The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

09:15

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
  


EPISODE #16
Headset bertengger di kedua telinga Ai. Kertas putih dihadapannya tetap bersih, kosong tanpa coretan. Ai duduk dan hanya memutar-mutar ballpoint di tangannya. Entah apa yang ingin ia tuangkan dalam selembar kertas kosong itu. Setengah jam berlalu sejak Ai kembali dari mengantar Hanbyul ke bandara. Ia tetap duduk diam sambil memutar-mutar ballpoint di tangannya dan entah mendengarkan apa dari mp3 ponselnya.
Salah seorang anak buah Yongbae terus mendesak Shin Ae untuk mendekati Ai. pemuda itu khawatir Ai sedih karena kepergiaan Hanbyul, namun Shin Ae takut. Ia tak berani mendekati Ai dan tetap mengawasi pada jarak yang lumyan jauh ini bersama salah seorang anak buah Yongbae. Wooyoung yang baru sampai di basecamp segera menjadi sasaran. Namun senada dengan Shin Ae, ia tak berani mendekati Ai. Wooyoung turut mengintai dari tempat persembunyian Shin Ae.
Ekspresi Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae berubah ketika Kibum sampai dan tiba-tiba duduk di kursi kosong di hadapan Ai. Ketiganya menatap khawatir pada Kibum dan Ai.
Kibum duduk dan menghembuskan napas panjang. Sepertinya ia sedang kesal. “Katakan, apa aku harus benar-benar menerima tawaran itu?” Tanya Kibum mengabaikan bagaimana Ai yang duduk berhadapan dengannya. “Hari ini belum ada panggilan. Aku jadi gugup.” Kibum meletakan telapak tangan kanan di dadanya.
Ai melepas headset yang bertengger di kedua telinganya dan tersenyum. Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae lega melihat senyum itu. “Gugup? Kau takut? Ayolah, ini bukan perkelahian seperti yang tempo hari kau jumpai bersama kami.”
“Hanya gugup, bukan takut hehehe.” Kibum meringis. Baru Kibum sadari ekspresi redup Ai. “Kau… sedih??”
“Sedih?”
“Kalian, kau dan Hanbyul.”
“Entahlah.”
“Entahlah??”
“Setidaknya aku tidak merasa khawatir lagi.”
“Tidak merasa khawatir lagi?” Kibum benar tak paham maksud pembicaraan Ai. “Bukankah menjalin hubungan jarak jauh seperti ini akan membuat khawatir? Aku bingung dengan bagaimana caramu berpikir.”
“Kau akan lolos dan mewakili sekolah. Kau harus fokus pada hal itu.”
“Aku?? Lolos?? Tapi, tapi aku ingin fokus membantumu di sini.”
“Tugas itu, mewakili sekolah sama artinya kau membantu Jeonggu Dong. Siapa menduga anak Jeonggu Dong yang terkenal sebagai berandalan ada yang pandai Bahasa Inggris bahkan sampai mewakili Hwaseong Academy?”
“Iya juga…” Kibum menggaruk kepalanya dan tersipu. “Tapi benar aku lolos? Kau yakin??”
Ai mengerutkan dahi dan Kibum segera terkekeh kemudian meminta maaf. Ai mengalihkan pandangannya pada tempat Shin Ae berada. Ai tersenyum tulus dan mengangguk memberi isyarat agar Shin Ae, Wooyoung dan salah satu anak buah Yongbae mendekat. Ketiganya pun segera mendekat dan duduk bergabung.
“Kalian siap?” Tanya Ai. Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae saling melempar pandangan kemudian berurutan mengangguk. “Kita akan mulai bergerak. Siapkan orang-orang sesuai rencana.” Pinta Ai.
“Baik.” Jawab Shin Ae, Wooyoung dan salah seorang anak buah Yongbae hampir bersamaan. Semua kemudian sama-sama tersenyum.
***
Myungsoo yang duduk dibalik kemudi berulang kali menoleh ke arah kanan. Hyuri terlihat murung sejak kembali dari mengantar Hanbyul ke bandara.
“Kau baik saja?” Tak tahan melihat sikap Hyuri, Myungsoo akhirnya buka mulut. “Hanbyul pergi kenapa kau yang murung? Apa kau takut setelah ini kita tak akan punya kesempatan pergi bersama? Karena Ai tak akan pergi tanpa Hanbyul? Aku sudah memikirkan ini semua. Nanti saat kita sampai, aku akan berbicara pada Nyonya Shin. Akan aku katakan yang sebenarnya bahwa aku mecintai cucunya. Aku akan meyakinkan Nyonya Shin agar merestui hubungan kita. Agar kita mendapat surat ijin untuk keluar berdua kapan saja dan kemana saja.”
Hyuri tersenyum lesu. “Bicaramu berputar-putar. Bukan karena itu.”
“Bukan karena itu? Lalu karena apa? Aku tak suka melihatmu menekuk muka seperti itu.”
“Aku takut Ai akan benar-benar pergi setelah ini.”
“Eh? Fujiwara? Pergi?”
“Dia menolak permintaanmu bukan? Untuk menjadi wakil sekolah.”
“Em.” Myungsoo mengangguk.
Hyuri menghela napas panjang. “Selama ini sekolah bukanlah prioritas utama Ai. Dia masuk Hwaseong Academy karena YOWL. Perseteruan YOWL dan Viceroy yang membawa Ai ke sekolah. Gebrakan Ai sukses. Kini YOWL tak ada lagi di sekolah, alasan Ai bertahan mungkin adalah Hanbyul, tapi kini Hanbyul pun pergi. Aku rasa ia tak akan tinggal lama.”
“Ai bukan tipe seperti itu, aku rasa demikian. Masih banyak alasan yang akan membuatnya tinggal.”
“Dengan kondisi Jeonggu Dong sekarang, aku tak yakin. Ah, lupakan saja.”
Perjalanan menuju kediaman Hyuri kembali hening. Walau masih penasaran, Myungsoo menurut untuk diam. Ia tak mau memaksa Hyuri bicara. Saat sampai di rumah megah Nyonya Shin, tak disangka keduanya Nyonya Shin sedang duduk sendiri di gazebo di taman samping. Myungsoo tersenyum kemudian menggandeng tangan Hyuri dan berjalan menuju gazebo.
“Semalam malam, Nenek.” Sapa Myungsoo ramah dan sok kenal.
“Malam.” Jawab Nyonya Shin singkat masih sibuk menata bunga-bunga dihadapannya. Myungsoo sedikit kecewa mandapatkan respon itu hingga ia sedikit cemberut. Nyonya Shin menghentikan aktifitasnya dan mengangkat kepala menatap Myungsoo yang segera tersenyum lebar. “Duduk.” Myungsoo dan Hyuri segera duduk.
“Nenek belajar merangkai bunga?” Tanya Hyuri.
“Belakangan sepertinya sangat sibuk hingga sedikit mengabaikan aku.”
“Ai??”
“Ada yang lain?”
Myungsoo sedikit kesal mendengarnya. Lagi-lagi ia dibuat sedikit cemberut. “Dia benar sibuk belakangan ini. Kami pun jarang berinteraksi.” Keluh Hyuri. Suasana kembali hening. Nyonya Shin kembali sibuk dengan bunga-bunganya. Myungsoo masih cemberut menatap Nonya Shin.
“Cucuku akan sangat kesepian karena dia menjauh. Dia mengatakan Tuhan telah mengatur ini semua karena tak selamanya dia akan menemani cucuku. Dia mengatakan Tuhan telah mengirimu untuk cucuku, Hyuri.” Nyonya Shin kembali bicara.
Myungsoo menelan ludah dan menegakan punggungnya. Kemudian ia mengerjapkan kedua matanya tak percaya dengan apa yang dikatakan Nyonya Shin.
“Kim Myungsoo, Leader Viceroy.” Nyonya Shin kembali menatap Myungsoo. “Ada apa dengan ekspresimu itu?”
“Ah, tidak…” Myungsoo tersipu.
“Jika Fujiwara itu laki-laki, kau pasti sudah kalah darinya.”
“Fujiwara yang mengatakan itu semua?” Tanya Myungsoo terlihat bodoh di depan Nyonya Shin.
“Jika Hyuri sampai kau buat bersedih dan menangis, aku jamin kau akan menderita.” Nyonya Shin melencong dari pertanyaan Myungsoo. “Aku percayakan dia padamu.”
Myungsoo dan Hyuri tersenyum lebar bersamaan. Myungsoo segera menggenggam erat tangan Hyuri. “Terima kasih Nenek. Akan saya lakukan yang terbaik untuk Hyuri. Hukum saya jika saya melanggarnya.”
Nyonya Shin tersenyum tulus. “Kau banyak berubah Kim Myungsoo. Aku dengar kau mengajukan anak-anak Jeonggu Dong itu untuk mewakili sekolah.”
“Fujiwara dengan gebrakannya membuka mata saya. Iya, hanya Fujiwara namun ia menolak.”
“Jika mereka memang mampu, aku mendukungmu.”
“Nenek sudah tahu perihal Jeonggu Dong??” Sela Hyuri.
“Aku selalu mengawasi gadis itu. Ini akan sulit baginya jika sampai kembali masuk ke sekolah. Semoga tak demikian yang terjadi.”
Hyuri dan Myungsoo kompak mengangguk mengamini.
***
Wajah lesu Ai dan langkah pelannya ketika menaiki tangga menuju rooftopnya. Jaejoong yang sudah sejak sepuluh menit yang lalu duduk menunggu segera bangkit dan tersenyum lebar menyambut Ai. Pandangan Ai melebar ketika ia menyadari keberadaan Jaejoong. Sempat berhenti di puncak tangga teratas. Kemudian Ai berjalan mendekat dan berhenti jaral satu langkah di depan Jaejoong. Keduanya sama-sama terdiam hanya saling menatap.
Ai mengamati setiap lekuk wajah tampan Jaejoong yang berdiri dekat di depannya. Tiba-tiba air mata itu meleleh menuruni pipi pucat Ai. Jaejoong panik dibuatnya. Kenapa Ai tiba-tiba menangis? Memeluknya. Kata itu yang terlintas di benak Jaejoong dan ia melakukannya. Jaejoong merengkuh Ai dalam dekapan hangatnya. Sambil dielusnya lembut punggung Ai agar gadis itu merasa tenang.
“Kau datang kemari, ingin tahu kepastian debut YOWL?” Tanya Ai setelah merasa lebih tenang. Kini ia duduk berhadapan dengan Jaejoong di teras.
“Sore tadi Hanbyul pergi, aku hanya sedikit mengkhawatirkanmu. Aku merasa kau tak akan baik, karenanya aku kemari untuk memastikan. Dan kau… menangis.”
Ai tersenyum kecut. “Seperti bom waktu yang siap meledak. Maaf, aku tak bisa menahannya lagi ketika kau muncul.”
Jaejoong mengelus kepala Ai. “Aku senang, kau tak lagi berpura-pura tegar di depanku. Ini terasa lebih manusiawi. Maaf, aku tak tahu jika kondisi Jeonggu Dong begini parah. Rencanamu jadi kacau.”
“Tugasmu adalah membawa YOWL. Jeonggu Dong, biar aku yang urus.”
Suasana kembali hening, selama beberapa detik. Ai kemudian tersenyum geli. “Aku rasa Nona Kim Taehee itu sedikit gila.” Jaejoong menatap heran Ai. “Bagaimana ia bisa setuju menunggu kondisi Jeonggu Dong stabil untuk debut YOWL? Bukan kah itu konyol? Ini semakin membebaniku. Aku menjanjikannya sampai akhir musim dingin nanti. Ini seperti memberikan harapan kosong.”
“Harapan kosong?”
“Apa aku mampu?”
“Pasti bisa. Kau telah mengalahkan banyak situasi dengan pertimbangan yang tepat walau tak jarang ada beberapa kegagalan juga. Tapi itu menguatkanmu. Aku yakin kau pasti bisa.”
“Terima kasih.” Ai tersenyum tulus. “Jika bisa terealisasi, maka YOWL akan debut tunggal?”
“Menurut perkiraan Ibu Presedir demikian. Beliau lebih berpengalaman, aku rasa pilihannya tak akan salah. Aku percaya padamu Ai, seperti sebelumnya, tak pernah berubah.”
“Aku juga percaya padamu, Kim Jaejoong.”
Jaejoong tersenyum, kemudian meraih tangan kanan Ai dan menggenggamnya.
***
Park Shihoo mengamati Taerin  dan Kibum yang berdiri di depannya. “Jadi kalian. Tes akan dilakukan siang ini. Aku harap kalian benar-benar serius dalam hal ini.” Tutupnya.
Kibum dan Taerin berjalan beriringan. “Akan sangat menyenangkan jika kita berdua lolos kemudian sama-sama turut dalam tim sekolah.” Kibum memulai obrolan. “Mereka bilang tes hanya simbolik, untuk menghargai murid yang merasa mampu dan ingin bergabung.”
“Optimis lolos?” Tanya Taerin datar.
“Entahlah. Lee Junki Sonsaengnim meminta kita untuk tak khawatir. Kita punya tiket emas menurutnya.”
“Ini sedikit merepotkan. Tes untuk memilih yang terbaik, bukan simbolik.”
“Yang terbaik itu tercermin, hingga bisa ditemukan dengan sendirinya, begitu kata Ai.” Kibum melirik Taerin dan benar ekspresi gadis itu berubah kesal mendengar nama Ai disebut. “Entah ini benar atau hanya perasaanku saja, sepertinya kau tak suka Ai. Kenapa? Jaejoong sangat baik pada Ai, tapi kau terkesan antipasti pada Ai.”
“Apa yang terlihat seperti itu?”
“Sangat mencolok. Tapi Ai menepis hal itu dan tetap menjagamu. Kau pasti tak tahu tentang itu. Walau Jaejoong tak memintanya, tapi Ai selalu melakukannya. Ia tak akan bisa tidur tenang sebelum melewati depan rumahmu setiap malam, hanya untuk sekedar memastikan semua dan kau khususnya dalam keadaan baik. Ia selalu melakukannya sendiri, tak mau jika hanya diwakilkan anak buahnya.”
Taerin masih bersikap dingin meski mendengar penjelasan Kibum yang sebenarnya tak Taerin ketahui selama ini. “Sebenarnya Ai yang terpilih, tapi dia malah merekomendasikan Kim Taerin. Jika aku adalah Ai, aku tak akan melakukan itu. Untuk apa berbaik hati pada orang yang tak pernah bersikap baik padaku. Membuang waktu saja.” Lanjut Kibum.
Taerin menghentikan langkahnya. “Apa tujuanmu mengatakan semua ini padaku? Fujiwara Ayumu merekomendasikan aku? Apa kuasanya atas sekolah ini? Itu karena aku juga tinggal di Jeonggu Dong kan? Ini untuk ambisinya dan menjadikan semua sebagai alat.”
“Kim Taerin…” Bisik Kibum benar tak percaya mendengar ungkapan Taerin. Ia kemudian menyunggingkan senyum di bibir tipisnya. “Benar tak akan berguna. Aku mengatakan ini hanya karena tak ingin melihatmu menyesal di kemudian hari. Bukan Ai yang meminta, tapi inisiatifku sendiri. Semoga kau benar tak menyesal pada akhirnya dengan tetap bersikap demikian. Aku akan diam, melihat dan menunggu.” Kibum berjalan pergi meninggakan Taerin yang berdiri mematung menatapnya.
***
Binder kesayangannya ia biarkan terbuka tergeletak di atas meja di taman belakang sekolah. Halaman dari binder yang terbuka tetap kosong, bersih tak ada coretan. Ai memainkan ballpoint di tangan kanannya dengan tatapan kosong menerwang kea rah danau buatan.
Hyuri tersenyum lebar setelah menemukan Ai. Berlari kecil ia menghampiri Ai yang duduk sendirian di taman belakang sekolah. “Tempat perkenalan kita, kau ingat kan?” Hyuri duduk di hadapan Ai. Wajah Hyuri benar-benar berseri.
“Selamat ya.” Kata Ai menurunkan ballpoint yang tadinya ia pukul-pukul pelan pada pipi kanannya.
“Selamat? Untuk apa?”
“Restu Nyonya Shin.”
“Eh? Kau tahu??” Hyuri kemudian sedikit menunduk, tersipu. “Aku terlihat berlebihan ya?” Hyuri memegang keduanya pipinya, Ai hanya tersenyum. Hyuri menatap Ai, “Kau terlihat kusut sekali.”
“Rasanya akan meledak.”
“Jangan. Ada aku di sini. Kau bisa membaginya denganku. Jangan sampai meledak, itu tak baik. Hanbyul juga tidak akan suka. Mungkin tak mudah, tapi kau bisa coba percaya aku.”
“Terima kasih.”
“Jangan hanya terima kasih, tapi coba ya? Aku juga tak mau mendengar kata kau ingin berhenti sekolah lagi. Itu membuatku takut. Aku tak tahu apakah benar sesulit itu, tapi aku mohon jangan sampai berhenti sekolah.” Lagi-lagi Ai hanya tersenyum. “Eh, ada Byunghun dan Minhwan. Mereka kemari, jangan menoleh! Kau tahu, aku rasa Byunghun itu patut diwaspadai. Sepertinya dia menyukaimu. Kepergian Hanbyul seperti berkah baginya.” Hyuri berbisik.
“Song Hyuri???” Bisik Ai menatap heran Hyuri.
“Mereka sampai.” Bisik Hyuri kemudian tersenyum menyambut Byunghun dan Minhwan. “Untuk apa kalian kemari? Memberi selamat padaku?” Canda Hyuri.
“Ck! Aku tahu kau dan Myungsoo sudah dapat restu sekarang. Myungsoo berapi-api ketika menceritakan prosesi kalian direstui Nyonya Shin.” Respon Minhwan dengan ekspresi kesal. Hyuri terkekeh karenanya. “Setelah absen beberapa hari, kau kembali membawa kehebohan.” Minhwan duduk di samping Hyuri, sedang Byunghun sudah lebih dulu menempati ruang kosong di samping Ai.
“Kehebohan apa?” Hyuri penasaran.
“Makanya, sesekali kunjungi Hwaseong Academy Community.” Jawab Minhwan.
“Kebakaran di Jeonggu Dong sampai kemari?” Tanya Ai.
“Tadinya itu yang aku prediksikan, tapi ternyata malah hal lain yang muncul.” Jawab Byunghun.
“Hal lain?? Ah, apa tentang Hanbyul mencium Ai di bandara? Ada yang mencuri foto mereka dan mengirimnya dalam Hwaseong Academy Community?” Buru Hyuri.
“Bukan itu juga, walau kemarin sempat khawatir waktu Hanbyul nekat menicum Ai di muka umum sperti itu.” Byunghun terlihat sedikit kesal ketika mengungkapkan fakta itu. “Ini tentang Kim Changmi, kau kenal dia?” Byunghun menghadap Ai.
“Kim… Kim Changmi??” Bisik Ai lengkap dengan perubahan mimik wajahnya. Ai berubah khawatir. “Apa yang mereka lakukan pada Kim Changmi??” Desaknya.
“Kim Changmi? Siapa Kim Changmi?” Hyuri kebingungan.
“Benar dia adik Kim Yoojin? Hantu toilet itu.” Tanya Minhwan.
“Mereka membongkar fakta tentang itu?” Ai balik bertanya.
“Ada foto pertemuan kalian di sana, itu di sekolah ya?” Minhwan kembali mengajukan pertanyaan.
Ai terduduk lemas. “Ini salahku…” Ucapnya lirih.
“Kiriman itu benar diminati. Pagi ini aman-aman saja, baru beberapa menit yang lalu.” Terang Byunghun.
“Kalian, apa tidak bisa bertindak? Cari tahu siapa pelakunya. Mereka benar-benar membuatku geram, tapi aku tak begitu paham tentang dunia maya.” Hyuri berapi-api. “Apa admin dari halaman itu tidak bertindak? Ai, bagaimana jika minta tolong Jung Daehyun? Dia admin kan?”
“Jung Daehyun sudah mengundurkan diri. Akun yang dulu sering membuat kacau sudah diblokir, tapi muncul akun baru lagi dan lagi.” Jawab Minhwan.
“Aku pernah mencoba melacaknya, saat ramai skandal YOWL dan Viceroy kala itu, bahkan aku mengirim pesan langsung pada pelaku, tapi aku tak digubris. Benar-benar membuat kesal.” Ungkap Byunghun. “Kami juga melacaknya, tapi kiriman dibuat bukan dari area sekolah.”
“Jadi orang luar sekolah pelakunya? Bagaimana bisa?” Hyuri dengan ekpresi tak paham.
“Mungkin orang dalam yang juga memperkerjakan orang luar. Admin tak bisa bertindak lebih, karena para pengunjung malah senang.” Jawab Minhwan.
“Itu wajar. Setiap pendiri komunitas pasti merasa senang jika aku yang ia buat ramai.” Sahut Ai. “Hah… bagaimana dengan Changmi…” Bisiknya lirih.
“Menurutku pelakunya sama.” Kata Byunghun.
“Beberapa waktu lalu, foto yang dikirim pada kami, itu diambil dari kamera ponsel.” Ai teringat penjelasan Wooyoung. “Aku pun sependapat denganmu, tapi siapa?”
“Rumit.” Komentar Minhwan.
“Sangat. Apalagi ketika juga merambah Jeonggu Dong, membuat sangsi.”
“Memang siapa yang kau curigai?” Minhwan penasaran.
Ai hanya menghela napas panjang. Semua kembali terdiam. Bel tanda masuk memecah keheningan. Hyuri pamit lebih dulu, Minhwan menyusulnya. Byunghun setia menemani Ai, berjalan di samping gadis itu. Ai berjalan tak fokus. Lagi-lagi muncul masalah baru.
“Kau bisa menggunakan lubang tikus.” Kata Byunghun sebelum berpisah.
“Aku lelah melarikan diri.”
“Jika kau berubah pikiran, kuncinya di tempat biasa.” Byunghun tersenyum manis lalu berjalan pergi.
“Huft…” Ai menggeleng dan berjalan menuju kelasnya.
***
Sepanjang jam pelajaran Ai tak bisaa konsentrasi. Ia terus kepikiran Kim Changmi. Bagaimana Kim Changmi? Kim Changmi pasti tertekan sekarang. Semua kemungkinan terburuk yang dialami Kim Changmi memenuhi benak Ai.
Bel tanda pulang berdering. Ai bergegas meninggalkan kelas. Wooyoung mengejarnya. Ai dan Wooyoung berhenti di gerbang, tujuannya untuk menunggu Kim Changmi. Mencari Changmi di kelasnya akan terlalu mencolok. Tatapan dingin dan datar Ai tanpa ragu membalas tatapan murid-murid yang berjalan melewatinya. Ia sudah kebal dengan semua ini. Walau dalam hatinya sangat dongkol, Ai tetap terlihat tenang berdiri menyandarkan punggung pada tembok.
Dari padat barisan murid yang berjalan keluar meninggalkan sekolah sampai sepi, namun Ai tak melihat sosok Kim Changmi. Ai menundukan kepala. Di dalam hatinya ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa tak meminta nomer ponsel Changmi ketika terakhir kali bertemu di upacara yang digelar untuk mendiang Kim Yoojin. Ai mengurut dahinya. Sedikit pusing karena hal ini.
“Nona, itu kah Kim Changmi??” Tunjuk Wooyoung pada dua gadis yang berjalan menuju gerbang.
Ai menegkakan badannya dan segera menyambut Changmi dan Na Eun. “Kim Changmi, kau baik-baik saja?”
“Fujiwara?” Changmi dengan wajah berseri. Ai dibuat keheranan melihatnya. “Kau menungguku?” Nada bicara Changmi pun terdengar riang.
“Kim Changmi…”
“Maaf?? Oh, tentang kiriman itu? Hal yang tidak kreatif, jika itu kau pasti bukan foto hasil curian seperti yang akan kau kirim kan? Sudahlah, abaikan mereka, em? Aku percaya padamu. Aku harap ini tak akan membebanimu, maaf.”
“Aku-lah yang harusnya meminta maaf.”
“Cepat atau lambat pasti akan tercium juga.”
“Mungkin akan tetap aman jika kau tak menemuiku, tapi itu hanya mungkin. Maafkan aku.”
“Iya, hanya mungkin. Tapi yang pasti jika aku tetap bersembunyi dan tak menemuimu, Omma tak akan kembali seperti sedia kala. Aku tahu itu. Terima kasih untuk semua, Fujiwara.”
Ai tersenyum tulus. “Lupakan saja skandal itu. Biarkan si pengacau itu kecewa.” Sela Na Eun.
“Na Eun benar. Ada banyak hal yang lebih penting daripada hanya mengurusi hal tidak penting itu.” Changmi setuju.
“Terima kasih.” Kata Ai dengan tulus.
“Aku pun begitu. Baiklah, kami permisi.” Changmi pamit.
Ai dan Wooyoung berdampingan menatap Changmi dan Na Eun yang berjalan menjauh. “Seharian ini aku hampir gila karenanya.” Keluh Ai.
“Responnya mengejutkan ya?” Komentar Wooyoung.
“Sudah selesai pertemuannya?” Jinwoon muncul menghampiri Ai dan Wooyoung.
“Oppa mengintip?” Ai menatap curiga pada Jinwoon.
“Kami hanya menunggu.” Bela Daehyun yang ada bersama Jinwoon.
“Ayo. Appa dan Omma sudah menunggumu.” Jinwoon merangkul Ai pergi.
***
Jinyoung dan Hyunjung sumringah menyambut kunjungan Ai. Akhirnya si bungsu ini muncul juga menghapus rasa rindu mereka. Seperti biasa Jinyoung langsung memberondong Ai dengan pertanyaan-pertanyaan penuh kekhawatirannya. Ai duduk di antara Jinyoung dan Hyunjung sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
“Aku tak menyangka kau mempunyai kekasih dan dia Viceroy? Musuh YOWL?” Jinyoung saat berjalan-jalan di taman bersama Ai.
“Ap-appa tahu?” Ai terkejut mendengarnya.
“Mudah saja bagiku.” Ai tersenyum kecil. “Jujur Appa tak begitu suka pada pemuda itu.”
“Jang Hanbyul? Kenapa?”
“Mungkin dia benar baik, tapi melihat latar belakang keluarganya, aku rasa kau tak akan masuk dalam hitungan calon menantu kedua orang tuanya.” Ai menghela napas panjang mendengarnya. “Di Korea ini tak kurang pemuda tampan yang baik.”
“Menurut Appa, Hanbyul tak baik?”
“Dia hebat karena bisa menakhlukan gadis sepertimu. Bukannya Appa tak setuju atau tak menyukai pemuda itu, hanya saja Appa mengkhawatirkan penolakan itu.”
“Aku hanya menjalaninya, belum berpikir sejauh itu.”
“Jika sudah terbawa rasa, akan sangat berbeda.” Jinyoung menghentikan langkahnya. “Appa harap kau menemukan yang terbaik untukmu.” Ia mengelus pelan kepala Ai. “Jangan kau pilih orang seperti Appa-mu. Pria yang tega dan tak bertanggung jawab.” Jinyoung tertunduk.
“Yang aku dengar dari mendiang Bibi Lee tak demikian. Aku harap kita tak membahasnya lagi.”
“Maafkan aku.”
Ai beralih menatap kolam yang dipenuhi lotus. “Jeonggu Dong, apa bisa seperti yang aku inginkan?” Tanyanya mengalihkan topik. “Aku lahir di sana dan besar di sana.”
“Tidak rindu pada Kakek dan Nenekmu di Jepang?” Jinyoung mendekat dan berdiri di samping kiri Ai. “Lain waktu bawa Appa-mu pada mereka.”
“Bagaimana agar aku memiliki apa yang Appa miliki? Untuk Jeonggu Dong?”
Jinyoung merangkul Ai. “Kau telah memiliki semua, keberanian, itu yang utama.” Jinyoung kemudian membawa Ai menghadap padanya. Ia tersenyum menatap putri tunggalnya itu. “Aku bangga padamu, tekadmu, itu yang tak aku miliki bahkan untuk memperjuangkan apa yang aku punya dan aku tinggalkan di Jeonggu Dong. Orang-orangku… aku bahkan mengabaikan mereka.”
“Mereka memahami jalan yang Appa pilih.”
Jinyoung kembali tersenyum. Ia kemudian meletakan tangan kanannya di puncak kepala Ai. “Aku meletakan seluruh kepercayaanku padamu, aku merestuimu, anakku. Jangan pernah ragu untuk menggunakan Appa-mu ini, karena hanya untukmu aku hidup.”
Ai tersenyum terharu lalu memeluk Jinyoung. “Terima kasih, Appa.” Bisiknya.
***
“Ke rumah sakit?” Tanya Wooyoung saat memasuki taksi.
“Em. Aku rindu pada Yongbae.” Jawab Ai yakin.
“Oh, baiklah. Rumah sakit.” Pinta Wooyoung pada sopr taksi.
Wooyoung hanya melihat dari luar, sedang Ai masuk ke dalam ruang ICU. Ai duduk di samping ranjang Yongbae dan kembali bercerita tentang apa saja yang terjadi di luar sana. 45 menit kunjungan, Ai pun pergi. Sepulang dari rumah sakit, ia dan Wooyoung langsung menuju basecamp. Rapat kecil kembali digelar. Minki yang memimpinnya. Shin Ae juga turut dalam rapat kecil itu.
Berulang kali Ai menguap saat perjalanan pulang. Rute yang berubah sejak Jaejoong pergi bersama YOWL. Setelah mampir di depan rumah Jaejoong dan mengawasinya selama 15 menit, Ai kembali berjalan pulang.
“Sebaiknya lekas istirahat setelah ini.” Saran Minki.
“Hari ini Kibum dan Taerin mengikuti tes. Aku harap mereka lolos. Aku pun berharap bisa langsung tidur setelah sampai di kamar.”
“Postingan itu, kau terbebani olehnya?”
“Oppa tahu? Bukankah itu lucu? Reaksi Kim Changmi. Pasti si pengirim postingan itu benar kesal kini. Prediksinya salah.” Ai tersenyum geli.
“Teroris juga manusia, mereka tak luput dari membuat kesalahan juga.”
“Saat membicarakannya dengan Byunghun, aku jadi makin penasaran. Siapa pengacau ini?”
“Pasti sangat mengidolakanmu. Jika tak salah menilai, ia sudah mengikutimu sejak kau masuk Hwaseong Academy.”
“Menurut Oppa begitu? Sebelum aku masuk sering dikirim juga postingan tentang YOWL dan Viceroy, yang begitu menjelekan YOWL.”
“Aku yakin kau paham perbedaannya.”
“Eum, iya. Tapi mana ada fans yang tega membuat idolanya menderita?”
“Bisa jadi jika ia terlalu terobsesi padamu. Jika ia tak dapat perhatianmu, yang lain pun tak boleh.”
“Oppa bicara tentang seorang… psikopat? Itu mengerikan Oppa.”
“Bukannya itu kau?”
“Ah, Oppa.”
Minki tertawa gelid an merangkul Ai.
***
Alarm ponsel yang berdering keras mengusik tidur Hanbyul. Hanbyul membuka matanya yang masih merasa ngantuk. Ia menggeliat dan meraih ponselnya. Mata Hanbyul terbuka lebar, ia berbinar menatap ponselnya. Rasa kantuk itu seketika hilang ketika ia melihat ada pesan balasan masuk dari Ai. Hanbyul kembali bersemangat pagi itu dan buru-buru membalas pesan Ai.
Hanbyul keluar dari kamarnya. Samar-samar ia mendengar obrolan dua orang wanita. Hanbyul menggaruk kepalanya, sambil bertanya dalam hati, dengan siapakah Sang Mama mengobrol pagi ini. Hanbyul berjalan menuruni tangga menuju dapur. Saat sampai ia hanya menemukan Sang Mama. Hanbyul mengerutkan dahi lalu kembali mengamati seluruh sudut dapur. Tak ada siapa pun di sana. Hanbyul kembali menggaruk kepalanya.
Apa aku salah dengar? Batin Hanbyul.
“Oh, kau sudah bangun?” Sambut Nyonya Jang yang baru menyadari keberadaan Hanbyul. “Bagaimana tidurmu? Nyenyak?”
Hanbyul duduk, “iya lumayan,” jawabnya. Lagi-lagi Hanbyul mengamati dapur. Benar-benar tak ada orang lain kecuali Nyonya Jang yang sibuk menyiapkan sarapan.
“Kau senang?” Nyonya Jang sambil menata menu sarapan di meja.
“Appa kapan kembali?”
“Besok lusa. Ini akan jadi baik untuk kita, kau, aku dan Appa-mu, kita bersama-sama lagi.” Nyonya Jang tersenyum tulus. Ia kemudian mengelus pundak Hanbyul. “Well, hari ini akan kita mulai. Jalan hidup yang baru, untuk bintangku yang bersinar, Jason Jang. Em?”
Hanbyul tersenyum tersipu. Ia diam memperhatikan Nyonya Jang yang sibuk menyiapkan sarapan sambil terus mengoceh. Hanbyul tersenyum lesu memperhatikan Nyonya Jang. Ia menunduk dan menggenggam liontin bintang hitam yang tergantung di lehernya. Hanbyul teringat Ai dan mulai merasa khawatir.
“Mereka terlambat lagi dan lagi-lagi buah-buahan yang Bibi pesan mereka kirim ke rumahku.” Gadis itu masuk sambil sibuk memeriksa buah dalam keranjang yang ia bawa. “Hari ini Bibi banyak memesan apel merah? Oh!” Ia menghentikan langkahnya ketika menyadari keberadaan Hanbyul.
Hanbyul menatap gadis yang sangat asing baginya itu dan begitu pun sebaliknya.


---TBC---
 
  shytUrtle

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews