The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
09:15
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
EPISODE #16
Headset
bertengger di kedua telinga Ai. Kertas putih dihadapannya tetap bersih, kosong
tanpa coretan. Ai duduk dan hanya memutar-mutar ballpoint di tangannya. Entah apa
yang ingin ia tuangkan dalam selembar kertas kosong itu. Setengah jam berlalu
sejak Ai kembali dari mengantar Hanbyul ke bandara. Ia tetap duduk diam sambil
memutar-mutar ballpoint di tangannya dan entah mendengarkan apa dari mp3
ponselnya.
Salah
seorang anak buah Yongbae terus mendesak Shin Ae untuk mendekati Ai. pemuda itu
khawatir Ai sedih karena kepergiaan Hanbyul, namun Shin Ae takut. Ia tak berani
mendekati Ai dan tetap mengawasi pada jarak yang lumyan jauh ini bersama salah
seorang anak buah Yongbae. Wooyoung yang baru sampai di basecamp segera menjadi
sasaran. Namun senada dengan Shin Ae, ia tak berani mendekati Ai. Wooyoung
turut mengintai dari tempat persembunyian Shin Ae.
Ekspresi
Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae berubah ketika Kibum
sampai dan tiba-tiba duduk di kursi kosong di hadapan Ai. Ketiganya menatap
khawatir pada Kibum dan Ai.
Kibum
duduk dan menghembuskan napas panjang. Sepertinya ia sedang kesal. “Katakan,
apa aku harus benar-benar menerima tawaran itu?” Tanya Kibum mengabaikan
bagaimana Ai yang duduk berhadapan dengannya. “Hari ini belum ada panggilan.
Aku jadi gugup.” Kibum meletakan telapak tangan kanan di dadanya.
Ai
melepas headset yang bertengger di kedua telinganya dan tersenyum. Shin Ae,
Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae lega melihat senyum itu. “Gugup?
Kau takut? Ayolah, ini bukan perkelahian seperti yang tempo hari kau jumpai
bersama kami.”
“Hanya
gugup, bukan takut hehehe.” Kibum meringis. Baru Kibum sadari ekspresi redup
Ai. “Kau… sedih??”
“Sedih?”
“Kalian,
kau dan Hanbyul.”
“Entahlah.”
“Entahlah??”
“Setidaknya
aku tidak merasa khawatir lagi.”
“Tidak
merasa khawatir lagi?” Kibum benar tak paham maksud pembicaraan Ai. “Bukankah
menjalin hubungan jarak jauh seperti ini akan membuat khawatir? Aku bingung
dengan bagaimana caramu berpikir.”
“Kau
akan lolos dan mewakili sekolah. Kau harus fokus pada hal itu.”
“Aku??
Lolos?? Tapi, tapi aku ingin fokus membantumu di sini.”
“Tugas
itu, mewakili sekolah sama artinya kau membantu Jeonggu Dong. Siapa menduga
anak Jeonggu Dong yang terkenal sebagai berandalan ada yang pandai Bahasa
Inggris bahkan sampai mewakili Hwaseong Academy?”
“Iya
juga…” Kibum menggaruk kepalanya dan tersipu. “Tapi benar aku lolos? Kau
yakin??”
Ai
mengerutkan dahi dan Kibum segera terkekeh kemudian meminta maaf. Ai
mengalihkan pandangannya pada tempat Shin Ae berada. Ai tersenyum tulus dan
mengangguk memberi isyarat agar Shin Ae, Wooyoung dan salah satu anak buah
Yongbae mendekat. Ketiganya pun segera mendekat dan duduk bergabung.
“Kalian
siap?” Tanya Ai. Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae saling
melempar pandangan kemudian berurutan mengangguk. “Kita akan mulai bergerak.
Siapkan orang-orang sesuai rencana.” Pinta Ai.
“Baik.”
Jawab Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae hampir bersamaan.
Semua kemudian sama-sama tersenyum.
***
Myungsoo
yang duduk dibalik kemudi berulang kali menoleh ke arah kanan. Hyuri terlihat
murung sejak kembali dari mengantar Hanbyul ke bandara.
“Kau
baik saja?” Tak tahan melihat sikap Hyuri, Myungsoo akhirnya buka mulut.
“Hanbyul pergi kenapa kau yang murung? Apa kau takut setelah ini kita tak akan
punya kesempatan pergi bersama? Karena Ai tak akan pergi tanpa Hanbyul? Aku
sudah memikirkan ini semua. Nanti saat kita sampai, aku akan berbicara pada
Nyonya Shin. Akan aku katakan yang sebenarnya bahwa aku mecintai cucunya. Aku
akan meyakinkan Nyonya Shin agar merestui hubungan kita. Agar kita mendapat
surat ijin untuk keluar berdua kapan saja dan kemana saja.”
Hyuri
tersenyum lesu. “Bicaramu berputar-putar. Bukan karena itu.”
“Bukan
karena itu? Lalu karena apa? Aku tak suka melihatmu menekuk muka seperti itu.”
“Aku
takut Ai akan benar-benar pergi setelah ini.”
“Eh?
Fujiwara? Pergi?”
“Dia
menolak permintaanmu bukan? Untuk menjadi wakil sekolah.”
“Em.”
Myungsoo mengangguk.
Hyuri
menghela napas panjang. “Selama ini sekolah bukanlah prioritas utama Ai. Dia
masuk Hwaseong Academy karena YOWL. Perseteruan YOWL dan Viceroy yang membawa
Ai ke sekolah. Gebrakan Ai sukses. Kini YOWL tak ada lagi di sekolah, alasan Ai
bertahan mungkin adalah Hanbyul, tapi kini Hanbyul pun pergi. Aku rasa ia tak
akan tinggal lama.”
“Ai
bukan tipe seperti itu, aku rasa demikian. Masih banyak alasan yang akan
membuatnya tinggal.”
“Dengan
kondisi Jeonggu Dong sekarang, aku tak yakin. Ah, lupakan saja.”
Perjalanan
menuju kediaman Hyuri kembali hening. Walau masih penasaran, Myungsoo menurut
untuk diam. Ia tak mau memaksa Hyuri bicara. Saat sampai di rumah megah Nyonya
Shin, tak disangka keduanya Nyonya Shin sedang duduk sendiri di gazebo di taman
samping. Myungsoo tersenyum kemudian menggandeng tangan Hyuri dan berjalan
menuju gazebo.
“Semalam
malam, Nenek.” Sapa Myungsoo ramah dan sok kenal.
“Malam.”
Jawab Nyonya Shin singkat masih sibuk menata bunga-bunga dihadapannya. Myungsoo
sedikit kecewa mandapatkan respon itu hingga ia sedikit cemberut. Nyonya Shin
menghentikan aktifitasnya dan mengangkat kepala menatap Myungsoo yang segera
tersenyum lebar. “Duduk.” Myungsoo dan Hyuri segera duduk.
“Nenek
belajar merangkai bunga?” Tanya Hyuri.
“Belakangan
sepertinya sangat sibuk hingga sedikit mengabaikan aku.”
“Ai??”
“Ada
yang lain?”
Myungsoo
sedikit kesal mendengarnya. Lagi-lagi ia dibuat sedikit cemberut. “Dia benar
sibuk belakangan ini. Kami pun jarang berinteraksi.” Keluh Hyuri. Suasana
kembali hening. Nyonya Shin kembali sibuk dengan bunga-bunganya. Myungsoo masih
cemberut menatap Nonya Shin.
“Cucuku
akan sangat kesepian karena dia menjauh. Dia mengatakan Tuhan telah mengatur
ini semua karena tak selamanya dia akan menemani cucuku. Dia mengatakan Tuhan
telah mengirimu untuk cucuku, Hyuri.” Nyonya Shin kembali bicara.
Myungsoo
menelan ludah dan menegakan punggungnya. Kemudian ia mengerjapkan kedua matanya
tak percaya dengan apa yang dikatakan Nyonya Shin.
“Kim
Myungsoo, Leader Viceroy.” Nyonya Shin kembali menatap Myungsoo. “Ada apa
dengan ekspresimu itu?”
“Ah,
tidak…” Myungsoo tersipu.
“Jika
Fujiwara itu laki-laki, kau pasti sudah kalah darinya.”
“Fujiwara
yang mengatakan itu semua?” Tanya Myungsoo terlihat bodoh di depan Nyonya Shin.
“Jika
Hyuri sampai kau buat bersedih dan menangis, aku jamin kau akan menderita.”
Nyonya Shin melencong dari pertanyaan Myungsoo. “Aku percayakan dia padamu.”
Myungsoo
dan Hyuri tersenyum lebar bersamaan. Myungsoo segera menggenggam erat tangan
Hyuri. “Terima kasih Nenek. Akan saya lakukan yang terbaik untuk Hyuri. Hukum
saya jika saya melanggarnya.”
Nyonya
Shin tersenyum tulus. “Kau banyak berubah Kim Myungsoo. Aku dengar kau
mengajukan anak-anak Jeonggu Dong itu untuk mewakili sekolah.”
“Fujiwara
dengan gebrakannya membuka mata saya. Iya, hanya Fujiwara namun ia menolak.”
“Jika
mereka memang mampu, aku mendukungmu.”
“Nenek
sudah tahu perihal Jeonggu Dong??” Sela Hyuri.
“Aku
selalu mengawasi gadis itu. Ini akan sulit baginya jika sampai kembali masuk ke
sekolah. Semoga tak demikian yang terjadi.”
Hyuri
dan Myungsoo kompak mengangguk mengamini.
***
Wajah
lesu Ai dan langkah pelannya ketika menaiki tangga menuju rooftopnya. Jaejoong
yang sudah sejak sepuluh menit yang lalu duduk menunggu segera bangkit dan tersenyum
lebar menyambut Ai. Pandangan Ai melebar ketika ia menyadari keberadaan
Jaejoong. Sempat berhenti di puncak tangga teratas. Kemudian Ai berjalan
mendekat dan berhenti jaral satu langkah di depan Jaejoong. Keduanya sama-sama
terdiam hanya saling menatap.
Ai
mengamati setiap lekuk wajah tampan Jaejoong yang berdiri dekat di depannya.
Tiba-tiba air mata itu meleleh menuruni pipi pucat Ai. Jaejoong panik
dibuatnya. Kenapa Ai tiba-tiba menangis? Memeluknya. Kata itu yang terlintas di
benak Jaejoong dan ia melakukannya. Jaejoong merengkuh Ai dalam dekapan
hangatnya. Sambil dielusnya lembut punggung Ai agar gadis itu merasa tenang.
“Kau
datang kemari, ingin tahu kepastian debut YOWL?” Tanya Ai setelah merasa lebih
tenang. Kini ia duduk berhadapan dengan Jaejoong di teras.
“Sore
tadi Hanbyul pergi, aku hanya sedikit mengkhawatirkanmu. Aku merasa kau tak
akan baik, karenanya aku kemari untuk memastikan. Dan kau… menangis.”
Ai
tersenyum kecut. “Seperti bom waktu yang siap meledak. Maaf, aku tak bisa
menahannya lagi ketika kau muncul.”
Jaejoong
mengelus kepala Ai. “Aku senang, kau tak lagi berpura-pura tegar di depanku.
Ini terasa lebih manusiawi. Maaf, aku tak tahu jika kondisi Jeonggu Dong begini
parah. Rencanamu jadi kacau.”
“Tugasmu
adalah membawa YOWL. Jeonggu Dong, biar aku yang urus.”
Suasana
kembali hening, selama beberapa detik. Ai kemudian tersenyum geli. “Aku rasa
Nona Kim Taehee itu sedikit gila.” Jaejoong menatap heran Ai. “Bagaimana ia
bisa setuju menunggu kondisi Jeonggu Dong stabil untuk debut YOWL? Bukan kah
itu konyol? Ini semakin membebaniku. Aku menjanjikannya sampai akhir musim
dingin nanti. Ini seperti memberikan harapan kosong.”
“Harapan
kosong?”
“Apa
aku mampu?”
“Pasti
bisa. Kau telah mengalahkan banyak situasi dengan pertimbangan yang tepat walau
tak jarang ada beberapa kegagalan juga. Tapi itu menguatkanmu. Aku yakin kau
pasti bisa.”
“Terima
kasih.” Ai tersenyum tulus. “Jika bisa terealisasi, maka YOWL akan debut
tunggal?”
“Menurut
perkiraan Ibu Presedir demikian. Beliau lebih berpengalaman, aku rasa
pilihannya tak akan salah. Aku percaya padamu Ai, seperti sebelumnya, tak
pernah berubah.”
“Aku
juga percaya padamu, Kim Jaejoong.”
Jaejoong
tersenyum, kemudian meraih tangan kanan Ai dan menggenggamnya.
***
Park
Shihoo mengamati Taerin dan Kibum yang
berdiri di depannya. “Jadi kalian. Tes akan dilakukan siang ini. Aku harap
kalian benar-benar serius dalam hal ini.” Tutupnya.
Kibum
dan Taerin berjalan beriringan. “Akan sangat menyenangkan jika kita berdua
lolos kemudian sama-sama turut dalam tim sekolah.” Kibum memulai obrolan.
“Mereka bilang tes hanya simbolik, untuk menghargai murid yang merasa mampu dan
ingin bergabung.”
“Optimis
lolos?” Tanya Taerin datar.
“Entahlah.
Lee Junki Sonsaengnim meminta kita untuk tak khawatir. Kita punya tiket emas
menurutnya.”
“Ini
sedikit merepotkan. Tes untuk memilih yang terbaik, bukan simbolik.”
“Yang
terbaik itu tercermin, hingga bisa ditemukan dengan sendirinya, begitu kata
Ai.” Kibum melirik Taerin dan benar ekspresi gadis itu berubah kesal mendengar
nama Ai disebut. “Entah ini benar atau hanya perasaanku saja, sepertinya kau
tak suka Ai. Kenapa? Jaejoong sangat baik pada Ai, tapi kau terkesan antipasti
pada Ai.”
“Apa
yang terlihat seperti itu?”
“Sangat
mencolok. Tapi Ai menepis hal itu dan tetap menjagamu. Kau pasti tak tahu
tentang itu. Walau Jaejoong tak memintanya, tapi Ai selalu melakukannya. Ia tak
akan bisa tidur tenang sebelum melewati depan rumahmu setiap malam, hanya untuk
sekedar memastikan semua dan kau khususnya dalam keadaan baik. Ia selalu melakukannya
sendiri, tak mau jika hanya diwakilkan anak buahnya.”
Taerin
masih bersikap dingin meski mendengar penjelasan Kibum yang sebenarnya tak
Taerin ketahui selama ini. “Sebenarnya Ai yang terpilih, tapi dia malah
merekomendasikan Kim Taerin. Jika aku adalah Ai, aku tak akan melakukan itu.
Untuk apa berbaik hati pada orang yang tak pernah bersikap baik padaku.
Membuang waktu saja.” Lanjut Kibum.
Taerin
menghentikan langkahnya. “Apa tujuanmu mengatakan semua ini padaku? Fujiwara
Ayumu merekomendasikan aku? Apa kuasanya atas sekolah ini? Itu karena aku juga
tinggal di Jeonggu Dong kan? Ini untuk ambisinya dan menjadikan semua sebagai
alat.”
“Kim
Taerin…” Bisik Kibum benar tak percaya mendengar ungkapan Taerin. Ia kemudian
menyunggingkan senyum di bibir tipisnya. “Benar tak akan berguna. Aku
mengatakan ini hanya karena tak ingin melihatmu menyesal di kemudian hari.
Bukan Ai yang meminta, tapi inisiatifku sendiri. Semoga kau benar tak menyesal
pada akhirnya dengan tetap bersikap demikian. Aku akan diam, melihat dan
menunggu.” Kibum berjalan pergi meninggakan Taerin yang berdiri mematung
menatapnya.
***
Binder
kesayangannya ia biarkan terbuka tergeletak di atas meja di taman belakang
sekolah. Halaman dari binder yang terbuka tetap kosong, bersih tak ada coretan.
Ai memainkan ballpoint di tangan kanannya dengan tatapan kosong menerwang kea
rah danau buatan.
Hyuri
tersenyum lebar setelah menemukan Ai. Berlari kecil ia menghampiri Ai yang
duduk sendirian di taman belakang sekolah. “Tempat perkenalan kita, kau ingat kan?”
Hyuri duduk di hadapan Ai. Wajah Hyuri benar-benar berseri.
“Selamat
ya.” Kata Ai menurunkan ballpoint yang tadinya ia pukul-pukul pelan pada pipi
kanannya.
“Selamat?
Untuk apa?”
“Restu
Nyonya Shin.”
“Eh?
Kau tahu??” Hyuri kemudian sedikit menunduk, tersipu. “Aku terlihat berlebihan
ya?” Hyuri memegang keduanya pipinya, Ai hanya tersenyum. Hyuri menatap Ai,
“Kau terlihat kusut sekali.”
“Rasanya
akan meledak.”
“Jangan.
Ada aku di sini. Kau bisa membaginya denganku. Jangan sampai meledak, itu tak
baik. Hanbyul juga tidak akan suka. Mungkin tak mudah, tapi kau bisa coba
percaya aku.”
“Terima
kasih.”
“Jangan
hanya terima kasih, tapi coba ya? Aku juga tak mau mendengar kata kau ingin
berhenti sekolah lagi. Itu membuatku takut. Aku tak tahu apakah benar sesulit
itu, tapi aku mohon jangan sampai berhenti sekolah.” Lagi-lagi Ai hanya
tersenyum. “Eh, ada Byunghun dan Minhwan. Mereka kemari, jangan menoleh! Kau
tahu, aku rasa Byunghun itu patut diwaspadai. Sepertinya dia menyukaimu.
Kepergian Hanbyul seperti berkah baginya.” Hyuri berbisik.
“Song
Hyuri???” Bisik Ai menatap heran Hyuri.
“Mereka
sampai.” Bisik Hyuri kemudian tersenyum menyambut Byunghun dan Minhwan. “Untuk
apa kalian kemari? Memberi selamat padaku?” Canda Hyuri.
“Ck!
Aku tahu kau dan Myungsoo sudah dapat restu sekarang. Myungsoo berapi-api
ketika menceritakan prosesi kalian direstui Nyonya Shin.” Respon Minhwan dengan
ekspresi kesal. Hyuri terkekeh karenanya. “Setelah absen beberapa hari, kau
kembali membawa kehebohan.” Minhwan duduk di samping Hyuri, sedang Byunghun
sudah lebih dulu menempati ruang kosong di samping Ai.
“Kehebohan
apa?” Hyuri penasaran.
“Makanya,
sesekali kunjungi Hwaseong Academy Community.” Jawab Minhwan.
“Kebakaran
di Jeonggu Dong sampai kemari?” Tanya Ai.
“Tadinya
itu yang aku prediksikan, tapi ternyata malah hal lain yang muncul.” Jawab
Byunghun.
“Hal
lain?? Ah, apa tentang Hanbyul mencium Ai di bandara? Ada yang mencuri foto
mereka dan mengirimnya dalam Hwaseong Academy Community?” Buru Hyuri.
“Bukan
itu juga, walau kemarin sempat khawatir waktu Hanbyul nekat menicum Ai di muka
umum sperti itu.” Byunghun terlihat sedikit kesal ketika mengungkapkan fakta
itu. “Ini tentang Kim Changmi, kau kenal dia?” Byunghun menghadap Ai.
“Kim…
Kim Changmi??” Bisik Ai lengkap dengan perubahan mimik wajahnya. Ai berubah
khawatir. “Apa yang mereka lakukan pada Kim Changmi??” Desaknya.
“Kim
Changmi? Siapa Kim Changmi?” Hyuri kebingungan.
“Benar
dia adik Kim Yoojin? Hantu toilet itu.” Tanya Minhwan.
“Mereka
membongkar fakta tentang itu?” Ai balik bertanya.
“Ada
foto pertemuan kalian di sana, itu di sekolah ya?” Minhwan kembali mengajukan
pertanyaan.
Ai
terduduk lemas. “Ini salahku…” Ucapnya lirih.
“Kiriman
itu benar diminati. Pagi ini aman-aman saja, baru beberapa menit yang lalu.”
Terang Byunghun.
“Kalian,
apa tidak bisa bertindak? Cari tahu siapa pelakunya. Mereka benar-benar
membuatku geram, tapi aku tak begitu paham tentang dunia maya.” Hyuri
berapi-api. “Apa admin dari halaman itu tidak bertindak? Ai, bagaimana jika
minta tolong Jung Daehyun? Dia admin kan?”
“Jung
Daehyun sudah mengundurkan diri. Akun yang dulu sering membuat kacau sudah
diblokir, tapi muncul akun baru lagi dan lagi.” Jawab Minhwan.
“Aku
pernah mencoba melacaknya, saat ramai skandal YOWL dan Viceroy kala itu, bahkan
aku mengirim pesan langsung pada pelaku, tapi aku tak digubris. Benar-benar
membuat kesal.” Ungkap Byunghun. “Kami juga melacaknya, tapi kiriman dibuat
bukan dari area sekolah.”
“Jadi
orang luar sekolah pelakunya? Bagaimana bisa?” Hyuri dengan ekpresi tak paham.
“Mungkin
orang dalam yang juga memperkerjakan orang luar. Admin tak bisa bertindak
lebih, karena para pengunjung malah senang.” Jawab Minhwan.
“Itu
wajar. Setiap pendiri komunitas pasti merasa senang jika aku yang ia buat
ramai.” Sahut Ai. “Hah… bagaimana dengan Changmi…” Bisiknya lirih.
“Menurutku
pelakunya sama.” Kata Byunghun.
“Beberapa
waktu lalu, foto yang dikirim pada kami, itu diambil dari kamera ponsel.” Ai
teringat penjelasan Wooyoung. “Aku pun sependapat denganmu, tapi siapa?”
“Rumit.”
Komentar Minhwan.
“Sangat.
Apalagi ketika juga merambah Jeonggu Dong, membuat sangsi.”
“Memang
siapa yang kau curigai?” Minhwan penasaran.
Ai
hanya menghela napas panjang. Semua kembali terdiam. Bel tanda masuk memecah
keheningan. Hyuri pamit lebih dulu, Minhwan menyusulnya. Byunghun setia
menemani Ai, berjalan di samping gadis itu. Ai berjalan tak fokus. Lagi-lagi
muncul masalah baru.
“Kau
bisa menggunakan lubang tikus.” Kata Byunghun sebelum berpisah.
“Aku
lelah melarikan diri.”
“Jika
kau berubah pikiran, kuncinya di tempat biasa.” Byunghun tersenyum manis lalu
berjalan pergi.
“Huft…”
Ai menggeleng dan berjalan menuju kelasnya.
***
Sepanjang
jam pelajaran Ai tak bisaa konsentrasi. Ia terus kepikiran Kim Changmi.
Bagaimana Kim Changmi? Kim Changmi pasti tertekan sekarang. Semua kemungkinan
terburuk yang dialami Kim Changmi memenuhi benak Ai.
Bel
tanda pulang berdering. Ai bergegas meninggalkan kelas. Wooyoung mengejarnya.
Ai dan Wooyoung berhenti di gerbang, tujuannya untuk menunggu Kim Changmi.
Mencari Changmi di kelasnya akan terlalu mencolok. Tatapan dingin dan datar Ai
tanpa ragu membalas tatapan murid-murid yang berjalan melewatinya. Ia sudah
kebal dengan semua ini. Walau dalam hatinya sangat dongkol, Ai tetap terlihat
tenang berdiri menyandarkan punggung pada tembok.
Dari padat
barisan murid yang berjalan keluar meninggalkan sekolah sampai sepi, namun Ai
tak melihat sosok Kim Changmi. Ai menundukan kepala. Di dalam hatinya ia
menyalahkan dirinya sendiri kenapa tak meminta nomer ponsel Changmi ketika
terakhir kali bertemu di upacara yang digelar untuk mendiang Kim Yoojin. Ai
mengurut dahinya. Sedikit pusing karena hal ini.
“Nona,
itu kah Kim Changmi??” Tunjuk Wooyoung pada dua gadis yang berjalan menuju
gerbang.
Ai
menegkakan badannya dan segera menyambut Changmi dan Na Eun. “Kim Changmi, kau
baik-baik saja?”
“Fujiwara?”
Changmi dengan wajah berseri. Ai dibuat keheranan melihatnya. “Kau menungguku?”
Nada bicara Changmi pun terdengar riang.
“Kim
Changmi…”
“Maaf??
Oh, tentang kiriman itu? Hal yang tidak kreatif, jika itu kau pasti bukan foto
hasil curian seperti yang akan kau kirim kan? Sudahlah, abaikan mereka, em? Aku
percaya padamu. Aku harap ini tak akan membebanimu, maaf.”
“Aku-lah
yang harusnya meminta maaf.”
“Cepat
atau lambat pasti akan tercium juga.”
“Mungkin
akan tetap aman jika kau tak menemuiku, tapi itu hanya mungkin. Maafkan aku.”
“Iya,
hanya mungkin. Tapi yang pasti jika aku tetap bersembunyi dan tak menemuimu,
Omma tak akan kembali seperti sedia kala. Aku tahu itu. Terima kasih untuk
semua, Fujiwara.”
Ai
tersenyum tulus. “Lupakan saja skandal itu. Biarkan si pengacau itu kecewa.”
Sela Na Eun.
“Na Eun
benar. Ada banyak hal yang lebih penting daripada hanya mengurusi hal tidak
penting itu.” Changmi setuju.
“Terima
kasih.” Kata Ai dengan tulus.
“Aku
pun begitu. Baiklah, kami permisi.” Changmi pamit.
Ai dan
Wooyoung berdampingan menatap Changmi dan Na Eun yang berjalan menjauh.
“Seharian ini aku hampir gila karenanya.” Keluh Ai.
“Responnya
mengejutkan ya?” Komentar Wooyoung.
“Sudah
selesai pertemuannya?” Jinwoon muncul menghampiri Ai dan Wooyoung.
“Oppa
mengintip?” Ai menatap curiga pada Jinwoon.
“Kami
hanya menunggu.” Bela Daehyun yang ada bersama Jinwoon.
“Ayo.
Appa dan Omma sudah menunggumu.” Jinwoon merangkul Ai pergi.
***
Jinyoung
dan Hyunjung sumringah menyambut kunjungan Ai. Akhirnya si bungsu ini muncul
juga menghapus rasa rindu mereka. Seperti biasa Jinyoung langsung memberondong
Ai dengan pertanyaan-pertanyaan penuh kekhawatirannya. Ai duduk di antara
Jinyoung dan Hyunjung sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
“Aku
tak menyangka kau mempunyai kekasih dan dia Viceroy? Musuh YOWL?” Jinyoung saat
berjalan-jalan di taman bersama Ai.
“Ap-appa
tahu?” Ai terkejut mendengarnya.
“Mudah
saja bagiku.” Ai tersenyum kecil. “Jujur Appa tak begitu suka pada pemuda itu.”
“Jang
Hanbyul? Kenapa?”
“Mungkin
dia benar baik, tapi melihat latar belakang keluarganya, aku rasa kau tak akan
masuk dalam hitungan calon menantu kedua orang tuanya.” Ai menghela napas
panjang mendengarnya. “Di Korea ini tak kurang pemuda tampan yang baik.”
“Menurut
Appa, Hanbyul tak baik?”
“Dia
hebat karena bisa menakhlukan gadis sepertimu. Bukannya Appa tak setuju atau
tak menyukai pemuda itu, hanya saja Appa mengkhawatirkan penolakan itu.”
“Aku
hanya menjalaninya, belum berpikir sejauh itu.”
“Jika
sudah terbawa rasa, akan sangat berbeda.” Jinyoung menghentikan langkahnya.
“Appa harap kau menemukan yang terbaik untukmu.” Ia mengelus pelan kepala Ai.
“Jangan kau pilih orang seperti Appa-mu. Pria yang tega dan tak bertanggung
jawab.” Jinyoung tertunduk.
“Yang
aku dengar dari mendiang Bibi Lee tak demikian. Aku harap kita tak membahasnya
lagi.”
“Maafkan
aku.”
Ai
beralih menatap kolam yang dipenuhi lotus. “Jeonggu Dong, apa bisa seperti yang
aku inginkan?” Tanyanya mengalihkan topik. “Aku lahir di sana dan besar di
sana.”
“Tidak
rindu pada Kakek dan Nenekmu di Jepang?” Jinyoung mendekat dan berdiri di
samping kiri Ai. “Lain waktu bawa Appa-mu pada mereka.”
“Bagaimana
agar aku memiliki apa yang Appa miliki? Untuk Jeonggu Dong?”
Jinyoung
merangkul Ai. “Kau telah memiliki semua, keberanian, itu yang utama.” Jinyoung
kemudian membawa Ai menghadap padanya. Ia tersenyum menatap putri tunggalnya
itu. “Aku bangga padamu, tekadmu, itu yang tak aku miliki bahkan untuk
memperjuangkan apa yang aku punya dan aku tinggalkan di Jeonggu Dong.
Orang-orangku… aku bahkan mengabaikan mereka.”
“Mereka
memahami jalan yang Appa pilih.”
Jinyoung
kembali tersenyum. Ia kemudian meletakan tangan kanannya di puncak kepala Ai.
“Aku meletakan seluruh kepercayaanku padamu, aku merestuimu, anakku. Jangan
pernah ragu untuk menggunakan Appa-mu ini, karena hanya untukmu aku hidup.”
Ai
tersenyum terharu lalu memeluk Jinyoung. “Terima kasih, Appa.” Bisiknya.
***
“Ke
rumah sakit?” Tanya Wooyoung saat memasuki taksi.
“Em.
Aku rindu pada Yongbae.” Jawab Ai yakin.
“Oh,
baiklah. Rumah sakit.” Pinta Wooyoung pada sopr taksi.
Wooyoung
hanya melihat dari luar, sedang Ai masuk ke dalam ruang ICU. Ai duduk di
samping ranjang Yongbae dan kembali bercerita tentang apa saja yang terjadi di
luar sana. 45 menit kunjungan, Ai pun pergi. Sepulang dari rumah sakit, ia dan
Wooyoung langsung menuju basecamp. Rapat kecil kembali digelar. Minki yang
memimpinnya. Shin Ae juga turut dalam rapat kecil itu.
Berulang
kali Ai menguap saat perjalanan pulang. Rute yang berubah sejak Jaejoong pergi
bersama YOWL. Setelah mampir di depan rumah Jaejoong dan mengawasinya selama 15
menit, Ai kembali berjalan pulang.
“Sebaiknya
lekas istirahat setelah ini.” Saran Minki.
“Hari
ini Kibum dan Taerin mengikuti tes. Aku harap mereka lolos. Aku pun berharap
bisa langsung tidur setelah sampai di kamar.”
“Postingan
itu, kau terbebani olehnya?”
“Oppa
tahu? Bukankah itu lucu? Reaksi Kim Changmi. Pasti si pengirim postingan itu
benar kesal kini. Prediksinya salah.” Ai tersenyum geli.
“Teroris
juga manusia, mereka tak luput dari membuat kesalahan juga.”
“Saat
membicarakannya dengan Byunghun, aku jadi makin penasaran. Siapa pengacau ini?”
“Pasti
sangat mengidolakanmu. Jika tak salah menilai, ia sudah mengikutimu sejak kau
masuk Hwaseong Academy.”
“Menurut
Oppa begitu? Sebelum aku masuk sering dikirim juga postingan tentang YOWL dan
Viceroy, yang begitu menjelekan YOWL.”
“Aku
yakin kau paham perbedaannya.”
“Eum,
iya. Tapi mana ada fans yang tega membuat idolanya menderita?”
“Bisa
jadi jika ia terlalu terobsesi padamu. Jika ia tak dapat perhatianmu, yang lain
pun tak boleh.”
“Oppa
bicara tentang seorang… psikopat? Itu mengerikan Oppa.”
“Bukannya
itu kau?”
“Ah,
Oppa.”
Minki
tertawa gelid an merangkul Ai.
***
Alarm
ponsel yang berdering keras mengusik tidur Hanbyul. Hanbyul membuka matanya
yang masih merasa ngantuk. Ia menggeliat dan meraih ponselnya. Mata Hanbyul
terbuka lebar, ia berbinar menatap ponselnya. Rasa kantuk itu seketika hilang
ketika ia melihat ada pesan balasan masuk dari Ai. Hanbyul kembali bersemangat
pagi itu dan buru-buru membalas pesan Ai.
Hanbyul
keluar dari kamarnya. Samar-samar ia mendengar obrolan dua orang wanita.
Hanbyul menggaruk kepalanya, sambil bertanya dalam hati, dengan siapakah Sang
Mama mengobrol pagi ini. Hanbyul berjalan menuruni tangga menuju dapur. Saat
sampai ia hanya menemukan Sang Mama. Hanbyul mengerutkan dahi lalu kembali
mengamati seluruh sudut dapur. Tak ada siapa pun di sana. Hanbyul kembali
menggaruk kepalanya.
Apa aku salah dengar? Batin
Hanbyul.
“Oh,
kau sudah bangun?” Sambut Nyonya Jang yang baru menyadari keberadaan Hanbyul.
“Bagaimana tidurmu? Nyenyak?”
Hanbyul
duduk, “iya lumayan,” jawabnya. Lagi-lagi Hanbyul mengamati dapur. Benar-benar
tak ada orang lain kecuali Nyonya Jang yang sibuk menyiapkan sarapan.
“Kau senang?”
Nyonya Jang sambil menata menu sarapan di meja.
“Appa
kapan kembali?”
“Besok
lusa. Ini akan jadi baik untuk kita, kau, aku dan Appa-mu, kita bersama-sama
lagi.” Nyonya Jang tersenyum tulus. Ia kemudian mengelus pundak Hanbyul. “Well,
hari ini akan kita mulai. Jalan hidup yang baru, untuk bintangku yang bersinar,
Jason Jang. Em?”
Hanbyul
tersenyum tersipu. Ia diam memperhatikan Nyonya Jang yang sibuk menyiapkan
sarapan sambil terus mengoceh. Hanbyul tersenyum lesu memperhatikan Nyonya
Jang. Ia menunduk dan menggenggam liontin bintang hitam yang tergantung di
lehernya. Hanbyul teringat Ai dan mulai merasa khawatir.
“Mereka
terlambat lagi dan lagi-lagi buah-buahan yang Bibi pesan mereka kirim ke
rumahku.” Gadis itu masuk sambil sibuk memeriksa buah dalam keranjang yang ia
bawa. “Hari ini Bibi banyak memesan apel merah? Oh!” Ia menghentikan langkahnya
ketika menyadari keberadaan Hanbyul.
Hanbyul
menatap gadis yang sangat asing baginya itu dan begitu pun sebaliknya.
---TBC---
shytUrtle
0 comments