- Serangan Lima Tiga Puluh Pagi -

05:14

 - Serangan Lima Tiga Puluh Pagi -




Pilihan selalu ada di tangan kita. Tergantung kita, mau maju dan melawan. Atau berdiam dan menyerah.

Saya sudah lupa kapan terakhir kali merasakan sensasi perut sebelah kiri perih melilit sampai membuat saya menangis. Rezeki saya, pagi tadi, kira-kira pukul lima lebih tiga puluh menit. Saya diganjar untuk merasakan sakit itu kembali. Alhamdulillah!

Sebelum saya melanjutkan, mohon maaf. Tulisan ini saya buat tanpa ada niatan pamer atau menyombongkan diri. Saya hanya ingin berbagi. Terutama dengan sesama pejuang GERD dan anxiety seperti saya.

Alhamdulillah pagi tadi saya terbangun dengan perasaan bahagia dan fisik sehat wal afiat. Ketika alarm berbunyi, saya sempat tidur lagi setelah mematikannya. Alhamdulillah dibangunin Ibu. Kalau nggak, bisa telat sahur.

Alhamdulillah sejak membaik dari GERD, saya bisa rutin puasa Senin Kamis lagi. Bedanya, kalau sekarang saya harus makan sahur. Kalau dulu, sebelum kena GERD, tidak pernah sahur walau hanya minum air putih. Sekarang? Mana tahan! Kekeke.

Pagi tadi ritual sahur dimulai dengan meminum segelas air hangat, lanjut makan besar setelah jeda lima belas menit—karena bangun agak telat, biasanya jeda tiga puluh menit. Menu makan sahur tadi pagi nasi putih dan telor ceplok. Bukan menu yang asing, karena saya sering makan sahur dengan menu ini terlebih saat bulan Ramadan.

Ritual pagi seperti emak-emak pada umumnya, bersihin rumah dan lain sebagainya. Selesai menyapu rumah, saya ke kamar mandi untuk memenuhi panggilan alam. Keluar dari kamar mandi, ada yang aneh. Perut sebelah kiri mulai terasa perih. Saya sampai mengeluh pada Nenek yang kebetulan ada di rumah tadi pagi.

Tapi, saya cuekin. Lanjut masak, bikin bekal buat si Nduk ke sekolah. Tengah-tengah masak, rasa perih makin menjadi. Tetep lanjut masak bekal. Kelar masak bekal, masuk kamar, baluri perut dengan minyak kayu putih. Lalu, tidur merengkuk dengan posisi seperti bayi dengan miring ke kanan. Pengalaman sebelumnya, pakek metode itu rasa perih bisa reda.

Bukam reda, rasa sakit makin menjadi. Dibuat miring ke kanan sakit, ke kiri sakit. Dibuat telentang malah makin sakit. Makin perih dan melilit hingga membuat saya menangis.

Ini kenapa tho? FYI, suhu pagi tadi 12° tapi tidak terlalu dingin. Dan, ketika saya memasak saya belum mandi. Saya menyimpulkan rasa perih itu bukan karena hawa dingin yang cukup ekstrim bekalangan.

Lalu, kenapa ini? Hari sebelumnya tidak ada makanan pantangan yang saya makan. Lalap sayur tetep, minum banyak air putih tetep. Hanya saja minus buah. Dan lagi, kalau dibawa puasa, tubuh saya nggak pernah merasakan sensasi apalagi sampai sesakit itu, sampai bikin mewek pula di pagi hari.

Sebenarnya tubuh selalu memberi sinyal kalau mau eror. Biasanya setelah makan sahur perut akan terasa tidak nyaman. Jika demikian, saya pasti menelan Ranitidine mendekati waktu sahur berakhir. Ini tips dari Kak Chiko dan emang manjur. Tapi, tadi pagi setelah sahur, tubuh tidak mengirim sinyal apa pun. Jadi saya santai saja. Tidak menelan Ranitidine. Hanya segelas air putih hangat menjelang imsak.

Berusaha tenang di tengah kesakitan. Sialnya, pikiran buruk ikutan muncul di saat seperti itu. Gimana kalau ini penyakit parah? Apa saya mau mati? Astaghfirullah! Sisi lain dari diri saya berusaha menenangkan. Ini tuh nyeri perut kiri, udah pasti lambung. Kalau telat makan atau salah makan juga gitu, kan? Lagi-lagi perang di dalam diri sendiri, antara pikiran buruk dan logika.

Mengingat-ingat tanggal, baru juga tanggal satu. Masak ini ulah PMS? Sial!

Masih gegulingan di dalam kamar, melawan rasa sakit. Tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali menerima rasa sakit itu. Sembari berdoa pada Tuhan. Tuhan, kalau hari ini Engkau tidak menghendaki saya puasa, maka tolong tunjukkan jalan pada saya. Tapi, kalau Engkau merestui saya untuk terus berpuasa, maka tolong hilangkanlah sakit ini.

Pasrah. Jalan terakhir yang bisa saya lakukan hanya itu. Sambil duduk bersila, mengatur napas dengan metode pernapasan 478, dan merapalkan doa. Alhamdulillah, sepuluh menit kemudian perih pada perut kiri perlahan mereda.

Pukul tujuh kurang seperempat, saya bergegas mandi dengan menggunakan air dingin. Seperti yang saya tulis di atas, suhu memang 12°. Tapi, tidak dingin sekali.

Saya pun bersiap untuk bekerja. Sebelumnya saya udah pasrah kalau sakitnya ndak kunjung reda dan berujung nggak masuk kerja. Alhamdulillah membaik. Tapi, saat udah sampai toko dan mau buka toko. Rasa perih samar-samar muncul lagi.

Galau? Iya lah! Tapi, bismillah! Kalau ntar sakit ya tutup, istirahat. Kalau fine ya lanjut kerja.

Tetap buka toko walau ada perih samar-samar. Kelar siapin toko, lanjut berjemur. Menerima berkah vitamin D gratis dari Tuhan yang dikirim lewat sinar matahari pagi. Hangatnya bikin tenang.

Start pukul setengah delapan, kerjaan datang. Berdiri untuk fotokopi tumpukan kertas sampai menjelang pukul sepuluh. Alhamdulillah lancar. Kerjaan lancar, puasa pun lancar. Bahkan pulang kerja saya sempet nyuci baju dan mandi keramas. Padahal kondisi air kayak lelehan es. Lebih dingin dari tadi pagi.

Saya tidak tahu pastinya penyebab kenapa perut saya perih melilit hingga bikin saya menangis. Saya bersyukur karena Tuhan masih memberi restu pada saya untuk terus melanjutkan puasa.

Ketika kambuh, udah pasti kita panik. Tapi, berusahalah untuk tenang. Berdamai dengan keadaan. Jangan lupa berdoa. Lalu pasrahkan semua pada Tuhan.

Tadi Ibu udah nyuruh saya batalin puasa. Tapi, saya merasa kok sayang banget kalau dibatalin. Padahal baru jalan berapa jam doang kan. Akhirnya curhat sama Tuhan. Dikasih deh ama Tuhan apa yang saya butuhkan hari ini.

Seandainya tadi saya tidak puasa, langkah pertama yang saya ambil pasti minum air madu hangat. Jika itu tidak kunjung meredakan perih di perut kiri saya, selanjutnya udah pasti nelen Ranitidine.

"Jangan mau diperbudak sama rasa takut, karena rasa takut itu cuman ada di pikiran kita." —Ki Prana Lewu.



Kenapa saya pakek foto pohon mangga yang sedang berbunga lebat? Itu foto yang saya ambil pagi tadi. Saya berharap tahun ini pohon mangga itu kembali menghasilkan banyak buah yang sebagian besar masak pohon. Agar saya bisa kembali menikmati sarapan buah dengan buah masak pohon yang dipetik dari tanaman milik sendiri. Aamiin.

Maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Salam sehat. Semoga kita semua diberi berkah kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin...


Tempurung kura-kura, 01 Agustus 2019.
- shytUrtle -






You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews