The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
04:10
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
EPISODE #15
“Menginap?”
Hanbyul menyusul langkah Ai yang sudah sampaai di ruang tengah.
Ai
berhenti dan menatap tas ransel yang sudah duduk manis di sofa. “Kau akan
pergi?”
Hanbyul
tersenyum dan beralih kehadapan Ai. “Tadinya aku mau nekat pergi ke Jeonggu
Dong. Aku ingin menginap di rooftop
Jung Jiyoo. Kau benar-benar membuatku gila seharian ini.”
“Jika
kau menginap, rooftop pasti akan
penuh.” Ai menuju dapur.
“Tapi
kita sehati. Kau tiba-tiba datang dan akan menginap.” Hanbyul menyusul Ai
dengan membawa vas bersamanya.
“Hanya
kebetulan.” Ai merebut vas di tangan Hanbyul.
“Ini
bukan kebetulan. Aku rasa kita benar berjodoh.” Hanbyul tersenyum lebar diikuti
tawa geli Ai.
Ai dan
Hanbyul duduk berdampingan di sofa. Bunga lili yang tertata rapi di dalam vas
Ai letakan di atas meja, tepat di depan mereka duduk kini. Hanbyul dan Ai
terdiam dan sama-sama menatap bunga lili dalam vas yang wanginya segera
memenuhi ruang tengah rumah Hanbyul.
“Cantik
dan harum.” Hanbyul memecah kebisuan.
“Aku
dan Jaejoong, kami menyukai bunga ini. Aku menyebutnya bunga bintang. Jaejoong
sempat keberatan, tapi pada akhirnya setuju juga.”
“Bunga
bintang?”
“Coba
perhatikan. Menurutku, bentuknya mirip sebuah bintang.”
“Sebuah
bintang? Itu aku?” Canda Hanbyul. “Eum, benar juga.” Hanbyul manggut-manggut
mengamati bunga lili dalam vas di atas meja dihadapannya. “Lalu, apa aarti dari
bunga ini? Setiap bunga punya makna kan?”
“Cinta
yang dalam namun diliputi kedukaan.” Jawab Ai singkat tanpa mengalihkan
pandangannya dari menatap bunga lili dalam vas.
Hanbyul
yang terkejut mendengarnya spontan menoleh. Ditatapnya gadis yang duduk di
sampingnya ini. Gadis yang membuatnya benar-benar tergila-gila. Hanbyul
menamatkan setiap lekuk wajah Ai. “Kenapa menatapku seperti itu?” Ai menoleh,
balas menatap Hanbyul. “Aku tidak sedang mendramatiskan kisah cinta kita yang
akan terpisah jarak. Itu arti sebenarnya dari bunga lili. Dan kenapa aku
membawanya kemari, itu karena hari ini…” Ai tak melanjutkan perkataannya.
“Kenapa
dengan hari ini? Apa terajdi sesuatu yang buruk?” Desak Hanbyul dengan mimik
khawatir.
“Hari
ini, ada begitu banyak kabar bahagia.” Ai tersenyum. “Kunjungan berikutnya,
jika tak ada perubahan, aku akan menanggalkannya.” Ai berseri menceritakan
perihal hasil check up hari ini.
Hanbyul terdiam menatap Ai. Tampaknya ia terkejut mendengar berita itu.
“Wa-wae??”
“Ini
keajaiban. Sayang aku tak bisa menemanimu.” Sesal Hanbyul.
Ai
kembali tersenyum. “Oya, aku dengar hari ini kau sudah berpamitan di sekolah.”
“Em.”
Hanbyul mengangguk. “Aku tidak akan ke sekolah besok.”
“Aku
juga.” Ai tersenyum dan meraih tangan Hanbyul yang duduk di samping kanannya.
“Kau
akan menemaniku?”
“Aku
akan sangat sibuk besok. Harus ke gereja, lalu ada pertemuan dengan…”
“Kalau
begitu aku yang akan menemanimu.” Potong Hanbyul. Ia mengeratkan genggamannya
pada tangan kanan Ai. “Ada pertemuan dengan siapa?”
“Kim
Taehee, Presedir Caliptra Seta Entertainment.”
“Em?”
“Mereka
merencanakan debut YOWL di Jeonggu Dong.”
“Itu
ide brilian bukan? Aku setuju. Tapi kenapa kau terlihat ragu?”
“Kondisi
Jeonggu Dong sedang tak stabil kini. Basecamp sendiri belum beres.”
“Tak
stabil? Jadi benar kecurigaanku, kau melarangku datang ke Jeonggu Dong karena
terjadi sesuatu di sana. Curang.”
Ai
tersenyum, “aku yang paham apa dan bagaimana Jeonggu Dong, jadi biar aku
tangani masalah di Jeonggu Dong, em? Aku tak mau jika ini nantinya membebanimu.
Maafkan aku.”
“Aku
tak boleh tahu?”
“Apa
untungnya jika kau tahu?”
“Aku…”
Hanbyul terdiam, tak melanjutkan ucapannya.
“Bagaimana
kalau kita buat perjanjian?”
“Perjanjian?”
“Em.”
Ai mengangguk. “Janji kau akan terbang ke Amerika dan mengejar impianmu. Di
sini, aku pun akan melakukan hal yang sama, melakukan usaha untuk hal yang aku
inginkan, membangun impianku. Mari tak saling mengkhawatirkan satu sama lain,
tapi saling mempercayai satu sama lain. Aku tahu ini tak akan mudah, terlebih
bagiku, tapi percayalah, jarak ini tak akan jadi masalah bagi kita. Seperti apa
yang kau rasakan, aku pun takut kehilanganmu, tapi tak ada yang bisa aku lakukan
kecuali menyerahkannya pada sang waktu.”
“Katakan
jika kau benar ingin aku tetap tinggal.” Hanbyul menggenggam tangan Ai dengan
kedua tangannya.
“Maju
mencoba atau berhenti dan menyerah. Aku tak mau berhenti dan menyerah pada
ketakutan kita. Jika aku minta kau tetap tinggal, sama artinya aku egois.
Membiarkan diriku membangun impianku namun menghancurkan impianmu. Ini tak
adil.”
“Bagaimana
jika itu bukan impianku yang sebenarnya? Dan kita terpisah jarak untuk suatu
hal yang… yang sia-sia.”
“Kesempatan
itu datang padamu, tak ada yang sia-sia, percayalah.” Ai tersenyum meyakinkan.
“Bagaimana
kau bisa begini realistis melebihi aku yang seorang lelaki?”
“Entahlah.
Mungkin karena aku terbiasa hidup demikian.”
Hanbyul
menatap lekat Ai. “Kau yakin padaku?”
“Aku
hanya manusia biasa, layaknya gadis lainnya. Aku juga punya rasa cemburu. Kau
tampan dan sangat berbakat. Setiap gadis, pasti jatuh hati padamu. Tapi aku
yakin padamu. Sepanjang kita sampai dititik ini, kau tak berubah. Aku percaya
padamu. Jika kau benar-benar merasa dirimu adalah serigala, pasti kau akan
setia hanya pada satu betina.”
“Long distance relationship bukan perkara
mudah.”
“Aku
tahu itu. Aku tak tahu nanti kita termasuk dalam golongan mana, berhasil atau
gagal. Waktu yang akan menjawabnya. Hanya perjanjian ini yang bisa aku
tawarkan, padamu.” Ai lirih pada kata ‘padamu’.
Hanbyul
merengkuh Ai dalam pelukannya. Didekapnya erat tubuh Ai. “Aku selalu merasa
khawatir jika kau berada di Jeonggu Dong. Saat kau setuju pulang ke rumah
Keluarga Jung, aku merasa sangat lega. Kenapa kau tak tetap tinggal di sana?
Bersama orang tua dan kedua kakakmu. Menurutku, kau akan lebih baik di sana.”
Ai tersenyum dalam dekapan Hanbyul. “Bisakah kita tetap bersama, seperti ini?”
Ai
membenamkan wajahnyaa dalam dekapan Hanbyul. Ia pun ingin bisa tetap seperti
ini. Berada dekat selalu pada Hanbyul.
Hanbyul
dan Ai terbaring di atas satu ranjang, di kamar Hanbyul. Karena terlalu lelah,
Ai tertidur lebih dulu ketika Hanbyul asik menceritakan tentang impian masa
depannya kelak, tentang pernikahannya dengan Ai nantinya. Hanbyul tersenyum
melihat Ai tertidur di sampingnya. Hanbyul membetulkan letak kepala Ai di atas
bantal lalu kembali berbaring menghadap Ai. Dipandanginya wajah Ai yang sudah
larut dalam tidurnya terbang kea lam mimpi. Dielusnya pipi pucat Ai dan Hanbyul
kembali tersenyum sendiri. Hanbyul mengecup kening Ai lalu menggenggam tangan
kiri Ai dan mulai memejamkan mata. Akhirnya Hanbyul pun terlelap masih memegang
tangan kiri Ai.
***
Pagi
yang cerah. Hanbyul dan Ai sudah sibuk di dapur. Ai membuat sarapan dan Hanbyul
membantunya. Dua sejoli ini terlihat bahagia. Sesekali mereka bercanda ditengah
membuat menu sarapan pagi ini.
Ai
duduk dihadapan Hanbyul. Ia tersenyum melihat Hanbyul sarapan. “Kenapa? Aku
terlihat rakus?” Tanya Hanbyul. Ai menggeleng. “Masakanmu enak. Aku pikir
vampire tak bisa memasak. Ia hanya jago main musik dan berkelahi.”
“Berkelahi?”
“Aku
tahu kau mengalahkan Byunghun ketika ia menantangmu. Lalu kau mengalahkan aku.”
Hanbyul tersenyum sambil kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ai
lagi-lagi hanya tersenyum. “Sangat ingin tiap hari makan masakanmu.”
“Dasar
perayu! Dialog itu terlalu umum. Seperti, jika kau sakit maka aku pun sakit. Aku
pernah mendengarnya, dalam film mandarin, pemerannya Edison Chen.”
“Kau
suka nonton film romance juga? Kau tak pernah bilang. Sepanjang perjalanan
kita, belum pernah kita nonton bersama. Hah, bagaimana aku melewatkan hal itu?
Eh, tapi, nanti kalau kita menikah, kau pasti akan memasak untukku setiap hari
bukan?”
“Menikah?
Tak pernah terlintas di benakku.”
“Kau
ini! Aku tak mau selamanya kita hanya pacaran. Aku akan menikahmu kelak. Dari
awal aku katakan, aku telah mendapatkanmu Fujiwara Ayumu. Kau tidak bisa lari
lagi dariku. Fujiwara Ayumu hanya milik Jang Hanbyul, kemarin, hari ini dan
selamanya.”
“Yakin
sekali. Semua itu rahasia Tuhan.”
“Aku
akan memintanya pada Tuhan. Jika aku memintanya dengan tulus, aku yakin Tuhan
akan welas asih padaku, dan pada akhirnya Tuhan akan mempercayakanmu, padaku.”
Ai terdiam, sedikit menundukan kepala. Hanbyul merasa bersalah. Apakah
ucapannya salah? “Jika kita menikah nanti, apakah Jaejoong akan membantu
pernikahan kita seperti yang Park Gahee Sonsaengnim lakukan untuk Lee Junki
Sonsaengnim? Lima tahun lagi, kita akan jadi apa? Kau, aku, Jaejoong… Viceroy,
YOWL.” Tatapan Hanbyul menerawang.
“Entahlah.”
Ai kembali mengaduk menu sarapannya. “Aku hanya ingin menikmatinya, hari demi
hari, perlahan.” Kemudian menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.
“Bohong!
Kau punya banyak rencana. Itu tersusun sangat rapi. Kau sedang menuju ke sana
bukan? Mana mau kau menyerah padaa nasib?”
“Kau
juga demikian bukan? Aku rasa kita semua sama.”
“Saat
aku pergi, jangan pernah berpikir untuk keluar dari sekolah. Serangan akan
terus datang, saat kita jauh bisa jadi lebih parah. Aku mau kau tetap berdiri
tegar mengahadapi itu semua. Bisa kan?”
Ai diam
dan kembali menikmati menu sarapannya.
-------
Dengan
mengendarai mobil kesayangan Hanbyul, jadwal pertama pagi ini adalah
mengunjungi gereja dimana pernikahan Junki akan digelar. Kali ini Ai
benar-benar masuk dan menemui Pendeta yag bertugas. Ai memastikan apa benar
pernikahan Junki akan digelar di gereja ini, sekaligus meminta izin untuk
melihat-lihat dengan mengaku sebagai EO yang bertanggung jawab atas pernikahan
Junki. Pendeta sempat tak percaya pada pengakuan Ai karena Ai dinilai terlalu
muda. Bersyukur akhirnya Pendeta mempercayai Ai dan memberinya izin untuk
melihat-lihat.
Ai
duduk di bangku yang berada paling tengah. Binder di pangkuannya terbuka dan Ai
siap dengan pensil di tangan kanannya. Setelah diam mengamati seluruh sudut
gereja kecil itu, tangan Ai mulai bergerak membuat coretan-coretan dalam kertas
kosong pada binder di pangkuannya. Ai terlihat khusyuk duduk dan menulis.
Hanbyul
berkeliling di dalam gereja kecil itu. Saat asik mengamati sudut-sudut gereja
sederhana itu, tatapan Hanbyul terhenti pada Ai yang tengah duduk dan serius
pada binder di pangkuannya. Langkah Hanbyul terhenti, ia berdiri diam menatap
Ai. Hanbyul memiringkan kepala dan tersenyum sendiri.
Suasana
gereja berubah ramai. Teman-teman Ai dan teman-teman Hanbyul duduk memenuhi
bangku-bangku di gereja. Hanbyul berdiri di dekat altar. Ia terlihat tampan
dalam balutan kostum serba putih itu. Senyum terkembang di wajahnya. Ia berdiri
menunggu Ai yang berjalan mendekat padanya dalam gandengan Minki dan tampak
Hyuri berjalan mengiringi di belakang Ai. Hanbyul menatap lembut Ai ketika
gadis itu sampai di depannya. Tatapan penuh kasih dan meraih tangan Ai lalu
menuntunnya ke depan altar. Pendeta tersenyum menatap dua pasangan muda yang
sudah berdiri di hadapannya. Kemudian ia memulai upacara pernikahan. Setelah
mengikat janji suci pernikahan dan bertukar cincin, Hanbyul mencium Ai di depan
altar. Lalu keduanya berjalan bersama diiringi taburan bunga keluar gereja.
Ai
memiringkan kepala memperhatikan Hanbyul yang berdiri sambil tersenyum seperti
ini. “Apa yang dia pikirkan?” Gumam Ai lirih. “Ya! Jang Hanbyul!” Panggil Ai
membuyarkan lamunan Hanbyul.
Hanbyul
tersentak kaget mendapati Ai sudah berdiri di depannya. “Kak-kau sudah
selesai?” Hanbyul sambil mengamati sekitar.
“Apa
yang kau pikirkan?”
“Aku??”
“Posisimu
itu terlihat jika kau sedang…” Ai tak melanjutkan ucapannya. “Kita pergi.”
“Aku
membayangkan pernikahan kita.” Ungkap Hanbyul cepat ketika Ai membelakanginya.
Hanbyul beralih ke hadapan Ai. “Teman-teman berkumpul. Aku menunggumu di depan
altar, kau tampak anggun dan cantik dalam balutan gaun pengantin berwarna
putih. Lalu..” Hanbyul membawa Ai menghadap altar dan menggandengnya. “Hyuri
berajalan di belakangmu,” Hanbyul mulai berjalan diikuti Ai, “Minki Hyung
menggandengmu seperti ini, kalian berjalan pelan dan teratur.” Hanbyul masih
menuntun Ai. “Sangat indah.” Ia berhenti lalu beralih ke samping altar. “Aku
menyambutmu,” Hanbyul kembali mengulurkan tangan membawa Ai berada dekat di
sisinya dan maju ke depan altar. “Pendeta menyambut kita lalu menikahkan kita.”
Hanbyul menghadap Ai dan begitu sebaliknya. “Kita mengikat janji pernikahan…”
Hanbyul menatap lembut Ai, begitu dekat. Suasana mendadak hening.
“Kita
pergi.” Ai pamit dari hadapan Hanbyul. Maafkan
aku, Jang Hanbyul. Batin Ai.
Hanbyul
tersenyum lalu bergegas menyusul langkah Ai.
-------
Dari
gereja, keduanya menuju tempat katering. Ai harus memastikan kesepakatan yang
ia buat beberapa waktu lalu ketika ia datang bersama Minki. Hanbyul terlihat
sangat bersemangat menemani Ai.
Hanbyul
bingung ketika Ai menyebutkan tempat tujuan berikutnya adalah rumah sakit.
Bukankah jadwal check up Ai sudah
lewat kemarin? Tanya di benak Hanbyul. Menyimpan semua pertanyaan di otaknya,
Hanbyul mengikuti langkah Ai. Hanbyul dibuat terkejut ketika sampai di ruang
ICU tempat Yongbae di rawat. Ai selalu melarang Hanbyul datang ke Jeonggu Dong
dan kini ia melihat Yongbae terbaring koma di ruang ICU.
“Dong
Yongbae, ada apa dengannya?” Suara Hanbyul bergetar. “Bagaimana ia bisa koma?
Jiyoo, katakan apa yang sebenarnya terjadi di Jeonggu Dong?” Hanbyul memegang
kedua lengan Ai dan menggoyangnya. Memaksa Ai bicara. “Jiyoo-ya!” Hanbyul
menggoyang lengan Ai lebih keras.
“Jangan
khawatir. Semua baik-baik saja.”
“Baik-baik
saja?? Yongbae koma dan kau katakan semua baik-baik saja?? Jiyoo-ya…”
“Kau
tunggu di sini. Yongbae menungguku. Hah, untuk apa dia berdiri di sana?” Gumam
Ai sambil berjalan pergi.
“Yong-yongbae??”
Hanbyul kembali melihat ke dalam ruang ICU. “Berdiri di sana?” Gumamnya sendiri
saat tak menemukan siapa pun di dalam ruang ICU kecuali Yongbae yang terbaring
koma. “Hah. Jiyoo! Aku bisa gila!”
Hanbyul
kembali melihat ke dalam ruang ICU. Ai sudah di sana. Ia berdiri saja di
samping kiri ranjang Yongbae. Ai berbicara pada Yongbae yang terbaring koma,
namun pandangannya tak tertuju pada tubuh Yongbae yang terbaring. Ai menatap
lurus sejajar dengan posisi ia berdiri di hadapannya, samping kanan ranjang Yongbae.
Ai seolah sedang berbicara dengan seseorang. Hanbyul mengerutkan dahi
melihatnya. Ia penasaran apa yang sedang Ai bicarakan di dalam sana.
“Itu semua rencana kita. Hah, sungguh terasa
sedikit berat tanpamu. Lekaslah kembali, jangan tidur terlalu lama. Kami
membutuhkanmu, Dong Yongbae.” Ai kembali tersenyum sebelum pergi.
Yongbae
yang berdiri di sisi kanan ranjang pun tersenyum dan mengangguk. Ai menghela
nafas dan keluar dari ruang ICU.
“Kau
bicara bukan pada Yongbae yang terbaring koma,” sambut Hanbyul saat Ai keluar,
“kau bicara pada…”
“Dong
Yongbae.” Potong Ai.
“Dong
Yongbae??”
“Dia
berdiri di samping kanan ranjang.”
“Samping
kanan ranjang? Aku tak melihatnya. Yongbae terbaring koma, itu yang aku lihat.”
Ai
tersenyum geli. “Itu raganya, jiwanya ada di sana. Entah kapan ia bisa
kembali.”
“Jadi
kau melihatnya? Sama seperti ketika kau melihat Kim Yoojin kala itu??”
“Ekspresimu
itu…”
“Ini di
luar akal sehatku.” Potong Hanbyul.
“Saat
orang koma, jiwanya ada di sekitar kita. Itulah kenapa Dokter sering meminta
kita mengajak ngobrol dengan pasien koma. Mereka bisa mendengar kita karena
jiwa mereka ada di sekitar kita.”
“Aku
tak paham.” Hanbyul menggelengkan kepala. Dan Ai hanya tersenyum dibuatnya.
***
Hyuri menemui
Kibum yang sedang berkumpul bersama Wooyoung, Byunghun dan Minhwan di free
computering area.
“Kibum~aa!
Ai tidak masuk lagi, apa dia baik saja?” Tanya Hyuri serius. Namun empat pemuda
itu malah terkesan mengabaikannya. “Ya! Kalian ini! Aku benar mengkhawatirkan
Ai. Ponselnya tidak aktif. Minki Oppa tak membalas pesanku dan kalian… kalian…”
Hyuri kesal.
“Fujiwara
sedang berbulan madu dengan Hanbyul.” Kata Minhwan.
“Bul-bulan
madu?? Memangnya mereka menikah? Ah, Choi Minhwan! Kau bercanda kan?”
“Tidak.
Semalam Ai menginap di rumah Hanbyul. Iya kan Byunghun?” Minhwan menyikut
Byunghun yang kemudian mengangguk.
“Ai
menginap di rumah Hanbyul? Bulan madu?” Minhwan segera terbahak melihat
ekspresi Hyuri. “Ya! Choi Minhwan!”
“Apa
yang kau pikirkan? Song Hyuri? Aa, jangan-jangan kau berpikir jika Hanbyul dan
Fujiwara, mereka benar-benar…”
“Bukan!”
Bantah Hyuri cepat. “Tidak. Tidak seperti itu!” Wajah Hyuri segera memerah.
Membuat tawa Minhwan makin menjadi.
“Minhwan
hanya bercanda. Fujiwara memang menginap di rumah Hanbyul. Semalam aku yang
mengantarnya. Tapi mereka tidak sedang bulan madu seperti yang Minhwan katakan
dan seperti apa yang kau pikirkan.” Terang Byunghun.
“Aku
tak memikirkan hal itu.” Bantah Hyuri.
“Song
Hyuri benar memikirkan tentang bulan madu.” Goda Minhwan.
“Tidak.
Sungguh tidak.” Sanggah Hyuri bersungut-sungut.
“Hanbyul
akan terbang ke Amerika. Karena sangat sibuk Ai tak punya banyak waktu
menemaninya. Hari ini Ai sengaja membolos lagi, itu bukan hanya untuk menemani
Hanbyul tapi untuk mengurus banyak hal. Dia baik-baik saja.” Kibum angkat bicara
kemudian.
“Benar
itu yang terjadi? Ai baik-baik saja kan?” Hyuri masih ngotot.
Wooyoung,
Byunghun dan Kibum kompak menggelengkan kepala menatap Hyuri. Sedang Minhwan
cekikikan sendiri.
-------
“Kau
serius?” Son Hyunjoo sang Kepala Sekolah memastikan dan menatap Myungsoo. “Kau
ingin Fujiwara Ayumu ikut dalam olimpiade pelajar antar SMA ini? Bersama kalian
mewakili Hwaseong Academy??”
“Nilainya
sempurna. Tak ada alasan untuk menolak.” Park Shihoo mengamati buku bersampul
hitam di tangannya. “Fujiwara Ayumu bisa ikut kompetisi ini, Pak.” Shihoo
meyakinkan.
“Biologi
atau Bahasa Inggris, dia masuk kan?? Park Shihoo Sonsaengnim setuju?” Sunghyun
berapi-api. Shihoo tersenyum dan mengangguk. Sunghyun segera tersenyum lebar
dibuatnya.
“Apa
salahnya memberi Fujiwara Ayumu kesemapatan.” Myungsoo sambil tersenyum manis.
Soojung segera mengerutkan dahi melihatnya.
Hyunjon
menatap heran Myungsoo lalu Sunghyun. “Bagaimana menurut Anda, Lee Junki-ssi?”
Tanya Shihoo pada Junki.
“Tentang
nilai Fujiwara Ayumu, memang tak diragukan. Hampir diseluruh mata pelajaran
nilainya sempurna, hanya sedikit lemah pada Kimia dan Fisika. Jika dinilai
mampu dan Fujiwara setuju, kenapa tidak?” Jawab Junki. “Tapi, aku rasa Fujiwara
tak akan terima. Ini hanya kemungkinan.”
Shihoo
dan Soojung menatap heran Junki. Begitu juga Hyunjoo. “Hah, terserah kalian
saja. Ini membuat kepalaku pusing.” Keluh Hyunjoo menyerah.
-------
“Bahkan
kalian mengiyakan kemungkinan yang diungkapkan Lee Junki Sonsaengnim, lalu
untuk apa mengusulkan Fujiwara untuk bergabung?” Soojung saat berjalan bersama
usai keluar dar ruang Kepala Sekolah. “Kompetisi ini bukan main-main. Sekolah
kita ini selalu mendapat peringkat dan belakangan peringkat pertama!”
“Aku
tahu itu kau. Tenanglah, Ai tak akan membuat kekacauan.” Jawab Sunghyun santai.
“Nilai
saja tak cukup menjadi tokol ukur. Kalian tahu bagaimana kebiasaan Fujiwara?
Lalu bagaimana ia bisa mendapata nilai sempurna? Yang aku tahu, di kelas
Fujiwara ada satu pelajar dengan prestasi benar baik, itu Kim Kibum, teman
dekat Fujiwara.”
“Kau
curiga Ai mencontek Kibum? Hagh! Itu mustahil.” Sanggah Sunghyun.
“Kau
tahu bukan berarti kau benar mengenalnya kan?”
“Kau
benar. Dan aku memang setuju pada prediksi Lee Junki Sonsaengnim. Ai pasti akan
menolak.”
“Apa??”
Soojung makin keheranan.
“Aku
pun sama.” Myungsoo mengamini pernyataan Sunghyun membuat Soojung makin
bingung.
“Jika
yakin Fujiwara tak akan mau, untuk apa kalian meminta ia bergabung? Kalian… apa
alasannya?” Soojung menatap Sunghyun lalu Myungsoo.
“Hah…
alasan yang jika aku katakan, aku yakin kau tak akan paham. Sebenarnya Ai bisa
jadi patner yang bisa diandalkan.” Sunghyun menggelengkan kepala lalu berjalan
mendahului.
Soojung
masih kebingungan. “Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?” Gumamnya.
Myungsoo
hanya tersenyum lalu menyusul langkah Sunghyun, meninggalkan Soojung dalam
kebingungannya.
***
Hanbyul
dan Ai tiba di florist. Ai segera melaporkan semua yang telah ia kerjakan.
Mereka kemudian sibuk membicarakan tentang persiapan pernikahan Junki.
“Semua
beres, hanya tersisa urusan ke kebun. Ah, andai Yongbae tak koma.” Sesal Minki.
“Sudahlah
Oppa. Aku akan ke kebun usai pertemuan dengan Nona Kim Taehee. Aku akan pergi
bersama Wooyoung, kemungkinan kami akan menginap. Perjalanan yang akan sangat
melelahkan jika kami tak menginap.”
“Kau
sudah terlalu banyak bekerja.” Minki menatap penuh sesal pada Ai.
“Ini
jalan yang aku pilih.” Ai tersenyum tulus. “Aku baik-baik saja Oppa,
percayalah.” Suasana berubah hening sejenak. Hanbyul menatap Ai lalu Minki.
“Kenapa
tak pergi denganku saja? Ini lebih menghemat waktu bukan? Daripada menunggu
Wooyoung.” Hanbyul memecah keheningan. “Aku janji seharian ini akan bersama
Ai.”
“Persiapanmu?”
Tanya Minki.
“Semua
beres.” Hanbyul tersenyum lebar.
“Walau
memaksa pergi denganmu, kemungkinan besar tetap, Ai harus menginap. Nona
Presedir itu suka tak on-time jika janjian.”
“Itu
tak sampai memaksa kita menunggu hingga esok kan? Kalau besok tak terkejar, itu
artinya benar aku tak boleh hengkang dari Korea.” Canda Hanbyul yang segera
mendapat tatapan tak setuju dari Ai. Hanbyul terkekeh melihat ekspresi Ai.
“Pasti beres. Aku sudah menghitung waktunya, em?”
Minki
turut menatap Ai, menunggu persetujuan gadis itu.
-------
“Hari
yang lumayan sibuk ya?” Hanbyul usai memesan kopi dan kue kembali menatap Ai
yang duduk di depannya. Mereka sudah berada di café, menunggu Kim Taehee. Ai
duduk menatap keluar dinding kaca. “Meja ini, sangat bersejarah. Kau ingat
kan?”
“Sepertinya
sangat berjodoh dengan meja ini.” Ai kembali menghadap Hanbyul. “Beberapa waktu
yang lalu juga bertemu di sini.” Ai dan Hanbyul saling menatap lalu sama-sama
tersenyum. “Kala itu, aku benar dibuat terjekut oleh keyakinanmu.”
“Tapi
reaksimu datar. Selalu begitu. Yang paling mengejutkan, ketika menemukanmu
menangis di toilet.”
“Itu
memalukan. Hah… selalu merasa geli setiap kali mengingatnya.”
“Aku
merindukan masa-masa itu. Mengejarmu, kimono itu…” Hanbyul tertunduk. Ai
terdiam menatapnya.
“Fujiwara
Ai Ayumu!” Suara gadis itu mengejutkan Ai juga Hanbyul. Keduanya kompak
menoleh. Hami berbinar lengkap dengan senyum lebarnya. Hyerin mengusuk
tengkuknya. Sedang Sunyoung tersenyum sungkan.
-------
Hyerin,
Hami dan Sunyoung duduk di meja lain. Ketiganya mengintai meja Ai dimana di
sanaa duduk Taehee dan Sukjin. Taehee sendiri benar terkejut ketika sampai dan
menemukan adiknya, Hyerin, bersama kedua teman baiknya.
“Apa
yang mereka bicarakan? Andai bisa menyadap obrolan mereka.” Hami dipenuhi rasa
ingin tahu.
“Pemuda
itu Viceroy Jang Hanbyul kan?” Tuding Sunyoung.
“Iya.
Aku pikir dia akan datang berasam Lee Minki.” Jawab Hyerin terlihat sedikit
kesal.
“Kenapa
Lee Minki?” Tanya Hami tanpa mengalihkan pandangannya dari mengintai meja Ai.
“Kau suka ya?”
“Tidak!”
Bantah Hyerin cepat.
“Dia
memang manis. Tapi aku tak setuju jika Ai bersamanya.”
“Kenapa?”
Tanya Sunyoung.
“Lihat
bagaimana Ai dan Jang Hanbyul. Aku rasa skandal kala itu bukan kebetulan, tapi
mereka benar punya hubungan khusus.”
“Kau
tahu sekali tentang mereka.” Hyerin sirik.
“Tentu.
Song Hami!” Hami membanggakan dirinya. “Yowlism sejati.”
“Lebih
tepatnya, penguntit sejati.” Olok Hyerin.
“Terserah.
Aku tahu kau suka Lee Minki.” Jawab Hami santai masih fokus pada meja Ai.
“Ya!
Song Hami!” Nada bicara Hyerin meninggi membuat empat orang di meja nomer 8
menatap ke arahnya. Hyerin nyengir sungkan. Taehee menggeleng pelan. Hami
tersenyum dan melambaikan tangan pada Ai.
***
Satu
setengah jam berlalu. Taehee dan Sukjin pamit pergi. Taehee menghampiri Hyerin,
ada obrolan sejenak. Namun akhirnya Taehee pergi tanpa membawa Hyerin
bersamanya. Hami buru-buru menghampiri meja nomer 8 ketika melihat Ai mulai
berkemas.
“Mini
show YOWL akan digelar di Jeonggu Dong bukan?” Tanya Hami antusias.
“Kau
yang mengusulkannya?” Tanya Ai dan Hami segera mengangguk antusias.
“Kenapa?
Kau tak suka?” Sela Hyerin saat sampai di meja nomer 8.
“Ide
bagus, tapi juga konyol. Kau pikir Jeonggu Dong itu tempat apa?” Ai balik
bertanya.
“Kau
menolaknya?” Hami lirih.
“Itu
terlalu beresiko. Terima kasih atas usul dan dukungannya.” Ai bersiap pergi.
“Tapi
kau Putri Jeonggu Dong!” Hami mencoba menahan
langkah Ai. Itu berhasil. Ai menghentikan langkahnya. Suasana sedikit tegang.
Sunyoung yang terlihat paling khawatir mendapati situasi ini.
“Jeonggu
Dong labil belakangan ini.” Ai kembali bicara.
“Aku
tahu. Aku tahu semua.” Hami membalikan badan. “Menakhlukan Hwaseong Academy kau
bisa, kenapa tidak dengan Jeonggu Dong? Bukankah kau Putri Jeonggu Dong?”
“Hami…”
Bisik Sunyoung mencoba menghentikan ocehan Hami.
“Jika
tidak salah, kau lahir di Jeonggu Dong bukan? Kau sudah mengenalnya sejak dalam
kandungan, jika kau benar kau lahir di Jeonggu Dong. Apa yang membuatmu ragu?”
Hami mengabaikan Sunyoung. “Aku tak tahu apa yang terjadi sebenarnya, maaf.
Tapi aku hanya ingi mendukungmu.”
Semua
terdiam. Sunyoung dan Hyerin saling melempar pandangan. Hami tertunduk. Hanbyul
bingung. Ai melangkah maju lebih dekat pada Hami. Mimik Hanbyul berubah panik.
Ia khawatir Ai akan marah.
Semua
dibuat melongo ketika Ai tiba-tiba memeluk Hami. Hami sendiri kaget ketika Ai
tiba-tiba memeluknya. Hami kemudian tersenyum dan membalas pelukan Ai.
Hanbyul
dan Ai berdiri berdampingan menatap mobil Hyerin yang melaju pergi. hanbyul
menoleh dan tersenyum melihat Ai. Gadis itu terlihat redup. Hanbyul merangkul
Ai.
“Aku
setuju dengannya. Kau pasti bisa!” Kata Hanbyul.
“Jeonggu
Dong tak seperti Hwaseong Academy. Kau lihat apa yang terjadi pada Yongbae?”
“Kalau
begitu mundur saja. Mengaku kalah dan bersekolah dengan baik. Tapi aku tahu,
itu bukan sifat Jung Jiyoo yang lebih dikenal dengan Fujiwara Ai Ayumu. setelah
YOWL pergi, memang berbeda dank au lebih kuat kini. Aku percaya itu.”
“Semoga.”
Ai lirih.
“Selanjutnya
kita ke kebun bunga? Ah, aku tak sabar ingin ke sana.” Hanbyul terdengar
antusias.
“Kita
kembali ke basecamp.”
“Kembali??
Ke basecamp??”
***
Pertanyaan
yang memenuhi kepala Hanbyul terjawab sudah. Tak lama setelah ia dan Ai sampai
di basecamp, datanglah Myungsoo dan Sunghyun, berbarengan dengan Kibum dan
Wooyoung.
“Aku
tidak bisa.” Tolak Ai setelah Sunghyun mengungkap maksud kedatangannya. “Aku
tahu kalian melakukan ini demi keinginanku akan Jeonggu Dong, tapi aku tak
sanggup. Aku tak bisa menerimanya. Maaf.”
“Ini
kesempatan emas, Jiyoo.” Sela Hanbyul.
“Aku
tak bisa membagi konsentrasiku lagi. Maafkan aku…” Ai menatap Myungsoo lalu
Sunghyun. “Aku tidak sanggup.” Imbuhnya lirih.
Myungsoo
menghela napas panjang. “Aku pikir ini akan membantu.” Ungkap Sunghyun kecewa.
“Kalian
benar melakukannya demi Jeonggu Dong?” Ai memastikan.
“Demi
kau.” Jawab Myungsoo. “Dan Jeonggu Dong.” Imbuhnya kemudian.
Ai diam
sejenak lalu menatap Kibum. “Jika demi Jeonggu Dong, aku mau dia yang maju, Kim
Kibum.”
“Aku??”
Kibum menunjuk batang hidungnya sendiri. “Ai, ini…”
“Sebenarnya
dia sudah masuk daftar.” Potong Sunghyun. “Kalian hanya menunggu undangan tes
saja. Kibum di jagokan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris.”
“Ak-aku???”
Kibum benar tak percaya mendengarnya.
“Kau
ini orang pribumi, tapi kemampuanmu dalam pelajaran Bahasa Inggris tak
diragukan lagi. Pihak sekolah menyadari itu. Jika Hanbyul atau Byunghun yang
maju, oraang tentu tak heran. Sejak kecil mereka tinggal di luar negeri, jadi
wajar jika Bahasa Inggris mereka fasih.”
“Bagaimana
dengan Jung Soojung?” Tanya Kibum.
“Dia
memawakili pelajaran Fisika.” Jawab Myungsoo.
“Bagaimana
bisa aku berada dalam lingkaran ini?” Gumam Kibum masih tak percaya.
Ai terdiam,
ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Apa Hyuri turut ambil bagian? Ini
semua, tak mungkin pihak sekolah begitu paham tentang kami, anak-anak Jeonggu
Dong. Kecuali Song Hyuri ada dibalik semua ini. Ia tak turut kemari?”
“Dewan
Guru mengambil pengawasan langsung. Aku rasa Hyuri tak ada hubungannya dengan
ini.” Bela Myungsoo.
“Penilaian
berdasarkan nilai akademis murid.” Sambung Sunghyun. “Nanti yang dianggap mampu
akan mendapat undangan tes dan yang dinilai paling mampu akan dikirim untuk
mewakili sekolah.”
“Bagaimana
mereka bisa mengabaikannya?” Ai seolah berbicara pada dirinya sendiri membuat
yang lain heran.
“Mengabaikannya?
Siapa?” Tanya Sunghyun penasaran.
***
Hanbyul
senyum-senyum duduk di teras rooftop menatap langit malam yang di penuhi bintang.
Karena rencana ke kebun bunga gagal. Hanbyul memilih menginap di kediaman
mungil Ai, sesuai yang ia rencanakan sebelumnya.
Ai
berdiri diambang pintu dengan memegang ponsel yang menempel pada telinga
kanannya sambil menatap Hanbyul yang duduk membelakanginya. “Dia di sini, akan
menginap.” Kata Ai.
“Menginap??”
Jaejoong dengan nada suara keras dan bangkit dari duduknya. Wonbin, Jaejin dan
Minhyuk segera menatapnya. Merasa risih, Jaejoong pun keluar menuju balkon.
“Untuk apa dia menginap? Minki Hyung, dimana dia??” Jaejoong terdengar
khawatir.
Ai
menyincingkan senyum mendengar omelan Jaejoong diseberang sana. “Kau pikir apa
yang akan kami lakukan?! Jangan berpikir macam-macam!”
Jaejoong
mendengus pelan. Ia sedikit kesal, Ai terus membela Hanbyul. “Aku tahu esok dia
akan pergi, tapi untuk apa menginap?” Pertanyaan bodoh itu justru terlontar
darinya. Jaejoong memejamkan mata, ia menyesal mengatakan hal itu. “Ai, maafkan
aku…” Ragu-ragu ia katakan ungkapan sesal itu.
Ai
kembali tersenyum, “that’s fine.”
“Aku tahu,
dia pasti tak ingin jauh-jauh darimu, walau ini aku rasa sedikit berlebihan.
Mungkin jika aku adalah Jang Hanbyul, aku pun akan melakukan hal yang sama.”
“Kau
bukan Jang Hanbyul. Kau tetaplah Kim Jaejoong.”
Ai dan
Jaejoong sama-sama terdiam. Jaejoong tersenyum getir lalu memutuskan sambungan
telefonnya pada Ai. Ia menghela napas panjang dan menatap langit malam. “Aku
memang bukan Jang Hanbyul. Aku tetaplah Kim Jaejoong yang pengecut dan tak
seberuntung Jang Hanbyul.” Bisik Jaejoong masih menatap langit sambil kemudian
tersenyum getir.
Ai
menghampiri Hanbyul dan menyentuh pundak Hanbyul. Hanbyul tersenyum lebar
menyambut Ai yang segera duduk di sampingnya. Ai menatap Hanbyul yang berada
dekat di depannya. Kemudian Ai mengelus pelan pipi Hanbyul sambil tersenyum.
Kemudian Ai melepas kalung dengan liontin bintang hitam yang tergantung di
lehernya dan memakaikannya pada leher Hanbyul. Ai kembali tersenyum dan
menyentuh liontin bintang pada kalung yang sudah tergantung pada leher Hanbyul.
“Onyx
hitam, ini akan melindungimu dari pengaruh buruk.” Ungkap Ai.
Hanbyul
tak berkata sepatah kata pun, hanya meraih tubuh Ai dan memeluknya erat selama
beberapa saat.
Jaejoong
bertahan menyendiri di balkon dorm YOWL. Di teras rooftop, Hanbyul tidur dalam bangku panjang dengan kepala tersandar
pada pangkuan Ai. Lagi-lagi Jaejoong menghela napas panjang dan mendongak
menatap langit. Ai terus mengelus lembut kepala Hanbyul yang mulai terpejam. Ai
menghembuskan napas panjang dan kembali tersenyum kecut.
***
Akhirnya
hari ini pun tiba. Semua member Viceroy mengantar Hanbyul ke bandara. Hyuri
menemani Ai turut ke bandara. Hari ini Hanbyul akan terbang ke Amerika untuk
impiannya. Hanbyul akan meniggalkan Korea, meninggalkan Viceroy, meninggalkan
Ai. Tak lama kemudian, tampak lima member Red Venus juga datang untuk memberi
salam perpisahan.
Setengah
jam kemudian waktu itu pun tiba. Hanbyul harus benar-benar pergi. Ai berhenti,
masih menatap punggung Hanbyul yang berjalan menjauhinya. Beberapa langkah di
belakang Ai, Viceroy, Hyuri dan Red Venus berdiri. Hyuri mengusap air matanya
yang meleleh melihat perpisahan Hanbyul dan Ai. Myungsoo yang menyadari hal itu
langsung merangkul Hyuri dan mengusuk lengan gadis itu.
Tiga
langkah berjalan, Hanbyul berbalik pada Ai dan memberikan ciuman perpisahannya
pada Ai. Tak peduli pada hiruk-pikuk keramaian orang-orang di bandara yang tak
jarang menatapnya, Hanbyul tetap mencium bibir Ai selama beberapa saat. Hanbyul
melepas ciumannya dan menatap Ai. Tersirat dalam tatapan itu jika Hanbyul
enggan pergi. Ai tersenyum tulus dan balas memberikan ciuman lembut di pipi
kiri Hanbyul selama beberapa saat. Hanbyul memejamkan mata dan tersenyum.
Ai
berdiri menatap keluar dinding kaca ketika pesawat yang ditumpangi Hanbyul
tinggal landas. Hyuri merangkul Ai, bermaksud menguatkan sahabatnya itu. Ai
tersenyum balik merangkul Hyuri.
Jaejoong
kembali membaca pesan singkat yang dikirim Hanbyul padanya. Ia menghela napas
panjang, menatap pesawat yang terbang tinggi di langit. Jaejoong tersenyum
kecut, kembali menyimpan ponselnya dalam saku celana dan berjalan masuk kembali
ke dalam dorm YOWL.
---TBC---
shytUrtle
0 comments