[160920] Berburu Foto Lokasi Novel "Cintaku Bersemi di Kios Bensin"
05:50
[160920]
Berburu Foto Lokasi Novel "Cintaku Bersemi di Kios Bensin"
Finally!!! Selesai sudah tugas mengumpulkan foto yang menjadi lokasi... Kok lokasi?? Eum, itu yang jadi latar belakang momen Lexi-Tia di novel 'Cintaku Bersemi Di Kios Bensin' yang masih dalam proses terbit. Tapi nggak semuanya sih. Kalau semuanya berarti aku harus ke Malang kota juga buat ambil foto mall, food court, café, ruang tunggu IGD RSSA Malang, rumah Hilda, dan yang paling susah sirkuit motor cross di Dampit. Ough! Bisa ucing ala ebi! Hehehe.
Rencananya udah dari novel itu kelar pengen ngumpulin foto-foto tempat yang 'bener-bener ada' dan jadi latar belakang novel 'Cintaku Bersemi Di Kios Bensin" (CBKB). Tapi misi terus tertunda karena berbagai alasan. Tiap kali bikin rencana, pas hari H selalu gagal. Huft!
Hingga pada hari apa ya... bikin rencana ulang sama Thata. Seperti biasa harus ngikutin jadwal Thata, dan akhirnya nentuin antara tanggal 20-21. Setelah ditilik ulang akhirnya sepakat tanggal 20.
Tapi!!! Pagi jadwalku yang padat. Heuheuheu. Sampai jam dua belas siang belum bisa ninggalin toko. Bikin kesepakatan lagi setelah anak SMP bubar. Tapi!!! Langitnya terang-redup-terang-redup. Astaga! Kalau hujan gimana? Rute yang mau ditempuh banyak hutannya, kalau hujan mau berteduh di mana?
Sampai akhirnya Thata nyamperin ke toko dan ngomel-ngomel gara-gara nemuin aku manyun natap langit yang redup-terang-redup-terang. Padahal anak SMP udah bubaran, tapi aku masih manyun di toko. Ya pantaslah Thata ngomel. Hehehe.
Akhirnya sama-sama pulang buat siap-siap. Jam dua tepat kami meluncur ke lokasi pertama.
Lupa kapan terakhir kali ke sana. Kalau nggak salah pas rame-rame sama Rara, Prime Eonni, Tunjung, Nur Eonni, Reni dan... sapa lagi ya? Lupa. Pokoknya touring di tutup dengan beristirahat dan foto-foto di tempat pembuangan sampah akhir yang udah diubah kayak tempat wisata.
Sepanjang perjalanan mengamati sekitar. Ya ampun mendung di ufuk timur. Nggak bakal dapet penampakan Semeru dari desa Puthuk. Nggak papa wes. Yuk! Terus melaju!
Loh kok? Jalannya jadi begini? Rusak di beberapa sisi. Trus pepohonannya jadi makin rungkut. Kebun jeruknya nggak ada lagi. Kebun cabenya nggak tahu berganti apa soalnya di tutup pagar rapat. Pohon berbunga kuning pun kering kayak mati. Aku merasa serem.
Destinasi pertama harusnya sumber Sono, tapi ketika sampai di lokasi, oh my! Rungkut di sana-sini. Bahkan di jalan masuknya pun begitu. Jado ragu. Akhirnya nggak berhenti di lokasi pertama. Takut aku. Takut ada ular karena lokasinya rungkut.
Padahal beberapa tahun yang lalu sumber Sono jadi tempat peristirahatan kalau lagi hiking atau bersepeda. Airnya sejuk sekali untuk melepas dahaga. Dulu penghuni markas sering ambil air di sana untuk memenuhi kebutuhan minum/masak sehari-hari. Bahkan saat PDAM mati selama sebulan, kami pun tiap hari ke sana untuk mandi juga karena air sungai di dekat markas buthek.
Jadi keinget Kelinci sama Sheway yang nggak mau mentas pas mandi di sumber sono. Berasa jadi bidadari katanya. Hahaha. Tapi emang airnya sejuk banget. Dan lokasinya yang tertutup dan rimbun bikin betah berlama-lama di sana.
Sayang kemarin nyaliku menciut, jadi aku nggak turun untuk ambil foto detail sumber Sono. Padahal ada scene Lexi-Tia di sana. Mungkin karena aku lama nggak maen ke sana jadi kesannya 'nggak bersahabat' lagi. Nggak kayak dulu pas masih sering maen ke sana. All are like a friend. You know-lah, yang tinggal di sana bukan tumbuhan dan hewan yang kasat mata saja kan.
Lanjut menuju Umbulan di desa Ngadireso. Banyak bangunan baru di sepanjang jalan. Yang dulu hanya pekarangan, kini udah ada bangunan di atasnya. Berarti udah lama sekali pakek banget daku nggak maen ke sana.
Rencananya mau ambil foto di jembatan, tapi ternyata sungainya lagi di bangun. Banyak pekerja di sana, jadi gagal deh.
Jalan masuk desa udah di aspal halus. Padahal dulu masih tanah. Bahkan jalan di tengah desa yang menuju ke bukit Pusung Keris juga udah di aspal halus. Semua telah berubah. Jalan menuju ke Umbulan pun udah aspal halus. Padahal dulu tanah berbatu. Ya ampun... semua benar-benar telah berubah.
Nyampek Umbulan, lagi-lagi aku dibuat ternganga. Kok jadi begini? Tak seindah dulu. Debit air dalam kolam pun berkurang drastis. Yang nggak berubah adalah-- ehm! Di sana tetap menjadi pusat orang-orang mandi (terutama cowok). Kemarin udah milih jam 'bukan jam mandi', ternyata masih cukup ramai di sana orang mandi. Dan ya, didominasi cowok.
Dan aku bingung harus ngambil foto dari sisi mana. Timur, tengah, barat full. Akhirnya aku cuman ambil foto 'airnya' saja. Masih jernih airnya. Cuman di dalam kolam kotor karena daun bambu yang kering dan rontok.
Senada dengan di sumber Sono, nyaliku menciut untuk mendekat. Padahal seharusnya aku mencelupkan kakiku ke air agar ikan-ikan kecil itu muncul dan mengerubuti kakiku, lalu aku memotretnya. Tapi di sisi itu pun udah ada yang ngisi.
Ambil beberapa foto, lalu buru-buru ngacir. Khawatir dibilang mesum. Hiks!
Perjalanan berlanjut menuju desa Puthuk. Walau tahu di ufuk timur diselimuti kabut, nggak papalah. Kita ambil foto cerukannya aja. Sama foto bukit Pusung Keris dari sana.
Jalannya berubah! Bukan jalan tanah lagi, tapi makadam. Astaga!!! Jalan penuh bebatuan membuat Thata ngomel sekaligus tergelak. Dulu jalan itu berupa tanah. Dan, oh my!!! Tanah di sisi kanan jalan dikeruk hingga menciptakan... apa ya, tebing buatan? Semacam itulah. Miris! Jadi keinget tambang gunung kapur di Lamongan.
Nyampek lokasi dibikin terngaga lagi. Banyak pepohonan hingga sulit untuk mengambil foto bukit Pusung Keris secara jelas. Tahu gitu tadi ambil foto dari jalan menurun. Dari sana bukit Pusung Keris terlihat cukup jelas.
Jalan setapak yang dulu bisa membawa kami ke bawah, ke cerukan. Kini berubah jadi jalan makadam yang lebar. Seingatku itu diubah jadi gitu setelah ada truk tebu jatuh masuk ke jurang. Butuh perjuangan untuk bisa ambil foto yang bagus. Kaki sampai tertusuk duri dan gatal-gatal karena entah gigitan apa.
Selesai mengambil foto dan... ehm, took a selca, kami pun melanjutkan perjalanan. Saat kembali melewati area sumber Sono, aku menjerit. Membuat Thata yang sedang fokus menyetir di jalan berkelok terkejut. Aku merasakan sengatan di kaki kiriku. Sakit sekali. Seperti kesetrum, tapi lebih ngilu dan sakit.
Saat aku berusaha mencari tahu apa yang menyengatku, aku kembali menjerit. Aku merasakan serangan kedua! Sial! Hewan apa yang menyelip dibalik celanaku dan menggigit kaki dan pahaku. Sengatan ketiga sukses membuatku menjerit (lagi) dan keringat sebiji jagung menetes dari pelipisku. Sumpah sakit banget. Setelah sengatan ketiga, seekor hewan berwarna hitam bersayap keluar dari balik celanaku, terbang ngacir gitu aja ninggalin aku yang kesakitan, dan nyisain bentol gede. Huaaa!!! Sialnya daku!
Padahal kan hewan itu ndiri yang nyantol ke celanaku, tapi kenapa di malah marah dengan ngentup kaki dan pahaku? "Salahe, nggawe celana pendek!" Begitu olok Thata. Hmmm... Untung bawa minyak kayu putih di saku. Jadi segera mendapatkan pertolongan pertama.
Aku kira itu adalah perjalanan pulang, tapi Thata membelokan motor menuju jalan ke makam di Paras. Bukan untuk nyekar, tapi di tengah makam ada jalan tembusan ke desa Wonorejo. Tujuan selanjutnya adalah Ledok Ombo Bedengan di Poncokusumo. "Kita selesaikan hari ini aja!" kata Thata. Ok! Aku manut.
Aku berharap ada pohon apel yang sedang berbunga putih biar bisa ku foto. Tapi sepanjang jalan, di kebun apel nggak ada apel yang berbunga. Pas pulang ada nemu tapi dalam pagar rimbun yang nggak bisa aku jangkau dengan lensa pocket camera-ku. Padahal pohon apel pas berbunga putih kan keren. Kayak pohon sakura yang lagi berbunga. Heuheuheu.
Jalan masuk ke Bedengan nggak berubah. Masih tanah. Saat memasuki jalan itu, aku mulai bercerita pada Thata bagaimana kami dulu--aku, Tunjung, Witch, dan Nick- maen ke Bedengan. Kami harus naik angkot yang hanya sampai di pertigaan Poncokusumo. Dari sana kami jalan kaki sampai ke Bedengan. Thata geleng-geleng.
Thata nggak menangi zaman ke mana-mana harus naik angkot. Aku pun bercerita bagaimana cara kami jika ingin berpiknik di hari Minggu.
Dulu kalau ada rencana piknik bersama di hari Minggu, kami harus rela nggak jajan di sekolah. Uangnya ditabung buat ongkos naik angkot dan jajan di lokasi piknik ntar. Trus pas hari Minggu tiba, ngumpul di markas lama, lalu jalan rame-rame ke telon buat dapetin angkot. Tujuan piknik ya ke Tumpang. Ke Candi Jago. Atau kadang alasannya ke Tumpang jebulnya ke Bedengan. Hehehe. Maklum dulu Bedengan sepi, jadi nggak boleh maen ke sana. Tapi kaminya bandel.
Seingatku dulu ada satu titik yang mungkin semacam 'danyangan' gitu di sisi selatan jalan di seberang sungai di jalan masuk menuju area Ledok Ombo. Tapi kemaren aku cari-cari nggak ada.
Ya. Aku dibuat terngaga lagi. Itu air di sungai ke mana? Sungainya kayak 'kehilangan air'. Hanya berisi batu-batu. Tapi dipinggir sungai digunakan untuk budidaya selada air aka daer.
Nyampek pintu masuk Ledok Ombo, kirain mau ditarik HTM, ternyata digratisin.. Alhamdulillah.
Nggak banyak yang berubah. Bedengan bersih. Pohon pinusnya masih sama. Apa ya, lebih bersih dan rapi aja. Dan ada rumah pohonnya. Tapi kami nggak ke rumah pohon karena ada orang-orang camping dan diklat di sana. Ramai!
Aku minta Thata menepi. Aku turun dan mengamati sungai. Sungguh jauh di luar dugaan. Sungai hampir kehilangan seluruh airnya. Jadi aku harus susah payah nyari lokasi yang mendekati imajinasiku tentang lokasi Lexi-Tia.
Dapat! Tapi aku nggak bisa turun ke sungai untuk mengambil foto lebih dekat. Nggak nemuin jalannya. Akhirnya hanya foto dari atas saja.
Bonusnya, aku ngambil foto pohon pinus. Lalu? Pulang deh.
Sepanjang perjalanan pulang, aku mengenang masa lalu. Cieh! Hahaha. Masa lalu bersama Jeff saat ikut rombongan PUSKESMAS Poncokusumo untuk ikut jalan santai di pembukaan Ledok Ombo. Aku masih SMP kalau nggak salah. Dan Jeff masih kanak-kanak. Aku dapet hadiah payung kuning saat undian. Hahaha. Payungnya ada di Rama sekarang. Tahun berapa itu ya?
Dan kami pun kembali ke markas. Thata makan, aku nyuci. Lalu sekitar pukul empat kembali melanjutkan misi.
Dapat semuanya! Termasuk tambahan untuk foto bengkel. Untuk bengkel sendiri udah dapet jauh-jauh hari. Ngambil sama Thata juga. Kemarin nambahin beberapa foto. Agak nggak bagus sih. Soalnya ngambilnya dari atas motor yang lagi jalan.
Well, finally done! Thanks Thata. Next time kita touring lagi ya. Hehehe. Dan touring kemarin di tutup dengan makan bersama di Yammie!! Alhamdulillah.
Tempurung
kura-kura, 21 September 2016, 11.50 AM.
--
shytUrtle --
0 comments