BLACK NOTE
06:24
BLACK NOTE
“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan
temukan kebenaran.”
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan
putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di
temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai
mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?
***
NOTE #3
Yocelyn juga Neva
berubah sedikit canggung pada Winola usai mendengar prediksi Violin. Benarkah
Amabel Winola ini seorang penyihir? Penasaran tentang hal itu Neva mulai
mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan segala sesuatu tentang penyihir,
werewolf, siluman dan vampire. Sabtu malam, Neva masih bertahan di perpustakaan
dengan setumpuk buku di sampingnya. Petugas perpustakaan sekolah mengenal siapa
Neva dan latar belakang gadis ini, karenanya Neva mendapat fasilitas plus
berupa kunci perpustakaan. Ini memudahkan Neva yang gemar membaca hingga larut
malam. Neva terlihat lelah, namun masih bertahan untuk membaca, walau
terkantuk-kantuk.
Neva tertidur di perpustakaan. Setelah terlelap selama
beberapa menit, ia kembali terbangun. Neva segera merapikan buku-buku di meja
dan melihat jam dinding yang menunjukan pukul 10 malam. Membawa tiga buku
terakhir dalam pelukannya, Neva berjalan sendiri menyusuri koridor yang hening
dan sedikit gelap. Lorong ini terlihat begitu panjang karena hanya ada Neva
yang menyusurinya. Neva memperat pelukannya pada buku dan berjalan makin cepat.
Langkah terhenti seketika. Buku-buku dalam dekapannya jatuh berhamburan di
lantai. Neva berdiri tertegun menatap sesuatu di hadapannya. Seorang siswa
berambut pirang itu membelakangi Neva dan tampak di depannya tiga monster besar
melayang-layang di udara. Tubuh Neva gemetar, ia mendongak menatap wajah
monster yang setara dengan raksasa itu, memenuhi koridor yang memiliki bentuk
bangunan sangat tinggi. Ingin beranjak, namun tubuh Neva terasa kaku, tak bisa
di gerakan, terpaku di tempat ia berdiri. Siswa itu membalikan badan, mata Neva
melebar mengetahuinya. Joe Leverrett, berbalik kemudian menatap sinis Neva.
Wajah bagian kanan Joe terdapat tato berwarna hitam dengan gambar menyerupai
akar. Joe menyeringai, seketika itu tiga monster di belakangnya bergerak menuju
Neva. Sadar akan di serang, Neva pun berlari secepat ia bisa, menyelamatkan
diri.
Neva tersungkur di lantai, ia terjatuh. Ketiga monster
itu berhenti, menatap Neva yang terduduk di lantai. Neva menjerit keras ketika
salah satu monster memegang pergelangan kaki kirinya dan menariknya. Neva terus
menjerit sambil berontak, berusaha lepas dari cengkeraman monster yang terus
menariknya. Monster itu memegang erat kaki kiri Neva, menarik, berusaha
menyeret Neva yang tengkurap di lantai dan berpegangan pada tembok. Neva
merasakan sakit pada ujung-ujung jarinya, ia menjerit semakin keras ketika
tangan kirinya terlepas dari tembok. Semakin ketakutan namun tak mau menyerah.
Neva betahan berpegangan pada tembok dengan satu tangannya. Pertahanan Neva
tumbang, Neva menjerit semakin keras ketika monster itu berhasil menariknya.
Bayangan hitam itu bergerak cepat melewati Neva. Tubuh
Neva terhenti namun tangan hijau itu maih memegang pergelangan kaki kirinya.
Neva kembali duduk berusaha melepas tangan monster yang masih menempel pada
kakinya, Neva menendang tangan itu dan merayap mundur. Ksatria dengan kostum
serba hitam bertarung dengan ketiga monster raksasa itu dan sekejap saja
menumbangkan ketiganya. Neva masih menatapnya, terpesona melihat ksatria itu
memasukan pedang dalam sarungnya.
“Neva! Neva! Neva!” Edsel menggoyang lengan Neva. Neva
yang tertidur di perpustakaan terbangun seketika. Wajahnya pucat dan
berkeringat, menatap Edsel lalu mengamati sekitar. “Kenapa aku selalu
menemukanmu dalam kondisi ketiduran?” Neva segera mengamati jari-jari
tangannya, lalu pergelangan kaki kirinya. “Kau mimpi buruk lagi?”
“Kau lihat ini,” Neva menunjukan ujung jari-jari
tangannya, “dan ini.” Kemudian menunjukan pergelangan kaki kirinya. “Luka-luka
ini aku dapatkan dalam mimpiku, baru saja sebelum akhirnya kau memanggil
namaku, membangunkanku.”
Edsel mengamati luka-luka Neva. “Bekas penyiksaan ini,
kau tidak sedang bermimpi Neva. Luka ini sangat nyata. Apa yang kau lakukan
sebelumnya? Aku tak percaya kau mendapatkan semua ini dalam mimpimu.”
Neva menceritakan kronologi dari mimpi yang ia alami.
“Iya, Joe Levrrett.” Neva menegaskan, menanggapi keterkejutan Edsel. “Dan
ksatria yang sama, ksatria wanita dengan kostum serba hitam itu, namun kali ini
ia membawa pedang sebagai senjatanya. Kenapa Joe Leverrett? Kenapa dia ada
dalam mimpiku?”
“Sebaiknya kita pergi, kau butuh istirahat, Neva. Aku
akan mencari tahu tentangnya, Joe Leverrett, sekarang ayo, kau harus
istirahat.”
Neva menurut. Ia mengikuti langkah Edsel. Di tengah
perjalanan, keduanya bertemu Winola. Edsel juga Neva menatap curiga pada
Winola. “Yocelyn mengkhawatirkan Neva karena Neva tak kunjung kembali, namun ia
takut berada sendiri dalam bilik, aku keluar untuk menjemput Neva atas
permintaan Yocelyn.” Winola menjawab pertanyaan dari tatapan itu. “Lavina
menemani Yocelyn dalam bilik, itu alasan kenapa aku sendiri.” Imbuh Winola.
“Kita pulang.” Winola berjalan membelakangi Edsel dan Neva. Neva menatap Edsel,
ia tampak ragu, takut. edsel mengelus lengan Neva dan mengangguk. Neva menghela
nafas dan menyusul langkah Winola.
***
Semalaman terjaga. Neva terus memikirkannya, mimpinya,
Winola dan kalung pemberiannya, lalu tentang Joe Leverrett juga ksatria dengan
kostum serba hitam yang dua kali menyambanginya dalam mimpi. Neva duduk sendiri
di tepi lapangan, memperhatikan teman-temannya mempersiapkan diri untuk
pelajaran olah raga. Neva menduga, Winola kembali absen dalam pelajaran olah
raga. Namun ia salah, tak lama setelah hal itu terlintas dalam pikiran Neva,
tampak Winola memasuki lapangan masih menggunakan kerudung yang menutup
kepalanya. Menghindari sinar matahari. Jevera Lee meniup peluit. Semua murid
kelas I-F termasuk Neva segera berbaris di tengah lapangan. Mereka bersama-sama
melakukan pemanasan di bawah panduan Jevera Lee.
“Karena Festival Asadel telah di umumkan, maka hari ini
aku akan memulai seleksi, seperti kelas-kelas lain. Setidaknya harus ada satu
wakil siswa dan siswi untuk tiap kategori yaitu lari, lompat jauh dan panahan.
Wali kelas kalian memantau di sana.” Jevera menunjuk Kayle Quon yang duduk di
tepi lapangan. “Baiklah. Kita mulai!”
Seleksi pun dimulai. Kayle mendekat, membantu Jevera
mencatat murid yang di anggap pantas menjadi perwakilan kelas. Di mulai dengan
balap lari. Yocelyn semangat memberi dukungan untu Edsel dan sesekali ribut
dengan Lavina. Neva tersenyum menggelengkan kepala kemudian kembali mengamati
Winola dan pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul dalam benak Neva. Hari
masih pagi dan ini awal musim semi yang masih sedikit dingin, namun sinar matahari
itu sepertinya membuat gerah Winola walau ia telah menutup kepalanya dengan
kerudung.
Berikutnya seleksi untuk lompat jauh. Tiba pada giliran
Winola. Yocelyn menyikut Neva. Ia heran melihat ekspresi Lavina memperhatikan
Winola, sangat berseri. “Ekspresimu.” Protes Yocelyn langsung.
“Dia akan melakukannya dengan baik. Ini salah satu
permainan favoritnya. Ketika masuk hutan, bukan perkara mudah untuk mencari
makanan, rumput obat dan hal lainnya. Lompat jauh, bukan olah raga, tapi teknik
bertahan hidup.” Terang Lavina. “Yie!! Dia berhasil!!!” Lavina bertepuk tangan
antusias.
Yocelyn melewatkan lompatan Winola. Neva turut tersenyum.
Edsel pun sama. Di kejauhan tampak Joe memperhatikan jalannya seleksi. Ia
menyunggingkan senyum di bibir tipisnya melihat lompatan indah Winola. Neva tak
sengaja menemukannya, Joe sedang berdiri menatap lapangan. Neva kembali
bertanya-tanya. Kenapa Joe berdiri di sana dan menatap ke tengah lapangan? Dan
ini giliran Winola melakukan lompatan?
Seleksi terakhir, panahan. Jevera memberikan kesempatan
pada yang mengusai dan berminat pada olah raga ini. “Dia itu, hanya
penampilannya yang terlihat pasif, namun kemampuan fisiknya lumayan.” Yocelyn
memperhatikan Winola.
“Lavina akan memwakili lari, begitu yang aku dengar.”
Respon Edsel. “Aku merasa tak akan adil jika aku ikut pesta olah raga ini.”
“Eits! Kau murid Parama Academy sekarang. Paham?”
“Lavina lumayan berbakat.” Neva mengamati Lavina yang
mendapat kesempatan mencoba panahan beradu dengan Winola. “Giliran Winola.”
Yocelyn dan Edsel turut fokus melihat duel panahan Lavina
dan Winola. Semua di buat terkejut juga kagum karena Winola hampir meraih poin
tertinggi yaitu 8. Anak panah yang di lepaskan Winola mendarat di titik yang
bernilai 7 poin. Tiga kali kesempatan, Winola berhasil mencetak skor cantik
7-5-7 mengalahkan Lavina yang berhasil mencetak skor 3-3-5.
***
“Kau mendapatkan sesuatu tentang Joe Leverrett?”
“Tak banyak yang tahu tentangnya. Ia tergolong
misterius.”
“Aku melihatnya, mengawasi jalannya seleksi saat Winola
melakukan lompat jauh. Menurutmu apa maksudnya?” Neva dan Edsel bertemu di
depan toilet.
Pintu toilet terbuka. Betapa terkejutnya Neva dan Edsel
melihat Joe keluar dari toilet. Joe berhenti tepat di depan pintu, menoleh,
menatap Edsel lalu Neva. Hening. Mereka hanya saling menatap. Joe mengalihkan
pandangannya kemudian pergi.
“Apa dia mendengar obrolan kita?” Neva panik.
“Entahlah.” Edsel masih menatap Joe.
Edsel dan Neva duduk bergabung di meja Yocelyn untuk
makan siang. Keduanya kemudian menunduk sopan pada pemuda tampan berambut
coklat yang duduk di samping Violin. Pemuda tampan itu tersenyum menyambutnya.
“Selamat
untukmu Edsel. Kita akan bertemu dalam pesta olah raga nanti. Festival Asadel.”
Pangeran Alden Jason Carney melanjutkan sapaannya usai menerima salam Edsel dan
Neva.
“Terima
kasih.”
“Dua
rekan kalian tak pernah bergabung untuk makan siang satu meja dengan kalian.
Kenapa demikian?” Tanya Violin.
“Aku
tak pernah membuat aturan melarang mereka duduk satu meja denganku. Mereka tak
tahu siapa aku sebenarnya. Hanya saja Lavina lebih nyaman bersama yang lain, ia
sering cek-cok denganku. Kali ini Winola tidur di bangku taman, sedang Lavina
antusias menulis surat. Hari ini Lavina berjanji bertemu dengan kakaknya yang
akan segera kembali ke Orea, karena itu ia menulis surat.”
“Jika
hari ini Lavina akan bertemu kakaknya, untuk apa ia menulis surat?” Tanya Neva.
Ia kemudian menatap Edsel dan keduanya kompak bangkit lalu pergi bersama.
“Oh,
orang-orang semakin aneh belakangan ini.” Keluh Yocelyn sembari meyuapkan
makanan ke mulutnya.
Edsel
dan Neva bergegas menuju taman. Winola dan Lavina tak ada di sana. Keduanya
buru-buru menuju gerbang utama. Edsel menarik Neva untuk sembunyi ketika ia
melihat Lavina sedang bertemu dengan seseorang yang berada di luar gerbang.
Winola juga ada di sana. Edsel dan Neva mengamati dari tempat mereka
bersembunyi.
“Sebaiknya
kalian menjaga jarak darinya,” Joe tiba-tiba muncul mengejutkan Edsel dan Neva.
Joe berdiri mengantongi kedua tangannya turut menatap gerbang, “jika ingin
tetap aman.” Kemudian berjalan pergi.
Edsel
kembali menatap gerbang. Neva diam menatap Joe yang berjalan semakin menjauh.
Di genggamnya erat kalung pemberian Winola yang masih tergantung di lehernya.
-------TBC--------
0 comments