cUrioUs -W- way

My Curious Way: [271120] Road To Coban Jahe

04:18



My Curious Way: [271120] Road To Coban Jahe

Perjalanan hari ini tuh bukan touring, tapi adventure. Subhanallah. Alhamdulillah selamat dari berangkat hingga pulang.

Sebenarnya jadwal hari ini adalah naik ke Coban Pelangi. Nggak hanya berhenti di depan pintu masuk, tapi rencananya turun sampai ke Coban Pelangi. Tapi, di hari... apa ya. Lupa aku tepatnya. Dapat info tentang Coban Jahe. Katanya jalan ke Coban Jahe udah bagus sekarang. Udah rame juga. Bahkan, katanya ada tubing juga di sana.

Ok. Rencana ke Coban Pelangi dibatalin dan diganti ke Coban Jahe. Patner udah setuju.
Sebagai persiapan, kemarin aku bawa Jagiya ke dukunnya di bengkel. Maklum Jagiya sempet ngadat nggak mau hidup pas tanggal 18 Nopember lalu. Jadi, kemarin diselakne bawa Jagiya ke bengkel.

Sepulang dari servisin Jagiya, mampir ke Embung. Sekalian nyoba motor yang habis diservis. Hehehe. Tadinya mau ke Sumber Ringin juga. Tapi ruame. Ada banyak anak sekolah. Jadi keinget zaman SMA dulu. Heuheuheu.

Kolam Pemancingan Embung Malangsuko




 


Aku bersyukur karena cuaca pagi ini cerah. Pukul delapan tepat, kami memulai perjalanan menuju Coban Jahe. Dua motor, empat orang, satu anak-anak. Nggak ada yang tahu jalan ke Coban Jahe. Aku yang diandalkan sebagai penunjuk jalan pun nggak tahu. Hahaha. Payah.

Zaman SMA dulu pernah ke Coban Jahe. Tapi kan diklat PMR. Jadi nggak lewat jalan utama. Hiking. Jalan kaki dari SMANETA. Jangan tanya seberapa jauhnya. Jauh banget. Lewat perkampungan, sawah, kebon tebu, sungai. Zaman SMA itu kapan? Tahun... berapa ya? Kira-kira lima belas tahun yang lalu. Tentu saja tidak bisa mengingat dengan jelas kenangan lima belas tahun yang lalu. Dan pastinya sudah sangat banyak sekali perubahan yang terjadi.

Berbekal informasi yang minim, kami pun berangkat. Nanti di jalan pasti nemu petunjuk arah. Kalau nggak, ya nanya.

Lewat Kenongo (tapi nggak mampir ke rumah Jeffin. Ssh!!!) Terus naik. Aku nggak lihat ada petunjuk arah. Pas Mbak Maimun bertanya ke orang di bengkel, baru ketemu petunjuk arahnya. Kata masnya di masjid belok. Ok, kami lanjut.

Nyampek masjid emang ada gang, tapi masnya bilang belok kiri. Hello! Itu kiri sawah. Adanya belok kanan. Daripada nyasar, Mbak Maimun turun. Nyari mangsa lagi buat ditanya-tanya. Ketemu ibu-ibu. Kata ibunya masih terus. Nanti kalau ada bensin (?), pertigaan belok kanan.

Ok! Lanjut. Ada pertigaan, tapi nggak ada bensin. Lanjut. Ketemu petunjuk arah. Bener kata ibunya. Pertigaan belok kanan. Hurray!!! Tapi, ini masih jauh dari lokasi Coban Jahe.
Lanjut. Ketemu pertigaan lagi. Belok kanan. Sampai di kampung itu aku heran. Banyak seragam tentara dijemur. Banyak tentara lagi semacam apa ya kerja bakti atau apalah gitu di sebuah rumah besar.

Lanjut. Jalannya udah aspal. Ok. Informasinya benar. Jalan menuju Coban Jahe sudah bagus. Lanjut! Ketemu pertigaan lagi. Ada petunjuk arah. Belok kanan. Tulisannya Desa Taji, Coban Jahe, Coban Siak. Coban Siak? Wow! Ada coban baru lagi? Bolehlah nanti sekalian mampir.

Jalannya makin sempit, tapi masih aspal. Lalu sampailah kami di sebuah gapura. Kalau ke Coban Jahe lurus. Kalau belok kanan ke Coban Siak.

Di sini keberanian kami mulai diuji. Bagi orang normal sih ok aja. Tapi buat aku yang punya anxie, udah pasti keberaniannya diuji. Jalannya bukan aspal lagi, tapi tanah. Ok! Ini mengingatkanku pada jalur menuju Ledok Amprong minggu lalu. Tapi, aku bilang lebih baik jalur ini. Ya, sampai di titik itu aku bilang lebih baik jalur ini.

Seingatku jalan tanah ini dulu nggak ada. Atau ada tapi nggak selebar ini. Jalan tanah, berbatu, dan habis diguyur hujan mungkin kemarin. Bisa bayangin gimana kondisinya? COOL! Dan aku masih bisa pegang kendali. Hurray!!!

Makin naik jalannya makin aje gile. Tapi, aku masih bisa bawa Mbak Maimun dalam boncenganku. Naik terus naik. Ketemu truk milik orang yang lagi panen singkong. Seingatku jalan ke Coban Jahe emang full kebun singkong.

Lanjut. Ketemu jalan cor. Alhamdulillah. Mungkin makin ke atas udah dicor begini. Tapi, yang ada cornya rusak dan batu-batu lagi. Setelah jalan menanjak, kami sampai di Taman Makam Pahlawan. Makamnya udah berubah. Udah dibangun bagus. Dulu, lima belas tahun yang lalu cuman di pagari bambu aja. Sekarang udah di pagar tembok dan bagus. Tapi, pohon beringin besar yang menaungi makam udah nggak ada. Nyisa satu aja pohon beringinnya.

Makam Pahlawan

 

Jalan dari makam buat naik ke Coban Jahe bukan jalan setapak lagi. Tapi, udah lebar. Mobil pun bisa masuk sana. Ok, lanjut. Keberanian makin diuji karena jalannya makin licin. Tapi, masih bisa bawa Mbak Maimun dalam boncengan. Sampai di jalan berbatu dan menanjak. Aku ndak berani kalau harus bawa Mbak Maimun dalam boncengan. Akhirnya Mbak Maimun turun dan aku bawa motor sendiri naik. Alhamdulillah bisa. Sampai atas nungguin motor satunya. Agak susah naiknya karena matic. Bolak-balik nyantol katanya. Alhamdulillah bisa juga melewati rintangan berat pertama.

Berhenti lagi sejenak. Ambil napas. Minum air putih. Sambil menatap medan yang rimbun. Hutan. Mikir lanjut apa nggak. Tapi, akhirnya lanjut. Jalannya makin sempit. Yang dibonceng harus turun lagi karena jalan menanjak, berbatu dan licin. Sampai atas, ketemu jalan tanah yang licin lagi. Oh my God! Kami berhenti. Nunggu yang jalan.

Karena kaca helm-ku bolak-balik melorot dan kalau melorot bikin aku jadi nggak nyaman nyetir di medan yang sulit, helm aku lepas dan dibawa Mbak Maimun. Padahal Mbak Maimun udah bawa tas ranselku juga. Beneran hiking deh itu Mbak Maimun. Hehehe.

Saking nguji keberanian banget medannya, Mbak Maimun sampai lupa nggak ambil foto rute jalan. Lanjut! Sedikit lagi. Jalannya tanah dan tetep licin. Tapi aku udah minta Mbak Maimun naik ke boncengan lagi. Awalnya lancar. Sampai di jalan menanjak dan aku salah milih jalan. Ban motor nyleyot, motor roboh. Untung Mbak Maimun langsung melompat turun. Aku pun nggak sampai jatuh. Susah payah menahan motor, lalu mengangkatnya. Fiuh!!!

Jalan yang bikin Jagiya Roboh

Ini yang udah biasa ke sini aja kesulitan. Apalagi daku (TT.TT)



Kami berhenti di persimpangan itu. Ada petunjuk arah. Ke Coban Jahe masih kurang turun. Kira-kira 3 km. Satu motor di depan kami turun lebih dulu. Yang dibonceng jalan kaki. Ridernya turun sendiri, bawa motor. Aku masih menepi di puncak jalan menanjak. Berdiri di dekat motor, minum air putih lalu atur napas. Yang lain pada rembukan untuk lanjut turun apa balik jalan.

Lalu ada seorang bikers naik. Kami tanya apa masih kurang jauh. Kata masnya udah dekat. Kami tanya apa jalurnya licin. Kata masnya nggak terlalu, lanjut aja tapi mending yang dibonceng jalan kaki soalnya jalannya menurun. Aku nanya apa ada parkirnya. Kata masnya ada lahan kosong yang bisa buat parkir. Masnya nungguin temennya yang ternyata seorang cewek. Aku pun SKSD nanya mbaknya.

"Udah dari bawah, Mbak?" tanyaku.
"Iya." jawab mbaknya. Napasnya ngos-ngosan.
"Bagus nggak dibawah?"
"Kecewa aku. Jelek. Sepi pula."
"Masak sih jelek?"
"Itu lho, banjir. Kan musim hujan." sahut masnya.

Lalu mas sama mbaknya pamit pulang duluan. Kami saling melempar pandangan. Milih antara lanjut atau tidak. Lalu akhirnya kami memutuskan balik kucing alias balik dalan. Nggak jadi turun ke cobannya.

Turun lebih sulit daripada naik. Atur napas lagi. Bismillah. Yang dibonceng tetep jalan kaki. Alhamdulillah bisa melewati jalan yang bikin motorku roboh dengan selamat. Sempet kesulitan di jalan berbatu. Alhamdulillah bisa lewat juga dengan selamat.

Turun-turun!



 

Aku ralat! Medannya lebih sulit ke Coban Jahe daripada ke Ledok Amprong. Huft! The real adventure! Dua botol air mineral ukuran tanggung habis ku teguk. Hahaha.

Aku mengalami kayak di video trail yang biasa aku tonton di Youtube. Kata Mbak Maimun, "Hari ini kamu ngalamin kayak apa yang biasa dilakuin Lexi, U!"

Yew! Jangan bikin aku kegerean. Hahaha. Dasarnya emang suka adventure. Cuman kalau dulu naik sepeda gunung atau jalan kaki (hiking). Sekarang sama Jagiya. Kalau buat anak trail, jalur ke Coban Jahe mah biasa aja. Buatku? Aje gile! Mantab!
Karena menghabiskan dua botol air mineral ukuran tanggung, aku pun beser. Hiks! Untung di jalur yang kami lewati ada SPBU. Jadilah mampir ke sana.

View di jalan menuju Coban Jahe








Panen Singkong



Perjalanan dilanjutkan menuju Coban Pelangi. Karena lihat jam kayaknya masih nutut. Nggak kekejar hujan. Maklum kalau udah di atas jam dua belas nggak berani lanjut. Khawatir hujan. Di tengah jalan kebelet pipis lagi. Ngebut naik, lalu berhenti di rest area. Parkirin motor langsung lari ke toilet. Ngaso di rest area sebentar. Mau naik lanjut ke Coban Pelangi, mendung sudah menggantung. Jadi, kami memutuskan balik turun lagi. Pulang.

Rest Area Gubugklakah


 

Di tengah perjalanan pulang kebelet pipis lagi. Huft! Mampir lagi ke SPBU. Trus makan siang di Bakso Dumpul. Lalu pulang dengan sedikit rasa sesal karena belum berhasil turun ke Coban Jahe.


Kata Tunjung, "Kamu belum boleh aja ke sana. Belum dikasih izin. Kapan-kapan inshaa ALLOH bisa kok turun. Ambil hikmahnya aja dari perjalanan kemarin."

Aku jadi mikir. Apa itu ada hubungannya sama peristiwa lima belas tahun yang lalu?
Jadi, gini ceritanya. Lima belas tahun yang lalu, hiking dalam rangka diklat PMR berakhir di Coban Jahe. Sesampainya di Coban Jahe, kami kembali digojlok. Kami harus gandengan tangan dan berjalan mendekati coban. Aku males kalau harus basah-basah. Jadi, aku pura- pura sakit. Pura-pura nggak tahan dingin. Sementara teman-temanku berbasah-basah ria di bawah air terjun, aku duduk manis di atas batu di pinggir sungai menonton mereka.

Saat tengah asik menonton teman-temanku yang sedang bergandengan tangan dekat di bawah air terjun, tubuhku tiba-tiba kedinginan. Padahal aku memakai celana training panjang, kaos, flanel, sepatu, dan kaos kaki. Makin lama makin menggigil. Aku pun memanggil kakak senior untuk minta bantuan. Waktu itu Mbak Iza yang nolongin. Tanganku dibalur minyak kayu putih, aku dipeluk. Tapi, aku masih kedinginan. Salah satu kakak alumni langsung melepas jaketnya dan menyelimutkannya padaku. Aku masih dipeluk sama Mbak Iza, tapi aku masih menggigil kedinginan.

Sadar aku salah, aku langsung membatin. Minta maaf karena sudah pura-pura sakit dan kedinginan. Aku terus nyambat dan minta maaf. Alhamdulillah perlahan badanku mulai terasa hangat. Ketika Mbak Iza melepas pelukannya, aku sudah tidak kedinginan lagi. Kapok aku. Tempatnya masih wingit ternyata. Setelah peristiwa itu aku nggak berani macem-macem lagi di tempat-tempat yang masih wingit.

Tapi, kata Tunjung tidak ada hubungannya sama peristiwa itu. Hanya saja aku memang belum boleh ke sana.

Kalau dipikir ulang, emang eman banget. Itu lokasi coban sudah di depan mata, tapi kami malah milih balik. Jika dibanding sama perjuangan sampai motor roboh mah rugi banget. 

Tapi, siapa bisa menolak takdir? Takdir kami kemarin sudah tertulis seperti itu. Sekuat apapun berusaha menolak tak akan bisa.

Ya, benar kata Tunjung. Ambil hikmahnya saja. Next time kalau udah nggak musim hujan, dibaleni maneh. Sekalian mampir ke Coban Siak. Aku googling bagus banget view-nya. Heuheuheu.

Kata Mbak Maimun, "Gini ini naik motor trail enak ya." Banget! Andai daku bisa motor koplingan. Udah daku ajak nyewa motor trail dan adventure tiap hari Minggu. Hahaha. Tapi, jujur ya. Daku takut naik motor trail. Heuheuheu.

Kemarin ada yang memuji kemampuan daku nyetir. Katanya "lanyah". Makasih. Hehehe. Lanyah karena itu Jagiya. Kalau bukan Jagiya dan medannya kayak gitu, nggak tahu dah gimana jadinya. Kalau Jagiya kan udah soulmate. Jadi udah paham cirinya.

Sepanjang perjalanan dikhawatirin anxie kambuh. Alhamdulillah nggak kambuh sama sekali itu anxie. Tapi, pas Jagiya habis roboh, katanya mukaku pucet. Dasarnya emang pucet, tapi itu kelihatan lebih pucet lagi. Kaget sih ada pas Jagiya tiba-tiba roboh. Tapi, nggak berlebihan. Terlebih setelah aku tanya Mbak Maimun baik-baik saja, aku lega. Dia langsung mencolot turun pas Jagiya roboh. Sigap ya. Hahaha. Mungkin reaksi alami tubuh kali ya. Kaget jadinya pucet. Capek juga. Bener-bener menguras tenaga. Untung sarapannya makan besar, bukan sarapan buah. Hihihi.

Menurut informasi dari Nurse Yulia dan Nurse Nila. Di bawah sana, di lokasi Coban Jahe udah ada fasilitas parkir, toilet, dan tubing. Yap! Tubingnya memang ada. Menurut informasi dari Jeffin dan Bu Ellys, harga tiket masuk Rp. 5.000,- Kalau untuk tubing Bu Ellys bilang tarifnya Rp. 50.000,- Kalau menurut Nurse Nila tarif tubingnya Rp. 75.000,-

Mungkin kayak di Ledok Amprong gitu kali ya. Tergantung trip yang dipilih.

Tadi ketemu sama Bidan Desa Wonorejo juga. Katanya kemarin beliau papasan sama aku di jalan. Setelah diingat-ingat ternyata mobil APV yang ngedim-ngedim itulah mobil beliau. Maafkan daku yang tidak tanggap Ibu. Kata beliau, di bawah bagus. Jalan kakinya nggak jauh. Fasilitas main-main buat anak-anak juga memuaskan. Airnya bening, nggak butek. Bisa naik kuda juga. Pas kami naik emang ketemu dua orang lelaki naik kuda. Yang punya kuda gitu kali.

Pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa kemarin adalah jangan mudah percaya sama penilaian orang lain. Karena, cara pandang masing-masing orang beda. Contohnya, si Nbak Biker bilang kecewa, jelek, sepi. Tapi, Ibu Bidan bilang di bawah view-nya bagus, ramai pengunjung, fasilitas juga memadai. Jadi, lain kali langsung terjun ke lokasi langsung aja. Biar tahu faktanya gimana.

Well, today my body is rencem kabeh. Hehehe. Efek adventure kemarin. But, I'm happy and I feel great cuz udah berani ambil tindakan untuk mengalahkan ketakutan. Alhamdulillah. Subhanallah. ALLOH lah yang menguatkanku.

Lagi-lagi dibuat terkesima sama indahnya lukisan-Nya. Seniman paling hebat yang tiada tandingannya. Next time I'll go there again. Bismillah. Semoga bisa. Aamiin.

Terima kasih untuk kelancaran perjalanan kemarin Tuhan. Kejutan yang Engkau berikan sungguh luar biasa.
Tempurung kura-kura, 28 Nopember 2016.
.shytUrtle.


cUrioUs -W- way

My Curious Way: [161120] Visit Agropolitan Poncokusumo - Ledok Amprong Tubing River

04:56


[161120] Visit Agropolitan Poncokusumo - Ledok Amprong Tubing River


Jalur survey hari ini benar-benar super! Kalau minggu lalu berburu Lembah Tumpang Resort, perburuan hari ini adalah mencari lokasi Ledok Amprong Tubing River.

Masih dalam rangkaian tulisan memperkenalkan tempat wisata di sekitarku, kali ini aku akan membahas tentang Ledok Amprong River Tubing. Atau kalau kalian nanya Mbah Google, hasilnya bakal muncul X- Maro Tubing Adventure. Sama aja kok. Ok, shi-gUi! Are you ready for today story? Yap! Let's go!

Sejak kena 'tamparan' dan memberanikan diri melawan anxie pada Oktober lalu, Ledok Amprong sudah masuk dalam list tempat yang harus dikunjungi. Dari perjalanan setiap hari Minggu yang dimulai pada 2 Oktober lalu, baru hari ini keturutan mengunjungi lokasi Ledok Amprong.

Sebenarnya kalau kalian nanya Mbah Google sih udah banyak artikel yang bahas Ledok Amprong River Tubing aka X- Maro Tubing Adventure ini. Bahkan udah ada web-nya lho. Jadi buat kalian yang ada di luar kota trus pengen main, bisa nanya-nanya atau langsung booking via CP yang ada di web. Nih, aku kasih link web-nya X- Maro Tubing Adventure. http://www.xmarotubing.com/?m=1

Kalau ini link salah satu artikel yang membahas tentang Ledok Amprong River Tubing. http://ngalam.id/read/4585/river-tubing-di-sungai-amprong/

Bagaimana? Tertarik? Monggo visit agropolitan Poncokusumo, Ledok Amprong Tubing River di desa Besuki, Wringinanom.

Sekarang giliran aku cerita soal pengalaman hari ini ya. Pengalaman berburu lokasi Ledok Amprong Tubing River. Ayo, kita mulai!

Minggu kemarin mau langsung mampir ke Ledok Amprong, tapi sayang pas turun dari Gubugklakah udah gerimis. Sebenarnya nama Ledok Amprong udah nggak asing di telingaku. Beberapa waktu lalu, Bidan Desa Kunci pernah ngajak aku main ke sana; ke Ledok Amprong. Kebetulan ada event buat kader KB. Udah setuju ikut, tapi pas hari H, aku sakit. Gagal dah rencana main ke Ledok Amprong. Hiks!

Ren, temanku—yang juga seorang guru TK- juga berulang kali bercerita tentang serunya tubing. Bahkan Ren sempat memberikan nomer hape Mas Nunung padaku. "Kali aja sampean mau tubing, jadi bisa nanya-nanya dulu ke Mas Nunung," gitu kata Ren.
Udah simpen nomernya, tapi kalau mau nanya-nanya doang kan sungkan ya. Kecuali udah deal, yes tanggal sekian kita tubing. Baru deh hubungi Mas Nunung buat tanya-tanya. Trus langsung meluncur ke lokasi.

Tapi, trus mikir. Besuki kan deket. Ngapain sih nanya-nanya? Mending cari aja. Datang langsung ke tempatnya trus nanya-nanya langsung di lokasi. Kan lebih enak tuh. Apalagi kan emang ada rencana mau tubing sama temen-temen tuh. Jadi, alangkah baiknya jika datang langsung ke lokasi. Biar pas hari udah ditentukan buat tubing bersama nggak perlu nyari-nyari lokasinya dulu.

Kapan hari pas main ke Kunci, ke rumah temennya kakak. Sempet diajak main ke Ledok Amprong. Tapi, kami nolak. Kata Momy, tujuannya silaturahmi bukan rekreasi, jadi ntar kalau niat rekreasi aja ke sana rame-rame minta dianterin temennya kakak. Hehehe. Momy ada-ada aja.

Intinya, makin sering disebut dan mendengar tubing di Ledok Amprong itu makin bikin penasaran pengin mengunjungi tempatnya. And the day is come. The day is today.

Perjalanan tadi, berangkat lewat Drigu. Next time aku bahas tentang rute ke Gubugklakah lewat sini. Pemandangannya is very beauty. Manjain mata banget deh.

Dari Drigu ke Kunci. Trus naik dulu ke Gubugklakah. Rencana hari ini emang nyari tempat wisata petik buah apel dan Ledok Amprong. Udah naik, nggak nemuin lokasi kebun apel tempat wisata petik buah. Balik turun. Mampir ke Nusa Pelangi Agrowisata Sapi Perah sebentar buat beli pesanan susu. Dari Nusa Pelangi langsung meluncur mencari lokasi Ledok Amprong.

Kemarin itu boleh disebut perjalanan nekat lho. Kenapa nekat? Kami naik pakek motornya Thata yang agak nggak fit. Trus naik dalam kondisi bensin terbatas pula. Mana rute yang di tempuh jauh dari pemukiman. Agak nekat ya. Tapi rider-nya yakin kalau bensinnya cukup, aku jadi ikutan yakin juga. Hahaha.

Tadinya aku pikir dari petunjuk arah di pinggir jalan itu, lokasi Ledok Amprong nggak terlalu jauh. Ternyata perkiraanku salah. Dari petunjuk arah itu masuk kampung trus belok lagi ke kiri. Nah, dari belokan ini agak bikin sangsi. Karena makin ke timur jalannya udah nggak aspal lagi. Tapi, nanya ibu-ibu yang lagi ada di pinggir jalan. Katanya bener arahnya ke sana. Katanya lurus aja trus ntar ada belokan. Itu lokasi Ledok Amprong. Kami pun lanjut.

Masuk jalan 'tanah' tuh mengingatkan zaman suka bersepeda gunung dulu. Rute yang ditempuh seringnya gitu; jalan bertanah. Jalan bertanah ini membawa kami menjauh dari pemukiman warga.

Thata sempet ngomel karena, sepertinya jalan itu tuh nggak membawa kami ke Ledok Amprong. Tapi, aku yakin ibu-ibu tadi ngga bohong dan minta Thata lanjut maju. Dari atas kelihatan jauh di bawah sana ada... pondok. I feel so glad! Trus nemuin jalan belokan yang disebut ibu-ibu yang kami tanya tadi.

Lihat jalannya, kami sempet tercengang. Yes! That's not an easy way. Kami sempet berhenti dan liatin jalannya. Mikir berani nggak ya turun. Akhirnya nekat turun juga dengan perjanjian kalau jalannya susah banget buat dilalui, aku turun.

Jalan menurun yang bikin kami tercengang pas pertama melihatnya


Sebenarnya medannya hampir sama kayak jalan masuk ke Ledok Ombo Bedengan. Kalau ke Bedengan kan datar, nah ini menurun. Karena hari sebelumnya hujan, jadi kondisi jalan makin ajib.

Awalnya lancar aja. Aku tetep duduk manis dalam boncengan. Sampai tiba di jalan yang menurun dan agak becek itu. Thata bilang it's ok. Tapi, I'm sure it's not ok. Hahaha. Akhirnya aku turun dari boncengan Thata. Jalan kaki. Di titik ini kami ketemu sama tiga mas-mas yang bawa dua motor. Mas-mas ini yang dukung aku buat turun dari boncengan Thata. Mas yang dibonceng sampai ikutan turun. Kami jalan kaki. Kalau jalannya aman, aku naik ke boncengan Thata lagi. Pokoknya up and down deh ceritanya. Hahaha.

Kondisi jalan






Pas di tikungan terakhir, aku turun lagi. Mas yang sebelumnya juga ikutan turun. Kami jalan bersama di belakang motor. Ini masnya apal banget sama medan. Mungkin kru dari Ledok Amprong. Aku memberanikan diri nanya. Kira-kira kayak gini obrolannya.

"Masnya kerja di sini?" tanyaku memulai obrolan.
"Iya, Mbak. Mbaknya ke sini mau tubing?"
"Itu lho, temen-temen kan tahu info tubing di sini dari internet. Trus mereka nanya. Katanya pengin main gitu kapan-kapan. Trus, aku bilang ya ntar aku liatin. Baru kali ini aku ke sini."
"Orang berapa Mbak kira-kira?"
"Belum tahu itu Mas. Mereka minta info aja. Pastinya berapa orang, aku juga belum tahu."
"Di sini kalau mau camping juga bisa Mbak. Mau bikin acara apa di sini juga bisa."
"Woa! Camping juga bisa? Keren! Tempatnya bagus, Mas."
"Hanya terkendala jalan aja ya Mbak."
"Iya. Tadinya tak kira deket kampung. Ternyata jauh. Tapi, di sini menariknya. Hehehe."

Thata udah nyampek di pintu masuk. Ngobrol sama mas-mas yang jaga di pintu masuk. Aku sama masnya jalan menuju ke sana.

"Ini mbaknya mau survey." kata Mas yang nemenin aku jalan. Dengernya aku jadi senyam-senyum sendiri. Gatau kenapa. Hahaha. Rasanya kayak gimana gitu. Hihihi.

Mas-mas yang jaga pintu masuk, ada berapa orang ya. Satu di luar, dua di dalam kayaknya. Sambil sebutin harga tiket kami diajak ngobrol. Aku ditanya aku anak mana. Aku jawab anak Wates. Trus mas yang di dalam pos manggil mas yang lagi ngajak kami ngobrol. Manggilnya Mas Nunung. Aku membatin, oh ini yang namanya Mas Nunung. Tapi, aku nggak berani bilang kalau aku sudah simpen nomer masnya, dapat dari temen yang pernah tubing di sana. Bla bla bla. Nggak penting juga kan ya.

Karena ngaku anak Wates, kami pun diinterogasi. Wates sebelah mana? Dan ternyata mas yang dalam pos rumahnya Wates juga. Wates etan pasar katanya. Aku bilang aku Wates kidul pasar. Anehnya kami sama-sama nggak tahu satu sama lain. Hahaha. Aku kan emang anak rumahan. Nggak pernah keluar rumah. Yelah!

Mas yang duduk di atas motor ikutan nanya aku Wates mana. Trus masnya nanya fotocopy tempat aku kerja. Aku bilang, ya aku yang di fotocopy itu. Masnya langsung komentar, "Makanya kayak pernah tahu. Aku pernah fotocopy ndek sampean Mbak." Suasana jadi heboh sejenak. Kami tertawa bersama. Menertawakan kebetulan itu.

Mas Nunung minta maaf karena karcis udah kadung disobek satu. Jadinya aku disuruh bayar satu karcis aja. Sebenarnya pas tahu aku anak Wates, mau digratisin. Tapi, satu karcisnya udah kadung disobek. Jadi, kami diminta bayar satu karcis aja. Makasih udah didiskon HTM-nya.

Mas Nunung mempersilahkan kami untuk masuk dan melihat-lihat. Mas-mas yang lain juga. Aku jalan lagi sama mas yang nemenin jalan dari di atas tadi. Waktu Thata ngeluh takut balik ke atas, masnya bilang mau bantu. Kami mau diimbal. Jadi kami dibonceng. Baik banget ya.

Aku lupa yang bilang bisa dijemput jeep kalau nggak berani turun ke lokasi itu Mas Nunung apa Mas yang nemenin aku jalan. Ah, ingatanku payah!

Setelah Thata parkirin motor, kami disambut sama mbak cantik. Namanya Mbak Ulfa. Mbaknya nanya apa kami mau tubing. Aku jawab, ndak sekarang. Kami mau survey lokasi dulu. Aku kenalan, jabat tangan, lalu ngobrol sama Mbak Ulfa. Bahkan, Mbak Ulfa kasih aku nomer ponsel dia. Biar kalau jadi tubing atau butuh nanya-nanya tinggal call atau SMS aja. Mbaknya juga tanya aku anak mana. Hehehe.

"Kalau tubing itu harganya berapa sih, Mbak?" tanyaku.
"Tergantung tripnya, Mbak. Ada trip satu, trip dua, dan trip tiga. Trip satu seratus dua puluh ribu. Itu nanti dapet makan sama coffee break. Trip dua, tujuh puluh ribu. Trip tiga, empat puluh ribu."
"Kalau trip satu, berapa lama di airnya, Mbak?"
"Sekitar dua jam."
"Wow! Lama banget!"
"Iya, Mbak. Kalau trip tiga cuman sepuluh menit."
"Eum, jadi mending ambil yang middle itu aja ya. Makasih infonya ya Mbak."
"Ok. Siahkan liat-liat dulu. Foto-foto dulu."
"Ok, Mbak. Makasih ya."

Mbak Ulfa balik ke pos registrasi tubing. Aku dan Thata lanjut jalan. Lihat-lihat lokasi. Thata langsung duduk di atas batu yang aku kasih tunjuk buat dia. Dia syok katanya habis melalui jalur menurun tadi. Sambil aku sodorin air mineral, aku menghibur dan menyemangati dia. She is a great rider. Hehehe.

Ledok Amprong Tubing River















Jadi keinget ucapan Tunjung pas aku bilang aku mau bawa Jagiya ke Ledok Amprong. "Jangan bawa Jagiya-mu ke sana, kalau Jagiya-mu belum diservis. Mogok di tengah jalan mampus kamu!" Setelah terjun ke lokasi baru tahu alasan kenapa Tunjung melarang aku bawa Jagiya. Selain medannya lumayan, juga jauh perkampungan. Kalau nekat bawa Jagiya cuman berdua sama Mbak Maimun trus Jagiya kenapa-napa. Rempong deh eike!

Berkunjung ke Ledok Amprong, walau hanya sekejap mata. Cukup bikin pikiranku fresh. Sebelumnya suntuk karena proyek yang udah mendekati deadline. Berdiam sebentar aja di Ledok Amprong, alhamdulillah dapat pencerahan. Kalian yang butuh insprasi boleh deh datang ke sini. Tempatnya bagus banget. Hening dan tenang. Sejuk.

Sepanjang mata memandang semua hijau. Fresh. Ledok Amprong itu kalau aku bilang hutan pinus. Kebayang kan gimana indah dan romantisnya hutan pinus. Yang mau ajak pasangannya ke sana. Boleh. Trus tubing berdua. Seru tuh.

Yang butuh ketenagan juga bisa banget ke sini. Ada banyak gazebo. Bisa buat meditasi bersama. Aku jadi ngebayangin gathering sama anggota grup GAI yang ada di wilayah Malang dan sekitarnya. Trus meditasi bersama di gazebo. Dengerin suara aliran sungai dan nyanyian alam. Ah, indahnya!!! Trus tubing bareng. Lawan anxie. Yew! Semoga next time bisa keturutan. Aamiin...

Jangan khawatir kelaparan dan kehausan. Udah ada cafetarianya kok. Kalau mau mbontot trus dimakan di pinggir sungai. Ok juga.

Buat yang beser (kayak daku). Don't worry be happy. Udah ada toilet.

Kurang apa coba? Yang mau camping juga bisa. Kalau takut bawa motor sendiri buat turun. Bisa langsung call dan ambil layanan antar-jemput. Ini kuota minimal enam orang. Dijamin nggak bakal kecewa berkunjung ke Ledok Amprong ini. Krunya ramah-ramah. Kalian mau tubing monggo. Mau duduk-duduk aja, selfie-selfie ya monggo. Andai ada penginapannya lho daku pengen nginep di sana. Seru pastinya duduk di dalam gazebo sama gUi, ngetik. Aw!!! Mau!!!

Harga tiket masuk Ledok Amprong: Rp. 5000,- per kepala untuk sekali masuk.
Harga tubing:
- Trip I Rp. 120.000,- Durasi lama di air dua jam. Dapat makan dan coffee break.
- Trip II Rp. 70.000,-
- Trip III Rp. 40.000,- Durasi lama di air sepuluh menit.

Fasilitas umum ada gazebo sama toliet. Ada cafetaria juga.

Lihat anak-anak kecil tubing tuh bikin pengen. Tapi apa daya. Kami diburu waktu karena Thata nggak libur kerja.

Peringatan buat yang punya penyakit jantung, pernah patah tulang, sama apa ya tadi. Lupa aku. Itu nggak boleh ikutan tubing. Trus gimana sama yang punya anxie macem daku gini? Anxie kan bisa dikendalikan ya. Asal ada air putih, everything will be OK. Kayaknya emang bagus buat terapi anxie. Harus ngajak teman-teman GAI ke sini deh. Sesama penderita anxie kalau disatukan pasti jadi pada kuat dan tangguh. Soalnya saling menyemangati dan mendukung. Kapan bisa kumpul kayak gitu? Heuheuheu.

Sebenarnya nggak puas sih. Karena sebentar saja di Ledok Amprongnya. Kami nggak punya banyak waktu. Pukul sebelas, kami memutuskan untuk balik. Perjuangan lagi. Up and down lagi. Alhamdulillah sukses! Hurray!!! Thata berhasil menakhlukan medan yang sulit. Next time aku sama Jagiya yang sukses!

Pinus di mana-mana

Pemandangan dari atas



Kami pun turun. Perjalanan dilanjutkan untuk berburu bensin pertamax, madu, degan ijo, bakso, dan semangka kuning. Itu semua titipan. Huft... Nyampek markas dengan selamat pada pukul dua belas siang.

Terima kasih untuk sambutan, keramah-tamahan, dan semua informasi yang diberikan oleh kru tubing X-Maro. Next time daku pasti balik lagi. Bawa kawanan dan bermain air, tubing di sana. Berharap bisa secepatnya kembali berkunjung dan main-main ke Ledok Amprong lagi. Aamiin...

Ntar kalau eike udah nyobain tubing, eike bikinin tulisan lagi ya. Hehehe.
Tempurung kura-kura, 20 November 2016.
.shytUrtle.


Search This Blog

Total Pageviews