BLACK NOTE
04:30
BLACK NOTE
“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan
temukan kebenaran.”
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan
putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di
temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai
mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?
***
NOTE #4
Mimpi
buruk makin sering di alami Neva. Monster-monster mengerikan yang mengejarnya
dalam mimpi, peperangan, kehancuran ELsdon dan banyak hal mengerikan lainnya.
Sebulan bertahan, menepis pikiran buruk tentang Winola benar-benar menyiksa
Neva. Penampilan Neva berubah dan terlihat buruk. Lingkar hitam di sekitar mata
Neva semakin tebal dan ia terlihat kurus. Neva selalu menenangkan Yocelyn dan
berkata ia baik saja, namun Neva tak bisa berbohong pada Edsel. Diam-diam
bersama Edsel, Neva mencari kebenaran tentang mimpi-mimpi yang ia alami.
“Neva
Fredelina, kau masih bertahan di sini selarut ini?” Sherwin Otadan sang Kepala
Sekolah saat menemukan Neva masih bertahan dalam perpustakaan malam ini. “Apa
yang membawamu bertahan?” Sherwin menarik kursi dan duduk berhadapan dengan
Neva.
“Hanya
tidak bisa tidur dan membaca membuatku lebih baik.”
Sherwin
melihat buku-buku pilihan Neva yang berserakan diatas meja. “Bacaan berat tak
akan membuatmu terkantuk. Aku dan Ayahmu bersahabat, sedikit banyak aku tahu
tentangmu. Kau tak jauh beda dari mendiang Ibumu, bahkan wajah kalian sangat
mirip.” Neva tersenyum mendengar pujian itu. “Ada apa sebenarnya? Kau terlihat
tak baik. Lingkar hitam itu dan terlihat kusut, apa setiap malam kau begadang?
Ini akan mempengaruhi semua.” Neva menatap Sherwin, namun ia tampak ragu untuk
bicara. Sherwin tersenyum. “Apapun itu yang membebani pikiranmu, aku hanya
ingin mengatakan ini. Seseorang tak akan diberi tanggung jawab tentang sesuatu
jika ia di nilai tak mampu, setiap teka-teki pastilah memiliki sebuah
penyelesaian. Tidak ada yang abadi, setiap awal pasti memiliki akhir. Sekecil
apapun peristiwa, pasti memiliki makna. Pernah terpikirkan olehmu kenapa Parama
Academy identik dengan angka 8? Jumlah kelas dan terkhusus adalah skor
tertinggi dalam penilaian pun delapan. Lalu kenapa Parama Academy menggunakan
huruf untuk penanda kelas setiap tingkat dan kenapa nomer bilik di mulai dari
angka 500?”
“Angka
delapan, jika ia di tulis dalam posisi tidur maka akan menjadi lambang dari
kata tak terhingga, infinity, hanya itu yang saya tahu. Dan kenapa huruf bukan
angka sebagai penanda kelas, karena jika menggunakan angka, kita akan menemukan
angka 4 dalam urutan kelas. Angka 4 di percaya sebagai angka sial, angka
kematian. Nomer bilik di mulai dari angka 500, agar tak menemukan angka 4
ketika tiga angka dari nomer bilik itu di jumlahkan. Namun saya heran, kenapa
dalam tiap bilik berisi empat murid?”
Sherwin
kembali tersenyum. “Penghuni bilik empat murid, jika enam dan kalian terbagi
dua akan menjadi tiga murid. Dalam kebanyakan fakta, jika kalian bertiga, maka
akan ada satu yang merasa kalah dan terasing. Tentang angka 8, kau benar, jika
ditulis dalam posisi tertidur maka akan menjadi lambang dari infinity. Dan
kenapa 8 menjadi skor terbaik untuk nilai murid, seperti kasih Tuhan yang tak
terbatas pada makhluk-Nya. Nyaris sempurna, karena tidak ada yang sempurna. 10
hanya nilai untuk Tuhan Sang Penguasa Alam. Dasar ini dicetuskan oleh pendiri
Parama Academy. Angka 4, memiliki empat
titik, empat sudut, beberapa mengartikan persegi panjang, peti mati. Itulah
kenapa angka 4 di sebut sebagai angka kematian.” Sherwin diam sejenak menatap
Neva. “Pendiri Parama Academy menjadikan pemikiran mendiang Raja Leroy Casey
sebagai dasar mendirikan sekolah ini. Beliau sangat mengagumi mendiang Raja
Leroy Casey dan Ratu Annora. Ksatria yang sebenarnya.” Terdengar lirih di
kalimat terakhir. “Jika teka-teki itu hadir padamu, bukan tanpa alasan. Karena
hanya orang-orang tertentu yang dipercaya dan terpilih yang mendapatkan berkah
ini. Ingatlah anakku, keraguan hanya akan menghancurkanmu. Keraguan tak jarang
membawa kita pada jalan buntu dan sesat. Kau terlahir sempurna, lima panca
indera itu. Gunakanlah semua, lihat, dengar dan rasakan. Hanya orang yang
memiliki keyakinan dan keberanian yang mampu menemukan kebenaran yang sesungguhnya.”
***
Neva
meletakan kalung pemberian Winola diatas meja. Winola mengalihkan pandangan
dari buku di tangannya, menatap kalung yang tergeletak di meja. “Maaf, aku
tidak bisa menggunakannya lagi.” Kata Neva.
“Barang
yang sudah aku berikan, tak bisa aku ambil kembali.” Winola kembali membaca
bukunya. Lavina dan Yocelyn memasuki bilik. “Jika tak mau memakainya lagi,
buang saja.” Imbuh Winola.
“Apa
yang di buang?” Sahut Yocelyn sambil mendekati Neva dan Winola. Ia menemukan
kalung Neva tergeletak diatas meja. “Kalung ini? Akan di buang? Kenapa? Untukku
saja.” Yocelyn hendak memungut kalung itu.
“JANGAN!!!”
Neva menangkis tangan Yocelyn. Neva tak pernah bersikap sekasar ini sebelumnya.
“Ken-na-pa??”
Yocelyn terbata sambil memegang tangannya yang sakit akibat tangkisan tangan
Neva.
“Sejak
aku memakai kalung itu, tak ada yang berubah. Mimpi buruk itu justru semakin
rajin menyapa tidurku.”
“Oh,
jadi kau menuduh Winola sengaja menghadirkan mimpi buruk padamu melalui kalung
itu?” Sela Lavina. “Sesempit itukah cara pandangmu Neva Fredelina? Jadi kau
benar mencurigai Winola? Menurutmu dia penyihir dan sengaja melakukan semua
ini? Aku tahu jika kau mencari tahu tentang Winola di belakang kami.”
“Lavina,
bukan demikian. Neva hanya penasaran, itu saja, sama denganku.” Bela Yocelyn.
“Bagaimana mungkin seorang manusia bisa tinggal di dalam pohon yew tua sedang
seluruh bagian dari pohon itu beracun.”
“Jadi
benar kalian berpikir semua ini sabotase yang sengaja dilakukan Winola? Kenapa
dua makhluk kerdil dari Orea ini harus menjadi satu bilik dengan Putri Negeri
Elsdon dan seorang anak tunggal dari pustakawan istana?” Lavina seolah bicara
pada dirinya sendiri pada kalimat terakhir.
“Kak-kau
tahu???” Yocelyn berubah panik begitu juga Neva.
“Bukan
aku, tapi Winola. Dia memintaku tetap bungkam dan bersikap wajar pada kalian.
Kalian berpikir kami penjahat sekarang?”
“Sudahlah,
Lavina.” Winola angkat bicara.
“Kita
diam, namun mereka tak paham. Sudah cukup kita diam. Kalian tahu alasan kenapa
aku mengungkapkan semua yang ingin kalian tahu dari Winola? Itu karena aku tak
ingin kalian berpikir buruk tentangnya, karena semua kebiasaan tak wajar yang
ada padanya. Benar manusia biasa tak akan bisa tinggal di dalam pohon yew yang
seluruh bagian dari pohon itu beracun. Winola bukan penyihir tapi ia tinggal
bersama seorang penyihir. Winola adalah cucu dari penyihir baik hati yang
terkenal di hutan Orea.” Yocelyn juga Neva terdiam, terkejut mendengar
penjelasan Lavina. Winola bangkit dari duduknya dan keluar bilik. “Sekarang
terserah kalian.” Lavina menyusul Winola namun berhenti di pintu. “Satu hal
lagi yang perlu kau tahu, Neva. Setiap malam Winola terjaga, duduk di tepi
ranjangmu, saat kau mulai merintih karena mimpi burukmu, Winola selalu
merelakan tangannya untuk kau genggam.” Lavina kemudian benar-benar keluar
bilik.
Hening.
Neva dan Yocelyn terpaku di tempat mereka berdiri.
***
Neva
kembali menyendiri dalam perpustakaan. Kalung pemberian Winola ada dalam
genggaman tangannya. Winola cucu penyihir
baik hati yang terkenal di hutan Orea? Untuk apa ia memasuki Parama Academy dan
menjadi satu bilik dengan Putri Yocelyn? Elsdon… apakah Winola adalah salah
satu utusan Ozora? Apakah yang berkedok sebagai penyihir baik hati itu, Ozora?
Lavina menulis surat untuk siapa?
“Mulai
bertindak.” Suara itu membuyarkan lamunan Neva dan semua pertanyaan di
benaknya. Joe kembali menyincingkan senyum melihat ekspresi terkejut Neva.
“Buku terbuka, namun kau mengabaikannya. Ilmu yang terkandung di dalamnya, akan
terbang sia-sia.” Joe menggeleng pelan. Neva segera menutup buku di hadapannya.
“Seorang penyihir mampu menciptakan halusinasi yang luar biasa. Tampak begitu
nyata, bahkan sangat nyata. Tetaplah dekat denganku, maka kau akan aman hingga
akhir.”
“Kenapa
aku harus mempercayaimu?”
“Karena
kau meragukannya.”
“Siapa
kau sebenarnya?”
“Menurutmu?”
Neva
diam menatap Joe, begitu sebaliknya. Joe kembali tersenyum sinis lalu beranjak
pergi. Neva menghela nafas lega dan meregangkan genggamannya pada kalung
pemberian Winola. Ia tak hanya terkejut ketika Joe tiba-tiba muncul di
depannya. Neva takut, namun menjadi tenang ketika menggenggam erat kalung
pemberian Winola. Neva kembali menatap kalung dalam genggamannya sambil
mengurut keningnya sendiri.
***
Leif
antusias menyusiri jalan di tengah hutan Orea. Pagi-pagi sekali ia memasuki
hutan Orea setelah kemarin sampai kembali di Orea. Kicuan burung nyanyian hutan
menemani langkah Leif. Delapan kaum Haley itu melihat Leif dan menghentikan
langkah pemuda itu. Leif tersenyum lebar pada delapan kurcaci yang tak asing
baginya ini.
“Selamat
pagi sahabatku, akan memulai pekerjaan hari ini?” Sapa Leif pada delapan
manusia kerdil berjenggut panjang ini.
“Selamat
pagi, sahabatku. Bagaimana perjalananmu kali ini?” Balas Gantari, pemimpin
kelompok ini.
“Penuh
tantangan, kalian percaya itu?”
“Lalu
apakah yang membawa sahabatku memasuki hutan Orea sepagi ini?”
“Aku
ingin bertemu dengannya. Tolong bantu aku. Bisakah aku bertemu langsung
dengannya?”
Delapan
kaum Haley ini saling menatap satu sama lain. Dengan sabar Leif menunggu,
seperti yang sudah-sudah. “Maafkan kami sahabatku. Beliau berpesan akan menemui
sahabatku ini pada saat yang tepat. Kami akan menjadi perantara untuk kalian
hingga saat itu tiba.” Jawaban Gantari tak pernah berubah setiap kali Leif
membuat permohonan ini.
Leif
menatap Gantari kemudian Handaru, Hedona, Taraka, Taksa, Kaibo, Kaipo dan
Layana dengan tatapan memelas. Usaha yang sama dan dengan hasil yang sama pula.
Leif pun menyerah, seperti sebelumnya.
***
Makhluk
kecil bersayap kupu-kupu berwarna hijau lembut dengan kostum kelopak bunga
mawar berwarna merah maroon ini duduk di jendela memangku kepala dengan kedua
tangannya. Rambut lurus panjang berwarna pirangnya yang terurai bergoyang
tertiup semlilir angin. Tatapan sendunya tak lepas memperhatikan kuali yang
isinya mulai mendidih. Dengan sabar ia menunggu nenek tua yang sedang
mengaduk-aduk isi kuali itu.
“Musim
semi telah tiba, aku sangat merindukannya. Biasanya kami akan memetik lili
hutan, ah benar-benar menyenangkan.” Kenang Hazel Goblinglow yang sedari tadi
duduk diam di jendela. “Aku rasa bukan hanya aku. Kau membuat kami semua
merasakan rindu yang benar menyiksa ini.”
“Kau
berpuisi? Aku tak paham bahasa sastra.” Jawab Nenek itu masih mengaduk-aduk isi
kuali yang sudah mendidih.
“Kenapa
tak kau kabulkan permohonanku?”
“Itu
terlalu berbahaya untukmu, teman kecilku. Aku tak ingin hal buruk menimpamu.”
“Kau
selalu melarangku pergi dengan alasan ada misi lain yang lebih penting, apa
itu?!” Hazel mulai kesal.
“Misi
penting itu adalah membagikan kekayaan dan kemakmuran. Musim semi telah tiba,
sebentar lagi para petani akan sangat mengharapkan bantuanmu.”
“Kau
sama sekali tak mengkhawatrikannya?”
“Setiap
orang membawa nasib dan takdirnya sendiri.”
“Lalu
bagaimana dengan ramalan-ramalan yang sering kau bagi denganku? Apa kau
meragukannya? Hal yang terlihat dalam bejana ajaibmu.”
“Pasti
ada jalan. Aku pun akan membawa nasibku dan memenuhi takdirku sendiri. Pasti
ada jalan.”
“Aku
akan menjenguknya.”
“Jika
kau memaksa pergi, aku akan membekukanmu sebelum kau keluar dari gubuk ini.”
“Sunee,
Kau mengancamku??”
“Ingatlah
tentang siapa dirimu teman kecilku. Kau bukanlah peri pejuang. Kau hanya peri
pembawa berkah kekayaan dan kemakmuran. Bersabarlah, hingga saat itu tiba. Aku
pastikan kau akan bertemu dengannya.”
Hazel
cemberut, melipat tangan dan menatap kesal sahabatnya, Sunee.
***
Akhir
pekan ini Winola turut keluar sekolah bersama Lavina. Usai percekcokan itu
suasana dalam bilik 505 sangat canggung. Hubungan Lavina-Winola dan
Neva-Yocelyn menjadi renggang. Jarang sekali ada tegur sapa. Walau Yocelyn
berusaha mencairkan suasana, Lavina masih antipati menolak sedang Winola
memilih acuh dan Neva hanya bisa diam. Pasar penuh sesak, ramai karena siang
ini akan ada karnaval untuk merayakan hari Jayasri yang di kenal dengan nama
Festival Jayasri yaitu ritual yang di gelar setiap tahun oleh masyarakat Elsdon
untuk menyambut musim panas dan digelar di pertengahan musim semi. Sementara
yang lain asik menonton karnaval, Neva memilih untuk menemui seorang peramal.
Neva berharap menemukan jawaban semua pertanyaan dari mimpi-mimpi yang ia
alami.
Di
tengah ramainya kerumunan rakyat, murid-murid Parama Academy berbaur. Begitu
juga Alden, Yocelyn, Edsel dan Violin. Namun tatapan Alden tak tertuju pada
rombongan karnaval. Ia justru asik menatap Winola yang berada di seberang
jalan. Alden selalu tersenyum setiap kali menatap Winola. Walau adik dan
teman-teman dekatnya menganggap Winola aneh bahkan mencurigainya sebagi
penhiyir hingga memilih menghindari gadis itu, Alden justru memiliki penilaian
lain. Menurutnya Winola adalah sosok yang unik. Pangeran tampan ini sampai
penasaran dibuatnya dan benar ingin mengenal Winola lebih dekat. Namun hingga
kini, hanya ini yang bisa ia lakukan. Memperhatikan Winola dari jauh dan terus
memendam rasa penasaran itu. Neva yang baru bergabung menyadari kemana arah
pandangan Alden tertuju. Neva menemukan Winola di seberang sana.
Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam
dan putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal yang mudah
untuk kau temukan. Pengorbanan dan kehilangan, senyum dan air mata. Silih
berganti dalam kehidupan. Saat alam sadar tak lagi mampu menuntunmu, apakah kau
akan mempercayi mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk? Jernihkan hati
dan pikiranmu. Hilangkan keraguanmu. Dengarkan kata hatimu, intuisi tak pernah
salah. Kebenaran yang sejati, dengan sendirinya akan datang padamu. Kau akan
menemukannya. Kebenaran yang hakiki, jawaban dari semua pertanyaanmu. Keraguan
yang mengikis kepercayaanmu, jika kau terus memupuknya, itu akan menghancurkanmu.
Petunjuk itu selalu ada untukmu. Kau peka atau tidak terhadapnya, itu
tergantung padamu anakku. Aku tak bisa membantumu, walau hanya sedikit. Hanya
dirimu sendiri yang bisa menemukannya.
Neva
menghela nafas panjang. kata-kata perama; itu kembali terniang di telinganya. Siapakah yang harus aku percaya? Amabel
Winola atau Joe Laverrett? Atau bukan keduanya?
***
-------TBC--------
0 comments