemu dengan gadis yang dijodohkan denganku dan mungkin nantinya aku harus setuju untuk menerima perjodohan itu dan menikahi gadis itu. Hah, menyebalkan. Semoga gadis itu adalah gadis yang berpikiran terbuka sepertiku agar nanti aku bisa berdiskusi dengannya masalah perjodohan ini. Kalau dia pun tak mau dijodohkan, bukankah kita bisa mencari jalan keluarnya?

Hah... aku mengganti posisi tidurku dengan miring ke kanan membelakangi Jonghyun yang masih terlelap dalam tidurnya. Bluebell Fairy Camp? Kenapa namanya Bluebell Fairy Camp? Hah... ini aneh. Huft... semoga aku benar bertemu peri di sini dan ia bersedia memberiku solusi dari kepelikan perjodohan ini. Mataku mulai lelah dan kemudian aku terlelap di samping Jonghyun.
***
#2

Aku sibuk menatap laptopku sore itu. Jonghyun baru saja kembali dari kamar mandi dan dia terlihat biasa saja harus berbagi kamar mandi dengan sepuluh pria asing yang juga menghuni asrama yang sama dengan kami. Ini hari pertama dan setelah terbangun dari tidur siang tadi aku sempat menengok dua kamar mandi yang ada di asrama ini. Bersih sih, tapi rasanya aneh saja harus berbagi dengan orang lain.

"Ya, kau ke sini untuk menjadi relawan bukan bos yang sedang berlibur. Ayo siap-siap!" perintah Jonghyun.
"Apa yang akan kita lakukan? Sebentar, aku sedang mengecek hasil penjualan hari ini," tanpa aku alihkan pandanganku dari laptop.
"Jaejin akan mengajak kita bertamasya, keliling tempat ini. Mungkin baru besok mulai ada tugas."
"Kita tidak akan disiksa kan di sini?"
"Mwo?! Aish! Ini hanya yayasan. Pikiranmu itu! Ayo! Aku sudah selesai!" Jonghyun keluar kamar membuatku terburu-buru mematikan laptopku lalu berlari kecil keluar untuk menyusulnya.

Jaejin sudah menunggu dan ngobrol bersama Jonghyun saat aku keluar. Kemudian ia mulai mengajak kami untuk tour keliling Bluebell Fairy Camp. Sebenarnya aku ingin bertanya pada Jaejin kenapa tempat ini diberi nama Bluebell Fairy Camp tapi Jaejin terlalu sibuk memperkenalkan kami pada bangunan-bangunan yang ada di komplek yayasan itu. Jaejin memberitahu kami nama bangunan-bangunan dan fungsinya. Baiklah. Aku akan menunggu sampai Jaejin selesai menunaikan tugasnya.

Ada tiga ruang kelas di komplek yayasan itu. Menurut Jaejin itu hanya untuk belajar bersama atau bermain bersama melatih bakat dan kecerdasan anak. Ponsel Jaejin berdering saat kami akan menuju ruang kelas ketiga yang terletak di pojok. Jonghyun masuk ke ruang kelas kedua, mengamati isinya. Aku penasaran pada ruang kelas terakhir yang kelihatannya sedang tidak kosong. Aku pun berjalan mendekat dan saat sampai di dekat kelas aku lihat pintunya terbuka. Semakin membuatku penasaran saja. Aku pun mengintip dari pintu yang terbuka. Kelas itu memang tak kosong. Aku perhatikan--dan setelah aku hitung ada 18 anak di dalam kelas itu, 10 anak lelaki dan delapan anak perempuan- sangat hening. Semua murid fokus ke depan dan diam, sangat tenang. Wah, pasti sang Guru yang sedang mengajar sangat killer sehingga para murid sangat tenang. Aku menggeser tubuh posisi tubuhku agar aku bisa melihat sosok guru yang sedang mengajar dan aku terkejut. Gadis yang sedang berdiri di depan kelas untuk mengajar menggunakan bahasa isyarat yang biasa digunakan oleh penderita bisu-tuli. Kelas ini apakah kelas untuk anak-anak bisu dan tuli?

"Kibum~aa! Ayo! Ada tugas untuk kita!" panggil Jonghyun dan aku segera berlari menyusulnya masih dengan rasa penasaran tentang ruang kelas ketiga yang berada di paling pojok.

Dasar Jonghyun! Kau katakan tak akan penyiksaan tapi apa ini? Kita diminta mengangkat karung-karung berisi beras ini? Aku tak pernah melakukannya. Yang benar saja! Aku bukan kuli. Sementara Jaejin dan Jonghyun sibuk mengangkat karung-karung berisi beras itu ke dalam gudang di dekat dapur, aku duduk saja menunggu karung-karung beras yang masih menunggu untuk diangkut. Ingatanku kembali pada ruang kelas ketiga yang tertelak di pojok, kepada gadis yang berdiri di depan kelas sedang mengajar dengan menggunakan bahasa isyarat. Gadis berambut ikal panjang dikuncir sebagian. Aku hanya melihatnya dari samping, tak begitu jelas karena aku mengintip dan takut ketahuan. Apakah gadis itu bisu tuli juga? Atau hanya guru pengajar khusus kelas bisu-tuli? Sialan! Kenapa aku jadi penasaran?
***

Aku pikir di tempat yang disebut yayasan makanan yang hidangkan adalah makanan yang sangat sederhana, ternyata itu salah. Untuk sebuah yayasan makanan yang disajikan cukup mewah. Menurutku sih. Dan ada 30 anak di dalam yayasan ini dan benar 18 diantaranya menderita bisu-tuli.

Saat makan Jaejin menjelaskan sebenarnya yayasan Blubell Fairy Camp di bangun untuk menampung anak-anak penderita bisu-tuli saja. Tapi setelah yayasan ini resmi dibuka, ada bayi yang dibuang di area parkir mobil. Setelah itu ada beberapa anak jalanan dan anak terlantar serta beberapa anak yatim piatu dibawa ke tempat yayasan ini. Jadilah Bluebell Fairy Camp menjadi panti asuhan bagi anak bisu-tuli, anak jalanan, anak terlantar dan anak yatim piatu. Dua tahun berdiri yayasan Bluebell Fairy Camp memiliki 30 anak asuh yang tinggal di yayasan dan 50 anak asuh--dari keluarga tidak mampu- yang tinggal bersama orang tua masing-masing. Itu keren. Aku jadi penasaran siapa pendiri dan pemilik yayasan ini?

Malam pertama menginap di Bluebell Fairy Camp. Sangat tenang di sini. Tak ada bunyi bising kendaraan. Aku membayangkan pagi yang sejuk esok. Ingin bangun pagi-pagi dan menikmati indahnya pemandangan pagi. Semoga aku tak kesiangan. Oya, aku tak melihat guru di kelas buta-tuli saat makan malam. Apa dia tak tinggal di sini? Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?
***

Rencanaku untuk menikmati sejuknya pagi gagal. Aku terbangun saat mentari sudah separo tinggi dan Jonghyun tidak ada di sampingku. Sialan! Kemana dia? Pergi tanpa membangunkan aku! Huh! Tapi ada untungnya juga bangun kesiangan. Suasana asrama sudah sepi dan aku tak perlu mengantri kamar mandi. Dengan langkah malas aku berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Langkahku terhenti ketika sampai di gerbang masuk asrama pengurus laki-laki. Di depan gerbang gadis yang kemarin aku lihat mengajar di kelas bisu-tuli berdiri berlawanan arah denganku. Lagi-lagi aku hanya bisa memandangnya dari samping. Dia sedang berdiri berhadapan dengan dengan seorang bocah laki-laki. Bocah lelaki itu entah bercerita apa sambil menggerak-gerakan tangannya dan gadis itu hanya tersenyum kemudian mengelus puncak kepala bocah itu sebelum ia pergi--tanpa menyadari keberadaanku yang sedang memerhatikannya- meninggalkan bocah laki-laki yang kira-kira berumur 7 tahun itu.

"Hey!" panggilku pada bocah laki-laki itu. Dia menoleh dan langsung menemukan aku.
"Namaku Kim Hyesong!" kata bocah itu dengan nada ketus. Aku tersenyum dan berjalan mendekatinya.
"Maafkan aku Kim Hyesong. Aku baru semalam di sini jadi aku tak tahu jika namamu Kim Hyesong." Aku berhenti tak jauh dari Hyesong.
"Dan Hyung bangun sesiang ini? Ckckck!" Hyesong menggelengkan kepala sembari mengamatiku dari atas ke bawah.
"Mianhae... aku butuh adaptasi." Kilahku dan Hyesong diam tak berkomentar. "Lalu... tadi itu siapa?" Aku berharap bisa mendapat jawaban dari Hyesong.
"Ya! Kim Hyesong!" suara lantang seorang wanita mengejutkan aku juga Hyesong.
"Hagh!" Hyesong kaget dan terbelalak lalu berlari pergi membuat aku kebingungan. Aku menoleh dan seorang gadis bertubuh mungil berjalan ke arahku dengan ekspresi penuh amarah.
"Kenapa kau lepaskan dia?!" tanya gadis berambut sebahu itu dengan garang.
"Nen-nee?" aku jadi gugup melihat kemarahan di wajah gadis itu. "Mian, aku tak sengaja bertemu dengannya di sini dan aku baru semalam di sini jadi aku tak tahu apa-apa." Semoga penjelasanku membuat amarahnya reda.
"Oh, kau relawan yang datang kemarin? Hai! Aku Yoon Songeun. Aku bertanggung jawab urusan dapur di sini." Gadis itu memperkenalkan diri.
"Oh, hai. Aku Kim Kibum."
"Kenapa kau masih di sini?"
"Oh, tadi aku bangun kesiangan dan tak menemukan siapa-siapa di asrama."
"Mereka semua ke desa untuk membagikan beras. Yasudah bersiaplah. Sarapan kau bisa mengambil ke dapur karena hidangan di ruang makan sudah dibersihkan."
"Nee," aku mengangguk paham dan Songeun tersenyum. "Tunggu!" tahanku saat Songeun akan beranjak pergi. "Gadis di yang mengajar di kelas bisu-tuli itu... siapa?" aku bertanya dalam hati. Ah, aku benar-benar tak punya nyali bertanya pada Songeun yang kemudian pergi tanpa berpamitan. Aku pun mendesah pelan dan kembali ke asrama.
***

Segarnya. Senang sekali bisa berlama-lama di kamar mandi tanpa ada yang menggedor pintu dan teriak, "Hei! Cepat! Gantian!" Hah... aku senang. Tapi sekarang apa yang bisa aku lakukan? Sangat sepi di sini. Aku mengamati sekitar dan bingung tak tahu harus berbuat apa.

"Hei, Kibum!" panggil Songeun. Dia keluar dari dapur dan membawa sebuah keranjang. Tangan kanannya melambai, memanggilku. Aku pun segera menghampirinya. Aku mengamati Songeun dari atas ke bawah. Sepertinya dia akan berkebun. Tidak! Jangan-jangan dia akan mengajakku. Tidak!
"Makanlah dulu. Kalau ada penghuni camp yang belum makan, nanti aku ditegur. Kau belum sarapan kan?" kata Songeun membuatku tertegun. "Hei!" Songeun menggoyang tangan kanannya tepat di depan wajahku.
"Oh, iya."
"Baiklah. Aku akan ke kebun memetik sayur. Selamat menikmati sarapan," Songeun tersenyum lebar dan pergi.

Aku mengintip ke dalam dapur. Ada dua orang ibu-ibu di dalam sana. Mereka tersenyum ketika aku masuk dan menunjukan meja di mana sarapan untukku sudah disiapkan. Mungkin karena melihatku malu-malu, salah satu bibi di dalam dapur menuntunku menuju meja dan membantuku untuk sarapan. Beliau mengingatkanku pada bagaimana nenek memperlakukan aku setiap harinya. Hah... kenapa aku jadi merindukannya?
***

Tadinya aku ingin di dapur saja membantu Songeun, tapi Songeun memintaku untuk pergi ke kelas untuk mengambil dan mengembalikan buku-buku ke perpustakaan. Walau sebenarnya malas, aku tak bisa menolak permintaan itu.

Aku mengetuk pintu ruang kelas bisu-tuli, tapi tak ada respon. Ah, iya aku lupa. Mereka kan tidak bisa mendengar. Aku melongok, mengintip ke dalam namun tak ada guru. Ada setumpuk buku di meja guru. Mungkin itu yang harus aku bawa ke perpustakaan dan karena anak-anak itu tak bisa mendengar ketukanku maka aku langsung masuk saja. Baru selangkah aku masuk ke dalam kelas, perhatian anak-anak di dalam kelas itu--yang tadinya terfokus menulis pada buku di hadapan mereka- langsung terfokus padaku. Seperti di komando mereka langsung menatapku. Kompak. Dan menerima serangan serempak dari 18 anak di dalam kelas bisu-tuli, tubuhku terasa kaku, tak bisa digerakan dan berhenti di tempat, selama beberapa detik sampai gadis berambut pendek--yang tadinya aku pikir dia adalah seorang lelaki- masuk ke dalam kelas.

"Aku Kim Kibum, relawan yang datang kemarin dan aku ke sini untuk mengambil buku-buku yang harus dibawa ke perpustakaan," kataku memperkenalkan diri pada gadis berambut pendek itu.
Tanpa memperkenalkan diri gadis tomboy itu menuding tumpukan buku di atas meja guru. "Kau harus menukarnya!" perintahnya tanpa embel-embel kata tolong. Ya ampun, kasar sekali!
"Menukarnya?"
"Iya. Bawa buku-buku itu ke perpustakaan dan bawa yang sudah disiapkan diperpustakaan kemari! Kurang jelas?!" gadis itu sembari menyilangkan kedua tangan di dada dan bersikap angkuh.
"Aku paham!" balasku ketus sembari mengangkat setumpuk buku di atas meja guru dan membawanya keluar. Bagaimana bisa orang seangkuh itu bekerja di tempat sosial seperti ini?

Karena kemarin Jaejin telah memperkenalkan bangunan-bangunan di yayasan ini, tak sulit bagiku untuk menemukan gedung perpustakaan. Bangunannya lumayan besar dan untuk masuk ke dalamnya kita harus melepas alas kaki. Bagus. Aku pun langsung masuk karena pintu dari perpustakaan itu terbuka.

"Annyeong! Apa ada orang di sini?!" panggilku. Suaraku sedikit menggema dan kemudian hening. Tak ada yang membalas seruanku. Jujur aku menjadi sedikit ngeri. Pelan-pelan aku mulai masuk dan mengamati rak-rak berjajar berisi buku-buku membuatku semakin bergidik. Rasanya seperti sedang syuting film horor. Kenapa harus aku yang ke perpustakaan kosong ini?

Aku menemukan satu meja panjang dan ada satu tumpukan buku di atasnya. Aku tersenyum lega. Hore! Aku menemukannya! Aku pun bergegas menuju meja itu. Ku letakan buku-buku yang aku bawa di atas meja dan aku bersiap membawa tumpukan buku yang ada di atas meja itu. Harus cepat, agar aku bisa keluar dari perpustakaan yang sedikit 'horor' ini.

Tumpukan buku sudah dalam dekapanku dan ketika hendak melangkah pergi, baru ku sadari ada seseorang duduk di kursi paling ujung dari meja tempat aku mengambil buku. Langkahku terhenti. Aku berdiri diam memerhatikan sosok gadis yang mengenakan kostum serba putih dan duduk membelakangi jendela sambil serius--entah memeriksa atau membaca- buku dihadapannya. Di samping kirinya ada beberapa buku yang di tumpuk rapi, sama halnya di samping kanan gadis itu. Ah, pantas saja dia tak mendengar seruanku, gadis itu memakai headset di kedua telinganya. Eh? Tunggu! Dia kan... gadis di kelas bisu-tuli kemaren? Karena ia menggelung seluruh rambutnya aku jadi sedikit tak bisa mengenalinya. Dia mengenakan headset, berarti gadis itu tidak tuli, tapi dia bisu. Pantas saja dia hanya diam ketika Kim Hyesong mengajak ia ngobrol pagi tadi.

Aku masih berdiri mematung memerhatikan gadis itu ketika ia tiba-tiba mengangkat kepala dan menemukanku. Entah kenapa tiba-tiba wajahku terasa panas ketika gadis itu menatapku. Aku jadi salah tingkah tapi aku tak bisa menghindar lagi. Walau jarak kami cukup jauh, tapi aku masih bisa melihat dengan jelas jika gadis itu sedang mengamatiku. Ia menatap wajahku lalu buku-buku dalam dekapanku. Sedetik kemudian lengkungan indah itu muncul di wajahnya. Gadis itu tersenyum padaku. Dan melihat senyuman itu tiba-tiba aku merasa lega. Tubuhku yang tadinya terasa kaku karena tertangkap basah sedang memerhatikan gadis itu perlahan mengendur dan mulai rileks. Aku menggerakan tanganku sampai buku-buku dalam dekapanku terangkat naik bermaksud memberi isyarat pada gadis itu maksud kedatanganku ke perpustakaan ini. Gadis itu kembali tersenyum sambil mengangguk pelan lalu kembali fokus pada buku di hadapannya. Aku membalas senyum--walau gadis itu sudah mengalihkan wajah dari menatapku kembali fokus pada tugasnya- dan aku bergegas meninggalkan perpustakaan untuk kembali mengantar buku-buku ke kelas bisu-tuli.

Gadis berambut pendek itu masih bersikap jutek padaku ketika aku datang membawakan buku-buku yang ia pesan. Ia memeriksa sejenak buku-buku yang aku bawa lalu menganggukan kepala.

"Terima kasih," ucapnya singkat.
"Nee," jawabku singkat pula.
"Bagaimana kau bisa di sini?"
"Nee?" aku mengangkat kepala menatap heran gadis tomboy itu.
"Para lelaki sedang membagi beras ke desa, tapi kau di sini."
"Oh, aku bangun kesiangan. Mianhae." Aku nyengir dan lagi-lagi gadis itu mengamatiku dari atas ke bawah. Tatapannya benar-benar menelisik.
"Kalau begitu kau bisa kembali ke perpustkaan dan merapikan buku-buku tadi. Tak apa kan?"
"Nee!" entah kenapa aku menjadi antusias mendengar kata perpustakaan. Aku membungkukan badan dan bergegas keluar untuk menuju perpustakaan.

Aku berlari kecil menuju perpustakaan, tapi Songeun mencegatku.

"Wae?" Protesku.
Songeun tersenyum lebar, "Tugas mengembalikan buku sudah selesai?" tanyanya.
"Sudah! Wae? Tapi aku harus kembali ke perpustakaan untuk merapikan buku-buku itu."
"Kenapa kau? Sori tidak di sana?"
"Sori??"
"Iya. Moon Sori! Dia petugas perpustakaan."
"Yang mana? Maksudku ciri-cirinya seperti apa? Kau tahu kan baru kemarin aku sampai di sini. Gadis yang ada di kelas bisu-tuli tadi gadis berambut pendek. Awalnya aku kira dia laki-laki."
"Oh, itu Yeonmi, Chae Yeonmi. Moon Sori dia gadis berambut lurus panjang hitam yang selalu ia biarkan terutai begitu saja. Hah, berulang-ulang aku menegurnya agar membuat rambutnya lebih rapi tapi tetap saja dia sepertu itu. Apa kau melihatnya di perpustakaan?"
"Anee. Yang ada di sana..."
"Songeun!" seorang gadis menyela kami. Melihat ciri-cirinya aku yakin dia inilah Moon Sori si petugas perpustakaan yang membuat Songeun kesal. "Oh! Siapa dia? Salah satu relawan?" gadis itu beralih menatapku. "Hai, aku Moon Sori."
"Dia Kim Kibum," Songeun mewakiliku memperkenalakan diri, "dan dia tadi ke perpustakaan namun kau tak di sana. Kemana saja kau?" Songeun melipat tangan dan menatap Sori dengan kesal.
"Aku ada urusan. Songeun, aku butuh bantuanmu," Sori merangkul Songeun dan membawanya pergi tanpa berpamitan padaku yang masih berdiri menatap mereka. Ya ampun, orang-orang di sini gemar sekali pergi tanpa pamit. Aku menggelengkan kepala dan kembali menuju perpustakaan.

Sampai di perpustakaan, aku langsung menuju meja di mana aku meletakan tumpukan buku. Tidak ada? Kemana tumpukan buku itu? Mataku beralih ke tempat di mana gadis dengan rambut digelung--yang juga gadis di kelas bisu-tuli kemaren berada- duduk pun tak ada siapa-siapa di sana. Meja di ujung sana juga kosong. Mendadak aku kembali bergidik. Aku mengusuk tengkukku dan berbalik.

Astaga! Aku kaget! Begitu juga gadis dengan rambut tergelung yang tiba-tiba muncul di belakangku. Kedua mata bulat gadis itu melebar menatapku yang juga masih menampakan ekspresi terkejut. Headset di telinga kiri gadis itu jatuh di pundaknya. Sepertinya aku benar-benar mengejutkannya. Bagaimana ini? Bagaimana aku harus berkomunikasi dengan gadis bisu ini? Aku tidak bisa bahasa isyarat. Tapi dia hanya bisu kan? Jadi dia pasti paham apa yang aku katakan.

Aku menarik napas dalam-dalam, "Hai! Maafkan aku karena telah mengejutkanmu," kataku sambil menggerak-gerakan tanganku. "Aku tidak bermaksud mengejutkanmu," imbuhku. Gadis itu tersenyum dan mengangguk. Aku lega. "A..." sebelum aku memperkenalkan diriku, gadis itu kembali memasang headset di telinga kirinya dan berjalan pergi. Huh! Lagi-lagi aku ditinggalkan tanpa pamit. Aku pun melangkah pergi. Keluar dari perpustakaan dan kembali ke asrama. Dalam situasi ini aku jadi merindukan Jonghyun. Dih! Itu mengerikan?
***
#3

Walau pagi ini aku tak bangun kesiangan, tapi tetap saja aku ketinggalan rombongan Jonghyun yang entah pagi ini kemana karena aku terlalu lama di kamar mandi. Aku sarapan di ruang makan bersama anak-anak dan pengurus lain yang kesemuanya perempuan. Aku melihat gadis itu lagi. Dia membimbing anak-anak bisu-tuli untuk sarapan. Entah kenapa perasaanku yang tadinya kesal jadi lebih tenang ketika melihatnya.

Usai sarapan aku membantu Songeun memetik sayuran di kebun. Baru aku tahu di belakang dapur ada lahan luas yang ditanami berbagai macam sayuran. Menurut Songeun itu untuk mengirit biaya makan. Ide brilian. Saat kembali dari memetik sayur di kebun, kami melihat Yeonmi sedang memarahi gadis yang di hari pertama aku bertemu sedang mengajar kelas bisu-tuli. Ada Sori juga di sana, namun ia hanya diam. Songeun berlari menghampiri dan aku ikut menyusul.

"Ada apa?" tanya Songeun menyela ocehan Yeonmi.
"Ada berita dari Kampung Atas dan Youngie memaksa pergi sendiri ke sana," jawab Sori. "Yeonmi melarangnya, tapi Youngie ngotot," imbuh Sori. Oh, gadis itu bernama Youngie.
"Bukankah sangat berbahaya pergi ke sana sendirian? Ya, walau kau sering ke sana tapi kau kan selalu ditemani Jaejin, tidak pernah sendirian. Jadi tunggu Jaejin saja!" Yeonmi kukuh melarang Youngie pergi.
"Youngie, berita apa yang kau terima sampai-sampai kau memaksa ingin pergi sendiri?" tanya Songeun pada Youngie. Aku diam menyimak di belakang Songeun, ikut menatap Youngie.
"Nenek Bae sakit," jawab Sori.
"Ya ampun, pantas saja Youngie khawatir. Ternyata ada yang sakit," nada bicara Songeun datar saja. Seolah sudah lumrah jika Youngie panik ketika mendengar ada kabar orang sakit. "Biarkan saja dia pergi!" pinta Songeun.
"Mwo?!" Yeonmi mendelik menatap Songeun.
"Tidak ada orang jahat atau hewan buas di jalur itu, kenapa kau khawatir sekali?"
"Kau tahu bagaimana medan menuju Kampung atas?" Yeonmi masih memelototi Songeun dan Songeun menggeleng. "Kalau begitu jangan sok tahu dan menyuruhku membiarkan Youngie pergi sendiri!" Yeonmi melipat tangan dengan ekspresi angkuh seperti biasa.
"Aha!" Songeun menoleh padaku. Sepertinya ia baru menyadari keberadaanku. "Kibum! Kau saja temani Youngie pergi ke kampung atas," pinta Songeun dengan senyuman sejuta dolarnya. Yeonmi, Sori dan Youngie ikut menatapku. Apa tadi mereka tak menyadari keberadaanku? Aku hanya bisa meringis membalas tatapan mereka.
***

Aku berjalan di samping kanan Youngie. Kami berjalan di jembatan namun sama-sama diam. Maksudku aku yang diam karena Youngie bisu kan? Jadi bagaimana dia mau bicara? Hah, aku jadi berpikir dunia ini memang tak adil. Gadis yang berjalan di sampingku ini cantik dan kesan aku yang terima pertama sih dia baik, tapi kenapa dia bisu? Apakah karena alasan itu dia memilih hidup mengabdikan diri di tempat terpencil ini?

Kami sampai di tempat parkir--yang hanya ada kuda, gerobak warna-warni ditarik lembu dan sepeda gunung- dan seorang pria menyambut kami.

"Nona jadi pergi?" tanya lelaki paruh baya yang menyambut kami. Youngie mengangguk. "Aku telah menyiapkanJasper," lanjutnya sambil memberi kode pada seorang pemuda yang kemudian berjalan ke arah kami sambil menuntun kuda hitam nan gagah. Youngie menyambut kuda itu dan mengelusnya.
"Itu Jasper. Kuda kesayangan Nona Youngie," kata si lelaki paruh baya. Mungkin ekspresiku terlalu mencolok ketika menatap bagaimana Youngie memperlakukan kuda itu. Aku meringis malu pada pria paruh baya itu.
"Kau akan pergi bersama Nona Youngie?" tanya pria paruh baya itu.
"Nee. Tapi, Ajushi, kami pergi dengan menaiki kuda?"
"Iya. Hanya kuda yang bisa kita gunakan untuk mencapai Kampung Atas."
"Mwo?!!"
"Kenapa? Tunggu. Aku siapkan satu kuda untukmu."
"Ajushi!" tahanku dan pria itu berhenti. "Aku tidak tahu bagaimana cara menunggang kuda," malu-malu aku mengakui itu di depan Youngie.

Ini memalukan. Benar-benar memalukan! Aku dan Youngie menaiki Jasper bersama. Aku duduk di belakang Youngie menjadi penumpang. Tuhan... bukankah seharusnya lelaki yang menjadi kusir? Tapi ini... aku hanya bisa duduk diam di belakang Youngie. Memalukan.

Jalan menuju Kampung Atas sangat sepi. Jalan itu hanya seluas satu meter dan terjal menanjak. Karena takut jatuh aku pun memegang pundak Youngie. Aku tahu Youngie tersenyum ketika aku memegang pundaknya. Aku rasa dia tahu aku takut jatuh hingga ia membiarkan tangganku tetap memegangi bahunya.

"Maaf, ini pertama kalinya aku menunggang kuda dan di medan seperti ini," kataku memberi penjelasan. Youngie mengangguk dan kembali hening di antara kami. Yang terdengar hanyalah nyanyian alam di sekitar kami. Suara kicauan burung dan serangga. Ini baru pertama kali bagiku dan aku merasa beruntung bisa ikut dalam perjalanan ini.

Jasper tiba-tiba berhenti. Aku menurunkan tanganku dari memegang pundak Youngie. Youngie melompat turun membuatku bingung. Ketika aku hendak turun, Youngie melarangku. Dengan menggunakan tangan kanannya Youngie memberi isyarat agar aku tetap berada di atas kuda. Youngie tersenyum ketika aku kembali tenang dalam dudukku. Ia kemudian berjalan di samping kanan Jasper dan menuntun kuda itu untuk kembali berjalan. Kali ini jalannya cukup menanjak. Mungkin karena itu Youngie memilih turun untuk mengurangi beban Jasper. Memalukan! Aku enak-enakan duduk di atas kuda sedang seorang gadis berjalan dan menuntun kuda tungganganku. Kau benar-benar payah Kim Kibum!

Jalan yang cukup menanjak itu kira-kira sejauh tujuh meter, tapi cukup membuat Jasper dan Youngie ngos-ngosan. Dari bawah Youngie memberi isyarat agar aku memberikan tas punggung miliknya yang aku bawa. Aku memberikannya dan turun dari kuda. Youngie mengambil sebuah apel merah ranum dan memberikannya pada Jasper.

"Dia suka apel?" tanyaku dan Youngie mengangguk sambil mengelus-elus Jasper. Kemudian ia mengambil satu butir apel merah ranum lagi dan menawarkannya padaku. Aku menolaknya. Jasper sudah susah payah membawa kami ke atas sini masa iya aku juga mau mengambil jatah makannya? Aku tak mau disebut pria kejam tak berperasaan. Youngie kembali memberikan apel ranum itu untuk Jasper. Kemudian ia mengeluarkan botol berisi air mineral dan meneguknya. Ya Tuhan, dia memberi makan tunggangannya dahulu baru ia melepas dahaganya sendiri. Kalau itu aku, mungkin tak akan seperti ini. Aku tersenyum kagum melihatnya dan kemudian menerima botol air mineral yang ditawarkan Youngie untuk ikut meneguk isinya.

Kami berjalan di jalanan datar selebar satu meter di mana di kanan dan kiri jalan itu ditumbuhi rerimbunan pepohonan. Berjalan di samping kanan Youngie yang masih menuntun Jasper membuatku sedikit was-was. Aku khawatir jika tiba-tiba muncul binatang buas dari balik rerimbunan. Sekitar limabelas menit berjalan sampailah kami disebuah pemukiman. Aku dibuat terheran-heran. Menurutku Bluebell Fairy Camp itu sudah sangat terpencil tapi ternyata masih ada yang lebih terpencil lagi yaitu Kampung Atas. Kampung yang benar-benar berada di atas bukit.

Hanya ada beberapa bangunan rumah sangat sederhana di Kampung Atas. Ketika Youngie memasuki kampung itu beberapa anak kecil menghampirinya dengan riang. Aku membantu menuntun Jasper karena Youngie sibuk dengan ranselnya dan membagikan snack-snack yang ia bawa kepada anak-anak yang mengerumuninya. Seorang pria menghampiriku dan mengambil alih Jasper. Aku menurut saja karena mungkin kebiasaan itulah yang mereka lakukan ketika Youngie datang ke tempat ini.

"Kau datang dengan cepat. Terima kasih," wanita paruh baya itu menyambut Youngie lalu membungkuk 90° saat mengucapkan terima kasih. Kemudian ia menuntun Youngie, membawa gadis itu pergi dan mengabaikan keberadaanku. Kenapa mereka hobi sekali melakukan hal itu?

"Kau orang baru?" tanya pria yang tadi mengambil alih Jasper dariku.
"Ah, iye." Aku membungkuk sopan. "Aku relawan dan baru tiga hari di sini."
"Pantas saja kau terlihat canggung sekali. Kemarilah. Kita tunggu mereka di sini," pria itu duduk di teras sebuah rumah sederhana yang paling dekat dengan keberadaan kami. Aku pun menurut dan kemudian duduk menemani pria itu. Ah, tidak. Pria itu duduk menemani aku dan kami mulai ngobrol.
***

Setengah jam bersama pria ini sebenarnya aku ingin tanya-tanya tentang Youngie, tapi apa daya. Pria ini justeru yang banyak tanya kepadaku tentang Seoul dan banyak hal. Selain bertanya tentang Seoul, pria itu juga mendominasi obrolan dengan bercerita tentang dirinya, Kampung Atas dan kebiasaan yang mereka lakukan dalam keseharian mereka. Aku merasa salah jika bertanya pada orang ini tentang Youngie dan mungkin beberapa relawan yang dibawa Youngie--atau siapapun pengurus Bluebell Fairy Camp- pastinya para orang penasaran yang selalu ingin tahu dan mengulik bagaimana kehidupan orang-orang di Kampung Atas. Pria itu mahir sekali berbicara bak seorang informan. Bukan informan, maksudku pemandu.

Aku tersenyum lega melihat Youngie muncul. Artinya kami akan segera pergi dan aku terbebas dari pria yang duduk bersamaku ini. Kenapa ekspresi Youngie murung? Ia pun pamit dan segera meninggalkan kampung. Ingin aku bertanya ada apa sebenarnya, tapi percuma. Sepertinya Youngie hanya ingin memendamnya sendiri. Selain itu jika aku bertanya ada apa dan Youngie menjelaskan dalam bahasa isyarat khas orang bisu-tuli, aku juga yang repot. Aku tak akan paham. Kami pun pulang kembali ke Bluebell Fairy Camp dalam kebisuan.
***

Sepertinya ada rapat di ruang pengurus ketika aku datang untuk mengembalikan berkas-berkas atas permintaan Songeun. Tempat di mana aku harus menaruh berkas hanya terhalang rak buku dari tempat Yeonmi, Jaejin, Sori dan Youngie duduk berkumpul. Semua diam, hanya Yeonmi yang terus mengoceh.

"Pikirkan! Biaya untuk Summer Camp! Dan kau ingin kita juga membiayai operasi Nenek Bae? Mereka bukan miskin tapi mereka kaya dalam bentuk tanah dan ladang. Berpikirlah lebih logis Youngie. Kalau saja mereka mau menjual sebidang saja tanah mereka pasti biaya pengobatan Nenek Bae akan terpenuhi. Dan apakah mereka setuju Nenek Bae di bawa ke rumah sakit untuk menjalani operasi?" Yeonmi berhenti dari mondar-mandir di depan ketiga rekannya.
"Nenek Bae sebatang kara. Kau tahu kan anak tunggalnya telah menjual ladang miliknya dan kabur meninggalkan Kampung Atas. Jika itu bukan Nenek Bae pasti Youngie sudah menyarankan seperti apa yang kau katakan pada keluarga pasien." Bela Jaejin.
"Dan kalaupun ada warga yang bersedia membantu dengan menjual tanah mereka atau menyewakannya itu juga butuh waktu. Menurutku sekarang yang terpenting adalah membawa Nenek Bae ke rumah sakit dahulu." Sori ikut bicara.
Yeonmi memijat keningnya kemudian mengangkat kepala dan menyadari keberadaanku. "Oh, kau! Sejak kapan kau berdiri di sana?" tanyanya dengan nada sinis kepadaku.
"Maaf, tapi aku mendengarnya." Aku maju agar Sori, Jaejin dan Youngie bisa melihatku. Youngie, ia terlihat murung. Apakah dia benar-benar mengkhawatirkan Nenek Bae.
"Jangan salah paham dengan apa yang kau dengar," Yeonmi tetap bersikap sinis padaku.
"Aku paham situasi kalian. Setidaknya baru saja aku memahaminya. Bagaimana kalian melangsungkan Summer Camp untuk anak panti asuhan lain di sini secara gratis. Itu mulia. Dan untuk urusan Nenek Bae, bolehkah aku mengambil alih?"

Entah apa yang aku katakan. Mengambil alih biaya operasi Nenek Bae? Aku bahkan tak tahu Nenek Bae sakit apa dan harus operasi apa serta berapa biayanya tapi aku langsung angkat bicara untuk mengambil alih tanggung jawab untuk itu semua. Bahkan aku tak tahu Nenek Bae itu yang mana, tapi melihat ekspresi sedih Youngie, pasti nenek itu sangat berharga untuknya. Dan jika kesembuhan Nenek Bae bisa membuat Youngie kembali ceria, aku bersedia mengambil alih tanggung jawab itu.

"Well," Yeonmi menyilangkan tangan masih dengan gaya angkuhnya, "kau ini siapa? Ingin menjadi Black Knight untuk Nenek Bae?" Itu terdengar mengejekku. Aku kesal.
"Aku Kim Kibum!" jawabku dengan lantang. "Aku memang tak bisa menunggang kuda seperti Black Knight pada cerita dongeng, tapi bukan berarti aku tak bisa melakukan hal lain untuk menolong orang kan?"
"Yakin kau akan benar-benar ikhlas menghamburkan uangmu itu biaya operasi Nenek Bae?" Lagi-lagi Yeonmi meragukanku. "Sebelum kau datang untuk menjadi relawan, aku mengumpulkan sedikit informasi tentangmu..."
"Karena itu Kakek mengirimku kemari!" potongku sebelum Yeonmi membeberkan keburukanku di depan yang lain, terutama di depan Youngie. "Aku akan membiayai semua biaya pengobatan Nenek Bae!"

Yeonmi menyincingkan senyum menatapku sedang Sori dan Youngie tersenyum tulus. Kedua terlihat lega. Aku pun membalas senyum.
***

Karena hari ini kami akan kembali ke Kampung Atas untuk menjemput Nenek Bae, semalam aku memasang alarm agar tak terlambat bangun. Mungkin karena terlalu antusias, aku terbangun sebelum alarm di ponselku berbunyi. Hore! Selamat Kibum. Ini rekor pertama.

Aku kembali menaiki Jasper bersama Youngie, sedang Jaejin dan Yeonmi menunggangi kuda mereka masing-masing. Suasana sedikit berbeda di jalan menuju Kampung Atas pagi ini. Suasana diselimuti kabut dan alam terlihat murung. Youngie pun terlihat murung selama perjalanan.

Youngie berdiri mematung di depan gerbang masuk kampung ketika kami sampai. Aku tak tahu pada apa yang sebenarnya terjadi. Jaejin mendesah pelan dan menundukan kepala. Begitu juga Yeonmi. Ada apa sebenarnya?

Aku berdiri merangkul Youngie yang turut hadir dalam prosesi pemakaman Nenek Bae. Nenek Bae menyerah pada penyakitnya dan meninggal semalam. Aku kembali melirik Youngie yang benar-benar terpukul karena kepergiaan Nenek Bae. Akhirnya air mata yang Youngie tahan sejak ia mendapati kenyataan bahwa Nenek Bae telah meninggal runtuh juga. Aku mengusuk lengan Youngie, bermaksud menenangkannya dan agar ia tegar.
***

Karena mengikuti prosesi pemakaman Nenek Bae, kami turun dari Kampung Atas di sore hari dan sampai di camp menjelang malam. Usai membersihkan diri aku berniat menuju ruang makan untuk makan malam bersama yang lain, tapi di tengah perjalanan aku menemukan Youngie sedang duduk sendiri di ayunan. Sepertinya ia masih merasa sedih karena kehilangan Nenek Bae. Aku membatalkan niatku untuk makan malam dan memilih menghampiri Youngie.

Aku duduk di ayunan kosong di samping Youngie membuat gadis itu sedikit terkejut. Ia tersenyum sembari menghapus air mata di pipinya. Aku membalasnya dengan senyuman kecil namun aku masih ragu untuk memulai obrolan. Aku bingung harus berkata apa untuk menghibur gadis ini. Padahal sebelumnya aku tak pernah merasa kesulitan jika harus ngobrol dengan orang asing walaupun itu seorang gadis. Tapi di depan Youngie, aku merasa aku harus sangat berhati-hati dan mengatur bahasa yang tepat dalam berbicara. Entahlah. Ini pertama kalinya aku rasakan. Mungkin karena gadis lawan bicaraku adalah gadis bisu. Karenanya aku merasa kaku di depannya.

"Gomawo..." suara lembut itu membuyarkan lamunanku.
"Terima kasih untuk apa?" jawabku yang kemudian tersadar dan berpikir suara lembut siapa yang mengucapkan kata terima kasih padaku. Mendadak leherku terasa kaku dan aku menelan ludah sambil perlahan menoleh ke arah kanan. Youngie tersenyum menatapku.
"Gomawo..." ulang Youngie membuat mataku terbelalak. Sumpah aku terkejut mendengar gadis itu bicara. "Terima kasih atas niat tulusmu untuk membantu Nenek Bae walau pada akhirnya kita tak memiliki kesempatan untuk membantunya. Aku benar-benar berterima kasih padamu," Youngie menundukan kepala di depanku.

Jadi... Youngie tidak bisu??
***
#4

Malam itu aku mengetahui jika Youngie tidak bisu. Walau merasa bersalah, aku tak berani mengungkap kebodohanku yang sempet menyimpulkan bahwa Youngie adalah gadis bisu. Keesokan harinya aku kembali ketinggalan rombongan Jonghyun dan itu hari pertama aku membantu Youngie di kelas bisu-tuli. Sejak saat itu aku jadi akrab dengan Youngie. Aku tak khawatir lagi jika ketinggalan rombongan para lelaki yang melaksanakan tugas keluar. Aku justeru merasa senang bisa selalu berada di camp karena aku bisa membantu Youngie. Tak hanya mengajar bersama kelas bisu-tuli, memetik sayur di kebun belakang dapur dan menata buku di perpustakaan sering kami lakukan bersama. Hingga tak terasa sudah genap seminggu aku tinggal di camp ini.

Hari ini banyak sekali anak-anak dari panti asuhan lain datang ke Bluebell Fairy Camp. Mereka akan mengikuti summer camp. Kegiatan ini menjadi agenda rutin tahunan di camp. Rasanya senang sekali melihat tenda warna-warni memenuhi permadani hijau tanah lapang luas di camp.

Ketika sedang asik mengamati anak-anak yang sibuk dengan tenda masing-masing dari pendopo, aku terkejut melihat Youngie muncul dengan mengenakan Hanbok. Ia berjalan sambil menggandeng tangan Hyesong.

"Kalian mau kemana?" aku menghadang langkah Youngie.
"Ke sekolah Hyesong. Ada festival tahunan sekolah diselenggarakan hari ini. Wali murid wajib hadir," jawab Youngie.
"Boleh aku ikut?" aku menawarkan diri dan berharap Youngie mengizinkan. "Tapi kalau harus memakai Hanbok, aku tak punya."
"Yang memakai Hanbok hanya wali murid perempuan. Hyung yakin ingin ikut?" Hyesong antusias.
"Kalau... kalian mengizinkan..." aku melirik Youngie.
"Nuna," Hyesong mulai merengek pada Youngie, "izinkan Kibum Hyung ikut. Nanti kita lihat bisa apa dia di sana."
"Hyesong!" tegur Youngie. "Maafkan sikap Hyesong. Dia memang begitu. Kadang suka berlebihan usilnya."
"Baiklah! Aku akan ikut dan akan aku tunjukan kekuatan pria tampan dari Seoul ini!" aku membanggakan diri yang segera mendapat olokan tantangan dari Hyesong dan senyuman dari Youngie.
***

Saat menaiki kereta--yang bentuknya adalah gerobak warna-warni di tarik lembu- aku duduk berhadapan dengan Youngie, sedang Hyesong duduk di samping kusir. Jujur aku akui Youngie terlihat cantik ketika mengenakan Hanbok. Itu alasan kenapa aku terus memandangnya sejak kami sama-sama naik dan duduk berhadapan di kereta. Sesekali Youngie tersenyum tersipu ketika tatapan kami bertemu. Entah kenapa, hatiku ini jadi tenang dan senang sekali setiap kali aku berada di dekat Youngie.

Selanjutnya kami pergi menuju ke sekolah Hyesong dengan mengendarai mobil dan aku yang mengemudi. Youngie duduk di sampingku sebagai penunjuk arah dan Hyesong duduk di kursi belakang. Aku tersenyum mengingat keadaan kami saat ini. Kami seperti satu keluarga sederhana namun sempurna. Youngie sempat bertanya kenapa tiba-tiba aku tersenyum sendiri tapi aku meyakinkannya bahwa aku baik saja. Youngie kemudian tersenyum dan menggeleng pelan.

Festival tahunan di sekolah Hyesong ini tergolong unik menurutku. Pihak sekolah mengadakan lomba-lomba yang tak hanya diikuti oleh murid tapi juga oleh wali murid. Pihak sekolah menyiapkan lomba untuk ayah dan ibu siswa yang hadir di festival sekolah.

Kami memberi dukungan untuk Hyesong yang juga mengikuti beberapa lomba. Selanjutnya giliran aku dan Youngie yanh berpartisipasi. Hyesong bersorak dan Youngie tertegun ketika aku berhasil memenangkan lomba memecahkam genteng. Aku berhasil memecahkan sepuluh genteng dengan sekali pukul. Hyesong berlari memelukku dan Youngie tersenyum penuh kebanggan sambil bertepuk tangan dan menatapku. Aku benar-benar menyukainya.

Selain lomba memecahkan genteng, aku dan Youngie mengikuti lomba jalan cepat di mana salah satu dari kaki kami diikat menjadi satu. Walau sempat merasa canggung, akhirnya aku melingkarkan tangan kiriku di pinggang Youngie dan Youngie pun melingkarkan tangan kanannya ke pinggangku. Kaki kiriku dan kaki kanan Youngie terikat. Kami benar-benar sangat dekat dan entah kenapa jantungku jadi berdetub cepat. Wasit memberi aba-aba dan kami mulai berjalan. Aku memberi kode agar langkah kami tetap kompak, tapi karena Youngie memakai Hanbok kami pun sedikit kesulitan dan hanya berhasil meraih posisi tiga untuk perlombaan wali murid khusus kelas Hyesong. Walau tak mendapat posisi pertama Hyesong tetap bersorak untuk kami. Dia terlihat begitu senang.

Lomba selanjutnya yang harus kami ikuti adalah lomba menggendong pasangan. Youngie terlihat sungkan, aku pun merasa canggung lebih dari sebelumnya. Namun melihat Hyesong begitu antusias mendukung kami, tak ada pilihan lain bagi kami kecuali mengikuti perlombaan terakhir itu. Hyesong terus bersorak memberi dukungan untuk kami namun aku dan Youngie masih sama-sama malu. Dengan canggung aku mulai menggendong Youngie. Youngie ragu-ragu melingkarkan kedua tangannya di leherku dan kami masih sama-sama merasa canggung. Setelah wasit memberi aba-aba aku pun mulai berlari membawa Youngie dalam gendonganku, bersaing dengan wali murid yang lain. Aku sendiri tak percaya jika kami memenangkan lomba ini untuk sesi perlombaan khusus kelas Hyesong. Hyesong bersorak gembira dan belari menghampiri kami. Aku memeluk Hyesong dan menggendongnya. Kami bersama-sama merayakan kemenangan.
***

Aku senang melihat Hyesong begitu senang hari ini. Tak hentinya ia bercerita tentang perlombaan di sekolah kepada teman-temannya di camp. Ini pertama kalinya Hyesong mendapat kemenangan di festival sekolah. Syukurlah. Aku ikut senang.

Ketika semua sibuk mengurusi even summer camp, malam ini aku menikmati kesendirian di depan kamar asramaku. Aku merasakan pegal-pegal di kedua tanganku. Semua baru terasa saat aku sudah diam tak beraktifitas. Saat sibuk memijat lenganku sendiri, aku dikejutkan dengan kehadiran Youngie. Ia terlihat cantik dalam balutan dress selutut berwarna kuning dan berjalan ke arahku. Youngie membawa satu baki berisi mangkok keramik berukuran sedang dan mug kemudian duduk di sampingku.

"Berikan tanganmu," pinta Youngie setelah duduk di samping kiriku.
"Mwo??" aku bingung kenapa Youngie meminta tanganku.
Youngie tersenyum dan meraih tangan kiriku. Ia mengambil entah sesuatu--yang aku rasa adalah minyak- dalam mangkok yang ia bawa kemudian membalurkannya ke tangan kiriku. "Ini akan mengurangi rasa pegal-pegal di tanganmu dalam semalam. Biasanya akan hilang dalam semalam," kata Youngie sembari mengelus-elus tangan kiriku membalurkan minyak.
"Apa ini? Minyak gosok?" tanyaku yang sebenarnya hanya untuk mengalahkan rasa gugupku. Entah kenapa aku jadi begini gugup berada dekat dengan Youngie.
"Ramuan herbal," jawab Youngie seraya beralih meraih tangan kananku. Ini memaksaku harus menggeser posisi duduk menghadap Youngie. Youngie mulai membaluri tangan kananku dengan ramuan herbal.

Melihat Youngie duduk berhadapan denganku dan memperlakukanku seperti ini entah kenapa membuat hatiku berbunga-bunga. Apakah dia memperlakukan orang lain begini juga? Atau hanya padaku?

"Untuk kaki, kau bisa lakukan sendiri atau..."
"Aku bisa sendiri!" potongku cepat.
Youngie tersenyum dan membawakan mangkok keramik, menungguku membaluri kedua kakiku dengan ramuan herbal.

Selesai membalur kedua kaki Youngie memberikan mug keramik padaku. "Minumlah. Ini akan menbuatmu merasa lebih baik," ucapnya.
Aku ragu. Setahuku ramuan herbal memiliki rasa yang tak enak. Youngie kembali tersenyum. Mungkin ia menyadari ekspresiku. Aku tak mau mengecewakan Youngie. Aku menerima mug keramik itu dan pelan-pelan mulai meneguk isinya. Wah, rasanya jauh berbeda dari dugaanku. Ramuan herbal ini tak hanya berbau harum tapi juga terasa manis. Aku meneguknya hingga habis dan Youngir tersenyum tulus ketika aku mengembalikan mug itu dalam keadaan kosong.

"Sekarang istirahatlah," Youngie usai merapikan mangkok dan mug keramik ke atas baki. "Aku pergi," Youngie menundukan kepala dan bangkit dari duduknya.
"Youngie!" tahanku. Youngie yang sudah berdiri kembali menatapku. "Gomawo," kataku sambil tersenyum lebar.
"Terima kasih juga telah membuat Hyesong senang hari ini," Youngie kembali menunduk kemudian berjalan pergi.

Aku masih menatap Youngie yang berjalan menjauh hingga ia lenyap dari jangkauan pandangku. Aku rasa aku telah jatuh cinta pada Youngie. Nenek... aku mencintainya.
***

Benar yang dikatakan Youngie, ramuan herbal semalam mengusir rasa pegal-pegal ditubuhku. Pagi ini aku terbangun dengan perasaan bahagia dan tubuh terasa bugar. Uniknya pagi ini aku bangun lebih awal tanpa bantuan alarm. Aku dan Jonghyun ikut senam pagi bersama anak-anak peserta summer camp. Youngie pun turut membaur senam bersama di antara anak-anak bisu-tuli. Senang sekali yang aku rasakan ketika aku melihatnya.

Karena ada summer camp di yayasan, semua panitia pu disibukan untuk even itu. Entah kebetulan atau memang sudah diatur pengurus sejak hari pertama kegiatan digelar, aku bertugas satu team dengan Youngie. Hari ini pun demikian. Untuk kegiatan hiking aku juga kebagian tugas bersama Youngie menjaga salah satu pos yang terletak di sebuah pondok di tengah hamparan permadani hijau padi di sawah.

Sambil menunggu para peserta tiba, kami pun ngobrol. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya-tanya pada Youngie tentang Bluebell Fairy Camp dan sampai pada bagaimana Youngie bisa sampai di camp terpencil itu.

Saat semua peserta sudah melewati pos kami, kami dan panitia yang berjaga di pos sebelumnya mengikuti rute peserta untuk bisa kembali ke camp. Kami harus menyeberangi sungai dangkal berbatu seperti para peserta hiking. Youngie membantuku menyeberang. Kami terjatuh bersama ke dalam air karena aku terpeleset. Saat itulah aku melihat tawa lepas Youngie. Walau malu dan kesal melihat Youngie menertawakanku, tapi rasa senang lebih dominan di hatiku melihat Youngie tertawa lepas di depanku. Ingin rasanya aku mencipratkan air pada Youngie sebagai permulaan untuk mengajaknya perang air di dalam sungai karena kami sudah terlanjur separuh basah. Tapi panitia yang lain menunggu kami naik. Akhirnya aku meraih uluran tangan Youngie dan melanjutkan menyeberangi sungai.

Malam harinya, bersama para peserta summer camp, aku menonton pertunjukan hiburan yang disiapkan panitia. Melihat Youngie menari saat membawakan pertunjukan tari bercerita membuatku semakin menyukainya. Iya, berhari-hari bersamanya membuatku yakin jika aku menyukai Youngie. Iya, aku menyukai Lee Youngie.
***

Dua minggu kurang dua hari, barulah aku tahu jika waktu kami di camp ini hanyalah dua minggu bukan satu bulan. Aku kesal pada Jonghyun. Kenapa ia tak mengatakan sebelumnya jika hanya dua minggu? Iya benar sebelumnya aku tak suka berada di sini, tapi itu sebelum aku mengenal Youngie. Kini rasanya enggan sekali untuk meninggalkan camp ini. Tapi tiba-tiba hatiku terasa perih mengingat tentang perjodohanku dan juga Youngie. Aku menyukai Youngie tapi aku tak bisa mengungkapkan perasaanku padanya karena aku takut melukainya karena statusku yang sudah di jodohkan. Mengingat itu semua aku jadi kesal kepada kakek. Dan seperti telah mempunyai radar sendiri, ketika aku kesal pada kakek, tiba-tiba kakek menelfonku.

"Yeoboseyo!" jawabku ketus.
"Hari ini hari terakhir kau di camp, bagaimana perasaanmu?" tanya kakek di seberang sana.
"Biasa saja. Justeru aku senang besok aku bisa lepas dari tempat terpencil ini!" aku berbohong. Aku tak mau kakek mengetahui bagaimana perasaanku yang sebenarnya.
"Iya kau benar." Kami kembali sama-sama diam selama beberapa detik. "Kibum~aa!" panggil kakek kemudian.
"Nee?"
"Alasan kenapa aku mengirimu ke camp terpencil itu adalah karena..." kakek kembali diam.
"Karena apa?" sungguh aku jadi penasaran.
"Aku tahu ini curang tapi aku rasa kau perlu melakukan ini."
"Curang? Ayolah, Haraboji! Katakan saja ada apa sebenarnya?"
"Hah..." aku bisa mendengar suara kakek mendesah. "Menurutku gadis yang dijodohkan denganmu sudah tahu siapa kau dari surat kabar atau media lain karena kau pengusaha muda yang sukses. Ini membuatku berpikir curang dan mengirimmu ke camp."
"Kakek sebenarnya mau bicara apa padaku?" desakku.
"Aku pun ingin kau melihat gadis yang akan dijodohkan denganmu."
Aku diam sejenak. Mencerna kata-kata kakek. Aku tersentak kaget setelah memahami maksudnya. "Jadi... maksud kakek gadis itu ada di sini? Benarkah? Siapa dia? Aku tak menemukan nama gadis itu bahkan nama camp ini dalam file yang kakek simpan!" Ups! Aku keceplosan. Yah, aku ketahuan sudah jika sudah mencuri data kakek. Dan kakek menertawakan aku di seberang telefon.
"Aku sengaja tak menuliskan nama gadis itu dan juga nama camp di file itu karena aku tahu kau pasti akan datang untuk mencari file itu." terkandung rasa bangga penuh kemenangan di dalam kata-kata kakek. Aku semakin kesal dibuatnya. "Dengarkan aku, Kibum. Gadis yang akan dijodohkan denganmu adalah gadis pemilik dari Bluebell Fairy Camp."

Aku berjalan terburu-buru menuju kantor pengurus usai mendapat petunjuk kakek. Aku pernah sekilas melihat bagan kepengurusan Bluebell Fairy Camp di kantor itu, karenanya aku buru-buru menuju ke sana untuk melihat siapakah pemilik dari camp ini. Sungguh aku berharap itu Youngie. Aku sangat berharap pemilik camp ini adalah Youngie.

Tak ada siapapun di kantor pengurus ketika aku sampai. Aku langsung masuk dan mengamati bagan kepengurusan Bluebell Fairy Camp. Aku terduduk lemas membaca nama yang mengisi kolom di bawah tulisan Owner adalah Chae Yeonmi, bukan Lee Youngie. Chae Yeonmi? Gadis kasar dan angkuh itu yang akan di jodohkan denganku. Tuhan... aku harap ini hanyalah mimpi.
***

Badanku terasa sakit semua. Karena terlalu memikirkan perihal aku dan Yeonmi--yang ternyata adalah gadis pemilik Bluebell Fairy Camp dan parahnya lagi dia adalah gadis yang akan dijodohkan denganku- membuatku mendapatkan mimpi buruk. Aku melihat Jonghyun sudah berkemas. Iya, hari ini kami harus pergi meninggalkan camp karena masa kontrak kami sebagai relawan telah habis. Jika sebelumnya aku merutuki hal itu--kontrak relawan yang habis- pagi ini aku mensyukurinya. Lebih baik aku pergi dari tempat ini daripada harus tinggal dengan memendam perasaan pada Youngie, tapi mengetahui kenyataan bahwa Yeonmi lah gadis yang akan dijodohkan denganku. Ini benar-benar mimpi buruk.

Aku selesai berkemas dan meninggalkan kamar asrama bersama Jonghyun bersiap untuk pergi. Beberapa pengurus--termasuk Songeun, Sori dan Jaejin- melepas kepergian kami. Aku lega tak melihat Yeonmi ada di antara pengurus yang melepas kepergian kami tapi sedih karena Youngie pun tak ada di sana. Jaejin dan Songeun mengantarkan kami namun tak ikut menyeberang. Baru beberapa langkah menapaki jembatan, aku teringat jika ada barangku yang tertinggal di kamar asrama. Aku meminta Jonghyun pergi lebih dulu sementara aku kembali ke asrama.

Berusaha secepat yang aku bisa untuk mengambil barangku dan kembali menyusul Jonghyun. Bahkan aku sampai berlari. Tapi ketika sampai di tempat parkir di seberang jembatan aku tak menemukan Jonghyun juga kereta--gerobak warna-warni yang ditarik lembu- di sana. Aku terengah- engah mengatur napasku yang ngos-ngosan usai berlari. Tatapanku terhenti pada sosok gadis yang berjalan ke arahku sembari menuntun kuda. Aku tersenyum lebar. Itu Youngie. Youngie berhenti di depanku dan tersenyum.

"Kereta terakhir sudah berangkat. Ayo! Aku dan Jasper akan mengantarmu. Aku sudah mengatakan ini pada Jonghyun. Maaf. Tadi ada sedikit masalah dengan anak-anak bisu-tuli karenanya aku tak bisa melepasmu pergi bersama yang lain. Saat aku menyusul dan sampai di sini, hanya ada Jonghyun."
Aku tersenyum lebar penuh kelegaan. "Gwaenchanna. Aku masih beruntung bisa melihatmu sebelum aku pergi."
Youngie membalas senyum kemudian naik ke atas punggung Jasper. "Ayo, naik!" pintanya.
Aku pun segera naik dan duduk di belakang Youngie.

Pelan-pelan saja Jasper. Tak apa. Aku senang bisa sedikit berlama-lama bersama Youngie. Katakan, aku harus apa? Aku menyukai gadis ini tapi aku tak bisa mengungkapkan rasa cintaku. Haruskah nanti saat aku bertemu Yeonmi aku berkata jujur saja dan meminta bantuan Yeonmi? Meminta kerjasama Yeonmi agar membatalkan perjodohan dan aku akan mengungkapkan perasaanku pada Youngie. Tapi saat itu tiba apakah Youngie masih seperti ini? Bagaimana jika dia sudah memiliki kekasih?

"Kita sampai!" kata Youngie membuyarkan lamunanku.
"Cepat sekali?" jawabku kebingungan.
"Tentu saja karena Jaspee berlari. Aku pikir kau diam saja karena kau takut. Aku sudah bertanya padamu."
"Benarkah? Maaf..."
"Turunlah. Lihat! Jonghyun sudah menunggumu."

Kami sama-sama menatap ke arah Jonghyun berada. Jonghyun berdiri, bersandar pada mobilnya, menungguku. Aku mendesah pelan dan turun. Sementara Youngie bertahan duduk di atas kuda. Ia tetap menatapku dan tersenyum. Aku membalas senyum dan melambaikan tangan.

"Aku pergi!" seruku kemudian segera membalikan badan. Jika terus menatapnya, aku tak akan sanggup untuk melangkah pergi.

Aku masuk ke dalam mobil Jonghyun. Walau aku melarang diriku untuk tidak menoleh, aku tak bisa. Ketika mobil Jonghyun mulai berjalan, aku menoleh untuk kembali menatap Youngie. Youngie masih bertahan di tempat ia berada. Masih duduk di atas Jasper dan menatap mobil kami yang mulai melaju pergi.

Annyeong, Youngie. Semoga jodoh mempertemukan kita kembali.
***
#5 (Ending)

Seminggu setelah kembali dari camp, aku sering mengalami halusinasi. Terkadang aku melihat Youngie turut berdansa di antara para gadis di club. Kadang aku juga melihatnya di antara para karyawati. Dan itu di banyak tempat dan berulang kali. Ya Tuhan, sihir apa ini? Aku benar-benar tak bisa menghapus Youngie dari pikiranku. Momen-momen manis bersamanya saat berada di camp juga sering muncul. Tak jarang pula ia tiba-tiba muncul dalam mimpiku. Aku benar-benar merindukan Youngie.

Bodohnya aku tak meminta nomer ponselnya sebelum pergi dari camp. Sebenarnya aku telah mendapatkan nomer telepon Bluebell Fairy Camp dari web tapi aku gengsi untuk menelfon. Aku paranoid jika nanti yang menerima telefon adalah Yeonmi. Web Bluebell Fairy Camp, setidaknya di sanalah aku bisa sedikit melepas rinduku pada Youngie. Ada beberapa foto dirinya tertangkap kamera dalam kegiatan summer camp. Dia terlihat sangat baik seperti saat aku bertemu dengannya, saat aku bersamanya di camp. Aku kembali memaki diriku yang juga tak memiliki foto bersama Youngie padahal kami melewatkan banyak waktu di camp. Hah, Kim Kibum, kau benar-benar bodoh!
***

Dua bulan setengah yang cukup sulit aku lalui. Otakku terus memikirkan Youngie juga perjodohan antara aku dan Yeonmi, sedang hatiku terus merindukan Youngie. Walau sudah tiga bulan berlalu, aku masih berharap bisa memutar waktu untuk bisa kembali bersama Youngie. Aku ingin dia tahu bahwa aku menyukainya, bahwa aku merindukannya. Tapi hari ini aku akan bertemu Yeonmi dan juga kedua orang tuanya. Bisakah aku menghapus hari ini, Tuhan?

Aku berada satu mobil dengan kakek dan nenek namun aku lebih banyak diam. Aku telah bertekad untuk negosiasi dengan Yeonmi dan aku akan minta bantuannya tentang Youngie. Dan dengan memilih keputusan ini aku berharap Youngie memiliki rasa yang sama denganku sehingga cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi jika seandainya Youngie sudah memiliki kekasih, aku akan minta bantuan Yeonmi untuk membuatku bertemu kembali dengan Youngie. Aku ingin dia tahu apa yang aku rasa padanya. Itu saja. Tentang hubunganku dan Yeonmi, mungkin kami bisa membicarakannya lagi. Ya Tuhan... aku bingung. Aku harus bagaimana?

Mobil kami sampai di restoran yang sudah kami pilih sebagai tempat bertemu. Aku mengantar nenek dan kakek ke ruang VIP yang kami pesan, tapi masih sepi di sana. Yeonmi dan keluarganya belum datang. Aku pun pamit keluar sebentar pada kakek dan nenek. Sungguh perasaanku sangat kacau malam ini. Semua bercampur aduk membuat perutku mual.

Di saat aku merasa tak enak badan seperti ini kenapa aku malah berhalusinasi? Aku merasa melihat Youngie duduk di lobi hotel di mana restoran yang kami pesan berada. Aku memejamkan mata dan memukul pelan kepalaku agar berhenti memikirkan Youngie sehingga membuatku berhalusinasi seperti ini. Beberapa saat kemudian aku kembali membuka mata. Sial! Aku masih melihat Youngi di sana. Jarak kami kira-kira sepuluh meter. Hentikan, Kibum! Hentikan! Sudah cukup! Cukup! Ini hanyalah khayalan. Ini tidak nyata. Aku kembali memejamkan mata. Kali ini lebih lama dari sebelumnya. Kemudian aku kembali membuka mata. Benar! Hanya imajinasi. Hanya khayalan. Youngie tak ada di sana.

"Hua!" betapa terkejutnya aku ketika membalikan badan dan Youngie sudah berdiri di belakangku, tersenyum menatapku. Aku kembali memejamkan mata sambil menggeleng-gelengkan kepala meyakinkan diriku sendiri jika ini hanyalah ilusi.
"Kimbum~aa!" aku bisa mendengar suara itu. Suara itu bagaimana Youngie memanggilku. "Kibum~aa!" terdengar lagi. Ya ampun kali ini tak hanya wujudnya saja. Bahkan aku berhalusinasi tentang suara lembutnya. Kau keterlaluan Kibum! Bagaimana kau bisa serapuh ini?
"Ya, Kim Kibum~aa!!!" Tunggu! Aku merasakan seseorang menyentuhku. Perlahan aku membuka mata.
"Hagh!" aku dibuat terkejut lagi. Youngie berdiri di depanku dan tangan kanannya menyentuh lengan kiriku.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Youngie dengan mimik khawatir. Aku mengamati sekitarku. Aku masih berada di hotel yang sama dan yang berbeda adalah adanya Youngie di depanku.
"Young... Youngie??"
"Nee." Youngie tersenyum manis.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku ada janji dengan teman lama. Kau sendiri sedang apa di sini?"
Teman lama? Laki-laki apa perempuan? Aigo! Kibum! Kenapa kau berpikir begitu? "Aku menemani kakek dan nenekku untuk makan malam di sini." Aku kembali mengamati Youngie. Dia terlihat cantik dan anggun malam ini dalam balutan dress selutut berwarna hitam.
"Kau bersama kakek dan nenekmu? Di mana mereka?"
"Mereka ada di ruang yang sudah kami pesan. Aku keluar untuk mencari udara segar sejenak."
"Oh..."
Aku masih tak bisa mengalihkan pandanganku dari menatap Youngie. Aku senang bisa bertemu dengannya kembali. Bahkan aku ingin memeluknya, tapi aku menahan diri. Tapi melihatnya berdandan seperti ini membuatku cemburu juga. Andai dia berdandan seperti ini untuk menemui aku.
"Kau, terlihat cantik dan anggun malam ini. Pasti teman lamamu itu seorang lelaki," tebakku sok akrab.
Youngie tersenyum tersipu. "Nee. Sudah lama kami tidak bertemu dan hari ini kami akan bertemu lagi."
Sial. Senyum dan sikap malu-malu itu! Siapa laki-laki yang akan bertemu dengannya?
"Kibum, aku harus pergi."
"Oh, iya silahkan. Semoga pertemuanmu dengan teman lamamu menyenangkan."
"Gomawo. Semoga acaramu bersama kakek dan nenekmu juga menyenangkan." Youngie pun pamit dan pergi.

Jonghyun tiba-tiba menelfon. Saat aku kembali membalikan badan, Youngie sudah lenyap dari jangkauan pandangku. Sialan! Aku bertemu kembali dengan Youngie tapi dia akan berkencan dengan pria lain. Sedang aku... aku akan bertemu Chae Yeonmi. Gadis jutek dan menyebalkan yang telah dijodohkan denganku. Tuhan, kenapa Kau mengacaukan hidupku dalam urusan cinta ini?
***

Aku berjalan malas menuju ruang VIP di mana kakek dan nenek berada. Nenek terus menelfonku. Aku rasa Yeonmi dan keluarganya sudah sampai di sana. Baiklah Kibum. Selamat berjuang!

Dengan malas aku membuka pintu ruang VIP tempat nenek dan kakek menungguku. Aku berjalan masuk dengan kepala tertunduk dan langsung duduk di kursi yang masih kosong. Tiba-tiba hening. Iya, aku tahu sikapku memang kurang sopan tapi aku sangat malas untuk bertemu Yeonmi.

"Kibum, beri salam pada Paman dan Bibi Lee," pinta nenek lembut.
Tunggu! Paman dan Bibi Lee? Bukan Chae? Aku segera mengangkat kepala dan betapa terkejutnya aku melihat siapa yang duduk di hadapanku. Youngie. Iya, Youngie. Dia duduk menatapku lengkap dengan senyum manisnya.

Hatiku yang kering karena rindu mendapatkan hujan malam ini. Bunga-bunga pun tumbuh dengan cepat memenuhi hatiku. Aku senang. Aku bahagia. Youngie ada di ruangan yang sama denganku. Youngie duduk di hadapanku. Dan Youngie adalah gadis yang dijodohkan denganku. Tuhan... terima kasih telah membuat malamku sempurna.
***

Usai makan malam aku mengajak Youngie jalan-jalan di tepi kolam. Kami sama-sama diam dan kemudian duduk berdampingan di kursi santai di pinggir kolam. Youngie duduk menatap kolam dan aku duduk menatapnya. Aku benar-benar senang menerima kenyataan ini.

"Youngie," panggilku membuat Youngie mengalihkan pandangannya padaku. "Mianhae..."
"Eum?? Untuk apa?"
"Hah... jujur saja saat pertama kali melihatmu mengajar di kelas bisu-tuli, aku menduga kau adalah gadis... bisu. Sampai akhirnya kau bicara padaku malam itu."
Youngie tersenyum geli. "Tak perlu minta maaf. Kau bukan yang pertama menganggapku demikian."
"Oh..." Lagi-lagi kami kembali saling diam. "Lalu... kenapa di bagan pengurus camp, nama Yeonmi yang mengisi nama owner?"
"Nee?? Kau melihatnya sampai sedetail itu?"
"Tadinya tidak. Tapi malam itu kakek menelfonku dan memberi tahuku bahwa gadis yang akan dijodohkan denganmu adalah gadis pemilik Bluebell Fairy Camp. Karenanya malam itu aku berlari menuju kantor pengurus hanya untuk melihat bagan itu dan menemukan nama Yeonmi di kolom owner. Kalian sengaja mengerjai aku karena tahu aku akan datang?" serangku tanpa sungkan.
"Anee. Kami meletakan nama Yeonmi Onni di sana atas kesepatakan bersama karena kami memilihnya sebagai leader."
"Kalau leader kenapa pakai nama owner, bukan leader saja!" protesku kesal membuat Youngie terkikik geli kemudian meminta maaf di sela tawanya. Aku senang melihatnya tersenyum lepas seperti itu.
"Youngie, apa yang kau rasa ketika tahu bahwa laki-laki yang dijodohkan denganmu adalah aku?"
"Kibum, yang kau rasa ketika tahu bahwa gadis yang dijodohkan denganmu adalah aku?" Youngie mengembalikan pertanyaanku padaku.

Sial! Gadis ini usil juga. Aku tersenyum dan bangkit dari dudukku kemudian berjalan mendekati Youngie dan duduk di sampingnya berbagi kursi santai bersama.

"Yang aku rasakan adalah ini..." aku pun mengecup lembut bibir merah Youngie selama beberapa detik. Ekspresi syok masih terlihat di wajah Youngie ketika aku melepas ciumanku. Aku tersenyum sambil mengelus lembut bibirnya.
"Apakah Putri Salju itu memang memiliki rasa stroberi?" candaku membuat Youngie tersipu malu dan melayangkan pukulan manja ke dadaku.

Aku meraih Youngie dalam dekapanku. Aku memeluknya lembut.

"Aku menyukaimu Youngie. Entah sejak kapan rasa itu muncul, tapi sejak pertama kali melihatmu... aku tak bisa memalingkan mataku ini kepada gadis yang lain. Lalu, sekarang apa yang kau rasakan tentangku?"

Hening. Youngie diam dalam pelukanku selama beberapa saat. Jantungku berdetub makin kencang menunggu jawaban Youngie. Saat aku hendak melepas pelukanku, tiba-tiba Youngie melingkarkan kedua tangannya di pinggangku. Membalas pelukanku. Rasanya seribu bunga tumbuh instan memenuhi hatiku malam ini. Aku bahagia. Aku bahagia. Aku bahagia.
***

Terima kasih Appa, Omma karena telah menjodohkan aku dengan Youngie. Terima kasih kakek karena telah mengirimkan aku untuk menjadi relawan ke Bluebell Fairy Camp. Terima kasih Jonghyun karena telah menceritakan rencana perjalananmu sebagai relawan kepada kakek. Terima kasih nenek untuk cinta dan selalu merawatku dengan baik. Terima kasih Tuhan untuk skenario indah yang Kau buat untuk mempertemukan aku dengan belahan jiwaku.


------- THE END --------

.shytUrtle.

Search This Blog

Total Pageviews