Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

05:10

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 
 
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 

Land #33

                Ratu Maesil duduk di atas singgasananya. Shihoo berdiri di bawah singgasana tepat di hadapan Ratu Maesil.

“Begitu lama kau tak datang mengunjungiku, sempat berpikir kau telah melupakan aku. Dalam kunjunganmu kali ini pastilah begitu banyak cerita yang kau bawa Acanthus,” Ratu Maesil memulai obrolan.

Shihoo tersenyum manis. “Tanpa hamba menceritakan sesuatu pun hamba yakin Yang Mulia lebih banyak tahu tentang apa saja yang terjadi di luar sana.”

Ratu Maesil menyincingkan senyum di bibir merahnya. “Jadi tak akan berguna lagi kau jadi mata-mata di luar sana? Atau jangan-jangan kau mulai berkhianat padaku?”

Shihoo hanya menanggapi dengan senyuman atas tuduhan yang dilontarkan Ratu Maesil padanya.

“Well, bagaimana perkembangan Hwaseong Academy, tempatmu mengajar itu? Kau punya kedudukan baik atas pengawasan siswa bukan?”

“Yang Mulia juga mengawasi sekolah tempatku bekerja?”

“Berhasil mengacaukan SMA Maehwa hingga pada akhirnya sekolah murahan itu ditutup, rasanya tak adil jika yang terburuk dimusnahkan namun yang terbaik tak disentuh walau sedikit saja.”

“Tentang ini, apa rencana Yang Mulia selanjutnya? Menggelitik rakyat dan pemerintahan higga berhasil membuat SMA Maehwa resmi ditutup oleh negara tentulah bukan hanya karena reputasi sekolah itu buruk atau rumor adanya Putri Ah Reum di sana, kan? Dan apakah ide transfer murid SMA Maehwa ke Hwaseong Academy juga ide Yang Mulia?”

Ratu Maesil kembali menyincingkan senyum bengisnya. “Bukankah itu sangat mudah untuk ditebak?”

Shihoo diam mengangguk-anggukan kepala.

“Sebaiknya tak menelisik ini itu, tapi lanjutkan saja rencana yang sudah kita susun dan kita jalankan. Biarkan itu berjalan semestinya. Aku perhatikan tak banyak yang menarik dari Hwaseong Academy. Melihat murid-murid SMA Maehwa itu jera dan tak berulah rasanya sungguh membosankan bukan?”

“Ini pasti menjadi titik utama pengawasan Yang Mulia.”

“Bukankah semua murid SMA Maehwa yang ditransfer memang diawasi dengan ketat? Aku pun ingin melakukannya seperti istana melakukannya. Apa itu salah?”

“Hamba rasa Yang Mulia tak tertarik pada selebrasi murahan dan terkesan tak penting itu.”

“Terkadang hal yang tak penting dan kita remehan justeru yang akan membunuh kita. Kau paham kan, Acanthus?” Ratu Maesil menatap tajam Shihoo. “Lalu ada apa gerangan hingga kau datang ke gubukku ini?”

“Pembicaraan kita telah menyinggungnya. Yang Mulia sepertinya tertarik pada trio Maehwa yang ditransfer ke Hwaseong Academy.”

“Mereka pasti menjadi pusat perhatian di sana.”

“Iya. Dan masih kabur tentang siapa saja yang memperhatikan mereka secara intensif seperti yang hamba lakukan sejak mereka datang.”

“Sepertinya ini akan jadi sangat menarik.”

“Tentang isu keberadaan Putri Ahreum dan pencarian tentangnya apakah juga rencana Yang Mulia?”

“Istana mengekorku bukan? Kenapa? Panti asuhan jadi kacau, para pemilik anak asuh dibuat was-was. Bukankah ini sangat menarik? Tentang beberapa anak yang dicurigai, pastilah sangat menyedihkan jika jatuh ke tangan Ratu Maesil ini. Ketakutan rakyat adalah ketakutan istana dan para pendukungnya. Sempurna bukan? Musim semi akan benar-benar menjadi musim yang indah di Wisteria Land.”

“Bahkan setelah 15 tahun berlalu, Anda masih juga dibuat penasaran.”

“Kecuali jika aku melihat jasadnya langsung, maka aku tak akan dibuat begini resah. Menjadikannya kambing hitam namun tak berhasil menyeretnya ke permukaan itu sungguh menjemukan. Aku dipermainkan gadis kecil itu. Aku menjadi terlalu dominan tanpa perlawanan berarti dari Raja muda nan bodoh itu.”

“Jadi Yang Mulia juga meyakini jika Putri Ahreum masih hidup?”

“Aku merasakan setiap getaran dari hembusan nafasnya. Hembusan nafas malaikat kemaian bagiku yang aku tak bisa meraba bagaimana wujud aslinya. Menyedihkan sekali bukan? Bagiku yang telah sampai di level kekuatan tertinggi ini sebagai penguasa sihir hitam.”

Shihoo tersenyum kecil kemudian maju dua langkah lebih dekat pada singgasana Ratu Maesil. “Ini kesimpulan yang saya buat setelah mengamati trio Maehwa itu sejak mereka tiba di Hwaseong Academy,” kata Shihoo sembari mengulurkan amplop cokelat besar di tangannya.

“Mari kita lihat!” Ratu Maesil mengambil amplop di tangan Shihoo. “Lalu apakah kau bisa memenuhi permintaanku? Mempersiapkan penyamaranku untuk masuk ke Hwaseong Academy.”

“Nee??” Shihoo terkejut mendengar permintaan Ratu Maesil.
***

“Sonsaengnim!” Shihoo yang berjalan dengan sedikit melamun dibuat terkejut dengan sapaan Magi yang tiba-tiba muncul menghadangnya. Shihoo melotot menatap Magi. Melihat ekspresi kaget Shihoo yang dinilai Magi cukup berlebihan itu, Magi segera menarik senyum manis di wajahnya. Ia segera meminta maaf atas ulahnya mengejutkan Shihoo.

“Mohon maafkan saya, Sonsaengnim,” Magi kembali membungkuk di depan Shihoo.

“Ada apa?” tanya Shihoo datar.

“Maaf karena membuat Songsaengnim amat terkejut. Hanya ingin mengucapkan terima kasih. Musim semi telah tiba, Dewa dan Dewi telah diantar kembali ke kayangan, hanya tart ini yang bisa saya berikan sebagai ucapan terima kasih pada Sonsaengnim,” Magi mengangkat kedua tangannya yang membawa kardus berisi tart blackforest berukuran sedang. “Saya tak tahu apakah Sonsaengnim suka coklat atau tidak, mohon maafkan saya karena kelancangan ini. Mohon terima kue ini sebagai ucapan terima kasih kami atas bantuan Sonsaengnim untuk pesta lampion di sekolah,” Magi membungkuk dan mengulurkan tart dalam kardus yang ia pegang pada Shihoo.

Shihoo tertegun menatap Magi. Ia menatap Magi, lalu menatap tart dan menatap Magi yang masih membungkuk di hadapannya itu lagi. Shihoo akhirnya meraih kardus di tangan Magi. Dari tutup kardus yang terbuat dari plastik Shihoo bisa melihat tart dalam kardus yang sangat menggoda untuk dicicipi itu. Magi kembali menegakan badan dan tersenyum menatap Shihoo yang masih mengamati tart pemberiannya.

“Yakin tart ini aman dikonsumsi? Kau kan penyihir, Rosmary Magi,” kata Shihoo masih mengamati tart di tangannya.

“Tentu saja aku memantrainya.”

“Mwo...?” Shihoo mengangkat kepala menatap Magi.

“Untuk apa aku memantrai Sonsaengnim? Itu konyol dan membuang-buang energi saja.”

“Kau ini lucu sekali.”

“Aku bukan badut, kenapa aku disebut lucu?”

Shihoo tersenyum mendengarnya. “Kau sama sekali tak pantas berakting manja seperti itu.”

“Aku memang tak berbakat akting,” Magi menggaruk bagian belakang kepalanya pelan.

“Terima kasih. Tenang saja, aku tak akan membuangnya. Aku suka coklat.”

“Walau jika itu hanya untuk menyenangkan aku saja, terima kasih karena Sonsaengnim mau menerima tart pemberian kami,” Magi tersenyum manis dan kembali membungkuk kemudian pergi dari hadapan Shihoo.

Shihoo tersenyum menatap Magi yang berjalan meninggalkannya. Ia menghela napas pelan kembali mengamati kardus berisi tart di tangannya. “Tentu saja aku memantrainya?” Shihoo menirukan ucapan Magi. “Hagh!” Shihoo tersenyum dan menggeleng pelan.

Tukang kebun sekolah yang gemar mengenakan kostum serba hitam lengkap dengan topi berwarna hitam yang menutupi kepalanya itu mengawasi dari kejauhan. Ia mengerutkan dahi melihat keakraban Magi dan Shihoo.
***

Hwaseong Academy semakin sibuk mempersiapkan Hwaseong Festival yang akan digelar Juni nanti. Tidak ada waktu santai bagi para pengisi acara. Setiap hari usai jam sekolah mereka digembleng dengan latihan dan latihan.

“Baru aku tahu kalau Hwaseong Festival itu sebenarnya adalah perayaan ulang tahun Hwaseong Academy. Ah, payah sekali aku ini,” Suri menepuk pelan keningnya sendiri ketika mengobrol dengan Sungrin di depan kamar mandi ruang ganti murid perempuan.

“Andai Magi kala itu lolos, ini akan jadi kesempatan yang bagus baginya. Sayang ini belum jodoh baginya untuk ikut andil menjadi pengisi acara,” sesal Sungrin. “Kenapa orang yang benar-benar berbakat namun tak dari kalangan atas selalu dipersulit? Hidup lebih sering tak adil bagi kaum minoritas seperti kita.”

“Kau benar. Tapi jika Magi terpilih, ini akan menjadi sangat melelahkan baginya.”

“Bukankah dia sudah terbiasa dengan jadwal padat Snapdragon?”

“Tentu saja ini akan menambah jam kerjanya kan? Lebih baik dia tak lolos. Menurutku.”

Siswi di kamar mandi yang berada di sebelah kiri Suri keluar. Suri pamit pada Sungrin untuk masuk kamar mandi lebih dahulu. Hanya ada Sungrin yang mengantri di depan kamar mandi. Tak lama kemudian Magi keluar dan mempersilahkan Sungrin untuk masuk lalu ia pergi menuju lokernya.

“Sungrin!” tahan Hyuri saat Sungrin akan memasuki kamar mandi. “Boleh aku menggunakannya lebih dulu? Aku benar-benar tak tahan ingin buang air kecil!” pinta Hyuri yang benar tersiksa karena menahan rasa ingin  buang air kecil.

“Tentu saja. Silahkan,” Sungrin minggir dan mempersiapkan Hyuri memakai kamar mandi lebih dulu.


Suasana sangat sepi di ruang ganti saat Magi kembali. Wajahnya pucat dan ia terlihat panik menggeledah kamar mandi yang ia gunakan untuk ganti pakaian sebelumnya. Magi mencari barangnya berharga miliknya yang tertinggal di kamar mandi saat ia ganti pakaian di sana. Magi lemas. Ia tak menemukan apa yang ia cari di dalam kamar mandi tempat ia ganti. Dengan wajah pucat dan lesu Magi keluar dari kamar mandi.

“Magi?” Sungrin kaget melihat Magi keluar dari kamar mandi.

“Oh! Sungrin. Kau masih di sini?” Magi pun terkejut mendapati Sungrin masih berada di ruang ganti khusus murid perempuan.

“Iya. Kau pucat sekali. Apa kau sakit?”

Magi menghampiri Sungrin. “Sungrin, apa kau menemukan sesuatu di kamar mandi saat kau ganti setelah aku? Setelah aku keluar dari kamar mandi, kau kan yang masuk dan menggunakan kamar mandi yang sama dengan yang aku gunakan?” buru Magi.

“Sesuatu...?” Sungrin tampak kebingungan.

Magi menarik Sungrin untuk masuk ke dalam kamar mandi yang tadi mereka gunakan secara bergantian. “Tadi aku meninggalkan sesuatu di tempat baju ini,” Magi menunjuk gantungan baju di belakang pintu. “Apa kau menemukannya?”

“Sesuatu yang kau cari itu apa?” Sungrin masih terlihat bingung.

Magi mendesah pelan dan kembali keluar kamar mandi. “Kalungku. Kalung kesayanganku. Aku rasa tertinggal di sini, tapi saat aku kembali sudah tak ada. Apa kau melihatnya?”

“Kalung?” Sungrin diam dan meningat kembali bagaimana ketika ia memasuki kamar mandi untuk ganti. “Saat aku masuk aku tak melihat apa-apa digantungan baju itu. Aku yakin aku tak melihat apa-apa. Hanya ada satu gantungan baju di tiap kamar mandi, jika kalungmu memang tertinggal di kamar mandi yang kita gunakan, pastilah aku melihatnya. Tapi aku tak melihatnya saat aku masuk dan ganti baju di sana.”

“Tamatlah aku...” Magi menjatuhkan punggungnya bersandar pada tembok yang ada tepat di belakangnya. Sungrin menjadi khawatir melihat ekspresi Magi. Apalagi Magi terlihat benar-benar pucat.

“Kalian masih di sini rupanya,” sela Suri yang baru sampai di ruang ganti. “Apa yang kalian lakukan hingga berlama-lama dan berduaan di sini?”

“Aku tak sengaja bertemu Magi di sini,” jawab Sungrin. “Ada apa sampai mencari kami seperti itu?” Sungri balik bertanya.

“Ada pemeriksaan kesehatan khusus bagi murid perempuan. Seluruh siswi diminta berkumpul dan menjalani pemeriksaan intensif dari Dokter istana. Proses pemeriksaan dimulai dari tingkat 1 dan kelas kita sudah dimulai. Wali kelas tak menemukan kalian dan memintaku mencari kalian.”

“Pemeriksaan dari istana? Mendadak sekali,” gumam Sungrin. “Kenapa hanya siswi?”

“Entahlah. Tapi menurut yang aku dengar ini ada hubungannya dengan maraknya seks dikalangan remaja. Itu sebabnya diadakan pemeriksaan ini. Mungkin terkesan mendadak karena sekolah tak memberitahukan ini pada kita. Takut yang bermasalah kabur jika diberitahukan lebih dulu. Selalu begitu kan?”

“Bukankah ini janggal?”

“Janggal??” Suri menatap heran pada Sungrin. “Sebaiknya kita bergegas daripada kita kena masalah. Petugasnya dari istana.”

“Justeru karena petugasnya berasal dari istana itulah yang membuatnya janggal. Tunggu sebentar!” Sungrin pamit meninggalkan Suri dan Magi berdua di depan kamar mandi.

Suri beralih menatap Magi. Baru ia sadari jika Magi melamun dan mengabaikan obrolannya bersama Sungrin. Suri memiringkan kepala mengamati Magi yang terlihat panik dan wajahnya terlihat pucat. Magi yang berdiri menyandarkan punggung pada tembok dengan kepala sedikit tertunduk itu sepertinya tak menyadari keberadaan Suri di depannya.

“Magi! Kau baik-baik saja?” Suri menggoyang lengan Magi.

Magi tersadar dari lamunannya dan terkejut menemukan Suri berada di depannya. “Suri? Kau di sini? Dimana Sungrin?”

“Aku di sini cukup lama. Kau tak tahu?”

“An-nee...” Magi menggeleng pelan.

“Kau tak dengar semua yang aku katakan? Apa yang aku bicarakan denngan Sungrin??”

“An-nee...” lagi-lagi Magi menggelengkan kepala.

“Demi Sang Penguasa Alam! Apa yang kau lamunkan hingga kau menjadi begini tak sadar??”

“Aku...”

“Ayo kita pergi!” sela Sungrin yang baru kembali bergabung.

Magi yang kebingungan hanya bisa diam dan pasrah ketika Sungrin dan Suri menuntunya pergi meninggalkan ruang ganti.
***

“Jadi itu semua karena kalungmu yang hilang? Wah, pasti berharga sekali ya? Aku tak pernah melihatmu bengong dan benar-benar kosong seperti tadi,” Suri menanggapi penjelasan Magi ketika ketiganya berjalan menuju klinik sekolah tempat pemeriksaan digelar.

“Kalung keluarga,” jawab Magi lirih. “Aku benar-benar tamat kini!”

“Bisa dipastikan. Aku saja ngeri membayangkan kemarahan Nichkhun Sunbaenim padamu. Tapi jangan pupus harapan dulu. Setelah pemeriksaan selesai, kita tanya teman-teman. Kalau perlu kita geledah mereka. Mereka pasti takut pada kita, apalagi pada Hyuri. Kita minta bantuan Hyuri untuk melacaknya. Sudah jangan panik dulu,” Suri merangkul Magi.

“Tunggu!” Sungrin menghentikan langkahnya. “Setelah kau keluar, sebelum aku masuk,... Hyuri menahanku,” Sungrin teringat bagian yang ia lewatkan saat Magi bertanya padanya perihal berbagi kamar mandi. “Iya! Hyuri masuk lebih dulu.” Sungrin yakin. “Ia benar-benar tak tahan ingin buang air kecil, karenanya aku mengizinkan ia menggunakan kamar mandi lebih dulu.”

“Hyuri...?” Magi menatap sangsi pada Sungrin.

“Iya!” Sungrin mengangguk yakin.

“Sebaiknya kita tanyakan pada Hyuri. Semoga Hyuri yang melihatnya dan menyimpannya untukmu. Ayo segera kita temui Hyuri,” Suri bersemangat.

“Hyuri... dimana?” tanya Magi.

“Dia berada di antrian pemeriksaan bersama siswi kelas kita.”

Magi kembali terlihat panik dan berlari mendahului Suri dan Sungrin. “Magi!” terikan Suri diabaikan Magi. “Aigo! Anak itu!”

Sungrin turut berlari mengejar Magi. “Sungrin! Ck! Mereka itu kenapa meninggalkan aku seperti ini?” dengan kesal Suri berlari kecil mengejar Magi dan Sungrin.


Saat sampai di depan klinik teman-teman sekelas Magi, Suri dan Sungrin menatap ketiganya dengan tatapan mengadili. Beberapa sembari saling berbisik membuat Magi, Suri dan Sungrin merasa risih.

“Kenapa mereka menatap kita seperti itu?” bisik Sungrin.

Magi mencari keberadaan Hyuri di antara teman-teman sekelasnya yang mengantri untuk pemeriksaan. Suri menghela napas cepat dan menghampiri dua murid yang sedang menatapnya sambil berbisik-bisik.

“Song Hyuri, dimana dia?!” tanya Suri dengan nada ketus.

Kedua siswi itu menatap Suri dengan sedikit ketakutan. “Setelah menjalani pemeriksaan, mereka membawanya pergi,” terang salah seorang siswi.

“Song Hyuri memberontak, tapi empat pengawal istana itu pastilah lebih kuat darinya. Mudah saja mereka membawa Song Hyuri pergi dari sini. Dia sempat berteriak memanggil nama kalian untuk meminta tolong,” sambung satu siswi lainnya.

Suri, Magi dan Sungrin terkejut mendengar kata ‘empat pengawal istana’. Magi langsung menerobos masuk ke dalam klinik. Suri dan Sungrin bergegas menyusul ke dalam ruang pemeriksaan. Petugas yang berada di ruang pemeriksaan terkejut ketika Magi, Suri dan Sungrin menerobos masuk.

“Dimana Song Hyuri berada?” tanya Magi dengan napas terengah-engah karena ia sedang bergelut untuk meredam emosinya sendiri. “Kesalahan apa yang ia lakukan hingga empat pengawal itu menyeretnya dengan paksa keluar sekolah? Tolong katakan dimana Song Hyuri?”

Dokter cantik yang ditugaskan untuk menjalankan misi pemeriksaan itu tersenyum manis menanggapi pertanyaan Magi yang terlihat jelas sedang diliputi emosi. “Duduklah dengan tenang dan menunggu giliran untuk diperiksa,” pintanya dengan sopan.

“Cukup katakan dimana Song Hyuri berada!” Magi menegaskan.

“Tunggu pengumuman resminya maka kau akan tahu tentang temanmu itu. Tolong jangan mengacaukan jalannya pemeriksaan ini karena tugas kami masih panjang. Atau perlu aku panggil pengawal untuk membawa kalian keluar dari ruangan ini?”

Magi masih bertahan di tempat ia berdiri, menatap sinis Dokter cantik yang sedang bertugas menjalankan pemeriksaan. Dokter cantik itu menyincingkan senyum bengis membalas tatapan Magi. Tiba-tiba Magi merasakan panas yang membakar pundak kanannya. Magi menahan sakit itu dan tetap membalas tatapan Dokter cantik yang tetap bertahan duduk di depan Magi.

“Sebaiknya kita pergi,” bisik Suri meraih lengan kanan Magi.

“Tak ada gunanya bersikeras seperti ini,” Sungrin ikut membujuk.

Magi akhirnya pasrah dan keluar ruang pemeriksaan berasama Suri dan Sungrin.
***

Dengan adanya kegiatan pemeriksaan mendadak yang disebut-sebut sebagai perintah dari istana untuk menahan laju seks bebas di kalangan remaja itu Hwaseong Academy menjadi heboh. Para siswi dari semua tingkatan akan diperiksa dan hal itu membuat mereka takut. Apalagi ketika mereka mendengar salah satu siswi dari tingkat satu yaitu Song Hyuri dibawa paksa oleh empat pengawal istana. Mengetahui Song Hyuri berasal dari SMA Maehwa, para siswi menduga jika Song Hyuri termasuk sebagai siswi bermasalah.

Suri, Magi dan Sungrin yang diusir dari ruang pemeriksaan berkumpul di taman belakang sekolah. Ketiganya duduk berjajar di atas rumpu di tepi danau. Semuanya terdiam. Magi kembali memijat-mijat pundak kanannya yang tadi begitu terasa panas seolah terbakar. Rasa itu memang telah sirna, namun masih menyisakan nyeri di pundak kanan Magi.

“Kau baik-baik saja, Magi?” tanya Sungrin khawatir. “Dari tadi aku perhatikan kau terus memijat pundak kananmu.”

“Apa akan baik-baik saja jika kita menghindari pemeriksaan dan tetap bertahan di sekolah seperti ini?” tanya Suri dengan mimik khawatir. “Mereka utusan istana, itu membuatku ngeri. Dan mereka membawa Hyuri.”

“Ini bukan pertanda baik. Aku rasa. Harusnya mereka menahan kita untuk tetap tinggal di sana, akan tetapi tidak. Jika benar sesuai prosedur yaitu semua murid harus diperiksa, harusnya mereka mengejar kita kembali seperti wali kelas mengirimmu untuk menyusul kami. Tapi ini tidak. Pemeriksaan di kelas kita pastilah telah usai kini. Bukankah ini janggal?” Magi mengutarakan penilaiannya.

Sungrin diam, menyimak penjelasan Magi dan menganalisisnya. “Apakah hanya Hyuri yang diseret pergi? Jika Hyuri dianggap sebagai salah satu siswi yang bermasalah dengan seks bebas, harusnya mereka juga mengejar kalian karena kalian berasal dari sekolah yang sama dengan Hyuri. Jika benar hanya Hyuri yang diseret pergi tanpa mempertimbangkan kalian, maka pemeriksaan selanjutnya hanyalah kamuflase. Tindakan simbolis saja untuk mengelabuhi siswi dan siswa yang lain.”

“Itu sama artinya dengan Song Hyuri-lah yang mereka cari dan akhirnya mereka temukan?” tebak Suri. “Demi Sang Penguasa Alam! Apa yang dimiliki Hyuri hingga istana menginginkannya seperti itu?”

“Park Sungrin, benarkah istana juga mengadakan razia di panti asuhan?” tanya Magi menyela. “Apa panti asuhan tempat kau tinggal juga mendapat jatah kunjungan? Apa saja yang mereka lakukan di sana?”

“Iya. Kami juga mendapat jatah kunjungan. Mereka hanya melakukan pemeriksaan pada anak perempuan berumur 18-19 tahun. Aku termasuk dalam hitungan angka itu. Selain mendata keterangan tentang kami sebelum memasuki panti bagaimana asal-usul kami, mereka juga melakukan pemeriksaan fisik. Para petugas perempuan itu meminta kami membuka baju di depan mereka. Itu semua benar-benar menggelikan. Untung aku bisa menghindarinya,” terang Sungrin.

“18-19 tahun... pemeriksaan fisik...” bisik Magi yang wajahnya berubah pucat dan tubuhnya terlihat gemetaran. “Suri, kita harus meninggalkan sekolah sekarang juga,” pinta Magi sembari meraih tangan Suri dan menggenggamnya erat.

“Omo! Tanganmu dingin sekali. Kau gemetaran Magi. Kenapa kita harus meninggalkan sekolah sekarang juga? Kau pucat sekali. Apa kau sakit?” Suri jadi panik melihat perubahan Magi.

Sungrin diam dan mengamati Magi. Ia tampak memikirkan sesuatu. Beberapa  detik kemudian kedua mata Sungrin melebar. “Magi! Jangan-jangan kau menduga Song Hyuri tak lain adalah Putri Ah Reum yang hilang. Apa benar demikian?”

“What!?” pekik Suri. “Song Hyuri adalah Putri Ah Reum yang hilang?? Ya, Park Sungrin! Ini bukan saatnya untuk bercanda. Tak mungkin Song Hyuri adalah Putri Ah Reum,” bantah Suri.

“Apa kau yakin dengan ucapanmu? Apa kau begitu mengenal Song Hyuri hingga kau seyakin itu jika dia bukanlah Putri Ah Reum? Jika bukan, kenapa pengawal istana tiba-tiba membawanya? Seks di kalangan remaja sudah menjadi tren sejak setahun yang lalu bukan? Tapi kenapa baru sekarang istana mengambil tindakan?”

“Tidak. Itu tidak mungkin,” Suri merasa lemas seketika. “Ini pasti salah paham. Tak mungkin jika Hyuri adalah Putri Ahreum yang hilang.”

“ Iya atau tidak, apa pun itu yang terjadi, Hyuri, kau dan aku, kita semua dalam bahaya kini,” sahut Magi.

Suri dan Sungrin kompak menatap Magi. Magi yang pucat dan terlihat benar panik. Ketakutan. Magi balas menatap Suri dan Sungrin.

“Apa kau mengetahui sesuatu yang tak kami ketahui? Rosmary Magi?” tanya Suri dengan tatapan curiga. “Hyuri dibawa pergi paksa, kau marah, lalu kita di sini dan kau mengatakan kita dalam bahaya. Apa yang sebenarnya terjadi? Meninggalkan sekolah sekarang juga untuk menolong Hyuri? Kau pikir itu mudah? Jangan bertindak konyol. Kau bukan pahlawan Rosmary Magi. Ini kenyataan, bukan panggung sandiwara di mana kau biasa berakting.”

“Apa yang dikatakan Suri benar. Apa kuasa kita?” sambung Sungrin.

“Apa kau ingin meminta bantuan keluargamu? Yakin mereka mau menolong Hyuri?”

Magi terdiam. Kalut dalam pikirannya. Kalungnya yang hilang dan dibawanya Hyuri oleh pasukan istana. Kini ia terjepit. Magi tak tahu harus memberi penjelasan apa pada Suri dan Sungrin.

Sungrin diam sembari menatap danau. Ia menganalisis rentetan kejadian hari ini. Sungrin kembali menatap Magi dengan ekspresi kaget. “Jangan-jangan... Hyuri yang membawa kalungmu yang tertinggal di kamar mandi dan...” Sungrin ragu untuk melanjutkan perkataannya.

“Dan apa?” tanya Suri penasaran.

“Dan... saat pemeriksaan, petugas istana melihatnya, lalu membawanya pergi. Magi...” bisik Sungrin menyebut nama Magi masih dengan menatap Magi dengan tatapan tak percaya. Sungrin meragu. Ia bimbang.

“Demi Sang Naga!” ucap Suri tiba-tiba dengan kedua mata terbelalak. “Rosmary Magi. Kau...” Suri turut menatap Magi dengan tatapan tak percaya.
***

Berkat bantuan Sukjin akhirnya Magi, Suri dan Sungrin bisa meninggalkan sekolah sebelum jam sekolah berakhir. Sukjin membantu tiga gadis cantik itu kabur tanpa sepengetahuan pasukan istana yang berjaga di depan gerbang Hwaseong Academy. Suri dan Sungrin berjalan di samping kanan dan kiri Magi. Ketiganya berjalan cepat, terburu-buru meninggalkan kawasan Hwaseong Academy. Ketiganya mengganti seragam mereka dengan baju yang diberikan Sukjin.

Sungrin membawa Magi dan Suri ke perpustkaan umum milik Tuan Shin dimana Sungrin biasa menghabiskan waktu di kala luang. Magi masih terlihat pucat. Ia duduk dan terdiam namun kedua tangannya tak henti meremas-remas bagian bawah T-shirt yang ia kenakan.

“Maafkan saya Yang Mulia, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk Yang Mulia,” Sungrin berubah sopan dan berbicara dengan bahasa formal di depan Magi.

“Park Sungrin. Apa di sini aman?” tanya Suri.

“Iya. Tempat ini yang terbaik. Percayalah. Tuan Shin adalah pejuang veteran pembela raja terdahulu. Hanya saja aku tak berani bicara lebih kepadanya kini,” Sungrin tersenyum manis meyakinkan Suri.

Suri yang berdiri di dekat lemari buku di ruangan kecil itu kembali menatap Magi. “Ini gila. Benar-benar gila! Katakan jika ini hanya mimpi!” tiba-tiba Sungrin mencubit Suri. “Auw!” pekik Suri. “Sakit... kau!!” Suri melotot pada Sungrin.

“Sakit? Jadi ini kenyataan. Berhenti mendesah dan mengomel seperti itu. Bersikaplah sopan. Ya! Han Suri! Ini bukan waktunya untuk bercanda!”

“Park Sungrin...” Suri gemas melihat tingakh Sungrin yang terus menggodanya. “Sekarang terjawab sudah semua pertanyaan di otakku. Kenapa mereka selalu menghormatimu. Kenapa kau takut duduk di mobil di bangku belakang atau tengah, itu bukan karena kau mabuk darat, tapi itu karena kau...” Suri diam sejenak untuk mengatur nafasnya, mengontrol emosinya. “Karena kau adalah Putri Ahreum kan? Kenangan masa kecil yang mengakibatkan tewasnya Raja dan Ratu terdahulu menyisakan trauma bagimu. Kau begitu banyak berkorban untuk kami, Magi. Maafkan kami atas semuanya,” Suri tiba-tiba berlutut di depan Magi dan menangis.

“Suri...” Magi turut berlutut di depan Suri. “Hentikan. Maafkan aku telah melibatkan kalian dalam masalah besar ini. Mereka membawa Hyuri karena Hyuri membawa kalungku. Kalung naga itu, kalung pemberian mendiang ayahku. Aku benar-benar khawatir sekarang. Bagaimana jika pengawal yang membawa Hyuri bukanlah pengawal istana, tapi pengawal Ratu Maesil yang menyamar. Hyuri dalam bahaya.”

“Tolong berhenti mengkhawatirkan Hyuri, Yang Mulia. Pikirkan diri Yang Mulia sendiri. Bagaimana Yang Mulia menghadapi kemarahan Nichkhun Sunbaenim dan yang lain. Bagaimana Yang Mulia bisa mendapatkan kalung Yang Mulia kembali. Hamba yakin pemeriksaan tadi dari istana. Hamba yakin Hyuri aman dengan adanya kalung itu, tapi Yang Mulia?” Suri menatap Magi yang turut berkutut bersamanya dengan kedua mata dipenuhi butiran bening air matanya.

Magi terduduk lemas di lantai. “Kau benar. Tamatlah aku kali ini. Nichkhun Oppa pasti membunuhku.”

“Itu tidak mungkin,” bantah Sungrin yang juga turut berlutut. “Selain kalung itu apakah ada benda lain yang bisa menjadi bukti jika Yang Mulia adalah Putri Ahreum yang sebenarnya?”

“Tato. Aku punya tato naga,” ucap Magi dengan kepala sedikit tertunduk dan tatapan kosong. Kemudian Magi membuka bagian kanan atas T-shirt yang ia kenakan dan menunjukan tato naga berwarna hitam di punggung belakang bagian kanan miliknya. Suri dan Sungrin terbelalak melihatnya.

“Hamba paham sekarang. Hamba paham kenapa pengawal itu membawa Hyuri. Itu karena Hyuri juga memiliki tato. Hyuri memiliki tato di tengkuknya. Tato kupu-kupu. Kau ingat kan Sungrin? Kita melihatnya saat kita mencoba kostum bersama,” ungkap Suri.

“Iya, aku ingat. Tapi itu tato kupu-kupu dan di tengkuk. Bukan tato naga di punggung kanan belakang. Kenapa mereka tetap membawa Hyuri?”

“Saat beradu pandang dengan Dokter cantik itu, aku merasakan pundak kananku seperti terbakar. Rasa itu muncul dari bagian tubuhku yang bertato,” sela Magi mengungkap apa yang ia rasakan di ruang pemeriksaan.

“Apakah itu memiliki arti Yang Mulia?” tanya Suri.

“Tidak,” Magi menggeleng.

“Hyuri pasti mencoba memberi penjelasan, namun para pengawal yang berada dalam perintah itu tak mau mendengar. Hal itu terkesan Hyuri dibawa paksa. Teka-tekinya hanyalah pada tato. Kenapa mereka tetap membawa Hyuri jika mereka tahu tato yang dimiliki Hyuri bukanlah tato naga?” Sungrin masih terus menganalisis.

“Ini akan jadi masalah bagi kalian. Maafkan aku. Kini jati diriku pun telah terbongkar di depan kalian. Bukan maksudku menipu kalian atau sengaja bersembunyi dan mengabaikan penderitaan rakyat, hanya saja semua tak semudah itu. Untuk kembali muncul dan mengaku jika akulah Putri Ahreum yang hilang.”

Suri tertunduk mendengar ungkapan Magi. “Aku percaya kalian walau aku baru mengenal kalian. Aku sendiri tak tahu kenapa aku begitu percaya pada kalian,” imbuh Magi.

Sungrin tersenyum dan meraih tangan kanan Magi dan menggenggamnya. “Sungguh kehormatan bagi hamba bisa bertemu Yang Mulia langsung seperti ini. Entah Yang Mulia percaya atau tidak, tapi hamba adalah pendukung Yang Mulia. Hamba rela melakukan apa pun untuk mendukung dan melindungi Yang Mulia. Nyawa hamba, itupun untuk Yang Mulia,” Sungrin dengan lembut.

“Park Sungrin...” air mata Magi meleleh menuruni wajah pucatnya.

Sungrin tersenyum manis. “Yang Mulia jangan takut. Di luar sana masih banyak pendukung Yang Mulia yang selalu setia menunggu Yang Mulia kembali.”

Magi tersenyum dan mengangguk. “Terima kasih,” bisiknya.

“Bukan karena balas budi atau tak ada alasan lain untuk menolak, tapi sedari awal hamba mengenal apa itu pemerintahan dan politik, hamba telah mengidolakan mendiang Raja Leejin. Bertemu dengan keturunan mendiang Raja Leejin yang merupakan pemilik tahta sah dari negeri ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan bagi hamba. Hamba akan tetap berada di samping Yang Mulia, hingga akhir,” Suri meraih tangan kiri Magi dan menggenggamnya.

“Han Suri...” Magi semakin terharu.

“Tolong jangan bersedih lagi Yang Mulia. Saat ini yang kita perlukan hanyalah rencana. Rencana untuk menghadapi semua ini,” Suri menyemangati Magi.

Magi menarik tangannya dan mengusap air matanya. “Kau benar. Kita butuh rencana. Sepanjang perjalanan kemari aku memikirkannya. Mereka membawa paksa Hyuri bisa jadi untuk diintrogasi. Kenapa gadis bertato kupu-kupu itu memiliki kalung naga milik Putri Ahreum yang hilang? Kecerobohanku yang lain adalah membawa kalian kabur seperti ini. Terlalu mencolok.”

“Orang panik sering gegabah. Ini bukan salah Yang Mulia. Selama pengumuman resmi belum keluar, hamba yakin penilaian teman-teman di sekolah ketika mengetahui kita kabur hanyalah karena kita takut akan dibawa paksa seperti Hyuri usai pemeriksaan. Karena kita bertiga berasal dari sekolah yang sama, SMA Maehwa,” Suri menenangkan.

“Itu benar Yang Mulia. Sebaiknya berpikir tentang bagaimana menghadapi keluarga Yang Mulia,” saran Sungrin.

Magi kembali terdiam. Keresahan itu masih terlihat jelas di wajah ayu Magi.
***

Jemari Hyuri bergerak. Kedua kelopak mata Hyuri yang tertutup rapat berdenyut karena gerakan bola mata di dalamnya. Perlahan Hyuri mulai membuka mata. Sedikit kabur. Hyuri kembali memejamkan mata. Setelah yakin penglihatannya telah kembali normal Hyuri kembali membuka mata. Hyuri mengedip-kedipkan matanya masih terbaring di atas ranjang yang cukup memuat satu orang itu. Hyuri menatap langit-langit yang tampak usang dan mulai ditumbuhi jamur itu. Hyuri memijat keningnya. Terasa sedikit pusing. Beberapa detik kemudian Hyuri berusaha bangun. Ia duduk di atas ranjang masih memijat kepalanya yang terasa berat.

“Di mana aku...” gumam Hyuri lirih sambil mengedarkan pandangannyaa mengamati ruang sempit yang lusuh itu. Ruangan dengan nuansa serba putih namun pengab dan lembab. Hyuri menoleh ke arah kanan, ia terbelalak melihat seseorang tergeletak di lantai dengan posisi membelakanginya. Dari pakaian yang dikenakan orang itu, Hyuri bisa mengenali jika orang itu adalah seorang dokter. Hyuri bergerak cepat menuruni ranjang dan menghampiri orang yang tersungkur di lantai itu.

“Dokter! Dokter!” Hyuri menggoyang tubuh wanita yang tersungkur di lantai itu. “Dokter, bangun! Dokter!” Hyuri semakin keras menggoyang tubuh dokter wanita itu. “Dokter! Aku mohon bangunlah! Dokter!”

Perlahan tubuh dokter wanita itu bergerak. Sama seperti Hyuri, sepertinya sulit baginya untuk membuka mata. Hyuri diam dan menunggu. Dokter wanita itu perlahan duduk dan dengan tatapan yang belum normal sepenuhnya ia mengamati Hyuri. Gadis berseragam yang duduk di atas lantai di dekatnya. Setelah mengamati Hyuri, tiba-tiba mata dokter wanita itu terbelalak. Seolah ia teringat sesuatu yang amat penting dan telah ia lewatkan.

“Kau... kau murid Hwaseong Academy?” tanya Dokter itu panik.

“Iya,” jawab Hyuri sedikit mengangguk.

“Bagaimana kau bisa di sini? Jam berapa sekarang?”

Hyuri diam mengamati dokter cantik di hadapannya. “Dokter?? Kenapa Dokter di sini?” Hyuri balik bertanya.

“Nee??” Dokter itu bingung.

“Bukankah Dokter yang melakukan pemeriksaan di sekolah? Dokter juga yang memerintakan pengawal itu untuk membawaku. Setelah masuk ke dalam mobil, aku tak ingat apa-apa lagi. Kemudian aku terbangun dan di sinilah aku. Dokter, apa sebenarnya yang terjadi?”

“Begitukah?”

“Iya. Bagaimana Dokter bisa di sini bersamaku? Kita sepertinya sama-sama tak sadarkan diri di sini. Dokter ini sebenarnya siapa?”

“Aku adalah Dokter yang ditugaskan istana untuk melakukan pemeriksaan di Hwaseong Academy hari ini. setelah aku masuk ke dalam mobil, aku tak ingat apa-apa lagi. Sama sepertimu.”

“Lalu... siapakah dokter yang bertugas di sekolah?”

Dokter cantik itu kembali mengamati Hyuri. Hyuri pun menatap dokter cantik itu. Selama beberapa detik keduanya saling mengamati hingga terdengar suara kunci yang dimasukan ke dalam lubang pintu. Dokter cantik dan Hyuri sama-sama menatap pintu lalu kembali menatap satu sama lain dengan tatapan panik.

***

-------TBC--------

Keep on Fighting
                shytUrtle


 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews