The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
05:57
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
Part #17
Nyonya
Jang tersenyum melihat dua remaja ini. “Han Suri, tetangga kita.” Bisik Nyonya
Jang pada Hanbyul. “Kemarilah, Suri. Inilah bintangku, Jason.” Gantian ia
memperkenalkan Hanbyul.
“Halo,
Jason. Aku Suri.” Sapa Han Suri.
“Jang
Hanbyul, panggil saja Hanbyul.” Hanbyul tersenyum kecil.
“Bibi,
aku rasa pengantar buah itu benar-benar… payah, kenapa selalu begini? Salah
kirim ke rumahku, sejak Bibi pindah kemari setahun yang lalu.” Suri mengoceh
tanpa sungkan pada Hanbyul. Suri kemudian menata apel merah itu dalam keranjang
buah di dapur. “Hari ini hanya apel merah?” Ia meletakannya di meja makan.
“Kesukaan
Hanbyul.” Jawab Nyonya Jang.
“Oh,
kau suka apel merah?” Suri beralih menatap Hanbyul. Hanbyul tersenyum kecil dan
mengangguk. “Jadi sudah benar memustuskan akan tinggal di sini? Bibi Jang
sempat meragukanmu, sepertinya Korea benar-benar telah membuatmu cinta mati.”
Cerocos Suri seperti seorang teman lama pada Hanbyul.
“Suri
akan jadi pemandumu. Kalian akan bersekolah di sekolah yang sama.” Sela Nyonya
Jang.
“Oh,
itu bagus.” Komentar Hanbyul singkat lengkap dengan senyumnya.
“Pasti
tidak mudah ya, meinggalkan Hwaseong Academy dan karir bermusikmu di Korea.
Viceroy kan?” Kata Suri lagi.
“Omma
banyak cerita padanya?” Hanbyul menatap sang mama.
“Hwaseong
Academy dengan mudah bisa ditemukan dengan mesin pencari. Aku bahkan bergabung
dalam fanpage-nya.” Jawab Suri.
“Benar
kah? Wah… ini mengejutkan.”
“Siapa
yang tak ingin sekolah di sana. Kalian keren.” Puji Suri sembari tersenyum
tulus.
“Ada
yang lebih keren. Stardust, kau pasti juga tahu itu.”
“Baru-baru
ini YOWL bukan? Ini tak membuatmu sedikit malu?” Canda Suri. Eskpresi Hanbyul
berubah mendengarnya. “Mafkan aku. Aku hanya bercanda. Semua itu hanya karena
kesempatan dan factor keberuntungan. Mungkin belum waktunya bagi Viceroy. Tapi,
pasti tak akan baik bagimu jika Viceroy setelah ini mendapat kesempatan bukan?”
“Akh…”
Hanbyul tersenyum kecil, “kau banyak tahu ya? Sepertinya benar dekat dengan
Omma.”
“Aku
dekat dengan dunia maya. Terkadang itu lebih membantu daripada orang tua.” Suri
tersenyum menatap Nyonya Jang.
“Sejak
pindah kemari, beberapa waktu kemudian Omma jadi dekat dengan Suri. Omma sering
berbagi cerita dengannya. Suri gadis yang baik.” Puji Nyonya Jang dengan tulus
dan seyum bangga menatap Suri.
Ekspresi
Hanbyul meredup. Masih menggenggam sebuah apel merah ranum di tangannya.
Mendengar pujian Nyonya Jang dan ekspresi berserinya itu, Hanbyul menjadi
sensitif. Terlebih ketika Nyonya Jang mengatakan, Suri gadis yang baik. Bagi Hanbyul ini seolah penegasan. Tiba-tiba
Hanbyul merasa ungkapan Nyonya Jang itu adalah tindakan membandingkan Ai dan
Suri. Tak menutup kemungkinan jika Nyonya Jang tahu perihal hubungan Hanbyul
dan Ai. Hanbyul paham betul bagaimana kedua orang tuanya. Latar belakang Ai
pasti akan jadi masalah. Kemungkinan terbesar adalah, orang tua Hanbyul
menentang hubungan mereka. Hanbyul menghela napas panjang dan menunduk melihat
keakraban Nyonya Jang dan Suri.
***
Hanbyul
duduk diam di kamarnya. Memainkan apel merah yang ia letakan di meja. Sambutan
pagi ini cukup membuatnya khawatir. Bukan tidak mungkin jika nantinya Nyonya
Jang akan meminta Hanbyul menjalin hubungan yang baik dan bahkan lebih dari
itu, lebih dari teman baik dengan Suri. Hanbyul menghentikan gerak tangannya
dan menatap apel merah ranum itu.
“Kenapa
aku jadi begini khawatir? Apa kau juga merasa demikian di sana? Aku rindu
padamu, Jiyoo.” Hanbyul berbicara pada apel merah ranum itu.
Kemudian
Hanbyul menyalakan laptopnya. Menepis semua rasa khawatir itu, Hanbyul memilih
berselancar di dunia maya. Hanbyul mengunjungi Hwaseong Academy Community,
untuk melepas kerinduannya walau baru sehari hengkang dari Korea. Hanbyul
mengerutkan dahi. Lagi-lagi penyerangan pada Ai.
“Kim
Changmi?? Apa lagi ini? Mereka ini sama sekali tak jera. Apa untungnya
bertindak demikian?” Gumam Hanbyul sendiri. “Kim Changmi adik dari Kim Yoojin?
Jiyoo tak pernah cerita perihal ini.”
Hanbyul
beralih mengunjungi akun pribadi Ai. Hanbyul tersenyum geli. “Dia masih betah
dengan foto-foto anime ini. Kapan dia akan memakai foto aslinya? Ah, tapi lebih
baik begini, jadi gadisku aman.”
…So far away, how did I lose my
way? Even
though we're worlds apart You were always in my heart
everyday…
“Dia
masih terjaga??” Bisik Hanbyul melihat kiriman yang baru dibuat Ai. “Ini…
untukku??”
Beberapa
komentar mengisi kiriman itu. Hanbyul diam memantaunya. Ada dua akun yang aktif
berkomentar dalam kiriman itu. Ai pun sepertinya melakukan hal yang sama, diam
dan memantau. Terlihat dari beberapa ‘like’ yang ia berikan pada
komentar-komentar yang masuk. Code name Princess Hami dan Hyerien Kim paling
aktif. Keduanya asik salin balas komentar dalam kiriman Ai. Hanbyul masih
memantaunya dan tersenyum sendiri membaca komentar-komentar dua akun itu yang
seperti burung bersahutan.
Princess Hami Untuk YOWL? Wow!
Dalam.
Hyerien Kim Ini hanya lirik
lagu. Kau tak tahu? Savannah Outen - A
Greater Treasure Than A Friend.
Princess Hami Tahu! Tinker Bell
kan? And The Lost Treasure. Cocok untuk mewakili suasana hati. Tapi YOWL
bukanlah harta yang hilang bagi Ai, benarkan? Fujiwara Ai?
Hyerien Kim Dia off.
Princess Hami Tidak. Tapi
memantau. Wew~ aku membayangkan mata elangnya.
Hyerien Kim Dia tak memiliki
itu.
Princess Hami Tapi mata yang
indah. Setuju?
Hyerien Kim OK! Dan maknanya
luas.
Princess Hami Paham. Tak hanya
untuk YOWL kan? Bisa untuk siapa saja, yang berarti bagi Fujiwara Ai dan nun
jauh di sana. Mungkin ^^v
“Hagh! Dua orang ini. Sok tahu sekali.” Hanbyul tersenyum geli
terus mengikuti komentar Princess Hami dan Hyerien Kim. Ai jarang membuat
postingan dalam akun pribadinya, wajar jika sekali muncul membuat kiriman, maka
kiriman itu akan ramai komentar dari para pendukungnya. Hal ini tak berubah
meski kini Ai tak lagi menjadi member YOWL.
“Fujiwara Ai.”
Hanbyul tersentak mendengarnya. “Omma?? Omma, sejak kapan berdiri
di belakangku seperti ini??”
Nyonya Jang menatap lebih dekat pada monitor laptop Hanbyul. Ia
mengerutkan dahi. “Unreal.” Komentarnya singkat. “Aku tak suka pada seseorang
yang tak menyukai keasliannya.” Imbuhnya sambil kembali menegakan badan.
“She’s real. And I love her. She’s my girlfriend.” Kata itu muncul
begitu cepat dari mulut Hanbyul. Suasana berubah hening. Hanbyul menggigit
bibirnya, mengoreksi apakah apa yang ia katakan salah. “Sorry, Mom. I just
wanna be honest to you.” Bisiknya.
Nyonya Jang menghela napas panjang. “Ini salahku. Tetap
menganggapmu bintang kecilku, sedang kau tumbuh secepat ini. Apakah jarak ini
yang membuatku tak menyadarinya?”
“Omma…” Hanbyul menatap Nyonya Jang dengan tatapan menyesal.
“Nama akunnya berubah? Setelah tak lagi menjadi satu-satunya gadis
dalam YOWL?”
Hanbyul seolah terkunci. Ia tak bisa berkata lagi. Benar sejauh
ini kah sang Mama tahu?
“Aku ini seorang ibu dari seorang anak laki-laki yang tinggal
sendiri jauh di Korea sana. Aku percaya padanya, tapi bukan berarti aku
benar-benar melepasnya. Aku juga seorang wali murid dari seorang siswa yang
tersohor di Hwaseong Academy. Aku rasa kau tak lupa akan hal itu.” Lanjut
Nyonya Jang.
“Omma… Omma tahu segalanya?”
“Jadi semua kiriman itu bukan sekedar rekayasa atau kebetulan?”
“Aku mencintai Jiyoo, aku mencintai Fujiwara Ai Ayumu, Omma.”
Hanbyul menegaskan. Ia mengangkat kepala dan tanpa ragu menatap Nyonya Jang.
Nyonya Jang pun balas menatap Hanbyul. Ia kemudian membuang muka
dan kembali menatap Hanbyul. Putranya yang penurut, entah kenapa berubah
menjadi demikian. “Cinta? Terlalu dini untuk membahasnya. Langkah awalmu baru
dimulai dan kau berani mengatakan cinta? Cinta seperti apa yang kau banggakan
itu?”
“Om-omma…”
“Bersiaplah. Hari ini, ada banyak hal yang harus kau lakukan!”
Nyonya Jang berjalan keluar.
“Omma!!!” Teriakan Hanbyul tak digubrisnya. “Aish!!” Umpat Hanbyul
kesal.
***
Sepanjang perjalanan, hening. Nyonya Jang diam, fokus dibalik
kemudi. Sesekali Hanbyul menoleh, menatap sang Mama.
“Omma marah?” Hanbyul memberanikan diri bicara.
“Karirmu baru akan dirintis. Omma hanya ingin melihatmu sukses
lebih dahulu.” Jawab Nyonya Jang. Sejenak kembali hening. “Jadi, gadis itu yang
sempat membuatmu ragu untuk pergi?”
“Tidak.” Bantah Hanbyul cepat. “Bukan, Jiyoo. Sedari awal dia
memintaku pergi. Saat surat itu tiba,
Paman Lee Moonsik menitipkannya pada Jiyoo. Jiyoo sendiri yang
mengantarnya padaku. Jiyoo pula yang menemaniku membuka dan membacanya. Ketika
aku tunjukan surat itu padanya, ia langsung mendukungku untuk pergi. Jiyoo tak
pernah menghalangi langkahku. Jiyoo gadis yang luar biasa dan berbeda.”
Nyonya Jang menghela napas panjang. “Itu lah yang mebuatmu enggan
dan meragu.”
“Tidak. Bukan begitu Omma.”
“Wanita itu bisa menguatkan, sekaligus melemahkan.”
“Omma…”
Nyonya Jang bungkam. Hanya melajukan mobilnya sedikit lebih
kencang. Hanbyul kembali menghela napas dan menunduk.
-------
Nyonya Jang sampai di sekolah, dimana nanti Hanbyul akan
melanjutkan menempuh pendidikannya di sini. Sangat asing bagi Hanbyul. Sejenak
nyalinya menciut. Ia rindu rekan-rekannya dalam Viceroy. Di sini Hanbyul benar
sendiri. Hanbyul harus memulainya dari awal.
Hanbyul berjalan-jalan. Suasana sekolah yang hening dan sebenarnya
tak beda jauh dari Hwaseong Academy. Bedanya di sini tak ada Viceroy juga Ai.
Hanbyul kembali menghela napas dan duduk di bangku. Hanbyul tiba-tiba teringat
bagaimana dahulu ketika YOWL masuk Hwaseong Academy. Ia merasa ngeri. Bagaimana
jika karma itu menimpanya?
Mengingat YOWL membuat Hanbyul teringat pada Ai. Hanbyul tersenyum
sendiri mengenang semua. Ia menyentuh pipi kirinya dan kembali tersenyum.
Hanbyul teringat bagaimana Ai memberikan kecupan perpisahan saat di bandara.
Hanbyul memejamkan kedua matanya dan kembali mengingat kejadian di bandara.
Seolah kembali di waktu itu dan benar merasakan kecupan perpisahan hangat yang
diberikan Ai pada pipi kirinya. Hanbyul senyum-senyum sendiri dengan kedua mata
terpejam.
“Ya! Jang Hanbyul!”
Hanbyul tersentak kaget. “Han Su Ri??” Ia benar kaget mendapati
Suri sudah berdiri sedikit membungkuk di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan, Jang Hanbyul?” Suri kembali menegakan
badannya.
“Tidak ada.” Bantah Hanbyul salah tingkah.
Suri beralih duduk di samping kanan Hanbyul. “Jadi kapan mulai? Aku
siap jadi pemandumu. Sepertinya kita akan jadi satu kelas. Ada satu bangku
kosong di kelasku. Semoga.”
“Terima kasih. Besok lusa mungkin.”
“Em. Setelah ini akan ke club ya?”
“Aku rasa kau sudah tahu. Omma pasti sudah membaginya denganmu.”
Suri tertawa geli mendengarnya. “Kau percaya Bibi Jang?”
“Maaf?? Apa maksudnya??”
“Kami terlihat sangat akrab. Begitu menurutmu?” Hanbyul
mengangguk. “Iya, karena kami sama-sama wanita dan sama-sama kesepian. Mungkin
karena itu.” Suri diam sejenak. “Aku juga anak tunggal dalam keluargaku. Mama
dan Papa sama-sama sibuk. Saat Bibi Jang pindah, beliau sangat ramah dan
membuatku nyaman. Aku senang berada di dekatnya. Kau beruntung memiliki ibu
seperti Bibi Jang.” Suri tersenyum. “Kami tak sedekat yang kau duga. Itu lah
kenapa aku katakan internet lebih membantu daripada orang tua.” Imbuh Suri.
Hanbyul hanya tersenyum menanggapinya.
-------
Usai
mengunjungi sekolah, Nyonya Jang membawa Hanbyul pada club basket yang akan
menjadi tempat Hanbyul bernaung untuk meraih impiannya. Hanbyul berdiri di
tengah-tengah lapangan basket indoor dan mengamati sekeliling.
“kelak,
aku ingin duduk di antara penonton, di sana.” Ai menunjuk tribun penonton. “Di
antara orang-orang yang meneriakan nama Jang Hanbyul, Jang Hanbyul, Jang
Hanbyul!” Ai tersenyum manis menatap Hanbyul. “Aku tak akan turut teriak. Aku
akan duduk diam dan terus berdo’a sepanjang pertandingan. Berdo’a agar Jang
Hanbyul bermain dengan baik sepanjang pertandingan. Karena kemenangan hanyalah
hasil akhir.” Ai berjalan mengitari Hanbyul, masih mengenakan seragam Hwaseong
Academy yang khas dengan warna kuning cerah itu. “Aku akan duduk diam dan
menatapmu, mengabaikan bagaimana gadis-gadis di sekitarku yang berteriak
memberimu semangat. Aku tak mau melihat mereka, karena itu akan sangat
membuatku cemburu.” Ai menghentikan langkahnya dan tersenyum menatap Hanbyul.
Hanbyul pun balas menatap Ai dengan senyum manisnya.
“Kita
pulang!” Suara Nyonya Jang memecah keheningan dalam lapangan basket.
Hanbyul
mengamati sekelilingnya. Tak ada siapa pun, hanya dirinya yang berdiri di
tengah-tengah lapangan basket dan Nyoya Jang di ujung pintu. Hanbyul tersenyum
menggelengkan kepala lalu menyusul langkah Nyonya Jang.
***
Basecamp
sangat sibuk sore ini. Sebagian besar dari mereka sibuk menata kertas selebaran.
Ai dan Wooyoung baru sampai, masih memakai seragam sekolah Hwaseong Academy.
Semua bergantian menyapa memberi salam ketika Ai masuk. Ai tersenyum lebar
melihat antusiasme rekan-rekannya. Shin Ae menyambutnya dan segera melaporkan
kegiatan yang sudah selesai dijalankan hari ini. Shin Ae menangkap atmosfer
berbeda pada Ai. Gadis itu terlihat berseri sore ini. Shin Ae penasaran, ada
apa gerangan.
“Mohon
perhatiannya sejenak, aku ingin menyampaikan sesuatu.” Pinta Ai. Semua
menghentikan aktifitas masing-masing dan menaruh perhatian penuh pada Ai. Ai
kembali tersenyum melihat respon rekan-rekannya. “Terima kasih untuk kerja
keras kalian semua hari ini. Ada berita bahagia dari sekolah. Dua anak Jeonggu
Dong, Kim Kibum dan Kim Taerin lolos untuk turut menjadi tim yang mewakili
Hwaseong Academy dalam lomba antar pelajar SMA tingkat nasional.” Semua yang
ada dalam basecamp menyambut berita itu dengan senang hati. Binar-binar bahagia
itu terlihat jelas di masing-masing wajah rekan-rekan Ai ini.
“Karena
hal ini, kita akan kehilangan satu orang lagi, setelah Yongbae.” Lanjut Ai.
“Aku mengandalkan kalian dan aku sudah membentuk tim inti. Shin Aa akan
membagikannya, tim, anggota dan misi masing-masing. Aku mohon bantuan kalian
semua untuk proyek ini.” Pinta Ai penuh harap. “Aku mengandalkan kalian.”
Imbuhnya.
Orang-orang
dalam basecamp kembali sibuk. Ai, Wooyoung, Shin Ae, TOP dan dua orang lainnya
berdiri mengitari meja. TOP memegang peran. Ia berbicara menjelaskan pada yang
lain. Sesekali jari telunjuk TOP menyentuh peta yang terbuka lebar di atas
meja. Yang lain fokus mendengarkan penjelasan TOP.
-------
“Nona,
bagaimana Kim Taerin bisa terpilih? Jadi Nona benar menyampaikan keinginan Nona
kala itu?” Shin Ae saat berdua saja bersama Ai.
“Jeli.
Aku suka itu. Ini kesempatan. Rugi kalau anak Jeonggu Dong tak ambil bagian.”
“Dia
memang kutu buku dan terlihat pintar, tapi aku tak suka pada sikapnya yang sok
angkuh itu. Ah, bukan sok angkuh tapi memang angkuh dan mengabaikan segala
kebaikan dan perhatian Nona. Dia pasti cemburu karena Kim Jaejoong sangat
menyanyangi Nona. Harusnya dia sadar diri, siapa yang banyak membantu Kim
Jaejoong dan juga dirinya, hingga kini.”
“Kenapa
kau terdengar demikian tak menyukainya?”
“Kebenciannya
itu. Sangat mencolok.”
“Itu
hanya yang terlihat. Jika kau menyelaminya, sebenarnya dia pribadi yang hangat.
Hanya saja Taerin itu terlalu pendiam. Kata angkuh itu menurut orang-orang
adalah aku.”
“Nona
tak demikian, tapi memang angkuh tapi tak seperti itu yang terkesan sombong.
Aku tak suka saja pada sikap-sikap Kim Taerin itu.”
“Orang
bersikap demikian terkadang untuk menutupi rasa mindernya.”
“Minder??
Nona juga merasa minder??”
Ai
menghela napas dan tersenyum. “Iya.” Jawabnya singkat.
“Non-nona??
Minder?? Apa yang membuat Nona minder??”
“Di
mata orang aku anak yatim piatu. Beberapa mengetahui jika aku hanyalah anak
dari istri simpanan Tuan Jung. Menjadi bagian dari Jeonggu Dong yang selalu di
pandang sebelah mata juga menjadi alasannya. Ini menyakitkan. Aku tak ingin
anak-anak sesudahku merasakan apa yang seperti aku rasakan. Walaupun mereka
anak Jeonggu Dong, mereka juga manusia yang memiliki hak sama dengan manusia
lainnya.” Ai kembali tersenyum mengenangnya. Ia kemudian menatap Shin Ae. “Aku
mati-matian memperjuangkan itu. Kenyataannya, sangatlah sulit.”
Shin
Ae diam dan menundukan kepala.
***
Minki
membuka pintu kamar Ai. Minki tersenyum lalu masuk dan duduk di atas kasur
tanpa ranjang itu, tepat di belakang Ai yang sibuk berkutat dengan laptopnya.
Minki memperhatikan Ai dari belakang. Gadis itu tampak nyaman duduk bersila di
atas karpet dan menghadap meja kecil tempat laptopnya berada. Minki kemudian
tersenyum.
“Kenapa
Oppa senyum-senyum sendiri seperti itu?” Tanya tanpa merubah posisinya sedikit
pun. “Semua beres, terima kasih Oppa.”
“Selamat
untuk Kibum dan Taerin. Ini membanggakan. Ada untungnya juga yak au dekat
dengan Hyuri dan Nyonya Shin.” Canda Minki.
“Itu
berkat usaha mereka sendiri. Tapi tak apalah, mungkin sudah saatnya bagi anak
Jeonggu Dong unjuk diri.”
“Perlahan
makin membuka mata. Aku terharu.”
“Aku
pun sama. Oppa pergi menjenguk Yongbae?”
“Em.”
Minki mengangguk. “Kau akan pergi ke kebun dengan Shin Ae? Hanya berdua? Kenapa
tak meminta Wooyoung saja? Atau kita pergi berdua.”
“Oppa
tak boleh meninggalkan florist. Shin Ae pandai membawa mobil, Oppa tak perlu
khawatir. Ia pasti bisa membawaku dengan aman. Hah, kita akan sangat sibuk
mulai besok. Andai tak bersekolah, pasti tak demikian memusingkan.”
“Kmebali
terlintas untuk berhenti?”
Ai
membalikan badan menghadap Minki dan mengangguk. “Aku bosan, mulai muak dengan
semua itu.”
“Tidak
bertanggung jawab!” Vonis Minki.
Ai
mengangkat kepala, menatap heran Minki. “Kau mau lari dari tanggung jawab?”
Tanya Minki.
“Tanggung
jawab? Apa maksud Oppa?”
“Setelah
YOWL memulai langkah awalnya, kini Kibum dan Taerin. Kau bertanggung jawab atas
mereka.”
“Apa
hubungannya dengan sekolah? Tanggung jawab?”
“Bukan
hanya Kibum dan Taerin, nantinya YOWL juga akan kembali ke sekolah, jika kau
pergi begitu saja setelah ini semua, apa itu bukan berarti lari dari tanggung
jawab?”
Ai
terdiam menundukan kepala. “Ini semua keinginanmu, kau telah memperalat banyak
orang tentunya atas persetujuan mereka. Awas jika kau sampai lari dari tanggung
jawab.” Ancam Minki.
Ai
tersenyum kecil menanggapinya.
“Bagaimana
kabar si Apel Merah?” tanya Minki kemudian.
“Si
Apel Merah? Siapa?” Ai tak paham.
“Jang
Hanbyul.”
“Kok
si Apel Merah…?”
“Bukankah
Jang Hanbyul yang berhasil meluluhkan hati Ryuke-ku ini dengan sebuah apel
merah ranum yang ia bawa kala itu?” Minki merangkul Ai.
“Oh…”
Ai tersenyum kecil.
“Tidak
ada kabar ya?”
“Ada,
entahlah. Aku belum membuka email. Tapi sms-ku dibalas kok.”
“Yang
kau rasa sekarang, pasti tidak mudah.”
“Oppa
yakin sekali.”
“Hey,
kau ini bukan besi atau batu. Sedingin es, ada kalanya ia leleh juga.”
“Ok.
Oppa sangat ingin tahu sekarang.”
“Bukan
ingin tahu. Hanya mengkhawatirkanmu.”
Ai
tertunduk. Bungkam.
“Pertama
kalinya kau menyukai pria…”.
“Bukan
yang pertama.” Bantah Ai memotong.
“Ok,
bukan yang pertama. Aku tahu kau normal.”
Ai
merengut melirik Minki.
Minki
tersenyum lebar. “Ini pertama kalinya kau menjalin hubungan dengan seorang
pria, baru saja, dan tiba-tiba kalian harus terpisah jarak yang jauh. Kau
tetaplah hanya seorang anak gadis. Hanya seorang gadis, Jung Jiyoo.”
Suasana
kembali hening.
“Apa
kau melihat sesuatu tentang masa depan kalian?” tanya Minki lagi.
Ai
menatap kesal pada Minki.
“Istirahatlah.”
Minki mengelus kepala Ai lalu beranjak pergi.
“Maafkan
Oppa.” bisik Ai.
***
Ai
terbaring namun tak bisa memejamkan mata. Terus ditatapnya langit-langit kamar
yang selalu sama. Tetap seperti itu. Tak akan berubah. Ai mendesah dan bangkit
dari tidurnya. Ia kesal karena tak bisa memejamkan mata sedang tubuhnya terasa
begitu lelah. Ai mengurut keningnya sendiri mencoba mengusir kesalnya. Ponsel
Ai bergetar. Ia hanya meliriknya saja dan tetap mengurut keningnya. Lama-lama
Ai penasaran juga dan meraih ponselnya.
Wren: mewakili yang lain. akun
resmi YOWL baru saja diluncurkan. selamat!!!!! \(*O*)/ menunggu pesta besar,
tapi siapa yang akan mengadakannya? tak ada kau di sini. coba, lihat! jika kau
tak suka maka akan diubah J
Ai
tersenyum getir membaca sms yang dikirim Jaejin padanya. Harusnya Ai memilih
untuk kembali merebahkan badan dan mencoba untuk tidur. Namun Ai malah beranjak
dari kasur tanpa ranjang kesayangannya dan duduk di atas karpet menyalakan
laptop. Ai mulai berselancar di dunia maya. Tentu saja untuk menjawab rasa
penasarannya pada situs resmi YOWL yang baru saja diluncurkan beberapa menit
yang lalu; sesuai informasi yang diberikan Jaejin. Tak butuh waktu lama untuk
menemukannya.
Ai
terdiam menatap lurus monitor laptopnya. Ia menatap wajah Jaejoong, Wonbin,
Jaejin dan Minhyuk. Tangan kanan Ai bergerak perlahan. Ia kemudian mengelus
monitor laptopnya tepat pada gambar Jaejoong.
“Inilah
YOWL yang sebenarnya. Aku rasa kau paham kini, Kim Jaejoong.” Bisik Ai kemudian
tersenyum getir.
Tak
lupa Ai membagikan link akun resmi YOWL melalui akun pribadinya juga dalam akun
YOWL sebelumnya yang batal ia tutup. Hal ini tentu saja langsung menarik
perhatian. Ai menghela napas panjang dan menutup laptopnya sambil kemudian
menjatuhkan tubuhnya berbaring begitu saja. Ai kembali tersenyum dan memejamkan
mata.
***
“Aku
sempat chatting dengannya.” Sanggah Hami.
“Benarkah?”
Hyerin menatapnya tak percaya.
Hami
mengangguk antusias.
“Sepertinya
langsung menghilang.” Hyerin sangsi.
“Iya,
tapi kemudian muncul lagi.” Hami membenarkan dan meralat.
“Sepertinya
Ai mulai membuka diri ya.” Komentar Sunyoung.
“Benar.
Tak se-acuh dahulu.” Hami membenarkan. “Menyenangkan sekali semalam.” Imbuhnya
sembari tersenyum.
“Baguslah.
Akhirnya dia sadar diri kalau sekarang ia benar tak ada artinya tanpa YOWL.
Bersikap angkuh pun tak ada guna.”
Ungkap Hyerin.
“Tidak
begitu juga. Dulu juga rajin sesekali meladeni Yowlism. Kau ini sebenarnya
Yowlism atau bukan?” tanya Hami.
“Aku
penasaran YOWL kan gara-gara kamu.”
“Tapi
akhirnya suka juga kan?”
“Karena
aku harus mendukung Onni.”
“Tak
masuk akal. Kau melakukan banyak pembelaan. Aku tahu kau merasa iba pada Ai.”
“Aku
tak sepertimu Song Hami!”
“Siapa
juga yang mengatakan kau sama denganku? Kau berbeda. Aku akui itu. Bahkan kau
jauh, jauh lebih peduli pada YOWL dibandingkan denganku. Menudukung Nona Kim
Taehee adalah alasan yang sangat tidak masuk akal.”
Sunyoung
menggeleng melihat dua sahabatnya kembali adu mulut.
“Ok
Nona Yowlism Sejati, apa pun itu. Huh!” Hyerin kesal.
“Apa
pun itu adalah hakmu. Aku tak tahu mengapa tapi terima kasih sudah turut
membantu YOWL.” ungkap Hami tulus.
“Sasaeng
fans.” Gumam Hyerin.
“Hey!
Aku tak seperti itu!”
“Ok.
Ok. Kau tahu, kemungkinan jadwal debut YOWL akan dipercepat.”
“Dipercepat?
Kenapa begitu?”
Sunyoung
turut penasaran. Terlihat benar dari ekspresinya.
“Tak
jadi di Jeonggu Dong? Lalu apa arti pertemuan kala itu?” buru Hami.
“Entahlah.
Sepertinya Onni menimbang ulang keputusannya.” Hyerin tak semangat.
“Ai
sudah tahu?” buru Hami lagi.
“Aku
tak tahu. Menunggu Jeonggu Dong stabil, bukankah itu semacam harapan kosong?”
“Benar
juga.” Komentar singkat Sunyoung.
“Ai
harus kecewa lagi.” Hami merengut.
“Keinginan
Ai untuk Jeonggu Dong itu menurutku terlalu muluk-muluk. Siapa dia benari
memiliki impian setinggi itu?” kata Hyerin lagi.
“Keyakinannya
yang kuat pada YOWL terbukti bukan? Aku tak pernah meragukan Ai. Aku yakin ia
pasti bisa mewujudkannya. Jeonggu Dong seperti yang ia harapkan.” Bela Hami.
“Kau lihat apa yang ia lakukan pada Viceroy dan Hwaseong Academy? Itu
menakjubkan bukan?”
“Pasti
sudah dipelajari sebelumnya.”
“Namun
tetap saja tak mudah. Jika aku pasti tak akan sanggup. Aku tak punya keberanian
dan keyakinan seperti yang Ai miliki.” sela Sunyoung.
“Sekolah
dan kehidupan nyata itu beda.” Hyerin kukuh.
“Sekolah
ada dalam kehidupan nyata. Apa yang tak mungkin? Ai telah membuktikannya.” Hami
kembali bicara. “Ia tak gagal membangun impiannya. Wujud nyatanya adalah YOWL.
Tanpa Ai berada di dalam YOWL, namun impiannya tetap ada bersama YOWL. Strategi
yang aku yakin, kau, orang yang dinilai sempurna ini tak memilikinya. Ai tak
perlu menggunakan tangannya sendiri untuk membangun impiannya. YOWL ada dan
akan selalu dikenang itu karena Ai. Nama Ai pun akan selalu ada bersama mereka,
sepanjang YOWL dikenal.” Hami tersenyum kemudian berjalan pergi.
Hyerin
berdiri tertegun.
“Tujuan
mulia, tekad bulat dan keberanian. Ini benar-benar akan di amini alam semesta
dan mendukung Tuhan untuk mengabulkannya.” Kata Sunyoung sebelum pergi.
“Kita
lihat saja bagaimana selanjutnya.” Gumam Hyerin lirih menyusul langkah Sunyoung.
***
Soojung
mencegat Taerin yang sedang berjalan sendiri usai meminjam beberapa buku di
perpustakaan. Soojung ditemani empat orang anak dari club sains. Ia melipat
tangan dan menghadang Taerin.
“Aku
heran bagaimana orang sepertimu bisa lolos untuk turut dalam tim perwakilan
sekolah. Apa ini campur tangan gadis itu? Mantan personel YOWL yang sempat
membuat heboh sekolah itu?” tandas Soojung. “Kau yakin akan maju? Kau yakin kau
bisa? Tak akan memalukan sekolah?”
“Hasil
tes dan juga nilaiku yang membuatku lolos.” Jawab Taerin.
“Oya…?
Percaya diri sekali? Aku rasa kau cukup tahu diri. Kau tak pernah masuk
hitungan sebelumnya. Aku tahu kau anak Jeonggu Dong. Ini rencananya bukan?”
“Aku
mengikuti prosedur yang berlaku.”
“Mengejutkan.
Tiba-tiba anak-anak Jeonggu Dong ini mendapat perhatian lebih. Ada berapa anak
Jeonggu Dong di sekolah ini?”
“Sepuluh!”
sahut Kibum sembari berlari mendekat. “Kim Jaejoong, Oh Wonbin, Lee Jaejin,
Kang Minhyuk, Fujiwara Ayumu, Kim Kibum, Song Seunghyun, Kim Taerin dan dua
murid lagi.” terang Kibum kemudian berdiri di samping kanan Taerin. “Apa
kehadiran kami mengganggumu?”
Soojung
menyincingkan senyum di bibir tipisnya. “Kita lihat saja nanti. Aku penasaran
pada penampilan kalian. Semoga kalian tak memalukan.” Soojung pun pergi diikuti
keempat temannya.
“Kau
baik-baik saja?” tanya Kibum pada Taerin.
Taerin
tak menjawab dan langsung pergi.
“Hah!
Sampai kapan kau akan bersikap seperti itu Kim Taerin?” gumam Kibum kesal dan
kemudian pergi.
-------
Taerin
menghentikan langkahnya dan mengerutkan dahi. Seunghyun ia cari-cari justru
terlihat asik ngobrol bersama Ai. Ada apa
ini? tanya di benak Taerin karena
hal ini sangat ganjil baginya. Seunghyun memang mengagumi YOWL juga Ai, namun
pemuda itu tak pernah bertegur sapa pada mereka. Terutama pada Ai. Ini sangat
tak wajar. Apalagi hanya Ai sendiri di sana bersama Seunghyun, tanpa ada
Wooyoung yang biasa selalu ada bersama Ai. Taerin bertahan di tempat ia berdiri
menatap kesal Seunghyun yang terlihat amat senang itu. Taerin tak suka ekspresi
berserk-seri Seunghyun saat ia berhadapan dengan Ai seperti saat ini.
***
Ai dan
Wooyoung kompak menegakan badan ketika dua murid itu muncul. Kedua murid yang
juga mengenakan seragam Hwaseong Academy itu mengabaikan keberadaan Ai dan
Wooyoung.
“Aku
menunggu kalian!” kata Ai.
Dua
pemuda itu kompak menghentikan langkahnya.
Ai
diikuti Wooyoung beralih ke depan dua murid yang kini menatapnya heran. “Maaf
ini mungkin terkesan tak sopan. Aku tak yakin aku akan diterima jika aku datang
berkunjung ke rumah kalian.” kata Ai.
Dua
murid ini semakin dibuat bingung.
“Kalian
ingat tentang Hwaseong Festival? Aku mengabaikan kalian, iya tapi tidak. Waktu
itu aku tak ingin membuka tabir Jeonggu Dong terlalu lebar dalam sekolah. Waktu
itu aku menyimpan energi kalian. Namun kali ini aku benar-benar butuh.” Ai
mengulurkan dua amplop putih di tangannya.
Dua
murid itu makin bingung.
“Cara
yang sama. Aku melamar kalian. Aku membutuhkan seorang gitaris dan seorang
bassis. Aku rasa pilihanku benar, Jung Yonghwa dan Jang Dongwoo. Konsep yang
ingin aku buat ada di dalam sini. Walau menolak lamaranku ini, tapi tolong
terima amplop ini dan aku harap kalian membacanya.” Ai masih dengan tangan
kanan terulur.
Jung
Yonghwa dan Jang Dongwoo tak berkata apa pun. Keduanya diam selama beberapa
saat namun kemudian mengambil amplop di tangan Ai. Keduanya kemudian pergi
begitu saja.
Ai
tersenyum lega. Begitu juga Wooyoung.
***
Tim
yang dibentuk Ai mulai bergerak. Mereka menyebarkan kertas-kertas yang telah
mereka persiapkan beberapa hari sebelumnya. Tim yang terbagi dalam beberapa
kelompok mulai meluncur ke area masing-masing. Mereka menyebar kertas-kertas
selebaran itu begitu saja dan ada pula yang di temple pada tiang listrik atau
tembok, pagar, pohon dan media lainnya yang biasa digunakan untuk promosi.
Segerombolan
pemuda berhenti di dekat sebuah tiang listrik. Mereka memperhatikan kertas selebaran
yang baru saja di temple oleh rekan-rekan Ai. Pemuda yang berada paling tengah
merampas kertas itu dari tiang listrik, meremasnya dan membuangnya begitu saja.
“Annyeong!”
Ai keluar dari tempat persembunyiaannya ditemani Wooyoung dan dua anak buah Yongbae.
Kelompok
yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok Ai terkejut. Mereka segera siaga.
Ai
tersenyum menyincing. Begitu tenang dan dingin.
---TBC---
shytUrtle
0 comments