Sahabat Untuk Selamanya (Tiga Pemuda dan Sembilan Bidadari)
05:51
Sahabat
Untuk Selamanya
(Tiga
Pemuda dan Sembilan Bidadari)
-
Tokoh drama:
1. Sembilan
Bidadari
2. Tiga
Pemuda
-
Setting:
1. Hutan
Wanawara
2. Danau/telaga
Toyawening
-
Waktu: Siang-sore
-
Theme Song:
1. Final
Fantasy – In The Morning Light
2. Piano
In The Forest (instrumental music)
3. Summer's
Just Begun - Tinker Bell and the Great Fairy Rescue
4. Rooftop
Prince OST - 07 쫄쫄이 4인방 (Return of Gang 4)
5. Pixie
Hollow Music - Rosetta's Garden
6. Amigos
X Siempre - Mi Angel de Amor
7. Amigos
X Siempre - Pasó, Pasó
-
Sinopsis:
Pada
suatu siang, tiga orang pemuda berburu di hutan. Lelah seharian berburu dan tak
mendapatkan hasil, tiga pemuda memutuskan untuk istirahat di bawah sebuah
pohon. Salah satu pemuda menyadari jika persediaan air mereka habis dan ia
memutuskan untuk mengambil air di telaga di dekat hutan. Semakin dekat dengan
telaga, salah satu pemuda mendengar suara gadis-gadis sedang bercanda dan ia
pun memberitahu kedua temannya. Ketiganya memutuskan mencari sumber suara yang
ternyata berasal dari telaga Toyawening. Sesampainya ketiganya di tepi telaga
Toyawening, mereka menemukan Sembilan bidadari cantik sedang mandi dan bercanda
di telaga. Tiga pemuda bersembunyi kemudian memutuskan untuk mencuri selendang
bidadari. Ketiganya mengendap-endap dan berhasil mencuri selendang bidadari.
Selesai
mandi, para bidadari bersiap kembali ke kayangan, akan tetapi tiga dari
Sembilan bidadari kehilangan selendang mereka. Bidadari tertua membagi tugas
untuk mencari selendang yang hilang namun hasilnya nihil. Akhirnya bidadari
tertua memutuskan untuk kembali ke kayangan dan meninggalkan tiga bidadari yang
kehilangan selendang. Dua bidadari berhasil menemukan selendang mereka dan
menyusul keenam bidadari yang kembali lebih dulu ke kayangan dan meninggalkan
satu bidadari yang tersisa.
Satu
bidadari yang tersisa putus asa ketika tak berhasil menemukan selendangnya. Ia
bertanya pada pohon, bunga-bunga, rerumputan, hewan di hutan namun mereka tak
tahu dimana keberadaan selendang bidadari. Berada di hutan sendirian dan hari
mulai gelap, bidadari semakin putus asa dan akhirnya ia mengumumkan dengan
keras barang siapa yang bisa menemukan selendangnya jika perempuan maka akan ia
jadikan sebagai adik dan jika laki-laki maka akan ia jadikan sahabat untuk
selamanya. Satu pemuda yang mencuri selendang bidadari mendengarnya dan
mengembalikan selendang bidadari. Bidadari pun menepatinya janjinya, ia menjadi
sahabat si pemuda kemudian kembali ke kayangan.
***
Sahabat
Untuk Selamanya
(Tiga
Pemuda dan Sembilan Bidadari)
Narator:
“Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa kecil di Pulau Jawa hiduplah tiga orang
pemuda yatim piatu secara berdampingan. Sejak kecil mereka bersahabat dan
saling membantu satu sama lain. Ketiganya gemar berburu dan pada hasil
buruanlah mereka menggantungkan hidup. Di suatu pagi, ketiga pemuda telah siap
dengan peralatan berburu mereka. Karena masih pagi, ketiganya pun berjalan
santai menuju hutan Wanawara untuk berburu. Sesampainya di hutan, ketiganya
bersembunyi dan menunggu hewan buruan lewat di depan mereka. Hingga menjelang
siang tak satu pun hewan buruan lewat di depan persembunyian ketiga pemuda.
Mereka memutuskan berkeliling hutan untuk mencari hewan buruan namun hingga
tengah hari berlalu tak satu pun hewan buruan mereka dapatkan. Karena lelah,
ketiganya pun duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang di tengah
hutan.”
Pemuda
1: “Ah, hari ini kita sial sekali. Dari pagi menunggu hewan buruan tak ada yang
lewat. Bahkan sampai berkeliling hutan pun kita masih juga tak mendapatkan
apa-apa. Makan apa kita nanti?”
Pemuda
2: “Nasib kita memang sedang buruk.”
Pemuda
3: “Sepertinya hari ini kita akan pulang dengan tangan kosong dan makan dengan
singkong tanpa lauk.”
Pemuda
1: (Bangkit dari duduknya) “Aku haus dan minuman kita habis. Aku akan mengambil
air di telaga Toyawening, tak jauh dari sini. Kalian mau ikut atau menunggu di
sini?”
Pemuda
3: “Aku ikut!” (Turut bangkit dari duduknya)
Pemuda
2: “Baiklah. Kita pergi bersama-sama.” (Dengan malas bangkit dari duduknya)
Narator:
“Tiga pemuda kembali berjalan menuju telaga Toyawening yang letaknya tak jauh
dari tempat mereka beristirahat. Di tengah perjalanan, tiba-tiba pemuda 1
menghentikan langkahnya karena ia mendengar sesuatu.”
Pemuda
1: “Ssh! Kalian dengar itu?” (Menghentikan langkah dan sedikit berbisik pada
kedua temannya) “Aku mendengar suara gadis-gadis bercanda.”
Pemuda
2: “Iya. Aku juga dengar.”
Pemuda
3: “Sepertinya itu dari telaga Toyawening. Siapakah gadis-gadis yang bercanda
di sana?”
Pemuda
1: “Mari kita lihat!”
Narator:
“Ketiga pemuda berjalan mengendap-endap mendekati telaga Toyawening dan bersembunyi di balik semak-semak. Ketiganya
terkejut melihat Sembilan bidadari cantik sedang bercanda dan bermain air di
telaga Toyawening.”
Pemuda
2: “Ada Sembilan gadis cantik bermain air di tepi telaga, siapa mereka?”
Pemuda
1: “Ssh! Pelankan suaramu!”
Pemuda
3: “Mereka itu… bidadari.”
Pemuda
1 & 2: (Bersamaan) “Bidadari??”
Pemuda
3: “Ssh!! Aku yakin mereka bidadari. Lihat tumpukan kain warna-warni di atas
batu itu.” (Menuding batu) “Itu pasti selendang mereka. Selendang untuk terbang
ke kayangan.”
Pemuda
1: “Teman-teman, bagaimana jika kita curi selendang bidadari itu?”
Pemuda
2: “Mencurinya?? Untuk apa? Nanti bidadarinya tidak bisa kembali ke kayangan.”
Pemuda
1: “Memang itu tujuannya. Bidadari kan sakti, nanti kita minta bidadari bantu
hidup kita yang susah ini biar jadi enak, bagaimana?”
Pemuda
3: “Ide bagus. Aku setuju.”
Pemuda
2: “Tapi aku takut.”
Pemuda
1: “Ssh! Jalan pelan-pelan, ambil, lalu cepat-cepat sembunyi menjauh dari
sini.”
Narator:
“Dengan hati-hati, ketiga pemuda berjalan mengendap-endap mendekati batu di mana
selendang para bidadari diletakan. Masing-masing pemuda mengambil satu
selendang lalu bergegas meninggalkan batu besar dan kembali bersembunyi.
Ketiganya segera menjauh dan terpisah ketika salah satu bidadari tiba-tiba
bangkit dari duduknya di tepi telaga.”
Bidadari
1: “Hari sudah sore, ayo kita pulang!”
Bidadari
2: “Sebaiknya kita segera kembali sebelum matahari terbenam.”
Narator:
“Semua bidadari meninggalkan tepi danau dan menuju batu besar untuk mengambil
selendang mereka. Dan tiba-tiba tiga dari Sembilan bidadari berubah panik
karena selendang mereka hilang.”
Bidadari
7: “Di mana selendangku? Aku tak menemukannya di sini.”
Bidadari
8: “Selendangku juga tidak ada. Duh, bagaimana ini?”
Bidadari
9: “Selendangku juga tidak ada. Duh… kalau selendang kita hilang, kita tidak
bisa kembali ke kayangan. Siapa yang mengambil selendang kita ini?”
Bidadari
1: “Di mana kalian taruh selendang kalian?”
Bidadari
7, 8, 9: “Di sini.” (Secara bersamaan)
Bidadari
1: “Coba kalian cari di sekitar telaga ini. Siapa tahu selendang kalian jatuh.
Yang lain, ayo kita bantu mencari.”
Narator:
“Kesembilan bidadari mencari selendang yang hilang di sekitar telaga namun tak
menemukan apa-apa. Ketiga bidadari yang kehilangan selendang mulai panik.”
Bidadari
1: “Maaf, kami tidak bisa menunggu lagi. Kami harus kembali ke kayangan dan
meninggalkan kalian di sini.”
Narator:
“Tiga bidadari yang kehilangan selendang tak bisa berbuat apa-apa. Mereka
pasrah ketika keenam teman mereka terbang kembali ke kayangan meninggalkan
mereka di tepi telaga Toyawening.”
Bidadari
7: “Sekarang bagaimana?”
Bidadari
9: “Mungkin nasib kita harus menjadi penghuni bumi.”
Bidadari
8: “Aku tidak mau! Aku akan mencari selendangku ke hutan. Siapa tahu saat kita
asik bermain ada monyet yang iseng mengambil selendang kita.”
Bidadari
7: “Wah, bisa jadi benar seperti itu. Aku ikut denganmu.”
Bidadari
9: “Tapi aku takut masuk hutan.”
Bidadari
8: “Kalau kau takut, yasudah tinggal di sini saja. Tapi jangan menyesal jika
kami berhasil menemukan selendang kami. Tunggu saja di sini sampai selendangmu
kembali.”
Narator:
“Dua bidadari pun pergi masuk ke hutan untuk mencari selendang mereka. Satu
bidadari yang tersisa memilih duduk di atas batu besar. Ia tampak gundah, duduk
kemudian berdiri dan kembali duduk lagi lalu kembali berdiri dan berjalan
mondar-mandir dan duduk lagi. Ia kembali menengok ke arah di mana kedua
temannya pergi. Ingin menyusul, namun ia takut. Ia kembali duduk dan menyesal
kenapa tadi tak pergi bersama kedua temannya. Tak lama kemudian kedua bidadari
kembali dan sudah membawa selendangnya.”
Bidadari
9: “Kalian menemukannya?” (Bangkit dari duduknya) “Di mana kalian menemukan
selendang kalian?”
Bidadari
7: “Diantara semak-semak. Seekor kelinci memberitahuku dan membantuku menemukan
selendangku.”
Bidadari
8: “Di atas sebuah pohon. Seekor kera yang membantuku menemukannya.”
Bidadari
9: “Lalu bagaimana denganku?” (menangis)
Bidadari
7: “Maafkan kami. Kami harus pergi dan meninggalkanmu di sini.”
Bidadari
8: “Sebentar lagi hari gelap, sebaiknya kau mencari tempat untuk berlindung dan
esok cobalah mencari selendangmu kembali. Maaf kami harus pergi.”
Narator:
“Dua bidadari yang telah menemukan selendang mereka terbang kembali ke kayangan
meninggalkan satu teman mereka di tepi telaga. Satu bidadari yang tersisa hanya
bisa pasrah. Ia duduk di atas batu dan menangis.”
Bidadari
9: “Wahai rerumputan, apakah kalian tahu di mana selendangku berada? Aku takut
berada di sini sendiri sedang hari mulai gelap.”
Narator:
“Hening. Tak ada jawaban kecuali suara desiran angin senja di sekitar telaga.
Bidadari kembali menangis. Bidadari putus asa.”
Bidadari
9: (Berdiri) “Barang siapa yang menemukan selendangku, jika perempuan maka aku
akan kujadikan saudara dan jika laki-laki maka akan kujadikan sahabatku untuk
selamanya.”
Narator:
“Tetap hening. Masih sama yang terdengar hanyalah desiran angin sore di tepian
telaga. Bidadari pun kembali duduk dan menangis. Pemuda yang sedari tadi
mengamati dari tempat persembunyiannya itu pun iba. Ia keluar dan menghampiri
bidadari yang sedang menangis di tepi telaga.”
Pemuda
1: “Wahai Nona, inikah selendang yang kau cari?”
Bidadari
9: (Terkejut namun kemudian tersenyum bahagia) “Wah, benar. Bagaimana kau
menemukannya?”
Pemuda
1: “Aku Jaka Tarub. Aku menemukan selendang ini di atas sebuah pohon di ujung
sana. Sepertinya selendang ini tertiup angin. Aku berjalan kemari dan menemukan
Nona.”
Bidadari
9: “Aku Nawangwulan dan aku bidadari. Terima kasih telah menemukan selendangku.
Seperti janjiku, mulai detik ini kau adalah sahabatku dan untuk selamanya aku
akan menjadi sahabatmu. Wahai sahabatku Jaka Tarub, katakanlah apa yang bisa
aku lakukan untuk membalas kebaikanmu ini?”
Pemuda
1: “Selama ini hidupku dan kedua saudaraku sangat menderita, kami yatim piatu.
Bisakah bidadari membuat hidup kami menjadi lebih baik?”
Bidadari
9: “Terkabulkan. Sekarang pulanglah. Terima kasih. Aku pun harus kembali ke
kayangan sebelum gelap. Segeralah pulang dan nikmati hidupmu yang baru. Jika
kau membutuhkan bantuanku, sebut saja namaku, maka aku akan menemimu.”
Pemuda
1: “Baiklah. Terima kasih biadadari.”
Narator:
“Bidadari pun kembali ke kayangan. Sejak saat itu ketiga pemuda hidup
berkecukupan dan bahagia selamanya.”
18 Juni 2014
Pisah Kenang TK Dharma Wanita Wonomulyo
Tahun Pelajaran 2013/2014
Naskah by: shytUrtle
0 comments