The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

04:10

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
   


EPISODE #15
“Menginap?” Hanbyul menyusul langkah Ai yang sudah sampaai di ruang tengah.
Ai berhenti dan menatap tas ransel yang sudah duduk manis di sofa. “Kau akan pergi?”
Hanbyul tersenyum dan beralih kehadapan Ai. “Tadinya aku mau nekat pergi ke Jeonggu Dong. Aku ingin menginap di rooftop Jung Jiyoo. Kau benar-benar membuatku gila seharian ini.”
“Jika kau menginap, rooftop pasti akan penuh.” Ai menuju dapur.
“Tapi kita sehati. Kau tiba-tiba datang dan akan menginap.” Hanbyul menyusul Ai dengan membawa vas bersamanya.
“Hanya kebetulan.” Ai merebut vas di tangan Hanbyul.
“Ini bukan kebetulan. Aku rasa kita benar berjodoh.” Hanbyul tersenyum lebar diikuti tawa geli Ai.

Ai dan Hanbyul duduk berdampingan di sofa. Bunga lili yang tertata rapi di dalam vas Ai letakan di atas meja, tepat di depan mereka duduk kini. Hanbyul dan Ai terdiam dan sama-sama menatap bunga lili dalam vas yang wanginya segera memenuhi ruang tengah rumah Hanbyul.
“Cantik dan harum.” Hanbyul memecah kebisuan.
“Aku dan Jaejoong, kami menyukai bunga ini. Aku menyebutnya bunga bintang. Jaejoong sempat keberatan, tapi pada akhirnya setuju juga.”
“Bunga bintang?”
“Coba perhatikan. Menurutku, bentuknya mirip sebuah bintang.”
“Sebuah bintang? Itu aku?” Canda Hanbyul. “Eum, benar juga.” Hanbyul manggut-manggut mengamati bunga lili dalam vas di atas meja dihadapannya. “Lalu, apa aarti dari bunga ini? Setiap bunga punya makna kan?”
“Cinta yang dalam namun diliputi kedukaan.” Jawab Ai singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari menatap bunga lili dalam vas.
Hanbyul yang terkejut mendengarnya spontan menoleh. Ditatapnya gadis yang duduk di sampingnya ini. Gadis yang membuatnya benar-benar tergila-gila. Hanbyul menamatkan setiap lekuk wajah Ai. “Kenapa menatapku seperti itu?” Ai menoleh, balas menatap Hanbyul. “Aku tidak sedang mendramatiskan kisah cinta kita yang akan terpisah jarak. Itu arti sebenarnya dari bunga lili. Dan kenapa aku membawanya kemari, itu karena hari ini…” Ai tak melanjutkan perkataannya.
“Kenapa dengan hari ini? Apa terajdi sesuatu yang buruk?” Desak Hanbyul dengan mimik khawatir.
“Hari ini, ada begitu banyak kabar bahagia.” Ai tersenyum. “Kunjungan berikutnya, jika tak ada perubahan, aku akan menanggalkannya.” Ai berseri menceritakan perihal hasil check up hari ini. Hanbyul terdiam menatap Ai. Tampaknya ia terkejut mendengar berita itu. “Wa-wae??”
“Ini keajaiban. Sayang aku tak bisa menemanimu.” Sesal Hanbyul.
Ai kembali tersenyum. “Oya, aku dengar hari ini kau sudah berpamitan di sekolah.”
“Em.” Hanbyul mengangguk. “Aku tidak akan ke sekolah besok.”
“Aku juga.” Ai tersenyum dan meraih tangan Hanbyul yang duduk di samping kanannya.
“Kau akan menemaniku?”
“Aku akan sangat sibuk besok. Harus ke gereja, lalu ada pertemuan dengan…”
“Kalau begitu aku yang akan menemanimu.” Potong Hanbyul. Ia mengeratkan genggamannya pada tangan kanan Ai. “Ada pertemuan dengan siapa?”
“Kim Taehee, Presedir Caliptra Seta Entertainment.”
“Em?”
“Mereka merencanakan debut YOWL di Jeonggu Dong.”
“Itu ide brilian bukan? Aku setuju. Tapi kenapa kau terlihat ragu?”
“Kondisi Jeonggu Dong sedang tak stabil kini. Basecamp sendiri belum beres.”
“Tak stabil? Jadi benar kecurigaanku, kau melarangku datang ke Jeonggu Dong karena terjadi sesuatu di sana. Curang.”
Ai tersenyum, “aku yang paham apa dan bagaimana Jeonggu Dong, jadi biar aku tangani masalah di Jeonggu Dong, em? Aku tak mau jika ini nantinya membebanimu. Maafkan aku.”
“Aku tak boleh tahu?”
“Apa untungnya jika kau tahu?”
“Aku…” Hanbyul terdiam, tak melanjutkan ucapannya.
“Bagaimana kalau kita buat perjanjian?”
“Perjanjian?”
“Em.” Ai mengangguk. “Janji kau akan terbang ke Amerika dan mengejar impianmu. Di sini, aku pun akan melakukan hal yang sama, melakukan usaha untuk hal yang aku inginkan, membangun impianku. Mari tak saling mengkhawatirkan satu sama lain, tapi saling mempercayai satu sama lain. Aku tahu ini tak akan mudah, terlebih bagiku, tapi percayalah, jarak ini tak akan jadi masalah bagi kita. Seperti apa yang kau rasakan, aku pun takut kehilanganmu, tapi tak ada yang bisa aku lakukan kecuali menyerahkannya pada sang waktu.”
“Katakan jika kau benar ingin aku tetap tinggal.” Hanbyul menggenggam tangan Ai dengan kedua tangannya.
“Maju mencoba atau berhenti dan menyerah. Aku tak mau berhenti dan menyerah pada ketakutan kita. Jika aku minta kau tetap tinggal, sama artinya aku egois. Membiarkan diriku membangun impianku namun menghancurkan impianmu. Ini tak adil.”
“Bagaimana jika itu bukan impianku yang sebenarnya? Dan kita terpisah jarak untuk suatu hal yang… yang sia-sia.”
“Kesempatan itu datang padamu, tak ada yang sia-sia, percayalah.” Ai tersenyum meyakinkan.
“Bagaimana kau bisa begini realistis melebihi aku yang seorang lelaki?”
“Entahlah. Mungkin karena aku terbiasa hidup demikian.”
Hanbyul menatap lekat Ai. “Kau yakin padaku?”
“Aku hanya manusia biasa, layaknya gadis lainnya. Aku juga punya rasa cemburu. Kau tampan dan sangat berbakat. Setiap gadis, pasti jatuh hati padamu. Tapi aku yakin padamu. Sepanjang kita sampai dititik ini, kau tak berubah. Aku percaya padamu. Jika kau benar-benar merasa dirimu adalah serigala, pasti kau akan setia hanya pada satu betina.”
Long distance relationship bukan perkara mudah.”
“Aku tahu itu. Aku tak tahu nanti kita termasuk dalam golongan mana, berhasil atau gagal. Waktu yang akan menjawabnya. Hanya perjanjian ini yang bisa aku tawarkan, padamu.” Ai lirih pada kata ‘padamu’.
Hanbyul merengkuh Ai dalam pelukannya. Didekapnya erat tubuh Ai. “Aku selalu merasa khawatir jika kau berada di Jeonggu Dong. Saat kau setuju pulang ke rumah Keluarga Jung, aku merasa sangat lega. Kenapa kau tak tetap tinggal di sana? Bersama orang tua dan kedua kakakmu. Menurutku, kau akan lebih baik di sana.” Ai tersenyum dalam dekapan Hanbyul. “Bisakah kita tetap bersama, seperti ini?”
Ai membenamkan wajahnyaa dalam dekapan Hanbyul. Ia pun ingin bisa tetap seperti ini. Berada dekat selalu pada Hanbyul.

Hanbyul dan Ai terbaring di atas satu ranjang, di kamar Hanbyul. Karena terlalu lelah, Ai tertidur lebih dulu ketika Hanbyul asik menceritakan tentang impian masa depannya kelak, tentang pernikahannya dengan Ai nantinya. Hanbyul tersenyum melihat Ai tertidur di sampingnya. Hanbyul membetulkan letak kepala Ai di atas bantal lalu kembali berbaring menghadap Ai. Dipandanginya wajah Ai yang sudah larut dalam tidurnya terbang kea lam mimpi. Dielusnya pipi pucat Ai dan Hanbyul kembali tersenyum sendiri. Hanbyul mengecup kening Ai lalu menggenggam tangan kiri Ai dan mulai memejamkan mata. Akhirnya Hanbyul pun terlelap masih memegang tangan kiri Ai.
***
Pagi yang cerah. Hanbyul dan Ai sudah sibuk di dapur. Ai membuat sarapan dan Hanbyul membantunya. Dua sejoli ini terlihat bahagia. Sesekali mereka bercanda ditengah membuat menu sarapan pagi ini.
Ai duduk dihadapan Hanbyul. Ia tersenyum melihat Hanbyul sarapan. “Kenapa? Aku terlihat rakus?” Tanya Hanbyul. Ai menggeleng. “Masakanmu enak. Aku pikir vampire tak bisa memasak. Ia hanya jago main musik dan berkelahi.”
“Berkelahi?”
“Aku tahu kau mengalahkan Byunghun ketika ia menantangmu. Lalu kau mengalahkan aku.” Hanbyul tersenyum sambil kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ai lagi-lagi hanya tersenyum. “Sangat ingin tiap hari makan masakanmu.”
“Dasar perayu! Dialog itu terlalu umum. Seperti, jika kau sakit maka aku pun sakit. Aku pernah mendengarnya, dalam film mandarin, pemerannya Edison Chen.”
“Kau suka nonton film romance juga? Kau tak pernah bilang. Sepanjang perjalanan kita, belum pernah kita nonton bersama. Hah, bagaimana aku melewatkan hal itu? Eh, tapi, nanti kalau kita menikah, kau pasti akan memasak untukku setiap hari bukan?”
“Menikah? Tak pernah terlintas di benakku.”
“Kau ini! Aku tak mau selamanya kita hanya pacaran. Aku akan menikahmu kelak. Dari awal aku katakan, aku telah mendapatkanmu Fujiwara Ayumu. Kau tidak bisa lari lagi dariku. Fujiwara Ayumu hanya milik Jang Hanbyul, kemarin, hari ini dan selamanya.”
“Yakin sekali. Semua itu rahasia Tuhan.”
“Aku akan memintanya pada Tuhan. Jika aku memintanya dengan tulus, aku yakin Tuhan akan welas asih padaku, dan pada akhirnya Tuhan akan mempercayakanmu, padaku.” Ai terdiam, sedikit menundukan kepala. Hanbyul merasa bersalah. Apakah ucapannya salah? “Jika kita menikah nanti, apakah Jaejoong akan membantu pernikahan kita seperti yang Park Gahee Sonsaengnim lakukan untuk Lee Junki Sonsaengnim? Lima tahun lagi, kita akan jadi apa? Kau, aku, Jaejoong… Viceroy, YOWL.” Tatapan Hanbyul menerawang.
“Entahlah.” Ai kembali mengaduk menu sarapannya. “Aku hanya ingin menikmatinya, hari demi hari, perlahan.” Kemudian menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.
“Bohong! Kau punya banyak rencana. Itu tersusun sangat rapi. Kau sedang menuju ke sana bukan? Mana mau kau menyerah padaa nasib?”
“Kau juga demikian bukan? Aku rasa kita semua sama.”
“Saat aku pergi, jangan pernah berpikir untuk keluar dari sekolah. Serangan akan terus datang, saat kita jauh bisa jadi lebih parah. Aku mau kau tetap berdiri tegar mengahadapi itu semua. Bisa kan?”
Ai diam dan kembali menikmati menu sarapannya.
-------
Dengan mengendarai mobil kesayangan Hanbyul, jadwal pertama pagi ini adalah mengunjungi gereja dimana pernikahan Junki akan digelar. Kali ini Ai benar-benar masuk dan menemui Pendeta yag bertugas. Ai memastikan apa benar pernikahan Junki akan digelar di gereja ini, sekaligus meminta izin untuk melihat-lihat dengan mengaku sebagai EO yang bertanggung jawab atas pernikahan Junki. Pendeta sempat tak percaya pada pengakuan Ai karena Ai dinilai terlalu muda. Bersyukur akhirnya Pendeta mempercayai Ai dan memberinya izin untuk melihat-lihat.
Ai duduk di bangku yang berada paling tengah. Binder di pangkuannya terbuka dan Ai siap dengan pensil di tangan kanannya. Setelah diam mengamati seluruh sudut gereja kecil itu, tangan Ai mulai bergerak membuat coretan-coretan dalam kertas kosong pada binder di pangkuannya. Ai terlihat khusyuk duduk dan menulis.
Hanbyul berkeliling di dalam gereja kecil itu. Saat asik mengamati sudut-sudut gereja sederhana itu, tatapan Hanbyul terhenti pada Ai yang tengah duduk dan serius pada binder di pangkuannya. Langkah Hanbyul terhenti, ia berdiri diam menatap Ai. Hanbyul memiringkan kepala dan tersenyum sendiri.
Suasana gereja berubah ramai. Teman-teman Ai dan teman-teman Hanbyul duduk memenuhi bangku-bangku di gereja. Hanbyul berdiri di dekat altar. Ia terlihat tampan dalam balutan kostum serba putih itu. Senyum terkembang di wajahnya. Ia berdiri menunggu Ai yang berjalan mendekat padanya dalam gandengan Minki dan tampak Hyuri berjalan mengiringi di belakang Ai. Hanbyul menatap lembut Ai ketika gadis itu sampai di depannya. Tatapan penuh kasih dan meraih tangan Ai lalu menuntunnya ke depan altar. Pendeta tersenyum menatap dua pasangan muda yang sudah berdiri di hadapannya. Kemudian ia memulai upacara pernikahan. Setelah mengikat janji suci pernikahan dan bertukar cincin, Hanbyul mencium Ai di depan altar. Lalu keduanya berjalan bersama diiringi taburan bunga keluar gereja.
Ai memiringkan kepala memperhatikan Hanbyul yang berdiri sambil tersenyum seperti ini. “Apa yang dia pikirkan?” Gumam Ai lirih. “Ya! Jang Hanbyul!” Panggil Ai membuyarkan lamunan Hanbyul.
Hanbyul tersentak kaget mendapati Ai sudah berdiri di depannya. “Kak-kau sudah selesai?” Hanbyul sambil mengamati sekitar.
“Apa yang kau pikirkan?”
“Aku??”
“Posisimu itu terlihat jika kau sedang…” Ai tak melanjutkan ucapannya. “Kita pergi.”
“Aku membayangkan pernikahan kita.” Ungkap Hanbyul cepat ketika Ai membelakanginya. Hanbyul beralih ke hadapan Ai. “Teman-teman berkumpul. Aku menunggumu di depan altar, kau tampak anggun dan cantik dalam balutan gaun pengantin berwarna putih. Lalu..” Hanbyul membawa Ai menghadap altar dan menggandengnya. “Hyuri berajalan di belakangmu,” Hanbyul mulai berjalan diikuti Ai, “Minki Hyung menggandengmu seperti ini, kalian berjalan pelan dan teratur.” Hanbyul masih menuntun Ai. “Sangat indah.” Ia berhenti lalu beralih ke samping altar. “Aku menyambutmu,” Hanbyul kembali mengulurkan tangan membawa Ai berada dekat di sisinya dan maju ke depan altar. “Pendeta menyambut kita lalu menikahkan kita.” Hanbyul menghadap Ai dan begitu sebaliknya. “Kita mengikat janji pernikahan…” Hanbyul menatap lembut Ai, begitu dekat. Suasana mendadak hening.
“Kita pergi.” Ai pamit dari hadapan Hanbyul. Maafkan aku, Jang Hanbyul. Batin Ai.
Hanbyul tersenyum lalu bergegas menyusul langkah Ai.
-------
Dari gereja, keduanya menuju tempat katering. Ai harus memastikan kesepakatan yang ia buat beberapa waktu lalu ketika ia datang bersama Minki. Hanbyul terlihat sangat bersemangat menemani Ai.
Hanbyul bingung ketika Ai menyebutkan tempat tujuan berikutnya adalah rumah sakit. Bukankah jadwal check up Ai sudah lewat kemarin? Tanya di benak Hanbyul. Menyimpan semua pertanyaan di otaknya, Hanbyul mengikuti langkah Ai. Hanbyul dibuat terkejut ketika sampai di ruang ICU tempat Yongbae di rawat. Ai selalu melarang Hanbyul datang ke Jeonggu Dong dan kini ia melihat Yongbae terbaring koma di ruang ICU.
“Dong Yongbae, ada apa dengannya?” Suara Hanbyul bergetar. “Bagaimana ia bisa koma? Jiyoo, katakan apa yang sebenarnya terjadi di Jeonggu Dong?” Hanbyul memegang kedua lengan Ai dan menggoyangnya. Memaksa Ai bicara. “Jiyoo-ya!” Hanbyul menggoyang lengan Ai lebih keras.
“Jangan khawatir. Semua baik-baik saja.”
“Baik-baik saja?? Yongbae koma dan kau katakan semua baik-baik saja?? Jiyoo-ya…”
“Kau tunggu di sini. Yongbae menungguku. Hah, untuk apa dia berdiri di sana?” Gumam Ai sambil berjalan pergi.
“Yong-yongbae??” Hanbyul kembali melihat ke dalam ruang ICU. “Berdiri di sana?” Gumamnya sendiri saat tak menemukan siapa pun di dalam ruang ICU kecuali Yongbae yang terbaring koma. “Hah. Jiyoo! Aku bisa gila!”
Hanbyul kembali melihat ke dalam ruang ICU. Ai sudah di sana. Ia berdiri saja di samping kiri ranjang Yongbae. Ai berbicara pada Yongbae yang terbaring koma, namun pandangannya tak tertuju pada tubuh Yongbae yang terbaring. Ai menatap lurus sejajar dengan posisi ia berdiri di hadapannya, samping kanan ranjang Yongbae. Ai seolah sedang berbicara dengan seseorang. Hanbyul mengerutkan dahi melihatnya. Ia penasaran apa yang sedang Ai bicarakan di dalam sana.
 “Itu semua rencana kita. Hah, sungguh terasa sedikit berat tanpamu. Lekaslah kembali, jangan tidur terlalu lama. Kami membutuhkanmu, Dong Yongbae.” Ai kembali tersenyum sebelum pergi.
Yongbae yang berdiri di sisi kanan ranjang pun tersenyum dan mengangguk. Ai menghela nafas dan keluar dari ruang ICU.
“Kau bicara bukan pada Yongbae yang terbaring koma,” sambut Hanbyul saat Ai keluar, “kau bicara pada…”
“Dong Yongbae.” Potong Ai.
“Dong Yongbae??”
“Dia berdiri di samping kanan ranjang.”
“Samping kanan ranjang? Aku tak melihatnya. Yongbae terbaring koma, itu yang aku lihat.”
Ai tersenyum geli. “Itu raganya, jiwanya ada di sana. Entah kapan ia bisa kembali.”
“Jadi kau melihatnya? Sama seperti ketika kau melihat Kim Yoojin kala itu??”
“Ekspresimu itu…”
“Ini di luar akal sehatku.” Potong Hanbyul.
“Saat orang koma, jiwanya ada di sekitar kita. Itulah kenapa Dokter sering meminta kita mengajak ngobrol dengan pasien koma. Mereka bisa mendengar kita karena jiwa mereka ada di sekitar kita.”
“Aku tak paham.” Hanbyul menggelengkan kepala. Dan Ai hanya tersenyum dibuatnya.
***
Hyuri menemui Kibum yang sedang berkumpul bersama Wooyoung, Byunghun dan Minhwan di free computering area.
“Kibum~aa! Ai tidak masuk lagi, apa dia baik saja?” Tanya Hyuri serius. Namun empat pemuda itu malah terkesan mengabaikannya. “Ya! Kalian ini! Aku benar mengkhawatirkan Ai. Ponselnya tidak aktif. Minki Oppa tak membalas pesanku dan kalian… kalian…” Hyuri kesal.
“Fujiwara sedang berbulan madu dengan Hanbyul.” Kata Minhwan.
“Bul-bulan madu?? Memangnya mereka menikah? Ah, Choi Minhwan! Kau bercanda kan?”
“Tidak. Semalam Ai menginap di rumah Hanbyul. Iya kan Byunghun?” Minhwan menyikut Byunghun yang kemudian mengangguk.
“Ai menginap di rumah Hanbyul? Bulan madu?” Minhwan segera terbahak melihat ekspresi Hyuri. “Ya! Choi Minhwan!”
“Apa yang kau pikirkan? Song Hyuri? Aa, jangan-jangan kau berpikir jika Hanbyul dan Fujiwara, mereka benar-benar…”
“Bukan!” Bantah Hyuri cepat. “Tidak. Tidak seperti itu!” Wajah Hyuri segera memerah. Membuat tawa Minhwan makin menjadi.
“Minhwan hanya bercanda. Fujiwara memang menginap di rumah Hanbyul. Semalam aku yang mengantarnya. Tapi mereka tidak sedang bulan madu seperti yang Minhwan katakan dan seperti apa yang kau pikirkan.” Terang Byunghun.
“Aku tak memikirkan hal itu.” Bantah Hyuri.
“Song Hyuri benar memikirkan tentang bulan madu.” Goda Minhwan.
“Tidak. Sungguh tidak.” Sanggah Hyuri bersungut-sungut.
“Hanbyul akan terbang ke Amerika. Karena sangat sibuk Ai tak punya banyak waktu menemaninya. Hari ini Ai sengaja membolos lagi, itu bukan hanya untuk menemani Hanbyul tapi untuk mengurus banyak hal. Dia baik-baik saja.” Kibum angkat bicara kemudian.
“Benar itu yang terjadi? Ai baik-baik saja kan?” Hyuri masih ngotot.
Wooyoung, Byunghun dan Kibum kompak menggelengkan kepala menatap Hyuri. Sedang Minhwan cekikikan sendiri.
-------
“Kau serius?” Son Hyunjoo sang Kepala Sekolah memastikan dan menatap Myungsoo. “Kau ingin Fujiwara Ayumu ikut dalam olimpiade pelajar antar SMA ini? Bersama kalian mewakili Hwaseong Academy??”
“Nilainya sempurna. Tak ada alasan untuk menolak.” Park Shihoo mengamati buku bersampul hitam di tangannya. “Fujiwara Ayumu bisa ikut kompetisi ini, Pak.” Shihoo meyakinkan.
“Biologi atau Bahasa Inggris, dia masuk kan?? Park Shihoo Sonsaengnim setuju?” Sunghyun berapi-api. Shihoo tersenyum dan mengangguk. Sunghyun segera tersenyum lebar dibuatnya.
“Apa salahnya memberi Fujiwara Ayumu kesemapatan.” Myungsoo sambil tersenyum manis. Soojung segera mengerutkan dahi melihatnya.
Hyunjon menatap heran Myungsoo lalu Sunghyun. “Bagaimana menurut Anda, Lee Junki-ssi?” Tanya Shihoo pada Junki.
“Tentang nilai Fujiwara Ayumu, memang tak diragukan. Hampir diseluruh mata pelajaran nilainya sempurna, hanya sedikit lemah pada Kimia dan Fisika. Jika dinilai mampu dan Fujiwara setuju, kenapa tidak?” Jawab Junki. “Tapi, aku rasa Fujiwara tak akan terima. Ini hanya kemungkinan.”
Shihoo dan Soojung menatap heran Junki. Begitu juga Hyunjoo. “Hah, terserah kalian saja. Ini membuat kepalaku pusing.” Keluh Hyunjoo menyerah.
-------
“Bahkan kalian mengiyakan kemungkinan yang diungkapkan Lee Junki Sonsaengnim, lalu untuk apa mengusulkan Fujiwara untuk bergabung?” Soojung saat berjalan bersama usai keluar dar ruang Kepala Sekolah. “Kompetisi ini bukan main-main. Sekolah kita ini selalu mendapat peringkat dan belakangan peringkat pertama!”
“Aku tahu itu kau. Tenanglah, Ai tak akan membuat kekacauan.” Jawab Sunghyun santai.
“Nilai saja tak cukup menjadi tokol ukur. Kalian tahu bagaimana kebiasaan Fujiwara? Lalu bagaimana ia bisa mendapata nilai sempurna? Yang aku tahu, di kelas Fujiwara ada satu pelajar dengan prestasi benar baik, itu Kim Kibum, teman dekat Fujiwara.”
“Kau curiga Ai mencontek Kibum? Hagh! Itu mustahil.” Sanggah Sunghyun.
“Kau tahu bukan berarti kau benar mengenalnya kan?”
“Kau benar. Dan aku memang setuju pada prediksi Lee Junki Sonsaengnim. Ai pasti akan menolak.”
“Apa??” Soojung makin keheranan.
“Aku pun sama.” Myungsoo mengamini pernyataan Sunghyun membuat Soojung makin bingung.
“Jika yakin Fujiwara tak akan mau, untuk apa kalian meminta ia bergabung? Kalian… apa alasannya?” Soojung menatap Sunghyun lalu Myungsoo.
“Hah… alasan yang jika aku katakan, aku yakin kau tak akan paham. Sebenarnya Ai bisa jadi patner yang bisa diandalkan.” Sunghyun menggelengkan kepala lalu berjalan mendahului.
Soojung masih kebingungan. “Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?” Gumamnya.
Myungsoo hanya tersenyum lalu menyusul langkah Sunghyun, meninggalkan Soojung dalam kebingungannya.
***
Hanbyul dan Ai tiba di florist. Ai segera melaporkan semua yang telah ia kerjakan. Mereka kemudian sibuk membicarakan tentang persiapan pernikahan Junki.
“Semua beres, hanya tersisa urusan ke kebun. Ah, andai Yongbae tak koma.” Sesal Minki.
“Sudahlah Oppa. Aku akan ke kebun usai pertemuan dengan Nona Kim Taehee. Aku akan pergi bersama Wooyoung, kemungkinan kami akan menginap. Perjalanan yang akan sangat melelahkan jika kami tak menginap.”
“Kau sudah terlalu banyak bekerja.” Minki menatap penuh sesal pada Ai.
“Ini jalan yang aku pilih.” Ai tersenyum tulus. “Aku baik-baik saja Oppa, percayalah.” Suasana berubah hening sejenak. Hanbyul menatap Ai lalu Minki.
“Kenapa tak pergi denganku saja? Ini lebih menghemat waktu bukan? Daripada menunggu Wooyoung.” Hanbyul memecah keheningan. “Aku janji seharian ini akan bersama Ai.”
“Persiapanmu?” Tanya Minki.
“Semua beres.” Hanbyul tersenyum lebar.
“Walau memaksa pergi denganmu, kemungkinan besar tetap, Ai harus menginap. Nona Presedir itu suka tak on-time jika janjian.”
“Itu tak sampai memaksa kita menunggu hingga esok kan? Kalau besok tak terkejar, itu artinya benar aku tak boleh hengkang dari Korea.” Canda Hanbyul yang segera mendapat tatapan tak setuju dari Ai. Hanbyul terkekeh melihat ekspresi Ai. “Pasti beres. Aku sudah menghitung waktunya, em?”
Minki turut menatap Ai, menunggu persetujuan gadis itu.
-------
“Hari yang lumayan sibuk ya?” Hanbyul usai memesan kopi dan kue kembali menatap Ai yang duduk di depannya. Mereka sudah berada di café, menunggu Kim Taehee. Ai duduk menatap keluar dinding kaca. “Meja ini, sangat bersejarah. Kau ingat kan?”
“Sepertinya sangat berjodoh dengan meja ini.” Ai kembali menghadap Hanbyul. “Beberapa waktu yang lalu juga bertemu di sini.” Ai dan Hanbyul saling menatap lalu sama-sama tersenyum. “Kala itu, aku benar dibuat terjekut oleh keyakinanmu.”
“Tapi reaksimu datar. Selalu begitu. Yang paling mengejutkan, ketika menemukanmu menangis di toilet.”
“Itu memalukan. Hah… selalu merasa geli setiap kali mengingatnya.”
“Aku merindukan masa-masa itu. Mengejarmu, kimono itu…” Hanbyul tertunduk. Ai terdiam menatapnya.
“Fujiwara Ai Ayumu!” Suara gadis itu mengejutkan Ai juga Hanbyul. Keduanya kompak menoleh. Hami berbinar lengkap dengan senyum lebarnya. Hyerin mengusuk tengkuknya. Sedang Sunyoung tersenyum sungkan.
-------
Hyerin, Hami dan Sunyoung duduk di meja lain. Ketiganya mengintai meja Ai dimana di sanaa duduk Taehee dan Sukjin. Taehee sendiri benar terkejut ketika sampai dan menemukan adiknya, Hyerin, bersama kedua teman baiknya.
“Apa yang mereka bicarakan? Andai bisa menyadap obrolan mereka.” Hami dipenuhi rasa ingin tahu.
“Pemuda itu Viceroy Jang Hanbyul kan?” Tuding Sunyoung.
“Iya. Aku pikir dia akan datang berasam Lee Minki.” Jawab Hyerin terlihat sedikit kesal.
“Kenapa Lee Minki?” Tanya Hami tanpa mengalihkan pandangannya dari mengintai meja Ai. “Kau suka ya?”
“Tidak!” Bantah Hyerin cepat.
“Dia memang manis. Tapi aku tak setuju jika Ai bersamanya.”
“Kenapa?” Tanya Sunyoung.
“Lihat bagaimana Ai dan Jang Hanbyul. Aku rasa skandal kala itu bukan kebetulan, tapi mereka benar punya hubungan khusus.”
“Kau tahu sekali tentang mereka.” Hyerin sirik.
“Tentu. Song Hami!” Hami membanggakan dirinya. “Yowlism sejati.”
“Lebih tepatnya, penguntit sejati.” Olok Hyerin.
“Terserah. Aku tahu kau suka Lee Minki.” Jawab Hami santai masih fokus pada meja Ai.
“Ya! Song Hami!” Nada bicara Hyerin meninggi membuat empat orang di meja nomer 8 menatap ke arahnya. Hyerin nyengir sungkan. Taehee menggeleng pelan. Hami tersenyum dan melambaikan tangan pada Ai.
***
Satu setengah jam berlalu. Taehee dan Sukjin pamit pergi. Taehee menghampiri Hyerin, ada obrolan sejenak. Namun akhirnya Taehee pergi tanpa membawa Hyerin bersamanya. Hami buru-buru menghampiri meja nomer 8 ketika melihat Ai mulai berkemas.
“Mini show YOWL akan digelar di Jeonggu Dong bukan?” Tanya Hami antusias.
“Kau yang mengusulkannya?” Tanya Ai dan Hami segera mengangguk antusias.
“Kenapa? Kau tak suka?” Sela Hyerin saat sampai di meja nomer 8.
“Ide bagus, tapi juga konyol. Kau pikir Jeonggu Dong itu tempat apa?” Ai balik bertanya.
“Kau menolaknya?” Hami lirih.
“Itu terlalu beresiko. Terima kasih atas usul dan dukungannya.” Ai bersiap pergi.
“Tapi kau Putri Jeonggu Dong!”  Hami mencoba menahan langkah Ai. Itu berhasil. Ai menghentikan langkahnya. Suasana sedikit tegang. Sunyoung yang terlihat paling khawatir mendapati situasi ini.
“Jeonggu Dong labil belakangan ini.” Ai kembali bicara.
“Aku tahu. Aku tahu semua.” Hami membalikan badan. “Menakhlukan Hwaseong Academy kau bisa, kenapa tidak dengan Jeonggu Dong? Bukankah kau Putri Jeonggu Dong?”
“Hami…” Bisik Sunyoung mencoba menghentikan ocehan Hami.
“Jika tidak salah, kau lahir di Jeonggu Dong bukan? Kau sudah mengenalnya sejak dalam kandungan, jika kau benar kau lahir di Jeonggu Dong. Apa yang membuatmu ragu?” Hami mengabaikan Sunyoung. “Aku tak tahu apa yang terjadi sebenarnya, maaf. Tapi aku hanya ingi mendukungmu.”
Semua terdiam. Sunyoung dan Hyerin saling melempar pandangan. Hami tertunduk. Hanbyul bingung. Ai melangkah maju lebih dekat pada Hami. Mimik Hanbyul berubah panik. Ia khawatir Ai akan marah.
Semua dibuat melongo ketika Ai tiba-tiba memeluk Hami. Hami sendiri kaget ketika Ai tiba-tiba memeluknya. Hami kemudian tersenyum dan membalas pelukan Ai.

Hanbyul dan Ai berdiri berdampingan menatap mobil Hyerin yang melaju pergi. hanbyul menoleh dan tersenyum melihat Ai. Gadis itu terlihat redup. Hanbyul merangkul Ai.
“Aku setuju dengannya. Kau pasti bisa!” Kata Hanbyul.
“Jeonggu Dong tak seperti Hwaseong Academy. Kau lihat apa yang terjadi pada Yongbae?”
“Kalau begitu mundur saja. Mengaku kalah dan bersekolah dengan baik. Tapi aku tahu, itu bukan sifat Jung Jiyoo yang lebih dikenal dengan Fujiwara Ai Ayumu. setelah YOWL pergi, memang berbeda dank au lebih kuat kini. Aku percaya itu.”
“Semoga.” Ai lirih.
“Selanjutnya kita ke kebun bunga? Ah, aku tak sabar ingin ke sana.” Hanbyul terdengar antusias.
“Kita kembali ke basecamp.”
“Kembali?? Ke basecamp??”
***
Pertanyaan yang memenuhi kepala Hanbyul terjawab sudah. Tak lama setelah ia dan Ai sampai di basecamp, datanglah Myungsoo dan Sunghyun, berbarengan dengan Kibum dan Wooyoung.
“Aku tidak bisa.” Tolak Ai setelah Sunghyun mengungkap maksud kedatangannya. “Aku tahu kalian melakukan ini demi keinginanku akan Jeonggu Dong, tapi aku tak sanggup. Aku tak bisa menerimanya. Maaf.”
“Ini kesempatan emas, Jiyoo.” Sela Hanbyul.
“Aku tak bisa membagi konsentrasiku lagi. Maafkan aku…” Ai menatap Myungsoo lalu Sunghyun. “Aku tidak sanggup.” Imbuhnya lirih.
Myungsoo menghela napas panjang. “Aku pikir ini akan membantu.” Ungkap Sunghyun kecewa.
“Kalian benar melakukannya demi Jeonggu Dong?” Ai memastikan.
“Demi kau.” Jawab Myungsoo. “Dan Jeonggu Dong.” Imbuhnya kemudian.
Ai diam sejenak lalu menatap Kibum. “Jika demi Jeonggu Dong, aku mau dia yang maju, Kim Kibum.”
“Aku??” Kibum menunjuk batang hidungnya sendiri. “Ai, ini…”
“Sebenarnya dia sudah masuk daftar.” Potong Sunghyun. “Kalian hanya menunggu undangan tes saja. Kibum di jagokan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris.”
“Ak-aku???” Kibum benar tak percaya mendengarnya.
“Kau ini orang pribumi, tapi kemampuanmu dalam pelajaran Bahasa Inggris tak diragukan lagi. Pihak sekolah menyadari itu. Jika Hanbyul atau Byunghun yang maju, oraang tentu tak heran. Sejak kecil mereka tinggal di luar negeri, jadi wajar jika Bahasa Inggris mereka fasih.”
“Bagaimana dengan Jung Soojung?” Tanya Kibum.
“Dia memawakili pelajaran Fisika.” Jawab Myungsoo.
“Bagaimana bisa aku berada dalam lingkaran ini?” Gumam Kibum masih tak percaya.
Ai terdiam, ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Apa Hyuri turut ambil bagian? Ini semua, tak mungkin pihak sekolah begitu paham tentang kami, anak-anak Jeonggu Dong. Kecuali Song Hyuri ada dibalik semua ini. Ia tak turut kemari?”
“Dewan Guru mengambil pengawasan langsung. Aku rasa Hyuri tak ada hubungannya dengan ini.” Bela Myungsoo.
“Penilaian berdasarkan nilai akademis murid.” Sambung Sunghyun. “Nanti yang dianggap mampu akan mendapat undangan tes dan yang dinilai paling mampu akan dikirim untuk mewakili sekolah.”
“Bagaimana mereka bisa mengabaikannya?” Ai seolah berbicara pada dirinya sendiri membuat yang lain heran.
“Mengabaikannya? Siapa?” Tanya Sunghyun penasaran.
***
Hanbyul senyum-senyum duduk di teras rooftop menatap langit malam yang di penuhi bintang. Karena rencana ke kebun bunga gagal. Hanbyul memilih menginap di kediaman mungil Ai, sesuai yang ia rencanakan sebelumnya.
Ai berdiri diambang pintu dengan memegang ponsel yang menempel pada telinga kanannya sambil menatap Hanbyul yang duduk membelakanginya. “Dia di sini, akan menginap.” Kata Ai.
“Menginap??” Jaejoong dengan nada suara keras dan bangkit dari duduknya. Wonbin, Jaejin dan Minhyuk segera menatapnya. Merasa risih, Jaejoong pun keluar menuju balkon. “Untuk apa dia menginap? Minki Hyung, dimana dia??” Jaejoong terdengar khawatir.
Ai menyincingkan senyum mendengar omelan Jaejoong diseberang sana. “Kau pikir apa yang akan kami lakukan?! Jangan berpikir macam-macam!”
Jaejoong mendengus pelan. Ia sedikit kesal, Ai terus membela Hanbyul. “Aku tahu esok dia akan pergi, tapi untuk apa menginap?” Pertanyaan bodoh itu justru terlontar darinya. Jaejoong memejamkan mata, ia menyesal mengatakan hal itu. “Ai, maafkan aku…” Ragu-ragu ia katakan ungkapan sesal itu.
Ai kembali tersenyum, “that’s fine.”
“Aku tahu, dia pasti tak ingin jauh-jauh darimu, walau ini aku rasa sedikit berlebihan. Mungkin jika aku adalah Jang Hanbyul, aku pun akan melakukan hal yang sama.”
“Kau bukan Jang Hanbyul. Kau tetaplah Kim Jaejoong.”
Ai dan Jaejoong sama-sama terdiam. Jaejoong tersenyum getir lalu memutuskan sambungan telefonnya pada Ai. Ia menghela napas panjang dan menatap langit malam. “Aku memang bukan Jang Hanbyul. Aku tetaplah Kim Jaejoong yang pengecut dan tak seberuntung Jang Hanbyul.” Bisik Jaejoong masih menatap langit sambil kemudian tersenyum getir.

Ai menghampiri Hanbyul dan menyentuh pundak Hanbyul. Hanbyul tersenyum lebar menyambut Ai yang segera duduk di sampingnya. Ai menatap Hanbyul yang berada dekat di depannya. Kemudian Ai mengelus pelan pipi Hanbyul sambil tersenyum. Kemudian Ai melepas kalung dengan liontin bintang hitam yang tergantung di lehernya dan memakaikannya pada leher Hanbyul. Ai kembali tersenyum dan menyentuh liontin bintang pada kalung yang sudah tergantung pada leher Hanbyul.
“Onyx hitam, ini akan melindungimu dari pengaruh buruk.” Ungkap Ai.
Hanbyul tak berkata sepatah kata pun, hanya meraih tubuh Ai dan memeluknya erat selama beberapa saat.

Jaejoong bertahan menyendiri di balkon dorm YOWL. Di teras rooftop, Hanbyul tidur dalam bangku panjang dengan kepala tersandar pada pangkuan Ai. Lagi-lagi Jaejoong menghela napas panjang dan mendongak menatap langit. Ai terus mengelus lembut kepala Hanbyul yang mulai terpejam. Ai menghembuskan napas panjang dan kembali tersenyum kecut.
***
Akhirnya hari ini pun tiba. Semua member Viceroy mengantar Hanbyul ke bandara. Hyuri menemani Ai turut ke bandara. Hari ini Hanbyul akan terbang ke Amerika untuk impiannya. Hanbyul akan meniggalkan Korea, meninggalkan Viceroy, meninggalkan Ai. Tak lama kemudian, tampak lima member Red Venus juga datang untuk memberi salam perpisahan.
Setengah jam kemudian waktu itu pun tiba. Hanbyul harus benar-benar pergi. Ai berhenti, masih menatap punggung Hanbyul yang berjalan menjauhinya. Beberapa langkah di belakang Ai, Viceroy, Hyuri dan Red Venus berdiri. Hyuri mengusap air matanya yang meleleh melihat perpisahan Hanbyul dan Ai. Myungsoo yang menyadari hal itu langsung merangkul Hyuri dan mengusuk lengan gadis itu.
Tiga langkah berjalan, Hanbyul berbalik pada Ai dan memberikan ciuman perpisahannya pada Ai. Tak peduli pada hiruk-pikuk keramaian orang-orang di bandara yang tak jarang menatapnya, Hanbyul tetap mencium bibir Ai selama beberapa saat. Hanbyul melepas ciumannya dan menatap Ai. Tersirat dalam tatapan itu jika Hanbyul enggan pergi. Ai tersenyum tulus dan balas memberikan ciuman lembut di pipi kiri Hanbyul selama beberapa saat. Hanbyul memejamkan mata dan tersenyum.
Ai berdiri menatap keluar dinding kaca ketika pesawat yang ditumpangi Hanbyul tinggal landas. Hyuri merangkul Ai, bermaksud menguatkan sahabatnya itu. Ai tersenyum balik merangkul Hyuri.
Jaejoong kembali membaca pesan singkat yang dikirim Hanbyul padanya. Ia menghela napas panjang, menatap pesawat yang terbang tinggi di langit. Jaejoong tersenyum kecut, kembali menyimpan ponselnya dalam saku celana dan berjalan masuk kembali ke dalam dorm YOWL.


---TBC---
 
  shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews