AWAKE - Rigel Story
Bab XV
Pengumuman seleksi untuk anggota
Dewan Senior telah dipasang di majalah dinding sekolah. Kesempatan itu tidak
hanya diberikan kepada murid kelas X, tapi juga murid kelas XI. Karena, setiap
pergantian pengurus Dewan Senior tidak hanya ditinggalkan oleh murid kelas XII.
Tak jarang ada murid kelas XI yang mengundurkan diri dari kepengurusan Dewan
Senior. Sebelumnya jadwal pendaftaran ekstrakurikuler juga sudah di pasang.
Karenanya, basecamp-basecamp
ekstrakurikuler mulai melayani pengambilan dan penyerahan formulir pendaftaran.
Karena Axton, Esya, dan Yano
mendaftar ekstrakurikuler PMR, Hongjoon pun akhirnya ikut mendaftar. Baginya,
itu bisa menjadi ajang untuk lebih dekat pada Rue. Terlebih ada Yano. Hongjoon
berharap pemuda itu mau membantunya.
Basecamp PMR berada di bagian belakang ruang
UKS. Akan sulit bagi murid yang ingin mendaftar jika membuka pelayanan di basecamp. Karenanya, anggota PMR
meletakan sebuah meja di depan ruang UKS untuk melayani murid yang akan
mengambil atau mengembalikan formulir. Mereka membuka pendaftaran saat jam
istirahat dan pulang sekolah.
Saat Axton, Esya, Hongjoon, dan Yano
mengembalikan formulir, Byungjae dan Dio sedang bertugas di loket pendaftaran.
“Wah, Yano mendaftar PMR. Sengaja
atau kebetulan?” Goda Byungjae saat Yano maju untuk menyerahkan formulir.
Yano hanya tersenyum. Sedang Esya
dan Axton kompak meliriknya.
Dio memeriksa formulir yang
diserahkan Yano. “Di SMP kamu pernah jadi ketua OSIS?” Dio mendongak demi
menatap Yano yang berdiri di seberang meja.
“Iya, Kak. Tahun pertama menjadi
ketua I. Tahun berikutnya jadi ketua umum.” Yano membenarkan.
“Wah! Gen pemimpin mengalir kuat di
darah kalian ya. Kita tahu yang dominan siapa.” Dio menyikut Byungjae.
“Iya. Nanti kamu daftar jadi anggota
Dewan Senior juga? Kalau udah diterima di sini, bisa mewakili ekskul. Tapi, bisa
juga daftar secara personal.” Byungjae menanggapi data Yano yang disampaikan
Dio.
“Belum tahu, Kak. Belum ada
rencana.” Yano tak memberi jawaban pasti.
“Dengan riwayat organisasi yang kamu
ikuti, aku yakin kamu bakalan lolos jadi calon ketua Dewan Senior.” Dio sembari
kembali membaca data Yano pada formulir pendaftaran.
“Jadi saingan Rue dong?” Komentar
Byungjae.
“Kak Rue dicalonkan sebagai ketua
lagi?” Tanya Yano.
“Mm.” Byungjae menganggukkan kepala.
“Walau situasi agak kacau, kau tahu kan kesurupan-kesurupan itu, termasuk yang
kau alami. Tapi, sebagian besar anggota Dewan Senior dan MPK masih mendukungnya
untuk maju. Setiap tahun selalu ada calon dari kelas X juga. Kalau kamu mau
maju, pasti ada kesempatan.”
“Tapi, saya nggak mau jadi pesaing
Kak Rue.” Yano tidak mau menjadi saingan bagi Rue.
“Kalau kamu dapat suara banyak, kamu
bisa jadi wakilnya. Dewan Senior nggak ada ketua I dan II. Hanya ada ketua umum
dan wakilnya. Periode ini kebetulan Rue dan Kevin yang terpilih. Pasti keren
kalau kau dan Rue yang memimpin periode berikutnya.”
Yano tersenyum tersipu. “Terima
kasih, Kak. Terima kasih atas dukungannya.”
Esya yang menyimak obrolan Yano
dengan Byungjae dan Dio merasa penasaran. Ketiganya terlihat akrab. Seperti
sudah lama saling mengenal. Axton pun merasakan hal yang sama seperti Esya.
“Kamu akrab banget sama Kak Dio dan
Kak Byungjae.” Axton buka suara. Langsung mengomentari keakraban Yano dengan
dua member Rigel.
Esya tersenyum samar. Ia senang
karena Axton mewakili dirinya yang juga penasaran pada interaksi Yano dengan
dua member Rigel.
Hongjoon tersenyum mendengarnya.
Namun tetap bungkam. Ia tahu jika Yano adalah saudara Rue. Wajar jika Yano
akrab dengan Byungjae dan Dio.
“Padahal kalian nggak dari sekolah
yang sama, kan? SD dan SMP kamu beda sama Rigel.” Axton menambahkan.
“Woo… Kau tahu banyak tentang
Rigel?” Yano terkesima pada pengetahuan Axton tentang Rigel. Keempatnya sudah
kembali ke dalam kelas. Hanya ada mereka di sana.
“Aku, Orion sejati!” Axton
membusungkan dada.
Yano menghentikan tawanya dan
berdehem. “Suatu saat nanti, aku pasti akan cerita pada kalian. Tapi, nggak di
sekolah. Aku takut dinding sekolah ini punya banyak mata dan telinga. Tapi,
yang pasti hubunganku dengan Kak Rue dan Rigel, tidak seperti yang kalian
bayangkan.”
“Nggak seperti yang kami bayangkan
gimana?” Esya tak paham.
“Bukan hubungan saling menyukai
layaknya laki-laki dan perempuan pada umumnya. Paham?”
Axton dan Esya kompak tercenung
menatap Yano.
“Bayangkan seperti kau dan aku.” Hongjoon
membantu memberi penjelasan.
Axton dan Esya kompak beralih
menatap Hongjoon.
“Maksudku, seperti aku dan Esya.
Hubungan seperti itu.” Hongjoon meralat.
“Oh seperti itu.” Axton paham.
“Pantas akrab.”
“Jadi, kamu sering interaksi sama
Rue? Rigel?” Buru Esya.
“Nggak sering juga. Tapi, dasarnya
sifat Kak Byungjae dan Kak Dio emang mudah akrab, kan? Jadi, keliatannya aja
begitu.”
“Ini rahasia. Tolong dijaga. Di
sekolah, hanya Rigel yang tahu status Yano dan Kak Rue.” Hongjoon
memperingatkan.
“Beres! Kau ada di komunitas yang
tepat!” Axton membuat gerakan mengunci mulutnya sendiri. Membuat Yano tertawa
melihatnya.
“Kamu udah tahu tapi nggak ngasih
tahu aku. Curang!” Esya memprotes Hongjoon.
“Aku udah janji buat tutup mulut.” Hongjoon
membela diri.
Keempatnya kemudian tertawa bersama.
Mereka merasa telah menemukan kelompok yang pas.
***
Rue tercenung melihat formulir yang
diserahkan Byungjae. Ia membukanua dan mulai membaca datanya. Data Yano.
“Sepertinya dia jauh-jauh ke sini
demi mengejarmu. Sampai mendaftar PMR. Pasti dia sangat mengidolakanmu. Ruta
Way.” Byungjae yang duduk di atas meja tersenyum lebar. Menerima formulir Yano
menjadi kebanggaan tersendiri baginya.
Hanjoo dan Dio kompak tersenyum
melihat tingkah Rue dan Byungjae.
“Terima aja. Apa salahnya sih adik
mengidolakan kakaknya?” Goda Dio.
Rue menyimpan kembali formulir milik
Yano dan mengembalikannya pada Byungjae. “Masalahnya bukan padaku, tapi pada
keluarganya. Kalian tahu, kan?”
“Itu masalah orang tua. Pada kalian
beda lagi. Anak tak seharusnya ikut-ikutan pada masalah orang tua. Iya, kan?” Byungjae
meminta persetujuan Dio. Dio segera mengangguk.
“Masalahnya tidak sesimpel itu,
Kawan!” Hanjoo angkat bicara. “Kalian tahu kan jika hidup leader kita, Ruta Way ini sangat rumit?”
“Banget. Kalau Pearl tahu tentang
kamu yang sebenarnya, apa dia masih berani semena-mena padamu? Aku penasaran.
Atau, jangan-jangan dia udah tahu? Makanya sirik banget ke kamu?” Dio
memiringkan kepala.
“Pearl hanya tahu Rue adalah anak
malang yang ditinggal begitu saja oleh kedua orang tuanya dan dirawat kakeknya.
Aku tahu karena aku dan Rue tumbuh bersama. Karena ibu kami adalah sahabat
baik. Sedang Nath tahu karena Rue sengaja memberitahunya. Seperti kalian.” Hanjoo
menjawab pertanyaan Dio.
“Untung kamu nggak ngasih tahu Pearl
ya. Bisa gawat kalau dia tahu. Lagian, kenapa Pearl bisa jadi benci banget ke
Rue. Padahal waktu SD kalian satu geng.” Dio heran.
“Kami juga heran.” Hanjoo mengangkat
kedua bahunya. “Padahal waktu SMP juga masih daftar banget. Cuman pisah kelas
doang.”
“Jangan-jangan…” Dio tak melanjutkan
ucapannya karena ada ribut-ribut di ruang UKS.
Keempatnya yang berkumpul di ruang
jaga pun beranjak untuk menengok ruang rawat. Tiga orang siswa menggendong
seorang siswi dan menidurkannya di salah satu ranjang.
“Kenapa?” Tanya Byungjae.
“Pingsan di kelas, Kak.” Jawab salah
satu siswa.
“Kelas berapa?”
“X-5.”
Serta merta Byungjae menoleh dan
menatap Rue dengan ekspresi khawatir. Kelas X-5 adalah kelas yang terkenal
paling angker di SMA Horison. Konon katanya, tanah tempat bangunan kelas X-5
berdiri adalah tanah bekas pemakaman. Karenanya, kelas itu terkenal paling
angker di antara bangunan lain di SMA Horison.
***
Nath sedang duduk sendirian di salah
meja food court. Sembari menikmati
makanan, ia sibuk membaca. Pearl yang kebetulan berada di lokasi yang sama
melihat Nath. Ia pun mengajak Ruby dan Linde untuk menghampiri Nath usai
ketiganya memesan makanan.
“Hai, Nath! Sendirian?” Sapa Pearl.
Nath mengangkat kepala dan menatap
Pearl, lalu mengangguk.
“Boleh kami bergabung?” Pearl
meminta izin.
Nath langsung menganggukkan kepala.
Pearl, Ruby, dan Linde pun duduk. Bergabung di meja Nath.
“Sendirian di tempat umum gini apa
nggak risih?” Tanya Ruby.
Nath tersenyum. “Udah biasa.”
“Nath ini alien yang hidup di
dunianya sendiri. Sendirian di tengah keramaian udah biasa buat dia. Nggak
kayak aku yang kemana-mana harus ditemenin.” Pearl menyambung penjelasan Nath.
Nath hanya tersenyum menanggapinya.
Lalu, kembali fokus pada buku yang ia baca sembari melanjutkan makan.
“Kebiasaanmu tetep sama ya. Makan
sambil baca. Kalau ada Rue, kamu pasti diomelin. Selesaiin makannya dulu! Baru
baca!” Pearl lanjut mengoceh.
Nath menghentikan gerak mulutnya
yang mengunyah makanan. Ia pun segera menelan makanan di dalam mulutnya. “Pasti
seru ya kalau ada Rue dan Hanjoo di sini. Aku kaget aja denger Pearl ngoceh
tentang Rue.”
“Bagaimanapun juga, kita adalah
teman yang tumbuh bersama.” Pearl tersenyum singkat pada Nath di sela makan.
“Kupikir Pearl benar-benar membenci
Rue.”
“Aku? Benci Rue?” Pearl tergelak. “Nggak
lah! Aku hanya nggak suka pada apa yang dia lakuin sekarang. Berburu penampakan
dan apalah itu demi popularitas.”
“Setiap orang punya kegemaran
masing-masing. Seperti Pearl dengan dunia modeling, aku baca, dan Rue berburu
penampakan bersama Rigel.”
“Nath anggota bayangan Rigel, kan?”
Linde menyela. “Kalau jadi diri sendiri bisa bersinar, kenapa harus jadi
bayangan?”
Nath hanya tersenyum menanggapi
pertanyaan Linde.
“Sebenernya aku kangen kita bisa
ngumpul kayak dulu.” Pearl mengungkap keinginannya. Membuat Nath menaruh
perhatian penuh padanya.
Nath merasa salah dengar. Tapi, ia
melihat ekspresi Pearl yang tak dihiasi kepura-puraan. “Aku juga kangen.” Ia
pun berkata jujur. “Hanya saja, kalian terlalu sibuk. Kau, Rue, dan Hanjoo.”
“Kenapa ngga atur pertemuan sekarang
aja?” Ruby memberi usulan.
“Aku udah hubungi Rue. Dia nggak
bisa. Itu kenapa aku di sini sendirian.” Jawab Nath lesu.
“Dia pasti capek. Tadi kan ada anak
kesurupan lagi. Anak kelas X-5. Belakangan makin sering ya kesurupan.” Linde merasa
ngeri.
“Bagus juga tuh ide Ruby. Rue dan
Hanjoo pasti stres dan butuh refreshing. Gimana kalau akhir pekan ini kita jalan?
Aku, kamu, Rue, dan Hanjoo?” Pearl menawarkan reuni untuk gengnya di masa kecil
dulu.
Wajah putih Nath merona. Ia senang
mendengar tawaran Pearl. “Boleh. Tapi, apa Rue dan Hanjoo bisa? Akhir pekan
biasanya mereka pergi berburu. Itu wisata penghilang stres ala Rigel.”
“Kalau gitu, kita ikut wisata
penghilang stres ala Rigel.” Jawab Pearl enteng.
“Eh?” Nath menatap Pearl dengan
ekspresi tak percaya. Begitu juga Ruby dan Linde.
“Ya emang aku nggak suka sama apa
yang Rigel lakuin. Tapi, aku hanya remaja biasa yang kadang penasaran sama
gimana sih di belakang layar sebelum video Rigel disajikan di Youtube.”
Nath tak bisa menahan diri untuk
tidak tersenyum. Ia senang mendengar pengakuan Pearl. Ia senang Pearl masih
memperhatikan Rue dan Hanjoo. “Akhir pekan ini ya? Nanti aku tanya Rue jadwal
dia kemana.” Nath tiba-tiba merasa antusias.
“Nggak. Nggak. Biar aku aja yang
atur. Kami kan sering ketemu di pertemuan Dewan Senior. Jadi, biar aku yang
urus. Oke?”
Nath diam selama beberapa detik.
“Oke.” Ia pun setuju dengan usulan Pearl.
“Good!”
Pearl tersenyum lebar.
“Pearl jadi calon ketua Dewan Senior
juga ya?”
“He’em. Aku mencalonkan diri lagi. Kesannya
kayak nggak tau diri nggak sih?”
“Nggak lah. Kan semua berhak.
Apalagi kamu juga anggota Dewan Senior. Itu wajar.”
“Saingan sama Rue lagi dia.” Sahut
Ruby.
“Iya.” Nath setengah tertawa.
Menyadari Rue dan Pearl akan kembali bersaing. “Tadinya Rue enggan nyalon lagi.
Tapi, nggak tahu kenapa kok maju lagi.”
“Kadang, berkuasa itu emang bikin
nagih.” Pearl sedikit berbisik. “Pamor dan disegani. Semua orang pasti pernah
menginginkan hal itu. Termasuk aku.”
Lagi-lagi Nath tersenyum menanggapi
ungkapan ceplas-ceplos Pearl. “Jadi, calonnya hanya kamu dan Rue?”
“Nggak. Kevin juga maju. Dan, nanti
pasti ada perwakilan dari kelas X. Oh ya, kalian tahu Yano nggak sih?”
Nath terkejut karena tiba-tiba Pearl
menyebut nama Yano.
“Siswa kelas X-8 yang sempat bikin
heboh karena terlihat akrab sama Rue itu? Lalu, karena dia kesurupan juga?”
Linde menebak
“Iya. Dia. Ternyata dia anggota klub
sepak bola kenamaan di kota kita lho! Dan, dia tuh…” Pearl menatap satu per
satu gadis yang duduk satu meja dengannya.
“Dia kenapa?” Ruby tak sabar ingin
tahu.
“Dia itu anak dari wakil wali kota.”
Pearl berbisik.
“What??”
Linde tak percaya.
“Masa??” Ruby pun sama. Merasa tak
percaya.
Nath menghela napas. Merasa lega.
Sebelumnya ia takut Pearl akan mengatakan jika Yano adalah adik tiri Rue.
“Bapaknya nyalon jadi wali kota
tahun ini. Kalau kepilih, Yano naik status jadi anak wali kota. Keren kan!
Atlit, anak wali kota pula.” Pearl berbinar.
Nath tersenyum dan menundukan
kepala. Baginya kebetulan itu sangat lucu. Pearl sepertinya jatuh hati pada
adik tiri Rue.
“Tapi, kenapa dia bisa kayak akrab
sama Rue gitu ya?” Linde penasaran.
“Rue kan sok akrab sama siapa aja.
Nurut aku, Rue yang coba akrabin Yano. Bukan sebaliknya!” Pearl tak terima.
“Bisa jadi gitu sih. Sindrom sok
tenar. Caper ke adek kelas.” Linde membenarkan pendapat Pearl.
“Nah, kan.”
“Trus, kamu mau pedekate gitu ke
Yano?” Tanya Ruby.
Pearl diam sejenak, lalu tersenyum
malu-malu dan menganggukkan kepala.
“Kupikir kamu naksir Kak Nicky.
Ternyata naksir berondong!”
“Kak Nicky biar buat Rue aja. Mereka
makin akrab kan belakangan? Aku mau fokus ke Yano.”
“Ciee. Ada yang lagi jatuh hati
nih?” Linde menggoda Pearl. Kemudian tertawa bersama Pearl dan Ruby.
Nath tersenyum dan menggelengkan
kepala melihat tingkah ketiga temannya.
***