BLACK NOTE
06:37
BLACK NOTE
“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan
temukan kebenaran.”
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan
putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di
temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai
mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?
***
NOTE #2
Winola membasuh tangannya. Ia berada sendiri dalam toilet
yang luas dan hening itu. Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu menabrak pintu usai
Winola mematikan kran. Terdengar suara desahan, nafas yang terengah-engah.
Dengan perlahan dan hati-hati Winola berjalan mencari sumber bunyi berasal.
Menemukannya, di lorong paling ujung toilet. Winola menemukan seorang siswa
berambut pirang terduduk diatas lantai berperang melawan rasa sakit yang ia
alami. Tak mendekatinya, hanya berdiri diam menatap siswa itu hingga beberapa
detik berlalu dan siswa itu menyadari kehadiran Winola. Pemuda itu terkejut
mendapaati Winola berdiri menatapnya datar. Tatapan keduanya bertemu, beradu
pandang.
“Kau di sini.” Lavina berhasil menemukan Winola. “Semua
murid di minta berkumpul di aula utama.”
Winola kembali menoleh, namun pemuda itu tak lagi di
sana. Winola mengamati lorong itu sejenak, kemudian menyusul langkah Lavina. Di
luar sudah menunggu Neva dan Yocelyn. Keempatnya kemudian menuju aula utama.
“Hampir saja kalian terlambat. Ada masalah?” Sambut
Edsel.
“Kami harus menemukannya lebih dulu.” Yocelyn menggerakan
kepala menunjuk Winola. “Sepertinya dia tersesat dalam toilet.”
“Terlalu luas, sedikit membingungkan, maaf.” Lavina
mewakili Winola.
“Salam. Kenapa kalian masih berkumpul di sini?” Sapa
Violin. Ia kemudian menatap, mengamati gadis yang berdiri tepat di samping
Neva. “Kau pasti Amabel Winola. Wajah pucat, rambut ikal panjang, takut sinar
matahari dan suka tidur di kelas saat pelajaran berlangsung. Mulai menjadi
pembicaraan, tentangmu dan membuatku penasaran. Semoga bisa bertahan.” Violin
menyunggingkan senyum dan berjalan masuk lebih dulu.
“Siapa dia?? Sombong sekali.” Komentar Lavina terlihat
kesal.
“Violin Oriana Song. Siswi tingkat III dan terbaik. Ia
tak hanya pandai dalam bidang akademi, tapi juga non akademi. Sesuai namanya,
Violin, ia mahir memainkan biola. Atlet panahan wanita terbaik selama tiga
tahun ini.” Terang Neva.
“Hebat menjadikannya sombong, miris.”
“Bagaimana jika ia
tahu jika aku yang menceritakan semua tentang Winola pada Violin?” Bisik
Yocelyn cemas.
“Violin tak akan mengungkap itu.” Edsel mengajak Yocelyn
masuk.
Seluruh murid Parama Academy di kumpulkan dalam aula
utama nan megah itu. Semua berdiri, berbaris rapi sesuai angkatan dan kelas
masing-masing. Kepala Sekolah Parama Academy Sherwin Otadan naik ke atas mimbar
dan memulai pidatonya. Winola menatap kagum pria tua yang sedang berpidato diatas
mimbar ini. Sherwin Otadan menjelaskan tentang Festival Asadel yang akan digelar
bulan mei nanti. Festival Asadel digelar dalam Parama Academy mengiringi digelarnya
festival musim tanam di pusat kota Elsdon, Festival Jayasri. Festival Asadel digelar
pada minggu kedua di bulan mei dan di kenal sebagai “Hari Olah Raga Sekolah”
bagi para murid, karena dalam festival ini sehari penuh akan diadakan kompetisi
olah raga yang wajib diikuti oleh masing-masing kelas dari tiga tingkatan.
“Festival Asadel, hah… semoga aku tak terpilih untuk
ambil bagian mewakili kelas kita. Aku sangat buruk dalam hal ini.” Keluh
Yocelyn. “Aku tak mahir dalam bidang olah raga apapun, walau itu hanya lari.”
“Aku pun begitu.” Neva mengungkapkan hal senada.
“Edsel pasti akan terpilih. Dia yang terbaik dalam segala
hal.”
“Salah satu dari kalian pasti akan bergabung dalam
Festival Asadel, benar kan?” Violin tiba-tiba menyela. “Aku tak meragukanmu
Edsel Yodha Jarvis. Sedang Yocelyn dan Neva, itu tak mungkin.”
“Kau berbicara seolah kau benar mengenal kami.” Protes
Lavina.
“Oh, tentu saja aku mengenal mereka. Aku hanya tak
mengenalmu, Lavina Riordan. Apa kau akan turut andil?”
“Bukan urusanmu Nona Sombong.”
Violin tertawa geli mendengarnya. “Sampai bertemu di
Festival Asadel.” Ia melambaikan tangan dan pergi.
“Kau tak perlu meladeninya Lavina. Dia itu pantas sombong
dan benar membuatku iri.” Yocelyn menatap punggung Violin.
“Kau mengenalnya bukan? Beberapa kali aku melihatmu duduk
makan siang satu meja bersamanya. Begitukah sikap-sikap orang kaya dan terkenal?
Tak selamanya kalian berada diatas karena roda itu berputar. Ayo kita pergi.”
Lavina menuntun Winola pergi.
***
Setiap akhir pekan seluruh murid bebas dari jam sekolah.
Mereka bisa memilih kegiatan club yang sesuai hobi atau jam pelajaran tambahan
dan juga tidak dari keduanya. Sabtu, akhir pekan pertama bagi murid tingkat I.
Seluruh murid tingkat I di giring menuju aula petunjukan. Odell Bayanaka guru
pembimbing club musik dan teater sudah berdiri diatas panggung dan tersenyum
lebar menyambut murid-murid yang masuk dan duduk di kursi tribun penonton.
Beginilah kebiasaan Odell setiap tahun ajaran baru. Mengumpulkan seluruh murid
baru dalam aula pertunjukan untuk mempromosikan club bimbingannya.
“Selamat pagi murid-muridku. Aku Odell Bayanaka, melodi
pemberi kabar gembira, Pembina club musik dan teater, Nohan. Hari ini aku
menyita waktu di akhir pekan kalian untuk memperkenalkan apa itu Nohan.” Odell
kembali tersenyum lebar. “Sebelumnya terimalah persembahan kecil dari kami club
musik dan teater Nohan. Beri kami tepuk tangan!” Seru Odell dan segera mendapat
sambutan berupa tepuk tangan dari murid-murid tingkat I.
Pertunjukan singkat dari murid-murid anggota club Nohan.
Tarian dan musik, juga nyanyian sejenak menghibur murid-murid tingkat I. Odell
tersenyum bangga melihat ekspresi sebagian besar murid baru. Ia yakin tahun ini
peminat club Nohan akan bertambah dari tahun sebelumnya karena Nohan termasuk
dalam jajaran club terfavorit. Murid-murid memberikan tepuk tangan antusias
mereka setelah pertunjukan berakhir. Odell kembali muncul diatas panggung.
“Itulah kami, Nohan. Aku membuka lebar pintu pendaftaran
untuk kalian semua.” Odell kembali mengembangkan senyum terbaiknya. “Baiklah,
diantara kalian yang duduk di sana, adakah yang sudah menguasai salah satu
jenis alat musik?” Tanya Odell. Suasana menjadi sedikit gaduh. Odell diam,
tersenyum menatap murid-murid yang sedikit ribut dan sabar menunggu. Tak lama
kemudian Odell menangkap seorang murid yang mengangkat tangan kanannya. “Oh,
kau yang duduk di sana mengangkat tangan, silahkan berdiri.” Pinta Odell
membuat suasana kembali tenang. Semua mengikuti arah tatapan Odell.
Dia? Batin
Winola melihat siswa berambut pirang itu berjalan turun. Pemuda yang ia temui
di toilet kemarin.
“Baiklah, siapa namamu, perkenalkan pada yang lain.”
Pinta Odell pada siswa itu.
“Joe Leverrett.”
“Oh, kelinci muda yang tampan.” Odell mengungkap arti di
balik nama Joe membuat murid-murid lainnya tertawa. “Baiklah Joe, apa yang kau
kuasai?”
“Piano.”
“OK, piano. Bisa kau tunjukan pada kami?”
Joe mengangguk lalu menuju piano yang berada diatas
panggung. Joe duduk di balik piano kemudian jari-jarinya mulai menari diatas
tuts-tuts piano memainkan sebuah melodi. Tampan dan cuek di tambah permainan
piano yang sempurna, hampir seluruh gadis menatap kagum pada Joe dalam
pertunjukannya ini. Odell sendiri tersenyum kagum dibuatnya dan segera bertepuk
tangan ketika Joe menyelesaikan pertunjukannya.
“Joe Leverrett, sungguh mempesona! Penuh bakat. Apa kau
akan bergabung bersama kami? Nohan?” Odell merangkul Joe.
“Tentu saja.” Joe mengiyakan.
“BRAVO!!! Untuk kalian, di bawah tempat duduk
masing-masing adalah formulir pendaftaran untuk bisa bergabung dalam club
Nohan. Jangan minder, jangan takut! Kita akan belajar sama-sama. Aku menunggu lamaran
kalian dan terima kasih atas waktunya.” Odell menutup pertemuan. “Hah… senang
mendengarnya, tentu saja. Selamat datang bergabung dalam club Nohan.” Odell
menepuk pundak Joe sebelum pergi.
Joe
mengangguk dan tersenyum kecil kemudian menatap tribun penonton, tepatnya titik
dimana Winola dan teman-temannya duduk. Joe kembali menyincingkan senyum di
bibir tipisnya sebelum pergi.
***
Perlahan
Neva mendekati Winola yang terbaring di ranjang. Hanya ada Neva dan Winola
dalam bilik 505. Neva serius membaca dan konsentrasinya terganggu oleh jeritan
tertahan dari Winola. Neva berhenti di samping ranjang dan mengamati Winola.
Mata gadis itu terpejam, namun seluruh tubuhnya terlihat tegang, sedikit kaku.
Neva menyadari gadis ini tidak sedang tidur. Gerakan bola mata Winola dan tubuh
yang terlihat memberontak ingin lepas dari suatu jeratan.
“Winola!
Winola! Winola, kau dengar aku?” Panggil Neva berusaha membawa kesadaran Winola
kembali. Melihat Winola tak merespon panggilannya, Neva duduk di tepi ranjang
memegang kedua lengan Winola, menggoyangnya sambil terus memanggil nama Winola
meminta gadis itu bangun. Neva semakin keras menggoyang lengan Winola karena
gadis itu tak kunjung sadar. Beberapa detik kemudian akhirnya Winola membuka
mata. Nafasnya terengah-engah dan Winola kembali meletakan tangan di dadanya,
terlihat benar kesakitan. Neva mengelus punggung Winola, membantu menenangkan
gadis itu.
Winola
meneguk seluruh air dalam gelas pemberian Neva. “Terima kasih.”
“Kau
membuatku takut. Kau mimpi buruk?”
“Salahku
berbaring di sore hari dan hampir tertidur. Ini bukan mimpi buruk. Entahlah,
aku tak tahu bagaimana menyebutnya walau aku mengalaminya berulang kali. Kau
tak tidur namun seperti bermimpi. Bisa mendengar semua, namun tak bisa membuka
mata. Mata seperti sengaja di tutup rapat, mulut dan hidung di bungkam. Leher
tercekik dan dada terasa sangat sakit, mungkin begitulah proses ketika akan
kehilangan nyawa.”
Neva
menelan ludah mendengarnya. “Itu lebih buruk dari yang aku alami. Apakah itu
yang di namakan kerasukan? Menurut yang aku baca, ada gejala semacam itu.”
“Apa
kau melihatnya?”
“Melihatnya??”
“Bayangan
hitam itu, gadis berambut panjang dan…”
“Tidak.”
Potong Neva terlihat ketakutan. “Hanya ada kita dalam bilik ini Winola.”
“Sungguh kau tak melihat keganjilan sebelum
aku mengalaminya?”
“Tidak.
Tidak ada. Jadi benar, tadi kau akan kerasukan?”
“Aku
hampir tertidur dan aku sempat melihat gadis berambut panjang itu, tangan
pucat, kuku-kuku tajam berwarna hitam. Terlihat sangat jelas. Sebelumnya tak
pernah demikian.”
Hening.
Neva dan Winola terdiam. Selama beberapa detik. Sampai Lavina dan Yocelyn
kembali lengkap dengan ocehan mereka. “Lihat! Apa yang aku bawa untukmu,
Winola!” Lavina saat sampai di dalam bilik menunjukan sangkar mungil di
tangannya. Winola bangkit dari duduknya menghampiri Lavina yang segera membuka
kain penutup sangkar.
“Gavin.”
Winola berseri dan merebut sangkar itu.
“Woa…”
Yocelyn benar-benar terpukau melihat kecantikan burung dalam sangkar itu.
Begitu juga Neva. “Cantik sekali…” Puji Yocelyn.
“Sepanjang
jalan kau mengomel tak setuju jika ada hewan dalam bilik kita, tapi sekarang?”
Protes Lavina.
“Burung
apa ini?” Tanya Neva.
“Wren.
Gavin adalah splendid fairy-wren jantan, harusnya kau
menyebutnya tampan.” Winola masih sibuk dengan burung wren berwarna biru
menyala itu.
“Aku tak pernah melihat ekpresimu seriang ini sebelumnya.” Sela Yocelyn.
“Aku dan Gavin, kami berteman lama, sejak aku kecil.”
“Wren tak hidup selama itu.” Sanggah Neva.
“Tapi Gavin hidup hingga kini. Karena tinggal di hutan, aku jarang
berinteraksi dengan manusia. Gavin yang terbaik dan setia.”
“Kau tinggal di hutan? Jadi benar kau tinggal di dalam gua?”
“Yew. Rumahku berada di dalam pohon yew yang berumur seribu tahun.”
“Yew??” Yocelyn benar terkejut mendengarnya. Ekspresi yang sama juga
tergambar di wajah Neva.
***
“Itu
yew. Jika tinggal di pohon oak, aku bisa memakluminya, tapi ini yew. Seluruh
bagian dari tanaman itu beracun, bagaimana mungkin manusia bisa tinggal di
dalamnya?” Yocelyn masih terheran-heran. “Semalaman, aku masih tak habis pikir
tentang ini.” Yocelyun menggelengkan kepalanya.
“Menurut
yang aku dengar, hal ganjil semacam ini, umum terjadi di Orea.” Komentar Neva.
“Iya,
menurut catatan ada kelompok yang hidup di gua-gua dan di bawah tanah. Lalu
suku yang hidup diatas pohon di hutan oak, itu wajar. Tapi itu pohon yew, Neva.”
“Manusia
biasa tak akan sanggup melakukan itu. Kecuali jika dia adalah seorang…
penyihir.” Komentar Violin benar membuat Neva, Yocelyn dan Edsel terkejut.
“Jika bukan penyihir, apa mungkin manusia biasa bisa bertahan hidup dalam pohon
yew? Atau mungkin dia termasuk dalam klan lain. Werewolf atau siluman, vampire.”
Neva, Yocelyn dan Edsel terdiam menatap Violin.
***
-------TBC--------
0 comments